Universitas Persada Indonesia YAI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jembatan Palu IV dibangun di bagian muara di kota Palu, provinsi Sulawesi Tengah. Minat dan antusias masyarakat kota Palu serta turis yang ingin menikmati keindahan alam teluk Palu, menyebabkan seringnya terjadi kemacetan di sepanjang jembatan. Oleh sebab itu apabila menggunakan jalan yang ada yaitu dua lajur dua arah dengan lebar masing-masing lajur 3,5m tidak akan memenuhi kapasitas, karena terjadi kemacetan yang diakibatkan hambatan samping yang besar. Dari permasalahan di atas maka perlu dilakukan redesign menjadi empat lajur dua arah dengan lebar masing-masing lajur 3,5m. Dengan adanya penambahan lajur menjadi 4 x 3,5m diharapkan tidak terjadi kemacetan yang diakibatkan hambatan samping yang besar pada bagian jembatan. Dalam perencanaan kembali jembatan Palu 4 dilakukan dengan menggunakan beton pratekan karena memiliki nilai ekonomis dari segi bahan, serta memiliki kemampulayanan (serviceability) yang tinggi. (T.Y.lin dan Ned H.Burns,1988).
1.2 Permasalahan 1. Bagaimana perhitungan gaya-gaya yang bekerja akibat pelebaran jembatan? 2. Bagaimana melakukan preliminary design jembatan beton pratekan? 3. Bagaimana perhitungan momen statis tak tentu pada jembatan? 4. Bagaimana melakukan analisa penampang untuk dapat menahan lenturan akibat gaya gaya yang bekerja? 5. Bagaimana melakukan analisa struktur pada balok pratekan akibat kehilangan gaya prategang (lost of prestress)? 6. Bagaimana metode pelaksanaan pembangunan jembatan dengan beton pratekan? 7. Bagaimana menuangkan hasil analisa struktur ke dalam gambar teknik?
1.3 Tujuan 1. Menghitung gaya-gaya yang bekerja akibatpelebaran jembatan serta gaya yang diakibatkan dalam pelaksanaan. 2. Melakukan preliminary design jembatan beton pratekan. 3. Melakukan perhitungan momen statis tak tentu dengan program bantu SAP 2000 v.14 Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
1
Universitas Persada Indonesia YAI
4. Melakukan analisa penampang untuk dapat menahan lenturan akibat gaya-gaya yang bekerja. 5. Melakukan analisa struktur pada balok pratekan akibat kehilangan gaya prategang (lost of prestress). 6. Menentukan tahapan dalam pelaksanaan struktur atas jembatan tersebut. 7. Menuangkan hasil analisa struktur ke dalam gambar teknik.
1.4 Batasan Masalah Permasalahan dalam penggunaan pracetak sebenarnya cukup banyak yang harus diperhatikan, namun mengingat keterbatasan waktu, perancangan ini mengambil batasan : 1. Tinjauan hanya mencakup struktur atas jembatan (struktur primer dan struktur sekunder). 2. Tidak melakukan peninjauan terhadap analisa biaya dan waktu pelaksanaan. 3. Tinjauan hanya meliputi struktur menerusjembatan di bagian tengah penampang sungai. 4. Tidak merencanakan perkerasan dan desain jalan pendekat (oprit) 5. Tidak meninjau kestabilan profil sungai dan scouring. 6. Mutu beton pratekan fc‟ = 60 Mpa 7. Metode pelaksanaan hanya dibahas secara umum.
1.5 Manfaat Dengan adanya modifikasi jembatan Palu 4 dari yang semula 2 lajur 2 arah menjadi 4 lajur 2 arah, maka diharapkan tidak terjadi lagi kemacetan di sepanjang jembatan.
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
2
Universitas Persada Indonesia YAI
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton Pratekan Definisi beton pratekan menurut SNI 03 –2847 – 2002 (pasal 3.17) yaitu beton bertulang yangtelah diberikan tegangan tekan untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban kerja.
2.1.1 Gaya Prategang Gaya Prategang dipengaruhi oleh momentotal yang terjadi. Gaya prategang yang disalurkan harus memenuhi kontrol batas pada saat kritis. Persamaan berikut menjelaskan hubungan antara momen total dengan gaya prategang (T.Y Lin, 1988)
Dimana : MT = Momen Total h = tinggi balok
2.1.2 Kehilangan Gaya Prategang Kehilangan gaya prategang dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain (T.Y Lin, 1988):
Perpendekan elastis beton.
Rangkak.
Susut.
Relaksasi tendon.
Friksi.
Pengangkuran.
2.2 Precast Segmental Box Girder Precast segmental box girder adalah salah satu perkembangan penting dalam teknik jembatan yang tergolong baru dalam beberapa tahun terakhir. Berbeda dengan sistem konstruksi monolit, sebuah
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
3
Universitas Persada Indonesia YAI
jembatan segmental box girder terdiri dari elemenelemen pracetak yang dipratekan bersamasama oleh tendon eksternal (Prof. Dr.-Ing. G. Rombach, 2002).
2.2.1 Elemen Struktural Jembatan Segmental a) Box Girder Jembatan segmental seharusnya dibangun seperti sturktur bentang tunggal untuk menghindari adanya sambungan kabel post-tension. Sehubungan dengan adanya eksternal post-tension maka diperlukan tiga macam segmen yang berbeda, diantaranya (Prof. Dr.-Ing. G. Rombach, 2002):
Pier Segment : Bagian ini terletak tepat diatas abutment.
