Makalah Temu 12 Hiv Nursing Management Issues.docx

  • Uploaded by: Yuli
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Temu 12 Hiv Nursing Management Issues.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,584
  • Pages: 17
MAKALAH NURSING MANAGEMEN ISSUES HIV/AIDS

NAMA KELOMPOK 12 : 1. Ari Cendani Prabawati

( 17.321.2658 )

2. Ni Ketut Yuliana

( 17.321.2686 )

3. Ni Made Ayu Priyastini

( 17.321.2695 )

4. Ni Wayan Yuna Pratiwi

( 17.321.2705 )

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES WIRA MEDIKA BALI 2018/2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpah hidayah, rahmat dan lindungannya, akhirnya makalah ini kami selesaikan dengan lancar. Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas kami. Selain itu kami menyusun makalah ini untuk menambah wawasan untuk memahami tentang Nursing Managemen Issues. Mungkin makalah yang kami buat ini belum sempurna karna kami juga masih dalam belajar, oleh karena itu kami menerima saran/kritikan pembaca supaya makalah selanjutnya bisa lebih baik dari sebelumnya. Dalam makalah ini kami membahas tentang Nursing Managemen Issues. Semoga makalah kami buat ini bisa bermafaat bagi pembaca. Demikianlah makalah yang kami susun dan jika ada tulisan atau perkataan yang kurang berkenan (sopan) kami mohon maaf sebesar-besarnya, semoga makalah ini bermanfaat buat pembaca.

Denpasar, 3 November 2018

Penyusun

2

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................................... 2 Daftar Isi .................................................................................................................................. 3

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 4 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................. 4 1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 4 1.4 Manfaat .............................................................................................................................. 4

BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Apa pengertian dari Manajemen Kasus ? ...........................................................................5 2.2 Bagaimana Legal dan Etik dalam Nursing Managemen Issues ?......................................10 2.3 Bagaimana Pencegahan Transmisi HIV ?.........................................................................14

BAB III : PENUTUP 3.1 Simpulan .......................................................................................................................... 16 3.2 Saran ................................................................................................................................ 16 Daftar Pustaka…………………………………………………………………………….....17

3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Manajemen issue adalah Sebagai sebuah alat yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mengelola berbagai issue yang muncul ke permukaan (dalam suatu masyarakat populis yang mengalami perubahan tanpa henti) serta bereaksi terhadap berbagai issue tersebut SEBELUM issue-issue tersebut diketahui oleh masyarakat luas.’ (Regester & Larkin, 2003:38). Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukun untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan kompeten. Perhatian terhadap legal dan etik yang dimunculkan oleh konsumen telah mengubah sistem pelayanan kesehatan. Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan.

1.2 Rumusan Masalah 1. Apakah pengertian dari Manajemen Kasus ? 2. Bagaimana Legal dan Etik dalam Nursing Management Isuues ? 3. Bagaimana pencegahan Transmisi HIV ?

1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari Manajemen Kasus dalam Nursing Management Issues. 2. Untuk memahami bagaimana Legal dan Etik dalam Nursing Management Isuues. 3. Agar mengetahui bagaimana pencegahan Transmisi HIV.

1.4 Manfaat Menjelaskan kesehatan seksual dan keluarga berencana.

4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Manajemen Kasus Model manajemen kasus merupakan generasi kedua dari model primary nursing. Dalam model ini asuhan keperawatan dilaksanakan berdasarkan pandangan, bahwa untuk penyelesaian kasus keperawatan secara tuntas berdasarkan berbagai sumber daya yang ada. Metode manajemen kasus keperawatan adalah bentuk pemberian asuhan keperawatan dan manajemen sumber-sumber terkait yang memungkinkan adanya manajemen yang strategis dari cost dan quality oleh seorang perawat untuk suatu episode penyakit hingga perawatan lanjut. Pengembangan metode ini didasarkan pada bukti-bukti bahwa manajemen kasus dapat mengurangi pelayanan yang terpisah-pisah dan duplikasi. Di sisi lain, metode kasus keperawatan ini akan memberikan kesempatan untuk komunikasi di antara perawat, dokter, dan tim kesehatan lain, efisien dalam manajemen perawatan melalui monitoring, koordinasi dan intervensi. Dalam manajemen kasus keperawatan, seorang perawat akan bertugas sebagai case manager untuk seorang (mungkin lebih) pasien, sejak masuk ke rumah sakit hingga pasien tersebut selesai dari masa perawatan dan pengobatan. Sebagai case manager, perawat memiliki tanggung jawab dan kebebasan untuk perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, dan evaluasi. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan, dalam memberikan asuhan keperawatan dengan metode manajemen kasus, case manager senantiasa mempertimbangkan dua rangkaian dari quality-cost-access dan consumers- providers-funders.

