BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG Di dalam masyarakat istilah Badan Hukum tidak asing lagi, yang sering dilawankan dengan istilah Badan Pribadi atau manusia, namun keduanya samasama sebagai subyek hukum. Dalam bahasa Belanda Badan Hukum disebut rechtspersoon. Di dalam peraturan UnaangUndang tidak ada batasan pengertian apa yang disebut badan hukum itu. Namun pengertian yang sudah umum dikenal oleh beberapa ahli bahwa Badan Hukum adalah segala. sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban, dapat melakukan perbuatan hukum, dapat menjadi subyek hukum, dapat dipertanggungjawabkan seperti halnya manusia. Badan Hukum mempunyai hak dan kewajiban, harta kekayaan dan tanggung jawab yang terpisah dari orang perseorangan. Dari beberapa sumber ditemukan beberapa pengertian Badan Hukum antara lain menurut Maijers Badan Hukum adalah meliputi segala sesuatu yang menjadi pendukung hak dan kewajiban. Sedang menurut Logemann, Badan hukum adalah suatu personifikatie (personifikaai) yaitu suatu bestendigheid (perwujudan, penjelmaan) hak dan kewuihan, Sedang menurut E. Utreht, menyatakan Badan Hukum (rechrtspersoon ), yaitu badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan, bahwa badan hukum ialah setiap pendukun; hak yang tidak berjiwa, atau lebih tepat yang bukan manusia.
Sedang menurut R. Subekti, Badan Hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat didepan hakim. R. Rochmat Soemitro mengemukakan bahwa badan hukum (rechtspersoon) ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi. Sri Soedewi Maschun Sofwan menjelaskan bahwa manusia adalah badan pribadi, itu adalah manusia tunggal. Selain dari manusia tunggal, dapat juga oleh hukum diberikan kedudukan sebagai badan pribadi kepada wujud lain, disebut badan hukum yaitu kumpulan dari orang-orang bersama-sama mendirikan suatu badan (perhimpunan) dan kumpulan harta kekayaan, yang tersendirikan untuk tujuan tertentu. Dalam ha1 badan hukum melaksanakan hak dan kewajibannya tersebut diwakili oleh para pengurusnya yang ditunjuk sesuai dengan anggaran dasarnya. Sehingga perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan pengurusnya itu mengikat badan hukum itu sendiri, tidak mengikat pengurusnya secara pribadi, dan yang bertanggunhjawab adalah badan hukumnya bukan pengurusnya secara pribadi, sepanjang hal itu dilakukan sesuai dengan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepada pengurus dalam anggaran dasarnya.
RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah proses pendirian sebuah Perseron Terbatas? 2. Bagaimana struktur dalam Perseroan Terbatas? 3. Bagaimana permodalan Perseroan Terbatas?
BAB II PEMBAHASAN
1. PROSES PENDIRIAN PERSEROAN TERBATAS Mengenai prosedur pendirian Perseroan Terbatas menurut KUHD dengan UUPT tahap-tahap yang harus ditempuh pada prinsipnya sama. Yaitu ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk pendirian Perseroan Terbatas antara lain, tahap pembuatan akta, pengesahan, pendaftaran dan pengumuman. 1. Tahap pembuatan akta, Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 7 (1) UUPT dinyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia. Seperti halnya disebutkan dalam pengertian Perseroan Terbatas, bahwa PT didirikan berdasarkan perjanjian, juga menunjukkan PT harus didirikan setidaknya oleh 2 (dua) orang atau lebih, karena perjanjian setidaknya diadakan oieh minimal 2 (dua) orang. Disamping itu PT harus didirikan dengan akta otentik dalam hal ini oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris, yang di dalamnya memuat Anggaran Dasar dan keterangan lainnya. Pada saat pendirian dipersyaratkan para pendiri wajib mengambil bagian saham atau modal.