Deviator segment : Bagian ini dibutuhkan untuk pengaturan deviasi tendon.
Standard segment : Dimensi standard box girder yang digunakan.
Gambar 2.1 Tipe Segmen Box Girder Sumber : jurnal Prof. Dr.-Ing. G. Rombach, 2002
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
4
Universitas Persada Indonesia YAI
2.2.2 Desain Elemen Sambungan Sambungan pada jembatan segmental telah dirancang sesuai dengan rekomendasi AASHTO. (Prof. Dr.-Ing. G. Rombach, 2002)
Gambar 2.3 Detail sambungan pada segmental boxgirder Sumber : Jurnal Prof. Dr.-Ing. G. Rombach, 2002
2.3 Balok Pratekan Menerus Statis Tak Tentu Dalam tugas akhir ini direncanakan jembatan dengan konstruksi beton pratekan statis tak tentu. Seperti halnya dengan struktur menerus lainnya, lendutan pada balok menerus akan lebih kecil daripada lendutan pada balok sederhana (diatas dua tumpuan) (T.Y Lin dan Ned H. Burn, 1988). Kontinuitas pada konstruksi beton prategang dicapai dengan memakai kabelkabel melengkung atau lurus yang menerus sepanjang beberapa bentangan. Juga dimungkinkan untuk menimbulkan kontinuitas antara dua balok pracetak dengan memakai “kabel tutup” (cap cable). Alternatif lain, tendon-tendon lurus yang pendek dapat dipakai diatas tumpuan untuk menimbulkan kontinuitas antara dua balok prategang pracetak (N. Krishna Raju, 1989).
2.4 Metode Konstruksi Dalam buku berjudul Prestressed Concrete Segmental Bridges, untuk pelaksanaan metode kantilever membutuhkan adanya tendon-tendon yang berfungsi sebagai penompang setiap segmen Box Girder. Tendon yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu “cantilever” tendons dan “continuity” tendons. Cantilever tendons terletak di area momen negative yang dijacking saat setiap segmen box girder ditempatkan. Cantilever tendons dapat diperpanjang hingga ke bagian bawah dengan melewati badan segmen, atau dapat juga berhenti hanya pada bagian atas segmen. Continuity tendons bekerja untuk menyediakan gaya prestressing di area momen positif. Continuity tendons di tempatkan dan di jacking.
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
5
Universitas Persada Indonesia YAI
Gambar 2.5 Letak Cantilever tendons dan Continuity tendons dalam Box Girder Sumber : Buku Prestressed Concrete Segmental Bridges
Metode konstruksi yang dipilih dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah metode Balance Cantilever Using Launching Girder. Pada metode ini membutuhkan rangka batang sebagai penompang utama dalam proses perpindahan dan pemasangan segmental box girder. Dengan konstruksi rangka batang yang menumpu di atas kepala pilar/substructure.
Gambar 2.6 Metode pelaksanaan segmental box girder Sumber : Buku Prestressed Concrete Segmental Bridges
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
6
Universitas Persada Indonesia YAI
BAB III METODOLOGI
3.1 Pengumpulan Data dan Literatur Data-data perencanaan diperoleh dinas Pekerjaan Umum Tingkat Kota, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Jembatan Palu 4 Surabaya ini dimodifikasi ulang dengan memakai box girder pratekan dengan bentang menerus (statis tak tentu). Adapun data-data yang digunakan dalam perencanaan adalah sebagai berikut: 1. Panjang jembatan : 162 m, terdiri dari 2 bentang dan dua kantilever ujung ( 21 m + 60 m + 60 m + 21 m ) 2. Lebar jembatan : 15,6 m 3. Lebar rencana jalan : 14 m. 4. Lantai kendaraan beton bertulang : 4 lajur 2 arah @ 3.5 m 5. Lebar trotoar : 2 x 0,8 m 6. Gelagar utama : Box girder
3.2 Preliminari design a. Tafsiran Tinggi box girder Untuk menentukan tinggi balok (h), digunakan rumus :
b. Ketebalan Minimum Web Box Girder
300 mm jika terdapat saluran untuk penempatan post tensioning tendons di badan box
350 mm terdapat angker tendon yang ditempatkan di badan box.
c. Ketebalan Minimum Top Flange Box Girder
Untuk lebar antar badan box < 3m
Untuk lebar antar badan box antara 3 - 4,5m
Untuk lebar antar badan box antara 4,5 – 7,5 m
tf = 175 mm tf = 200 m tf = 250 mm
d. Ketebalan Minimum Bottom Flange BoxGirder Pada jembatan yang telah ada sebelumnya menggunakan ketebalan minimum kurang lebih 125mm. Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
7
Universitas Persada Indonesia YAI
3.3 Perhitungan Momen Statis Tak Tentu Pada perhitungan ini beban-beban yang diperhitungkan meliputi : 1. Beban sendiri box girder 2. Beban lantai kendaraan, aspal, dan air hujan 3. Beban hidup (lalu lintas) Untuk menghitung momen yang terjadi pada struktur statis tak tentu yaitu dengan menggunakan program bantu SAP 2000 v.14.
3.4 Perhitungan Gaya Prategang Awal Tegangan ijin beton sesaat setelah penyaluran gaya prategang:
Tegangan tekan : ci ci 0.6 f ' (SNI 03- 2847-2002 Ps.20.4.1(1)).
Tegangan tarik : ti ci 0.25 f ' (SNI 03- 2847-2002 Ps.20.4.1(2)).