Tujuan Model Manajemen Kasus 1. Menetapkan pencapaian tujuan asuhan keperawatan yang diharapkan sesuai dengan standar. 2. Memfasilitasi ketergantungan pasien sesingkat mungkin 3. Menggunakan sumber daya seefisien mungkin. 4. Efisiensi biaya 5. Memfasilitasi secara berkesinambungan asuhan keperawatan melalui kolaborasi dengan tim lainnya. 6. Pengembangan profesionalisme dan kepuasan kerja. 5

7. Memfasilitasi alih ilmu pengetahuan

Fungsi Manajemen Kasus Terdapat beberapa fungsi dasar manajemen kasus 1. Identifikasi klien dan orientasi (Client Identification and Orientation) Dalam hal ini manajer kasus terlibat identifikasi secara langsung dan menyeleksi orang-orang yang menjadi tujuan pelayanan yang ingin dicapai, kualitas hidup, atau berapa biaya untuk suatu perawatan dan pelayanan yang dapat dipengaruhi dengan positif oleh manajemen kasus. 2. Asesmen klien (Client Assessment) Fungsi ini mengacu pada pengumpulan informasi dan perumusan suatu asesmen dari kebutuhan-kebutuhan komprehensif klien, situasi kehidupan, dan sumbersumber.Dalam hal ini termasuk jua melakukan penggalian atas potensi klien, baik kekuatan dan kelemahannya, mana yang memerlukan pelayanan dan mana yang tidak. a. Menyadari kebutuhan komprehensif kliennya, termasuk kekuatan dan kelemahannya b. Memahami hasil kontak dan pengkajian awal, walaupun belum tentu harus terlibat secara langsung c. Selalu dekat dengan tenaga pelayanan langsung untuk meyakinkan bahwa informasi mereka menyeluruh (komprehensif) dan terkini (aktual) d. Selalu kontak secara teratur dengan klien sehingga dapat memahami perubahan kemampuan dan kebutuhannya. 3. Rencana Intervensi/Pelayanan. Pekerja sosial sebagai manajer kasus mengidentifikasi pelayanan-pelayanan atau sumber yang bervariasi yang dapat dijangkau untuk membantu penanganan masalah klien. a. Memiliki daftar lengkap tentang lembaga/organisasi pelayanan di dalam masyarakat serta memahami pelayanan yang diberikan masing-masing lembaga/organisasi, termasuk kebijakan dan prosedurnya b. Memberikan informasi yang dimilikinya kepada perencanaan kasus tentang sumber-sumber yang tersedia c. Menginterprestasikan tujuan dan fungsi rencana kasus kepada pemberi pelayanan 6

4. Koordinasi hubungan dan pelayanan Seorang manajemen kasus harus menghubungkan klien dengan sumbersumber yang sesuai.Selain itu juga harus menekankan adanya koordinasi diantara sumber-sumber yang digunakan oleh klien dengan menjadi sebuah saluran serta poin utama dari komunikasi yang teriintegrasi. 5. Tindak lanjut dan Monitoring pelaksanaan pelayanan Seorang manajer kasus membuat peraturan dan kontak tindak lanjut yang terus menerus dengan klien dan penyedia pelayanan untuk menyaknkan baha pelayanan yang diperlukan memang benar-benar diterima/diperoleh dengan baik, serta digunakan oleh klien secara tepat.Apabila ditemukan adanya penyimpangan atau ketidaksesuaian, manajer kasus harus segera mengambil tindakan perbaikan atau memodifikasi rencana pelayanan.Manajer kasus juga menyelesaikan laporan termasuk didalamnya dokumen klien, kemajuan yang dicapai dalam perkembangan kasus klien, pelaksanaan pelayanan serta kesesuaian terhadap rencana yang telah disusun. 6. Mendukung klien Selama masa pelayanan yang diberikan oleh berbagai jenis penyedia pelayanan atau sumber, manajer kasus membantu klien dan keluarganya pada saat mereka menghadapi masalah yang tidak diharapkan dalam mendapatkan pelayanan. Kegiatan ini termasuk mengatasi konflik pribadi, konseling, penyediaan informasi, memberikan dukungan emosional, dan apabila sesuai, melakukan pembelaan atas nama klien untuk menjamin bahwa mereka menerima pelayanan sesuai dengan haknya. Jangkauan fungsi manajemen kasus tergantung kontekstualnya, seperti misalnya: a. Karakteristik populasi sasaran, maksudnya adalah seorang manajer kasus harus mengetahui benar permasalahan, siapa saja yang terlibat di dalam masalah ini, bagaimana sifat-sifatnya, besaran masalah serta berbagai alternatif penanganan. b. Kendala lingkungan. Lingkungan yang melingkupi suatu kasus dapat berbedabeda antara satu kasus dengan kasus yang lain. Misalnya konteks individu, kelompok kecil, komunitas tertentu dan masyarakat secara luas. Masing-masing lingkungan seringkali memiliki kendala sendiri-sendiri. Hal ini perlu dipahami benar oleh seorang manajer kasus.