2. Tahap pengesahan Setelah dibuat akta pendirian yang di dalamnya memuat Anggaran Dasar dan keterangan lainnya, kemudian dimintakan pengesahannya. Pengesahan yang dimaksudkan disini adalah pengesahan pemerintah yang dalam hal ini oleh Menteri. Pengesahan ini mengandung arti penting bagi pendirian Perseroan Terbatas, karena menentukan kapan Perseroan itu memperoleh status Badan. Hukum. Dalam hal ini berdasarkan pasal 7 (6) UUPT, disebutkan bahwa Perseroan memperolah status Badan Hukum setelah Akta Pendiriannya disahkan oleh Menteri, yang dalam hal ini adalah Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Dengan demikian menurut UUPT disamping ada penegasan bahwa PT adalah Badan Hukum, juga ada penegasan kapan PT itu memperoleh status Badan Hukum, yaitu sejak akta pendiriannya disahkan oleh Menteri. Sedangkan di dalam KUHD penegasan ini tidak ada. Di dalam KUHD berdasarkan pasal 36 hanya disebutkan bahwa sebelum Perseroan Terbatas didirikan, maka akta pendiriannya harus dimintakan pembenaran kepada Gubernur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk untuk itu. Dari ketentuan ini masalah pengesahan pada dasarnya sama dengan pembenaran, sehingga dilihat dari persyaratan itu baik KUHD maupun UUPT sama-sama bahwa akta pendirian Perseroan Terbatas harus dimintakan pengesahan/ pembenaran. Hanya masalah kapan Perseroan terbatas itu memperoleh status Badan Hukum dalam KUHD tidak
ditegaskan, sedang dalam UUPT ditegaskan yaitu sejak diberikannya pengesahan akta pendiriannya oleh Menteri. Mengenai prosedur pengesahan dijelaskan dalam UUPT pasal 9 yang menyatakan bahwa, untuk memperoleh pengesahan Menteri, para pendiri bersarna-sama atau kuasanya, mengajukan permohonan tertulis dengan melampirkan Akta pendirian PT. Biasanya permohonan pengesahan ini sekaligus ditangani dan diajukan oleh notarisnya yang rnembuat akta. Karena pada umumnya para pendiri tidak mau repot mengurus sendiri pengesahan ini, sehingga biasanya notaris yang membuatkan akta pendirian sekaligus diminta menguruskan pengesahannya. Pengesahan tersebut sesuai pasal 9 ayat (2) harus diberikan paling lama dalam waktu 60 (enam puluh) hari setelah permohonan diterima. Dibandingkan dengan KUHD yang tidak mengatur mengenai jangka waktu kapan pengesahan harus diberikan sehingga pada waktu itu orang mendirikan PT dapat memakan waktu yang cukup lama, maka pengesahan menurut UUPT ini lebih tegas dan relatif cepat sepanjang dilaksanakan dengan benar. Hanya persoalannya apakah waktu 60 (enam puluh) hari itu benar-benar dapat dipenuhi atau tidak. Proses pemberian pengesahan yang cukup lama akan menimbulkan persoalan tersendiri, manakala Perseroan Terbatas itu sudah melaksanakan kegiatannya, sedangkan status hukumnya belum jelas. Persoalan ini akan timbul berkaitan dengan tanggungjawab terutama terhadap pihak ketiga. Dalam hal ini siapakah yang harus bertanggungjawab.
Persoalan lain yang menjadi pertanyaan apabila ternyata dalam waktu 60 hari itu ternyata pengesahan tidak dapat diberikan, atau ditolak, sedang semua persyaratan telah terpenuhi sehingga tidak ada alasan untuk menolak memberikan pengesahan, maka apakah bagi pendiri dapat mengajukan Gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) bagi Pejabat yang harusnya memberikan kef..lutusan pengesahan. Dalam hal permohonan ditolak maka penolakan itu harus disampaikan secara tertulis kepada pemohon beserta alasannya, juga dalam waktu 60 (enam puluh) hari. Dengan ketentuan batas waktu 60 hari itu memang akan mempermudah dan mempercepat dan yang lebih penting lebih efisien, sehingga batas waktu ini benar-benar dapat dipenuhi.
3.
Pcndaftaran dan Pengumuman Di dalam UUPT pendaftaran dan pengumuman dijadikan satu dalam satu bagian ketentuan yaitu bagian ketiga pasal 21, 22, dan 23. Yang perlu diperhatikan mengenai pendaftaran dan pengumuman menurut UUPT ini adalah bahwa yang dimaksud pendaftaran disini adalah, pendaftaran dalam Daftar Perusahaan, yang di dalam penjelasannya dijelaskan bahwa yang dimaksud
dengan
”Daftar
Perusahaan”
adalah
daftar
perusahaan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang nomor 3 Tahun 1982 tentang
Wajib
Daftar
Perusahaan.