Tegangan ijin beton sesaat setelah kehilangan gaya prategang:
Tegangan tekan : ci c 0.45 f ' (SNI 03- 2847-2002 Ps.20.4.2(1)).
Tegangan tarik : ti c 0.50 f ' (SNI 03- 2847-2002 Ps.20.4.2(2)).
Merencanakan besarnya gaya prategang
3.5 Kehilangan gaya prategang Dalam perencanaan beton pratekan, analisis gaya-gaya efektif dari tendon penting sekali untuk diketahui. Dalam buku karangan T.Y Lin dan Ned H Burns tahun 1988 disebutkan bahwa kehilangan gaya prategang akan terjadi dalam dua tahap dan keduanya akan sangat mempengaruhi hasil akhir gaya-gaya efektif tendon yang akan terjadi. 1) Tahap pertama, pada saat setelah peralihan gaya prategang ke penampang beton, tegangan dievaluasi sebagai tolak ukur perilaku elemen struktur. Pada tahap ini kehilangan gaya prategang meliputi :
Perpendekan elastis beton (ES)
Gesekan (FR)
Slip angkur (ANC)
2) Tahap kedua, pada saat beban bekerja setelah semua gaya prategang terjadi dan tingkatan
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
8
Universitas Persada Indonesia YAI
prategang efektif jengka panjang telah tercapai. Akibat waktu yang lama akan terjadi kehilangan gaya prategang sebagai berikut :
Rangkak beton (CR)
Susut (SH)
Relaksasi baja (RE)
3.6 Pembebanan Pada Struktur Utama Jembatan Pembebanan yang diterapkan mengacu kepada muatan atau aksi lain (beban perpindahan dan pengaruh lainnya) yang timbul pada suatu jembatan berdasarkan acuan RSNI T-02-2005. Beban-beban yang bekerja antara lain sebagai berikut : a. Beban Tersebar Merata (UDL = q) Besarnya beban tersebar merata q adalah : q = 9.0 KN/m2,(L < 30 meter) q = 9.0 (0.5+15/L),(L > 30 meter) b. Beban Garis (KEL= P) Besarnya beban garis “P” ditetapkan sebesar 49 KN/m [RSNI T-02-2005 pasal 6.3.1] c. Beban Lajur “T” [RSNI T-02-2005 pasal 6.4.1] Beban truck ”T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 as yang ditempatkan pada beberapa posisi dalam lajur lalu – lintas rencana. d. Faktor Pejalan Kaki [RSNI T-02-2005 pasal 6.9] Intensitas pejalan kaki dipengaruhi oleh luas total daerah pejalan kaki yang direncanakan. Besarnya beban yang bekerja adalah 2 kN/M2. e. Beban Angin [RSNI T-02-2005 pasal 7.6] Gaya nominal ultimate dan daya layan jembatan akibat angin tergantung kecepatan angin rencana seperti berikut : Tew = 0.0006 Cw (Vw)2 Ab → kN Dimana : Vw = Kecepatan angin rencana untuk keadaan batas yang ditinjau (m/det). Cw = Koefisien seret Ab = Luas koefisien bagian samping jembatan ( m2 )
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
9
Universitas Persada Indonesia YAI
Dan apabila suatu kendaraan sedang berada diatas jembatan, beban garis merata tambahan arah horizontal harus diterapkan pada permukaan lantai seperti rumus berikut ini : Tew = 0.0012 Cw (Vw)2 → kN/m Dimana :
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
10
Universitas Persada Indonesia YAI
3.7 Menuangkan hasil perhitungan ke dalam gambar Dalam menuangkan hasil perhitungan ke dalam gambar teknik yaitu dengan menggunakan program Autocad. Berikut ini merupakan bagan dari metodologi pelaksanaannya:
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
11
Universitas Persada Indonesia YAI
BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER
4.1 Perhitungan Tiang Sandaran Beban yang bekerja pada sandaran adalah berupa gaya horisontal sebesar 0.75 KN/m (RSNI T-02-2005 pasal 12.5). Beban ini bekerja pada ketinggian 100 cm terhitung dari lantai trotoar. Dipakai tulangan 2 D 13 ( As = 265,33 mm2 ) As‟ = 2 D 13 (As‟ = 265,33 mm2) Sengkang praktis Ø 8 – 150 ( 334,93 mm2 )
4.2 Perhitungan Trotoar Trotoar direncanakan dengan lebar 80 cm dan tebal 25 cm dan ditempatkan di atas lantai kendaraan. Sesuai dengan RSNI T-02-2005 semua elemen dari trotoar atau jembatan penyebrangan secara langsung memikul beban pejalan kaki. Luas areal yang dibebani pejalan kaki : Berdasarkan gambar 10 pada RSNI T-02-2005 untuk luas trotoar (A) >100 m2 , maka beban nominal pejalan kaki sebesar 2 kPa = 2000 N/m2 Karena lebar trotoar 0,8 m
2000 N /m 0,8m 2 = 1600 N/m. Beban tersebut akan
dibebankan pada box girder.