7

c. Jenis lembaga yang mempekerjakan manajer kasus. Maksudnya adalah lembaga apa atau siapa yang mempekerjakan manajer kasus (jenis, sifat dan sebagainya) membawa implikasi bagi pelaksanaan peran manajer kasus. d. Beban kasus. Jenis dan sifat kasus yang ditangani masing-masing klien juga sangat bervariasi, sehingga akan sangat mempengaruhi pelaksanaan pelayanan manajemen kasus. e. Hakekat sistem pelayanan. Maksudnya adalah apa saja pelayanan yang tersedia oleh suatu sumber, jenis, tujuan pelayanan, sistem dan cara penjangkauannya.

Langkah Kegiatan Manajemen Kasus a. Orientasi dan identifikasi klien Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian pelayanan yang ditujukan untuk menjamin agar klien yang mempunyai masalah ganda dan kompleks dapat memperoleh semua pelayanan yang dibutuhkannya secara tepat.Kasus di sini adalah orang dalam situasi meminta atau mencari pertolongan. Dalam masalah penyalahgunaan NAPZA, orang yang mencari pertolongan dapat para penyalahguna NAPZA langsung, keluarga atau orang lain. Dalam manajemen kasus ini, pekerja sosial melaksanakan peranan sebagai manajer kasus (case manager).Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian pelayanan yang ditujukan untuk menjamin agar klien yang mempunyai masalah ganda dan kompleks dapat memperoleh semua pelayanan yang dibutuhkannya secara tepat.Kasus di sini adalah orang dalam situasi meminta atau mencari pertolongan.Dalam manajemen kasus ini, pekerja sosial melaksanakan peranan sebagai manajer kasus (case manager).ntifikasi dan menyeleksi kepada individu untuk mendapatkan hasil pelayanan , yang dapat berdampak positif pada kualitas hidup melalui managemen kasus b. Assessment informasi dan memahami situasi klien Fungsi ini merujuk pada pengumpulan informasi dan memformulasikan suatu asesment kebutuhan klien, situasi kehidupan dan sumber-sumber yang ada serta penggalian potensi klien. c. Merencanakan program pelayanan Pekerja social mengidentifikasi berbagai pelayanan yang dapat diakses untuk memenuhi kebutuhan klien. Klien dan keluarganya serta orang lain yang berpengaruh secara bersama-sama merumuskan tujuan dan merancangnya dalam suatu rencana intervensi yang terintegrasi. 8

d. Menghubungkan dan Mengkoordinaksikan pelayanan Seperti peranannya sebagai broker, manaer kasus harus menghubungkan klien dengan sumber-sumber yang tepat. Peranan manager kasus dapat berbeda –beda walaupun pekerja social yang utamanya sebagai partisipan aktif dalam menyampaikan pelayanan kepada individu atau keluarga. Manager kasus menekankan pada koordinasi dengan sumber sumber yang digunakan klien dengan menjadi saluran dan berkomunikasi dengan sumber-sumber pelayanan. e. Memberikan pelayanan tindak lanjut dan monitoring Manager kasus secara regular menindaklanjuti hubungan dengan klien dan penyedia pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan yang dibutuhkan dapat diterima dan dimanfaatkan oleh klien. f. Memberikan support pada klien Selama pelayasnan berlangsung yang disediakan oleh berbagai sumber, manager kasus membantu klien dan keluarganya yang meliputi pemecahan konflik pribadi, konseling, menyediakan informasi, memberi dukungan emosional dan melakukan pembelaan yang tepat untuk menjamin bahwa mereka menerima pelayanan yang tepat.