Sehingga
dengan
demikian
pendaftarannya dilakukan di Kantor pendaftaran perusahaan yaitu di
Kantor Perdagangan dan Perindustrian, yang harus dilakukan untuk memenuhi kewajiban pendaftaran perusahaan sebagaimana dimaksud dalam UU No. 3 Tahun 1982. Pendaftaran ini harus dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pengesahan atau persetujuan diberikan atau setelah tanggal penerimaan laporan. Kemudian ketentuan lebih lanjut setelah pendirian Perseroan Terbatas tersebut didaftarkan, kemudian diumumkan ke dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pengumuman ini dilakukan paling lambat dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran. Dibandingkan dengan KUHD yang juga mengatur tentang pendaftaran dan pengumuman, namun terdapat perbedaan yaitu bahwa di dalam KUHD pendaftaran yang dimaksudkan adalah pendaftaran di Kepaniteraan Raad van Justitie (sekarang Pengadilan Negeri) dalam wilayah hukumnya, sedang pengumumannya di Majalah Resmi. Sehingga khususnya berkaitan dengan pendaftaran, maka berdasarkan UUPT lebih sederhana karena dengan pendaftaran ke dalam Daftar Perusahaan sebagaimana dimaksudkan dalam UUPT yaitu di Kantor Pendaftaran Perusahaan, berarti disamping memenuhi kewajiban pendaftaran dalam kaitannya proses pendirian PT juga sekaligus memenuhi kewajiban pendaftaran perusahaan sebagaimana diwajibkan dalam UU nomor 3 Tahun 1982. Sedang dalam KUHD pendaftaran di Kepaniteraan Pengadilan negeri berarti masih harus memenuhi kewajiban pendaftaran perusahaan sebagaimana diwajibkan
dalam UU nomor 3 Tahun 1982 seperti halnya kewajiban pendaftaran perusahaan pada umumnya.
2. STRUKTUR DALAM PERSEROAN TERBATAS Sebagai badan hukum maka dalam melaksanakan kepengurusan Perseroan Terbatas mempunyai organ, yang terdiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi (Pengurus), dan Komisaris, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 (2) UUPT. Dibandingkan dengan ketentuan dalam KUHD terdapat perbedaan khususnya yang berkaitan dengan pengurus, sebagaimana dijelaskan dalam pasal 44 KUHD bahwa Perseroan diurus oleh pengurus, dengan atau tidak dengan komisaris atau pengawas. Dari ketentuan tersebut menurut KUHD, Komisaris/pengawas bukan merupakan suatu keharusan, hal ini dapat dilihat dari kalimat dengan atau tidak dengan komisaris, yang mengandung makna tidak harus. Sedangkan menurut UUPT komisaris merupakan salah satu organ perseroan yang harus ada, bahkan di dalam ketentuan selanjutnya bagi Perseroan yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan utang atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang Pengurus dan 2 (dua) orang Komisaris. Masing-masing organ PT tersebut mempunyai tugas dan kewenangan sendiri-sendiri, yaitu : Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) adalah organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan dan memegang segala
kewenangan yang tidak diserahkan kepada Direksi atau komisaris. Dengan demikian RUPS merupakan organ yang tertinggi di dalam Perseroan. RUPS terdiri dari rapat Tahunan dan rapat-rapat lainnya. Di dalam RUPS ini setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali Anggaran Dasar menentukan lain. Direksi atau pengurus adalah organ Perseroan yang bertangggung jawab penuh atas kepengurusan perseroan untuk kepentingan .dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar. Dengan demikian kepengurusan Perseroan dilakukan oleh Direksi yang diangkat oleh RUPS sesuai dengan Anggaran Dasarnya. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 82 UUPT bahwa Direksi bertanggung jawab penuh atas kepengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakiti perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Dalam hal ini terlihat adanya dua sisi tanggungjawab, yaitu : Pertama, Tanggungjawab intern/kedalam, yaitu berkaitan dengan kepengurusan jalannya dan maju mundurnya perseroan maka direksi bertanggungjawab penuh. Artinya apabila Perseroan mengalami kerugian akibat dari kesalahan direksi dalam menjalankan kepengurusannya, maka pengurus bertanggungjawab. Dalam menyampaikan pertanggungjawaban intern ini direksi dapat melalui RUPS, sebagai organ tertinggi dalam Perseroan. Dengan demikian tanggungjawab intern ini lebih kepada
tanggungjawab Direksi dalam mencapai tujuan perseroan, sehingga ia harus bertanggungjawab kepada pemilik perseroan yaitu pemegang saham. Kedua, Tanggungjawab keluar, yaitu tanggungjawab terhadap pihak ketiga, atau kepada siapa Perseroan itu melakukan perbuatan atau perjanjian. Dalam hal ini kedudukan pengurus menjalankan tugas kepengurusannya adalah sebagai wakil yang bertindak untuk dan atas nama Perseroan. Sehingga tanggung jawab terhadap pihak ketiga, yang terikat adalah PT, bukan pengurus secara pribadi, sepanjang dilakukan berdasarkan etikad baik, sesuai dengan tugas dan kewenangannya, untuk kepentingan dan tujuan perseroan berdasarkan Anggaran dasar. Namun apabila direksi melakukan kesalahan dan lalai dalam menjalankan tugasnya direksi dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi. Tanggungjawab ini baik secara pidana maupun secara perdata. Hal ini ditentukan dalam pasal 85 UUPT yang antara lain menyebutkan, bahwa setiap direksi wajib dengan etikad baik dan penuh tanggungjawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Setiap anggota Direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus serta memberikan nasehat kepada Direksi dalam menjalankan Perseroan. Wewenang dan kewajiban Komisaris ditetapkan dalam Anggaran dasar. Seperti hallnya Pengurus, maka Komisaris dalam menjalankan tugasnya wajib dengan etikad baik dan
penuh tanggungjawab menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha perseroan. Dengan demikian apabila Komisaris dalam menjalankan tugasnya dengan etikad baik, dan menimbulkan kerugian maka Komisaris dapat dipertangungjawabkan secara pribadi.