4.3 Perhitungan Kerb (Balok Trotoar) Kerb merupakan balok trotoar yang terletak di sisi luar dari trotoar. Pada puncak kerb bekerja gaya horizontal sebesar 500 kg. Dimensi kerb direncanakan dengan lebar 20 cm dan tebal 25 cm. Data- data yang dibutuhkan untuk perhitungan Dipakai tulangan D 13 - 100(As = 1326,65 mm2)
4.4 Kontrol Terhadap Geser Ponds Berikut adalah tahapan perhitungan kontrol terhadap geser ponds. Gaya geser (V) = 263,25 KN Kemampuan geser (Vu)= 4.016,632 KN
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
12
Universitas Persada Indonesia YAI
BAB V PERENCANAAN STRUKTUR ATAS
5.1 Data Perencanaan Dalam Tugas Akhir ini akan direncanakan Jembatan Palu IV dengan konstruksi box girder pratekan struktur statis tak tentu. Jembatan Palu IV ini melintasi sungai Palu yang memiliki bentang total 300 m. Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan bahwa akan dibagi menjadi tiga jembatan dengan panjang total masing-masing 61m, 162m, dan 61m. Diantara masing-masing jembatan dihubungkan dengan sebuah pelat penghubung dengan panjang 8m. Penulis mengambil batasan bahwa dalam tugas akhir ini hanya menganalisa struktur jembatan pada bagian tengah. Sebagai hasil akhir dari Tugas Akhir ini nantinya dimensi penampang struktur jembatanakan dituangkan ke dalam bentuk gambar teknik. Nama jembatan
: Jembatan Palu 4
Lokasi jembatan
: Melintasi sungai Palu pada bagian muara di sekitar kawasan wisata
pantai teluk Palu, provinsi Sulawesi Tengah. Tipe jembatan
: Precast segmental box girder dengan menggunakan struktur beton
pratekan tipe single box. Panjang total
: 162 m, terdiri dari 4 bentang dengan panjang bentang masing masing
21m, 60m, 60m, dan 21m. Metode pelaksanaan : Dengan metode Balance Cantilever Using Launching Gantry Lebar total jembatan : 15,6 m. Lebar lantai kend.
: 14 m.
Lebar Trotoar
: 2 × 0,8 m.
Jumlah lajur
: 4 lajur, 2 arah (UD)
Lebar tiap lajur
: 3,5 m.
5.2 Data-data Bahan
5.2.1 Beton Kuat tekan beton prategang (fc’ ) = 60 MPa Kuat tekan beton untuk struktur sekunder (fc’ ) = 30 MPa
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
13
Universitas Persada Indonesia YAI
5.2.2 Baja Mutu baja yang digunakan untuk penulangan box girder adalah baja mutu (fy) = 400 MPa. Mutu baja yang digunakan untuk penulangan struktur sekunder adalah baja mutu (fy) = 240 MPa. Dalam perencanaan ini akan digunakan jenis kabel dan angkur ASTM A416-74 Grade 270 dengan diameter Ø15,2 mm.
5.3 Tegangan Ijin Bahan
5.3.1 Beton Prategang (Pasal 4.4.1.2) Pada saat transfer Kuat tekan beton saat transfer ( ' ) ci f - ' 65% ' ci c f f = 65 % × 60 = 39 MPa Tegangan tekan dalam penampang beton tidak boleh melampaui nilai sebagai berikut : = 0,6 ' tekan ci f = 0,6 39 MPa = 23,4 MPa Untuk struktur jembatan segmental pracetak tegangan tarik yang diijinkan: = tarik 0 MPa Pada saat service Tegangan tekan dalam penampang beton tidak boleh melampaui nilai sebagai berikut : = 0,45 ' tekan c f = 0,45 60 = 27 MPa Tegangan tarik yang diijinkan pada kondisi batas layan. = tarik 0 MPa
Modulus Elastisitas (E) = 4700 × ' c f = 4700 × 60 = 36406,043 MPa
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
14
Universitas Persada Indonesia YAI
5.3.2 Baja Prategang (Pasal 4.4.3) Modulus Elastisitas (Es) = 200.000 MPa Tegangan Putus kabel (fpu)= 1745 MPa Tegangan leleh kabel (fpy) = 0,85 × fpu = 0,85 × 1745 = 1483,25 MPa Tegangan tarik ijin kabel (jacking) = 0,94 × fpy = 0,94 × 1483,25 = 1394,255 MPa Tegangan tarik ijin kabel (setelah pengangkuran) = 0,7 × fpu = 0,7 × 1745 = 1221,5 MPa
5.4 Preliminari Design
5.4.1 Perencanaan Dimensi Profil Box Girder Langkah awal dalam menentukan dimensi box girder adalah dengan menentukan tinggi tafsiran ( htafsiran ) penampang box girder. Htafsiran diperoleh dari rasio tinggi (h) terhadap bentang (L) yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya yaitu 1/20 L (dalam buku Prestressed Concrete Segmental Bridges). - Profil box girder : Bentang 60 m htafsiran
= 1/20 × L = 1/20 × 60 m =3m
Direncanakan menggunakan dimensi box girder sebagai berikut : Data penampang : A = 1,5617 × 105 cm2 = 1,5617 × 107 mm2 yb = 1.941,9 mm ya = 300 – 194,19 = 105,81 cm = 1.058,1 mm Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
15
Universitas Persada Indonesia YAI
I = 1.584.264.943 cm4 = 1,584 × 1013 mm4 q = 390,425 KN/m
