SENGKETA PAJAK DI PENGADILAN PAJAK
Oleh Auliyaa Yufira Juanita – 1806215912 Gabriele Visga – 1806215824 Karina Dwi Agustina – 1806215995 Muhammad Fahryan Joova – 1806184560 Ratna Amiroh Utami – 1806215906
TAHUN 2018
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan rahmat serta anugerah dari-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami dengan judul “Sengketa Pajak di Pengadilan Pajak” ini. Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi agung kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta. Selanjutnya dengan rendah hati kami meminta kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini supaya selanjutnya dapat kami revisi kembali. Karena kami sangat menyadari, bahwa makalah yang telah kami buat ini masih memiliki banyak kekurangan. Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada setiap pihak yang telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya makalah ini. Demikianlah yang dapat kami haturkan, kami berharap supaya makalah yang telah kami buat ini mampu memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.
Depok, 13 November 2018
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………..………………………………………….2 Daftar Isi……………………………………..………………………………………..3
1. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang……………………………...……………………………5 1. 2. Rumusan Masalah…………………………………....…………………..6 1. 3. Tujuan Penelitian…………………………………...……………………6 1. 4. Manfaat Penelitian…………………………………………………….…6 1. 5. Metode Penelitian………………………………………..………………7
2. PEMBAHASAN 2. 1. Sengketa Pajak………………………………………...…………………8 2. 2. Peristiwa yang Terjadi di Pengadilan Pajak………………………..…..12 2. 3. Pengambilan Keputusan Sengketa dalam Pengadilan Pajak….………..16 2. 4. Kegagalan Penyelesaian Sengketa Pajak………………….……………20 2. 5. Keberhasilan Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Pajak.24
3
3. PENUTUP 3. 1. Kesimpulan……………………..………………………………………28 3. 2. Saran……………………………………………………………………28
DAFTAR PUSTAKA……………………………..…………………………………29
4
BAB 1 PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang Di dalam suatu Negara pajak merupakan menjadi satu instrumen yang penting dalam hal keuangan . Pajak menjadi sumber pendapatan yang cukup menjanjikan karena pajak merupakan satu satunnya penerimaan negara yang bersifat aman, murah, dan berkelanjutan. Di Indonesia, pajak merupakan hal yang benar benar vital dalam APBN. Pajak menyumbang 70% dari total APBN, bisa dibayangkan apabila pajak di negara Indonesia tidak terorganisir dengan baik negara ini akan mengalami guncangan ekonomi yang sangat hebat. Dari penjabaran diatas kita bisa tahu bahwa pajak adalah instrumen yang penting, khususnya di Indonesia, namun dalam proses pemungutan atau penarikanya tidak selalu berjalan dengan baik. Banyak masyarakat di Indonesia yang menghindari pajak yang terlalu tinggi padahal penghasilan mereka tinggi, melalui sikap masyarakat yang seperti ini bisa menghambat pekerjaan pemerintah untuk memungut pajak dengan lancar demi tercapainya target yang telah ditentukan oleh pemerintah untuk anggaran pembangunan negara. Seperti diketahui bahwa masih banyak kasus sengketa pajak yang berada di pengadilan pajak, hal ini disebabkan karena adanya ketidakcocokan hasil penghitungan pajak dari wajib pajak dengan fiskus. Ada ribuan kasus yang masuk tiap tahun nya bahkan hampir selalu naik tiap tahun nya karena ketidakcocokan ini sehingga membuat pemerintah kewalahan untuk bisa mengatasi semua kasus tersebut karena membutuhkan waktu yang cukup lama. Karena itu makalah mengenai “Sengketa Pajak dalam Pengadilan Pajak” ini perlu dibahas lebih dalam agar lebih mengetahui permasalahan, proses, dan hasil dari
5
Pengadilan Pajak agar bisa merumuskan jalan keluar yang terbaik agar setiap masalah perpajakan yang ada di Indonesia bisa segera teratasi dengan segera sehingga pemerintah tidak terlalu terganggu konsenterasinya karena sengketa pajak dan bisa menjalankan fungsi yang lain dengan baik.
1. 2. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Sengketa Pajak dan apa saja contohnya? 2. Apa saja peristiwa yang terjadi di Pengadilan Pajak? 3. Bagaimana pengambilan keputusan sengketa dalam Pengadilan Pajak? 4. Apa saja yang menyebabkan kegagalan penyelesaian sengketa pajak? 5. Apa saja yang menyebabkan keberhasilan penyelesaian sengketa pajak?