Kerangka Kerja Manajemen Kasus 1. Pasien masuk melalui “agency kesehatan”, manager mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam perencanaan sampai dengan evaluasi pada episode tertentu tanpa membedakan pasien itu berasal dari unit mana. 2. Dalam manajemen kasus menggunakan dua cara, yaitu: a. Case Management Plan (CMP). Merupakan perencanaan bersama dari masingmasing profesi kesehatan. b. Critical Path Diagram (CPD). Merupakan penjabaran dari CMP dan ada target waktunya. 3. Manager mengevaluasi perkembangan pasien setiap hari, yang mengacu pada tujuan asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Bentuk spesifik dari manajemen kasus ini tergantung dari karakteristik tatanan asuhan keperawatan.

9

Kekurangan dan Kelebihan Manajemen Kasus 1. Kekurangan a. Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh b. Membutuhkan banyak tenaga. c. Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang sederhana terlewatkan. d. Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab klien bertugas. 2. Kelebihan a. Kebutuhan pasien terpenuhi. b. Pasien merasa puas. c. Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat. d. Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.

2.2 Legal dan Etik Profesi Keperawatan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan. Didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia.(Kozier, 2009). Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan system klien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk praktik keperawatan individual dan berkelompok. (Kozier, 2009) Emergency Nursing (Perawat Gawat Darurat) adalah sebuah area khusus/ spesial dari keperawatan profesional yang melibatkan integrasi dari praktek, penelitian dan pendidikan profesional. Perawat gawat darurat mempunyai fokus untuk memberikan pelayanan secara episodik kepada pasien-pasien yang mencari terapi baik yang mengancam kehidupan, non critical illness atau cedera (Putra, 2010). Pada Keperawatan Gawat Darurat diperlukan asuhan keperawatan yang merupakan suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktek keperawatan yang langsung diberikan kepada pasien pada berbagai tatanan pelayanan kesehatan. Asuhan keperawatan dilaksanakan

10

menggunakan metodologi pemecahan masalah melalui pendekatan proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan, dilandasi etik dan etika keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawabnya. Dalam hal ini aspek legal etik sangat diperlukan dalam penerapan praktek keperawatan dimana tindakan mandiri perawat professional melalui kerjasama dengan pasien baik individu, keluarga, kelompok atau komunitas dan berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai lingkup dan tanggung jawabnya (Putra, 2010; Harif Fadillah, 2011).

Pertanggung Jawaban Hukum Perawat Tanggung jawab perawat harus dilihat dari peran perawat. Dalam peran perawatan dan koordinatif, perawat mempunyai tanggung jawab yang mandiri. Dalam peran terapeutik maka berlaku verlengle arm van de arts/prolonge arm/extended role doctrine (doktrin perpanjangan tangan dokter). Tanpa delegasi atau pelimpahan, perawat tidak diperbolehkan mengambil inisiatif sendiri. Akantetapi dalam lingkup modern dan pandangan baru itu, selain adanya perubahan status yuridis dari “perpanjangan tangan” menjadi “kemitraan” atau “kemandirian”, seorang perawat juga telah dianggap bertanggung jawab hukum untuk malpraktik keperawatan yang dilakukannya, berdasarkan standar profesi yang berlaku. Dalam hal ini dibedakan tanggung jawab untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian, yakni dalam bentuk malpraktik medik (yang dilakukan oleh dokter) dan malpraktik keperawatan (Budhiartie, 2011). Wewenang dalam melaksanakan praktik keperawatan diatur dalam Permenkes No.148 Tahun 2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Keperawatan dan Undang-Undang kesehatan nomor 39 tahun 2009 tentang praktik kesehatan. Praktik keperawatan dilaksanakan melalui kegiatan pelaksanaan asuhan keperawatan, pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan dan pemberdayaan masyarakat, dan pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer. Pertanggungjawaban perawat dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat dilihat berdasarkan tiga bentuk pembidangan hukum yakni pertanggungjawaban secara hukum keperdataan, hukum pidana dan hukum administrasi (Budhiartie, 2011). Gugatan keperdataan terhadap perawat bersumber pada dua bentuk yakni perbuatan melanggar hukum (onrechtmatigedaad) sesuai dengan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata dan perbuatan wanprestasi (contractual liability) sesuai dengan ketentuan Pasal 1239 KUHPerdata. Dan Pertanggungjawaban perawat bila dilihat dari ketentuan dalam KUHPerdata maka dapat dikatagorikan ke dalam 4 (empat) prinsip sebagai berkut: (a). Pertanggungjawaban langsung dan mandiri (personal liability) berdasarkan Pasal 1365 BW 11