3. PERMODALAN PERSEROAN TERBATAS Sebagaimana dijelaskan dalam UUPT bahwa modal Perseroan Terbatas terbagi dalam saham-saham, yang masing-masing saham mempunyai nominal tertentu. Keikutsertaan modal bagi pendiri menurut UUPT merupakan suatu keharusan, sebagaimana ditentukan dalam pasal 7 (2) bahwa setiap pendiri PT wajib mengambil bagian saham pada saat perseroan didirikan. Untuk mendirikan Perseroan Terbatas harus ada modal dasar paling sedikit Rp. 20.000.000,-- (duapuluh juta rupiah), sebagaimana ditentukan dalam pasal 25 (1) UIJPT. Dibandingkan dengan KUHD mengenai batas minimal modal dasar tidak ditentukan. Dengan ketentuan batas minimal modal dasar ini memang dalam perkembangannya harus ada penyesuaian, karena nilai rupiah yang selalu tidak stabil dan mengalami perubahan, sehingga batas minimal ini untuk beberapa tahun yang akan datang sudah tidak sesuai lagi. Disamping batas minimal modal dasar juga ditentukan bahwa, pada saat pendirian Perseroan, paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus sudah ditempatkan, dan setiap penempatan modal
tersebut harus sudah disetor paling sedikit 50% (lima puluh persen) dan nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan, dan seluruh saham yang telah dikeluarkan harus sudah disetor penuh pada saat pengesahan perseroan dengan bukti penyetoran yang sah. Sedangkan pengeluaran saham selanjutnya setiap kali harus disetor penuh. Dari ketentuan permodalan ini menggambarkan bahwa para pendiri perseroan tidak hanya sekedar mendirikan perseroan saja, tapi ia juga harus henar-benar turut serta dalam permodalan perseroan yang dengan sendirinya turut bertanggungjawab atas jalannya perseroan.
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN Dari beberapa penjelasan di bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Mengenai prosedur pendirian Perseroan Terbatas menurut KUHD dengan UUPT tahap-tahap yang harus ditempuh pada prinsipnya sama. Yaitu ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk pendirian Perseroan Terbatas antara lain, tahap pembuatan akta, pengesahan, pendaftaran dan pengumuman. 2. Sebagai badan hukum maka dalam melaksanakan kepengurusan Perseroan Terbatas mempunyai organ, yang terdiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Direksi (Pengurus), dan Komisaris, sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 (2) UUPT. 3. Untuk mendirikan Perseroan Terbatas harus ada modal dasar paling sedikit Rp. 20.000.000,-- (dua puluh juta rupiah), sebagaimana ditentukan dalam pasal 25 (1) UIJPT. Disamping batas minimal modal dasar juga ditentukan bahwa, pada saat pendirian Perseroan, paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari modal dasar harus sudah ditempatkan, dan setiap penempatan modal tersebut harus sudah disetor paling sedikit 50% (lima puluh persen) dan nilai nominal setiap saham yang dikeluarkan, dan seluruh saham yang telah dikeluarkan harus sudah disetor penuh pada saat pengesahan perseroan dengan bukti
penyetoran yang sah. Sedangkan pengeluaran saham selanjutnya setiap kali harus disetor penuh.
DAFTAR PUSTAKA
•
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006
•
Chidir Ali, SH, Badan Hukum, Bandung: Alumni, 1987, Paramita, 2002.
•
Pieter Tedu Bataona, SH, Mengenal Pasar Modal Dan Tata Urutan Perdagangan Efek Serta Bentuk-Bentuk Preusan Di Indonesia, Nusa Indah , Flores-NTT, 1994
•
Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2, Jakarta: Djambatan, 1988
•
R. Murjiyanto, SH, Pengantar Hukum Dagang , Yoyakarta: Liberty, 2002
•
R. Soebekti dan R. Tjitrosubio, Kutab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya
•
Undang – Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
TUGAS HUKUM PERUSAHAAN MAKALAH TENTANG PERSEROAN TERBATAS Disusun untuk memenuhi tugas terstruktur Mata Kuliah Hukum Perusahaan Dosen: Bpk. Dr. Sihabudin SH. MH
DISUSUN OLEH : NAMA
:
DION WASTI Y
NIM
:
0410113065
KELAS
:
A
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS HUKUM MALANG 2007