1. 3. Tujuan Penelitian 1. Mendeskripsikan Sengketa Pajak dan contoh-contohnya 2. Mengidentifikasi peristiwa-peristiwa yang terjadi di Pengadilan Pajak 3. Mengidentifikasi pengambilan keputusan sengketa dalam Pengadilan Pajak 4. Mengidentifikasi penyebab kegagalan penyelesaian sengketa pajak 5. Mengidentifikasi penyebab keberhasilan penyelesaian sengketa pajak
1. 4. Manfaat Penelitian Memahami dan berusaha menganalisis apa saja yang terjadi dalam pengadilan pajak untuk menyelesaikan berbagai sengketa melalui metode penelitian deskriptif dan studi pustaka.
6
1. 5. Metode Penelitian Jenis penelitian dan metode analisis yang penulis gunakan adalah metode penelitian deskriptif, yakni metode yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktik-praktik yang berlaku, membuat perbandingan atau evaluasi dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.
7
BAB 2 PEMBAHASAN
2. 1. Sengketa Pajak Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sengketa adalah sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat. Lantas, apa yang dimaksud dengan sengketa pajak? Berdasarkan UU KUP 2007 No.28 Pasal 1 Angka 1 pajak didefinisikan sebagai kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan ibalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pajak pada dasarnya adalah peralihan kekayaan rumah tangga dari anggota masyarakat kepada pemerintah. Untuk menghindari pungutan pajak yang tidak yang tidak mencederai rasa keadilan masyarakat maka perlu suatu upaya pemaksaan yang bersifat legal yaitu dengan menyandarkan pungutan pajak melalui undang-undang. Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak, dinyatakan bahwa pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat wajib pajak atau penanggung pajak, sehingga dapat menimbulkan sengketa pajak antara wajib pajak dan pejabat yang berwenang. Menurut (Muhammad Djafar Saidi. 2013:29) sengketa pajak adalah perselisihan antara pembayar pajak, pemotong pajak, atau pemungut pajak dengan pejabat pajak. Perbedaan pendapat sering terjadi karena adanya perbedaan penafsiran dan kepentingan antara petugas pajak atau fiskus dengan wajib pajak. Untuk menyelesaikan Sengketa Pajak yang dapat dilakukan Wajib Pajak adalah meliputi proses keberatan, banding, peninjauan kembali, dan gugatan. Upaya hukum keberatan atas ketetapan pajak diajukan ke Direktorak Jendral Pajak, sedang upaya hukum Banding dan Gugatan diajukan ke Pengadilan Pajak (PP). Khususnya upaya hukum
8
Peninjauan Kembali (PK) diajukan ke Mahkamah Agung (MA). Namun demikian, ada upaya hukum dengan nama pengajuan kembali (huruf kecil) yang diajukan ke Direktorat Jendral Pajak” (Ilyas & Burton). Definisi Sengketa Pajak menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak “Sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa”. Lebih lanjut dipertegas bahwa “Dengan demikian sengketa yang timbul sebelum keluar keputusan Direktorak Jendral Pajak dimaksud, seperti sengketa yang terjadi di dalam pemeriksaan misalnya, tidak dianggap sebagai Sengketa Pajak. Rumusan Sengketa Pajak tidak mengharuskan adanya penyelesaian di Pengadilan Pajak, tetapi hanya memberi batasan bahwa keputusan tersebut dapat diajukan Banding atau Gugatan ke Pengadilan Pajak. Atas dasar itu, Sengketa Pajak bisa diselesaikan di Direktorat Jendral Pajak atau di Pengadilan Pajak” (IAI, 2009) 1. Keberatan Berdasarkan Pasal 25 ayat (1) UU KUP Nomor 28 Tahun 2007, “Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan, dengan menyampaikan surat keberatan, hanya kepada Direktur Jendral Pajak atas suatu: Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan; Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; Surat Ketetapan Pajak Nihil; Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Keberatan atas penetapan pajak merupakan hak Wajib Pajak yang dijamin oleh undang-undang dalam rangka keadilan dalam pemenuhan kewajiban pajak. Keberatan dapat di ajukan apabila Wajib Pajak merasa tidak puas atas penetapan pajak yang dilakukan oleh Fikus. Dengan adanya hak mengajukan keberatan membuat terjadinya keseimbangan antara Wajib Pajak dengan Fiskus dan menjamin Wajib Pajak terhindar dari kesemena-menaan Fiskus. 9
Di Indonesia ketentuan keberatan diatur dalam beberapa undang-undang pajak, yaitu Undang-Undang KUP, Undang-Undang PBB, Undang-Undang BPHTB, dan Undang-Undang PDRD. Pengaturan keberatan pajak pusat diatur dalam tuga undang-undang yang disesuaikan dengan jenis pajak pusat yangdiajukan keberatan. Sedangkan untuk jenis pajak daerah, keberatan diatur dalam Undang-Undang PDRD dan peraturan daerah yang memberlakukan pajak daerah pada suatu provinsi, kabupaten, atau kota. Direktur Jendral Pajak dalam waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan. Apabila jangka waktu tersebut telah terlampaui dan fiskus tidak menerbitkan surat keputusan keberatan, keberatan yang diajukan Wajib Pajak dianggap dikabulkan dan Direktur Jendral Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai dengan keberatan Wajib Pajak. Keputusan Direktur Jendral Pajak atas keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya, atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.