dan Pasal 1366 BW. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut maka seorang perawat yang melakukan kesalahan dalam menjalankan fungsi independennya yang mengakibatkan kerugian pada pasien maka ia wajib memikul tanggungjawabnya secara mandiri.(b). Pertanggungjawaban dengan asas respondeat superior atau vicarious liability atau let's the master answer maupun khusus di ruang bedah dengan asas the captain of ship melalui Pasal 1367 BW. Bila dikaitkan dengan pelaksanaan fungsi perawat maka kesalahan yang terjadi dalam

menjalankan

fungsi

interdependen

perawat

akan

melahirkan

bentuk

pertanggungjawaban di atas. Sebagai bagian dari tim maupun orang yang bekerja di bawah perintah dokter/rumah sakit, maka perawat akan bersama-sama bertanggung gugat kepada kerugian yang menimpa pasien. (c). Pertanggungjawaban dengan asas zaakwarneming berdasarkan Pasal 1354 BW. Dalam hal ini konsep pertanggungjawaban terjadi seketika bagi seorang perawat yang berada dalam kondisi tertentu harus melakukan pertolongan darurat dimana tidak ada orang lain yang berkompeten untuk itu. Perlindungan hukum dalam tindakan zaarwarneming perawat tersebut tertuang dalam Pasal 10 Permenkes No. 148 Tahun 2010 (Budhiartie, 2011).

Pentingnya Undang-Undang Keperawatan Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi

dan

keselarasan,

universal,

keadilan,

serta

kesetaraan

dan

kesesuaian

interprofesional (WHO, 2002; ICN, 2010). Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 36 tahun 2009, Pasal 63, ayat 3 secara eksplisit menyebutkan bahwa pengendalian, pengobatan, dan atau perawatan dapat dilakukan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan atau cara lain yang dapat dipertanggung jawabkan 12

kemanfaatannya dan keamanannya. Sedang pasal 63 ayat 4, menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Disisi lain

secara

teknis

telah

berlaku

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Nomor1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat serta UndangUndang Kesehatan nomor 36 tahun 2009. Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan (Fadillah, 2011). Tujuan Dibentuknya Undang-Undang Keperawatan Tujuan utama : Memberikan landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik masyarakat maupun perawat (Kozier, 2009). Tujuan Khusus : 

Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan kesehatan yang diberikan oleh perawat.



Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.



Menetapkan standar pelayanan keperawatan



Menapis ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan



Menilai boleh tidaknya perawat untuk menjalankan praktik keperawatan



Menilai ada tidaknya kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan perawat dalam memberi pelayanan. Dilihat dari sudut Hukum, rancangan UU keperawatan dapat menjadi payung hukum

perawat Indonesia dalam menjalankan praktik profesinya. Namun sampai sejauh ini, rancangan UU keperawatan tersebut belum menjadi agenda yang harus disahkan oleh Anggota DPR RI. RUU tentang Praktik Perawat telah menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2005-2009. Hal ini berdasarkan 13

Keputusan DPR-RI No. 01/DPR-RI/III/2004-2005 tentang Persetujuan Penetapan Program Legislasi Nasional Tahun 2005-2009. Dalam Prolegnas 2005-2009 tersebut, telah ditetapkan 284 (duaratus delapan puluh empat) prioritas RUU untuk digarap selama lima tahun. Masuknya RUU Praktik Perawat dalam Prolegnas 2005-2009 melalui proses yang amat panjang. Proses penyusunan Prolegnas diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional (Pakiringan, 2009). Perawat Indonesia (lebih dari 500.000) merupakan 60 % dari total tenaga Kesehatan telah memberikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia dengan memberi pelayanan di daerah terpencil, perbatasan, desa-desa tertinggal, pulau-pulau terluar dan seluruh tatanan pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia. Masyarakat perlu mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai oleh tenaga perawat yang berkualitas dengan dasar regulasi yang memadai. Disamping itu bagi perawat juga terlindungi dari berbagai resiko kerja dan tuntutan hukum (Pakiringan, 2009). Selain dihadapkan pada masalah di atas dengan telah di tanda tanganinya Mutual Recognition Agreement (MRA) di 10 negara ASEAN terutama bidang keperawatan yang akan di berlakukan tahun 2010. Dimana diantara 10 negara Asean tersebut hanya 3 negara yang belum memiliki Undang-Undang Keperawatan yaitu; Indonesia, Laos dan Vietnam. Maka dapat dibayangkan bahwa masyarakat Indonesia akan menjadi sasaran empuk tenagatenaga kesehatan asing, tenaga perawat dalam negeri terpinggirkan, pengakuan rendah dan gaji yang tidak memadai (Pakiringan, 2009).