5.5 Analisa Pembebanan
5.5.1 Analisa Beban Mati a. Analisa berat sendiri A = 15,617 × 104 cm2 = 15,617 m2 Q = A × Bj.beton = 390,425 KN/m b. Analisa beban mati tambahan - Berat lapisan aspal = 24,64 KN/m - Air hujan
= 6,86 KN/m
- Trotoar+kerb
= 9,6 KN/m
- Tiang sandaran
= 0,54KN/m
5.5.2 Analisa Beban Hidup a. Beban lajur “D” Q
Beban terbagi rata (UDL), untuk bentang 21 m = 9,0 KPa
= 9,0 KN/m2
= 9,0 × 2,75 m
= 24,75 kN/m/lajur
q1
= 100 % × 24,75 × 4 = 99 KN/m
q2
= 50 % × 24,75 × 4
= 49,5 KN/m
Beban terbagi rata (UDL), untuk bentang 60 m
q1
= 100 % × 18,56 × 4 = 74,25 KN/m
q2
= 50 % × 18,56 × 4 = 37,125 KN/m
b. Beban garis (KEL) p
= 49 KN/m
= 49 × 2,75
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
= 134,75 KN/lajur 16
Universitas Persada Indonesia YAI
p1‟
= 100 % × 134,75 × 4 = 539 KN
p2‟
= 50 % × 134,75 × 4 = 269,5 KN
c. Beban Truk “T” TTR
= T (1+FBD) KuTT = 112,5 × (1+0,3) × 1,8 = 263,25 KN
5.5.3 Beban angin a. Akibat angin Hw
= 0,0006 × Cw × (Vw)2 × Ab = 0,0006×1,3956×(35)2×3
= 3,077 kN / m
b. Akibat angin yang mengenai kendaraan TEW = 0,0012 × Cw × (Vw)2 = 0,0012×1,3956×(35)2
= 2,0515 KN/m
5.6 Perhitungan Momen dan Perencanaan Tendon Prategang
5.6.1 Perencanaan Tendon Kantilefer (Tahap 1) Tendon kantilefer dihitung berdasarkan momen yang didapat akibat berat sendiri box girder. Pada perencanaan jembatan Palu 4 ini terdapat dua jenis kantilefer yang berbeda yaitu kantilefer pada tumpuan tepi (A) dan dan pada tumpuan tengah (B) Pada Kantilefer B beban akibat berat sendiri box girder antara lengan kiri dan lengan kanan telah seimbang. Akan tetapi pada kantilefer A terdapat perbedaan jumlah segmen sehingga perlu diberi beban penyeimbang pada salah satu ujungnya. Beban tambahan ujung ini juga berfungsi sebagai pelat penghubung antar jembatan dengan panjang segmen adalah 7,916 m. Beban tersebut memberikan beban pada segmen ujung sebesar 2732,975 KN atau setara dengan dua berat box girder. Memiliki penampang sebagai berikut : Analisa perhitungan momen pemasangan segmen akibat berat sendiri dan beban pelat ujung pada saat kantilefer menggunakan program SAP 2000, didapatkan momen maksimum sebesar : M7 (x=21 m) = - 1,53 × 1011 Nmm 1. Rencanakan gaya pratekan dan jenis tendon yang dibutuhkan untuk memikul momen akibat berat sendiri box girder : Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
17
Universitas Persada Indonesia YAI
Diambil contoh untuk perhitungan pada joint 13 : Direncanakan menggunakan tendon / kabel jenisstrand seven wires stress relieved (7 kawat untaian). Dengan mengacu pada tabel VSL, berikut adalah jenis dan karakteristik tendon yang digunakan :
Diameter = 15,2 mm
Luas nominal (As) = 143,3 mm2
Minimum breaking load = 250 KN
Modulus elastisitas (Es) = 200.000 MPa
fpu=1.216,27 MPa
Data penampang box girder :
H
= 3000 mm
A
= 1,5617 × 107 mm2
ya
= 1058,1 mm
yb
= 1941,9 mm
I
= 1,584 × 1013 mm4
M13
= 9,5654 × 109 Nmm
Wa
= 1,4972 × 1010 mm3
kb
= 958,7 mm
Untuk sistem pasca tarik diasumsikan terjadi kehilangan gaya prategang sebesar 20 %. Maka Fperlu = 5.123.930,93 N / 0,8 = 6.404.913,66 N Perhitungan jumlah tendon yang diperlukan untuk dapat memikul Fperlu adalah sebagai berikut : F13 = Fperlu – F14 = 6.404.913,66 – 2.500.000 = 3.904.913,66 N Jumlah strand untuk 1 web :
Direncanankan menggunakan 1 duct :
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
18
Universitas Persada Indonesia YAI
Maka untuk menahan momen di joint 13 dipasang tendon 1 VSL 10 Sc dengan gaya F = 2500 KN. Pada joint 13 telah terpasang dua pasang tendon yaitu VSL 10 Sc dan VSL 5 Sc. Sehingga akan terdapat gaya total tendon sebesar : Ftotal = F13 + F14 = (2 × 2500 KN)+(2 × 1250 KN)=7500 KN = 7.500.000 N > Fperlu = 6.404.913,66 N 2. Kontrol tegangan akibat tendon pada joint 13: Serat atas
(tanda +/– diabaikan karena hanya menunjukkan sifat tegangan tarik / tekan )
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
19
Universitas Persada Indonesia YAI
Tabel 6.3 Perhitungan gaya prategang dan control tegangan pada penampang pada Kantilefer A
5.6.2 Perencanaan Tendon Bentang Menerus (Tahap 2) Pada tahap 2 ini tendon tengah dipasang dan di jacking setelah box girder pada tengah bentang telah dicor dan mengeras sehingga struktur telah menjadi statis taktentu. Berikut langkahlangkah perhitungannya: 1. Hitung momen akibat beban – beban tambahan yang bekerja pada jembatan. Perhitungan beban mati - Beban mati tambahan - Berat lapisan aspal