2. Banding Surat keputusan keberatan yang diterbitkan oleh Direktur Jendral Pajak untuk jenis pajak pusat maupun yang diterbitkan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk itu disampaikan kepada Wajib Pajak untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. Apabila Wajib Pajak tidak setuju dengan isi Surat Keputusan Keberatan yang diterimanya, ia memiliki hak untuk mengajukan banding kepada badan peradilan pajak yang ditunjuk atau ditentukan oleh undang-undang pajak. Sesuai Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 2007 KUP, “Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan”. Dengan demikian, proses pengajuan banding hanya dapat dilakukan apabila telah melalui proses keberatan.
10
Ketentuan tentang banding diatu dalam Undang-Undang KUP, UndangUndang PBB dan Undang-Undang BPHTB untuk jenis pajak pusat, sedangkan untuk pajak daerah diatur dalam Undang-Undang PDRD maupun peraturan daerah tentang pemberlakuan suatu jenis pajak daerah di suatu provinsi, kabupaten atau kota. Proses keberatan pajak sering disebut sebagai peradilan doleansi atau peradilan administrasi karena masih dilakukan di dalam organisasi fiskus, yang bertindak sebagai pihak yang diprotes merangkap piha yang mempertimbangkan protes dalam bentuk keberatan pajak, sehingga berbeda dengan banding pajak. Apabila Wajib Pajak masih belum menerima atau setuju dengan isi keputusan banding dan masih tetap mesara tidak sependapat juga, Wajib Pajak masih dapat menempuh upaya hukum berikutnya yaitu dengan mengajukan proses ke Mahkamah Agung dan/atau Direktur Jedral Pajak. Diharapkan proses pencarian keadilan untuk solusi atas sengketa pajak yang bertingkat tersebut bisa mendapatkan keadilan dalam pajak.
3. Gugatan Gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan. Umumnya gugatan diajukan Wajib Pajak yang merasa dirugikan atas tindakan Fiskus dalam melakukan tindakan penagihan pajak terhadap Wajib Pajak maupun penanggung pajak. Gugsatan diatur secara tegas dalam Hukum Pajak Indonesia untuk melindungi kepentingan Wajib Pajak dari tindakan Fiskus yang menurut Wajib Pajak tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang pajak yang berlaku. Putusan pengadilan pajak atas gugatan merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Namun pihak yang bersengketa masih dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan tersebut kepada Mahkamah 11
Agung. Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian dan berdasarkan keyakinan Hakim. Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa menolak, mengabulkan sebagian atau seluruhnya, menambah pajak yang harus dibayar, tidak dapat diterima, membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dan/atau membatalkan dan pengadilan pajak harus mengambil putusan ini dalam jangka waktu enam bulan sejak surat gugatan diterima atau dalam hal-hal khusus dapat diperpanjang paling lama tiga bulan.