2.3 Pencegahan Transmisi HIV Pengertian HIV-AIDS Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus. Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia Jalur Penularan HIV-AIDS -Darah Contoh : Tranfusi darah, terkena darah HIV+ pada kulit yang terluka, terkena darah menstruasi pada kulit yang terluka, jarum suntik, dsb -Cairan Semen, Air Mani, Sperma dan Peju Pria

14

Contoh : Laki-laki berhubungan badan tanpa kondom atau pengaman lainnya, oral seks, dsb. -Cairan Vagina pada Perempuan Contoh : Wanita berhubungan badan tanpa pengaman, pinjam-meminjam alat bantu seks, oral seks, dll. -Air Susu Ibu / ASI Contoh : Bayi minum asi dari wanita HIV+, Laki-laki meminum susu asi pasangannya, dan lain sebagainya.

Penularan HIV-AIDS Melalui Transmisi Seksual Penularan Transmisi HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks oral. Penyakit menular seksual meningkatkan risiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofaga) pada semen dan sekresi vaginal.

Mencegah Penularan HIV-AIDS Melalui Transmisi Seksual Untuk mencegah penularan virus HIV-AIDS melalui transmisi seksual adalah: • Menjauh dari seks itu sendiri • Apabila tidak bisa menjauh dari seks, maka lakukanlah dengan satu orang saja • Konsisten menggunakan kondom

Cara Pencegahan Lain • Pendidikan Agama, dengan menanamkan nilai – nilai positif (moral) kepada orang-orang. Selain itu, pemerintah harus meminimkan hiburanhiburan yang dapat memancing syahwat, yang dimana dapat menyebabkan seks bebas. • Pendidikan Seks, memberikan pengetahuan untuk orang tentang seks yang positif. Pendidikan seks dapat diajarkan oleh orang tua, guru, dan teman-teman.

15

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan Kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka dalam pelayanan kesehatan dan tindakan yang manusiawi semakin meningkat, sehingga diharapkan adanya pemberi pelayanan kesehatan dapat memberi pelayanan yang aman, efektif dan ramah terhadap mereka. Jika harapan ini tidak terpenuhi, maka masyarakat akan menempuh jalur hukum untuk membela hak-haknya. Klien mempunyai hak legal yang diakui secara hukun untuk mendapatkan pelayanan yang aman dan kompeten. Perhatian terhadap legal dan etik yang dimunculkan oleh konsumen telah mengubah sistem pelayanan kesehatan. 3.2 Saran Kebijakan yang ada dalam institusi menetapkan prosedur yang tepat untuk mendapatkan persetujuan klien terhadap tindakan pengobatan yang dilaksanakan. Institusi telah membentuk berbagai komite etik untuk meninjau praktik profesional dan memberi pedoman bila hak-hak klien terancam. Perhatian lebih juga diberikan pada advokasi klien sehingga pemberi pelayanan kesehatan semakin bersungguh-sungguh untuk tetap memberikan informasi kepada klien dan keluarganya bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan.

16

DAFTAR PUSTAKA

Bastian, Indra dan Suryono. (2011). Penyelesaian Sengketa Kesehatan. Salemba Medika: Jakarta Budhiartie, arrie. (2011). Pertanggungjawaban hukum perawat. Harif Fadillah, “Perlu Adanya Regulasi yang Kuat dalam UU Keperawatan” tahun 2011 Helm, Ann. (2012). Malpraktek Keperawatan. EGC: Jakarta Kozier, B., & Erb, G. (2012).Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC. Kelliat, Nudi Anna dan Akemat. 2012. Model Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC Nursalam. 2013. Manajemen Keperawatan. Aplikaediksi dalam PraktekKeperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika Pakiringan, Junda. (2013). Undang-Undang Keperawatan: Hak Perawat Indonesia Untuk Sitorus, R, Yulia. 2014. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian ASKEP di Ruang Rawat. Jakarta: EGC

17

Related Documents


More Documents from "farida"