= 24,64 KN/m
- Berat air hujan
= 6,86 KN/m
- Berat trotoar + kerb
= 9,6 KN/m
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
20
Universitas Persada Indonesia YAI
- Berat tiang sandaran
= 0,54 KN/m
Q1
= 41,64 KN/m = 41,64 N/mm
- Beban segmen tengah bentang (segmen 15 dan 32) - Berat segmen (Q2)
= 390,425 KN/m
b. Beban lalu lintas - BTR 21meter
= 99 KN/m
= 99 N/mm
- BTR 60meter
= 74,25 KN/m = 74,25 N/mm
- BGT
= 539 KN
- Beban truk
= 263,25 KN = 263.250 N
= 539.000 N
Karena BGT lebih besar dari pada beban truk maka pada pembebanannya digunakan BGT karena yang paling menentukan. Rencanakan gaya pratekan dan jenis tendon yang dibutuhkan untuk memikul momen maximum akibat beban tambahan dan beban lalu lintas yang terjadi:
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
21
Universitas Persada Indonesia YAI
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
22
Universitas Persada Indonesia YAI
5.7 Perhitungan Kehilangan Gaya Prategang 5.7.1 Perhitungan kehilangan gaya prategang langsung a. Kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis (ES)
b. Kehilangan gaya prategang akibat gesekan kabel dan wooble effect
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
23
Universitas Persada Indonesia YAI
c. Kehilangan gaya prategang akibat slip angkur
5.7.2 Perhitungan kehilangan gaya prategang berdasarkan fungsi waktu a. Kehilangan gaya prategang akibat rangkak beton (CR)
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
24
Universitas Persada Indonesia YAI
b. Kehilangan gaya prategang akibat susut beton
Karena penampang box sama di sepanjang bentang maka nilai kehilangan pratekan akibat susut beton juga akan sama, dengan perhitungan sebagai berikut: V = 15,617 m2 S = 35,427 m Es = 200.000 MPa
c. Kehilangan gaya prategang akibat relaksasi baja
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
25
Universitas Persada Indonesia YAI
5.8 Perhitungan Penulangan Box Girder Sebelum melakukan perencanaan penulangan, terlebih dahulu dilakukan analisa struktur dengan menggunakan program bantu SAP 2000. Dalam analisanya yaitu dengan permodelan jembatan dalam bentuk 3D sehingga dapat mendekati model jembatan yang sebenarnya Beban-beban yang diperhitungkan dalam analisa tersebut yaitu antara lain :
Beban trotoar
Pejalan kaki
= 1.600 N/m
Berat trotoar + kerb
= 9.600 N/m
Berat tiang sandaran = 702 N/m Qtepi
=11.902 N/m = 11,902 N/mm Beban mati tambahan
Berat lapisan aspal
= 24.640 N/m
Berat air hujan
= 6.860 N/m
Qtengah
= 31.500 N/m = 31,500 N/mm
UDL 21meter
= 99 KN/m
UDL 60meter
= 74,25 KN/m = 74,25 N/mm
KEL
= 539 KN
= 99 N/mm
= 539.000 N
Momen maximum yang terjadi pada box girder adalah : Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
26
Universitas Persada Indonesia YAI
M. pelat atas
= 1.271.046.672 N.mm
Dipasang tulangan utama sejarak 50 mm (D25-50 dengan As = 9812,5 mm2) dan tulangan pembagi sejarak 75 (D25-75)
M. pelat badan
= 600.454.046 N.mm
Dipasang tulangan utama sejarak 100 mm (D25- 100 dengan As = 4906,3 mm2) dan tulangan pembagi sejarak 100 (D25-100)
M. pelat bawah
= 457.737.454 N.mm
Dipasang tulangan utama sejarak 100 mm (D25- 100 dengan As = 4906,3 mm2) dan tulangan pembagi sejarak 100 (D25-100) 5.8.1 Perhitungan Tulangan Geser a. Gaya geser yang harus dipikul oleh tulangan geser Contoh perhitungan pada joint 9:
b. Perencanaan jarak tulangan (S) dan diameter tulangan
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
27
Universitas Persada Indonesia YAI
5.9 Kontrol Kekuatan dan Stabilitas Struktur 5.9.1 Kontrol Momen Retak Perumusan tegangan pada saat jacking tahap service untuk daerah tarik serat bawah adalah :
Perumusan momen retak untuk daerah tarik serat atas (pada tahap kantilefer) adalah sebagai berikut :
Untuk kontrol pada tahap kantilefer dilakukan pada joint yang mengalami momen terbesar Mu = 153.000.000.000 Nmm. Didapat :
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
28
Universitas Persada Indonesia YAI
5.9.2 Kontrol Momen Batas Dengan menggunakan kesetimbangan statis aksial dan momen pada box yang akan dianalisa, maka dapat dicari momen tahanan batas balok (Mu). SNI membatasi agar momen elastik untuk pola pembebanan berfaktor (1,3D+1,8L) tidak melampaui nilai Mu.