4. Peninjauan Kembali Apabila para pihak yang bersengketa tidak puas dengan keputusan yang diambil oleh majelis hakim Pengadilan Pajak dapat mengajukan peninjauan kembali ats putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. Salah satu kemungkinan Putusan Peninjauan Kembali adalah dikabulkan, baik ebagian maupun seluruhnya. Hal ini tentunya mengakibatkan pajak terutang menjadi lebih kecil dari surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan oleh Fiskus. Wajib Pajak dapat menempuh upaya hukum tersebut dalam rangka memberikan rasa keadilan pada masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya masyarakat sebagai wajib pajak atas kinerja fiskus, serta prinsip dasar bahwa pajak dipungut demi kesejahteraan rakyat karena dipergunakan untuk membiayai pengeluaran negara.
2. 2. Peristiwa yang Terjadi Di Pengadilan Pajak Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak. Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus Sengketa Pajak. Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang
12
perpajakan antara waj;ib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan Peraturan Perundangundangan perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undangundang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. (Pasal 31 ayat 1 Pasal 1 angka 5 UU No. 14/2002 ) Peristiwa yang terjadi di Pengadilan Pajak adalah penyelesaian sengketa pajak antara wajib pajak dengan fiskus atau pejabat yang berwenang. Di Pengadilan Pajak setiap wajib pajak ataupun pejabat berwenang dapat melakukan gugatan jika ada kesalahan mengenai pajak itu sendiri. Ada dua jenis gugatan yang ada didalam pengadilan pajak. Berikut jenis gugatan yang ada didalam pengadilan pajak : 1. Negara dapat melakukan gugatan terhadap wajib pajak bagi yang tidak melakukan kewajiban
membayar pajak
2. Setiap wajib pajak dapat melakukan gugatan terhadap fiskus atau pejabat yang berwenang jika adanya kesalahan yang dialami oleh wajib pajak itu sendiri. Wajib pajak yang akan melakukan gugatan harus melalui proses yaitu dengan cara membuat surat gugatan yang ditujukan ke pengadilan pajak,surat gugatan harus disertai dengan surat keputusan yang dikeluarkan oleh tergugat, dan bukti pendukung,dan harus disertakan surat kuasa bermaterai jika penggugat dibantu oleh kuasa hukum. Didalam gugatan memiliki beberapa tahapan-tahapan dalam melakukan gugatan di pengadilan pajak. Berikut ini proses-proses yang dilakukan dalam melakukan gugatan : 1. Persiapan gugatan Pengadilan Pajak akan meminta surat tanggapan kepada DJP yang berstatus sebagai tergugat.Surat tanggapan kemudian akan dikirimkan kepada penggugat, penggugat dapat menyampaikan surat bantahan setelah 30 hari sejak diterimanya surat tanggpan.
13
2. Pemeriksaan Pemeriksaan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan acara biasa dan acara cepat. a. Pemeriksaan dengan acara biasa dilakukan oleh majelis yang terdiri dari tiga orang hakim dan dihadiri oleh tergugat dan penggugat dan kuasa hukumnya. b. Pemeriksaan dengan acara cepat dilakukan oleh hakim tunggal dan dihadiri oleh tergugat serta penggugat dan kuasa hukumnya jika diperlukan. Dalam pemeriksaan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses-proses pemeriksaan dalam persidangan yang harus diketahui. Berikut ini proses awal yang dilakukan untuk mengawali persidangan : 1) Hakim Ketua/Hakim Tunggal setiap memulai persidangan menyatakan sidang dibuka dan dinyatakan dengan ditandai pengetukan palu. 2) Hakim Ketua/Hakim Tunggal melakukan pengecekan terhadap identitas pemohon banding dan kuasa hukumnya dengan cara mencocokan tanda tangan apakah pihak yang hadir sesuai dengan pihak yang mendandatangani surat banding. 3) Hakim Ketua dan anggota majelis melakukan pemeriksaan berkas banding. 4) Dalam setiap pemeriksaan sengketa pajak,panitera harus membuat berita acara yang memuat semua hal-hal yang terjadi dalam persidangan. 5) Berita acara di tandatangani oleh Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan panitera. 6) Apabila Hakim Ketua atau Hakim Tunggal dan Panitera berhalangan, Berita Acara Sidang ditandatangani oleh Ketua Pengadilan pajak.