Mu = Mn = 155.945.338.200 Nmm Dari hasil analisa struktur dengan pola pembebanan berfaktor (1,3D+1,8L) didapat momen maksimum pada joint 15 sebesar 92.960.000.000 Nmm Syarat : Mu > M.max 155.945.338.200 Nmm > 92.960.000.000 Nmm……OK Perhitungan momen penyebab torsi a. Momen akibat UDL - MUDL = 6.615 KN.m b. Momen akibat KEL - MKEL = 1.560,65 KN.m c. Momen akibat beban angin Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
29
Universitas Persada Indonesia YAI
Ada dua beban pengaruh akibat beban angin yang bekerja pada struktur jembatan yaitu : - Beban angin yang bekerja pada truk setinggi 2m dan panjang 9m diatas jembatan sebesar: Tew-2
= 2,0515 KN/m
P.Tew-2
= Tew-2 × panjang truck = 2,0515 × 9 = 18,464 KN
M. Tew-2
= P.Tew-2 × ( 2 + ya ) = 18,464 × ( 2 + 1,0581 ) = 56,465 KN.m
- Beban angin yang bekerja pada sisi samping box girder sebesar Tew. Adapun perhitungannya adalah sebagai berikut: a.b
= luas bagian samping yang terkena
angin = 27 m2 Tew
= 0,0006×Cw×Vw = 2×a.b = 0,0006 × 1,3956 × 352 × 27 = 27,7 KN
M. Tew = 12,23767 KN.m Jadi, M.total yang dapat menimbulkan torsi : Tu
= (1,8( MBTR + MBGT)) + 1,3(M.Tew + M.Tew-2) = (1,8( 6.615 + 1.560,65 )) + 1,3( 12,23767+ 56,465 ) = 14.805,48347 KN.m = 14.805.483.470 N.mm
Perhitungan torsi ijin Tu ijin = 0,25 cr T = 0,7 ×180.571.541.174 × 0,25 = 31.600.019.706 N.mm Syarat : Tu ijin < Tu 31.600.019.706 N.mm <14.805.483.470N.mm…OK Dari perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak diperlukan adanya tulangan torsi.
5.9.3 Kontrol gaya membelah Syarat : 0,5 ' ijin c f = 4,031 MPa Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
30
Universitas Persada Indonesia YAI
Apabila y max ijin maka tidak perlu tulangan membelah tambahan y max ijin maka perlu tulangan membelah tambahan. Dari hasil perhitungan didapat : Max= 7,24 × 0,429 = 3,106 MPa ijin = 4,031 MPa Maka dipakai tulangan membelah minimum. Kebutuhan tulangan untuk tiap web : Digunakan tulangan D24 dengan tegangan leleh 300 N/mm2
17 buah, dipasang dengan jarak 100 mm.
5.9.4 Kontrol Lendutan Lendutan yang tejadi pada kombinasi jembatan tidak boleh lebih dari y = 800 L dimana L adalah panjang bentang jembatan yang ditinjau. Kontrol lendutan dilakukan pada saat transfer dimana beban luar belum bekerja, dan juga pada saat service setelah beban luar bekerja. Lendutan yang terjadi pada struktur jembatan diakibatkan oleh antara lain : Beban mati (berat sendiri, beban mati tambahan) Beban hidup (BTR, BGT, Truk) Gaya prategang Dari hasill analisa dengan program SAP didapat lendutan maximum pada saat service yaitu sebesar 8 mm. service < ijin service < 800 L 9,479 mm < 60.000mm/800 9,479 mm < 75 mm …. OK
5.9.5 Perencanaan shear key pada joint antar segmen Perencanaan joint pada balok segmental diambil sebagai contoh adalah pada joint 7 Tegangan geser
Perhitungan tegangan geser ijin :
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
31
Universitas Persada Indonesia YAI
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
32
Universitas Persada Indonesia YAI
BAB VI METODE PELAKSANAAN
6.1 Prinsip Tahap Konstruksi Sistem penarikan tendon (jacking) dilakukan sesuai dengan sistem balance cantilefer yaitu dengan melakukan stressing berturut-turut, yang dimulai dari pilar. Kemudian diikuti stressing untuk tendon mennerus yang dilakukan setelah pengecoran segmen penghubung. Setelah itu dilakukan stressing untuk tendon tambahan sebagai penahan adanya tegangan tarik di serat atas pada salah satu kombinasi pembebanan.
6.2 Prinsip Tahap Stressing Tendon Selama tahap stressing tendon menggunakan internal prestressing dilakukan dalam tiga tahap utama, yaitu : Tahap 1 : pada tahap ini pemasangan tendon dilakukan segera setelah penempatan posisi setiap segmen box girder telah selesai dilakukan. Pamasangannya dimulai dari atas pilar kemudian dilanjutkan dengan pemasangan box selanjutnya di samping kiri dan kanannya secara konstan dan seimbang. Tendon ini disebut tendon kantilefer. Tahap 2 : pada tahap ini pemasangan tendon dilakukan segera setelah beton penyambung pada tengah bentang selesai dicor sehingga jembatan telah menjadi balok menerus. Tahap 3 : pada tahap ini dilakukan pemasangan tendon tambahan (untuk memikiul momen negatif pada salah satu kombinasi) dilakukan segera setelah tahap 2 selesai.
6.3 Tahap Pelaksanaan Post Tensioning Girder 6.3.1 Penempatan posisi box girder Mula-mula segmen box girder pracetak diangkut dari lokasi fabrikasi menuju jembatandengan menggunakan papan luncur yang diratik oleh truk. Setelah sampai di lokasi kemudian box girder diangkat dengan launching gantry dan digerakkan menuju titik posisi box yang dikehendaki. Launching gantry harus mampu memikul beban pengangkatan dua box girder sekaligus, karena kedua box diturunkan secara bersamaan untuk dilakukan stressing setelahnya. Sebelum box girder diturunkan, terlebih dahulu dilakukan pemolesan epoxy untuk melumasi permukaan antara sambungan segmen. Hal ini bertujuan untuk merekatkan sambungan antar box girder, mencegah masuknya air, serta transfer gaya geser Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
33
Universitas Persada Indonesia YAI
setelah epoxy telah mengeras. Epoxy juga berfungsi sebagai penyegel di sekeliling lubang grouting untuk mencegah hilangnya cairan pada saat grouting berlangsung. Setelah epoxy telah diaplikasikan, dan sebelum epoxy mengeras, box kemudian diturunkan dan direkatkan. Bersama itu dilakukan pemasangan tendon kantilefer dan dilakukan stressing. Pada sambungan antara selubung kabel (duct) antar segmen digunakan coupler (yaitu selubung kabel dengan diameter lebih besar) dan dilengkapi dengan pita perekat untuk menghindari masuknya air ke dalam duct.
6.3.2 Pemasangan kabel prategang Strand/kabel prategang dimasukan kedalam duct secara manual pada saat posisi/elevasi box girder telah sesuai.
6.3.3 Penarikan kabel Stressing dapat segera dilaksanakan setelah pemasangan strand/kabel prategang. Stressing (penarikan) dilakukan sesuai dengan perhitungan sebelumnya dari gaya F yang diperlukan pada masing-masing joint.
6.4 Pekerjaan Grouting Sebelum pekerjaan grouting dilakukan, selubung kabel (duct) dibersihkan terlebih dahulu dengan mengalirkan air bersih kedalamnya melalui lubang inlet. Hal ini juga untuk memastikan tidak adanya sumbatan pada lubang inlet dan outlet. Bahan untuk grout adalah semen portland, air, dan grout admixture sebanyak 228 gram dengan nilai rasio berat airsemen tidak boleh melebihi 0,45. Bahan tambahan tidak boleh mengandung kalsium klorida karena merupakan bahan yang berbahaya bagi ketahanan baja prategang. Pada pelaksanaan pekerjaan grouting semua bahan-bahan grouting harus diaduk di dalam mixer hingga mencapai campuran yang homogen. Kemudian campuran tersebut dipompakan melalui lubang inlet dengan electrical grouting pump dengan tekanan maximum sebesar 0,34 MPa.
6.5 Tahap Stressing Continuity Tendon 6.5.1 Segment closure Pekerjaan segmen closure adalah pekerjaan pengecoran segmen penutup atau penyambung
yang
berada
di
tengah
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
masing-masing
bentang.Segmen
ini
untuk 34
Universitas Persada Indonesia YAI
menghubungkan kantilever-kantilever girder yang berdiri sendiri-sendiri pada saat pemasangan awal karena menggunakan metode balance kantilever.
6.5.2 Metode stressing continuity tendon Pekerjaan continuity adalah pekerjaan penarikan / stressing tendon lapangan (penahan momen positif) pada pelat bagian bawah box girder serta stressing tendon pada daerah tumpuan (penahan momen negatif). Pekerjaan ini dilaksanakan setelah seluruh segmen box girder tersambung dan dan telah menjadi satu kesatuan struktur jembatan. Adapun metode pelaksanaannya adalah sebagai berikut : Instalasi strand untuk continuity tendon yang telah bisa di instalasi. Bila pekerjaan stressing selesai dilanjutkan dengan pekerjaan grouting dan pemotongan strand.
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
35
Universitas Persada Indonesia YAI
BAB VII PENUTUP
7.1 Kesimpulan Tegangan yang terjadi dikontrol sesuai urutan erection yaitu kontrol tegangan akibat tendon kantilefer yang semuanya sesuai dengan syarat tegangan saat transfer yaitu tekan 23,4 MPa dan tarik 0 MPa. Kemudian dilakukan control tegangan akibat beban mati tambahan dan beban lalu lintas pada semua kombinasi pembebanan, serta akibat kehilangan pratekan, yang semuanya sesuai dengan syarat tegangan saat service yaitu tekan 27 MPa dan tarik 0 MPa. Momen yang terjadi akibat beban luar dibandingkan dengan momen kapasitas/tahanan akibat tendon pratekan di setiap joint dengan menuangkannya dalam bentuk grafik. Dari semua kombinasi pembebanan di setiap tahap pelaksanaan menunjukkan bahwa momen yang terjadi akibat beban luar masih lebih kecil dari momen kapasitas/tahanan yang dapat dipikul oleh penampang. Perhitungan kekuatan dan stabilitas yaitu control momen retak dan kontrol momen batas telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan, control gaya membelah diperlukan tulangan membelah, dan untuk kontrol torsi tidak diperlukan tulangan torsi. Perhitungan geser didasarkan pada retak geser badan (Vcw) dan retak geser miring (Vci). Hasil perhitungan Vcw dan Vci dibandingkan yang paling menentukan untuk perencanaan tulangan geser. Lendutan yang terjadi dikontrol pada dua kondisi yaitu saat transfer pada saat beban yang berpengaruh adalah beban mati dan gaya pratekan tendon kantilefer, serta pada saat service yaitu saat beban yang berpengaruh adalah beban mati tambahan, beban hidup, dan gaya pratekan tendon kantilefer dan tendon menerus, serta kehilangan pratekan telah terjadi pada struktur jembatan.
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
36
Universitas Persada Indonesia YAI
DAFTAR PUSTAKA Puspitasari, Nia Dwi. “Perencanaan Jembatan Palu IV Dengan Konstruksi Box Girder Segmental
Metode
Pratekan
Statis
Tak
Tentu”.
22
Oktober
2016.
Http://Digilib.Its.Ac.Id/Public/Its-Undergraduate-16922-3107100063-Paper.Pdf.
Metode Pelaksanaan Konstruksi Jembatan
37