14
3. Pembuktian Bukti yang sah menurut pasal 11 ayat (1) UU No.13 1985 adalah bukti yang telah di lunasi bea materainya.Namun selain itu ada juga alat-alat yang dapat dijadikan sebagai pembuktian. Alat-alat yang bisa dijadikan sebagai pembuktian: 1) surat atau tulisan 2) keterangan ahli 3) keterangan para saksi 4) pengakuan para pihak 5) pengetahuan hakim Dalam pembuktian adapula yang tidak dapat dijadikan sebagai saksi atau keterangan yang diberikanya tidak boleh didengar seperti : 1) Keluarga sedarah atau semenda menurut garis keturunan lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari salah satu pihak yang bersengketa 2) Istri atau suami penggugat walaupun sudah bercerai. 3) Anak yang belum berusia 17 tahun 4) Orang sakit ingatan 5) Peniadaan kewajiban merahasiakan 6) Setiap orang yang pekerjaanya wajib merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaanya atau jabatanya Semua hal-hal yang terjadi dalam persidangan pajak tercantum pada UU KUP dan juga Peraturan Pangadilan Pajak. Dasar hukum yang di gunakan yaitu Undangundang nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.
15
2. 3. Pengambilan Keputusan Sengketa dalam Pengadilan Pajak Dalam sengketa perpajakkan, tentunya yang ditunggu-tunggu ialah keputusan terkait sengketa yang bersangkutan. Ketentuan-ketentuannya tertuang pada dasar hukum Pasal 77-88 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, berbunyi “bahwa, proses penyelesaian sengketa perpajakan melalui pengadilan pajak perlu dilakukan secara cepat, oleh karena itu dalam undangundang ini diatur pembatasan waktu penyelesaian, baik di tingkat pengadilan pajak maupun di tingkat Mahkamah Agung”. Sedangkan untuk memutuskan suatu sengketa, terdapat dasar hukum penyelesaian sengketa pajak berdasarkan Undangundang Nomor 17 Tahun 1997 yang selama ini dilaksanakan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Pajak ( BPSP ). Dalam pemutusan sengketa, diperlukan keyakinan hakim secara mendalam agar dihasilkan suatu keputusan yang tepat dan adil menurut pandangan netral. Putusan Pengadilan Pajak juga diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian yang kuat, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang bersangkutan. Kemudian, putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan musyawarah oleh para majelis yang dipimpin oleh Hakim Ketua. Bila tidak tercapai kesepakatan, maka akan diputuskan berdasarkan suara terbanyak. Jadi, banyak pertimbangan yang diperlukan dalam memutuskan sebuah sengketa atau kasus di pengadilan pajak dan tidak sembarang putusan, karena ada beberapa jenis yang diberikan. Adapun jenis putusan hakim dapat berupa penolakan, pengabulan seluruh atau sebagian saja, membatalkan putusan, tidak menerima, menambah pajak yang harus dibayar, ataupun membetulkan kesalahan tulis atau hitung.
Tata Cara Memutuskan Sengketa Dalam memutuskan suatu sengketa pun ada tata cara yang harus diikuti, karena suatu putusan akan menentukan bagaimana nasib seseorang atau suatu badan nantinya.
16
1) Kepala putusan yang berbunyi "Demi keadilan berketuhanan yang maha esa” 2) Nama, tempat tinggal atau atau tempat kediaman, dan / atau identitas lainnya dari pemohon Banding atau penggugat; 3) Nama jabatan dan alamat terbanding atau tergugat; 4) Hari, tanggal diterimanya Banding atau Gugatan 5) Ringkasan Banding atau Gugatan dan ringkasan Surat Uraian Banding atau Surat Tanggapan atau Surat Bantahan yang jelas; 6) Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan dan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa; 7) Pokok sengketa; 8) Alasan hukum yang menjadi dasar putusan; 9) Putusan tentang sengketa; dan 10) Hari, tanggal putusan, nama Hakim yang memutus, nama Panitera, dan keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak. Jangka Waktu Putusan Bahkan, dalam mengambil keputusan suatu sengketa tidak bias main-main. Terdapat waktu yang dibutuhkan untuk para pemutus perkara untuk membuat hasil akhir yang paling adil dan sesuai : 1) Putusan pemeriksan dengan acara biasa atas Banding diambil dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Sural Banding diterima. 2) Putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Gugatan diambil dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak Surat gugatan diterima. 3) Dalam hal-hal khusus, putusan pemeriksaan dengan acara biasa atas Banding dan Gugatan diperpanjang paling lama 3 (tiga) bulan 4) Dalam hal Gugatan yang diajukan selain atas keputusan pelaksanaan penagihan Pajak, tidak diputus dalam jangka waktu 6 (enam) bulan, Pengadilan Pajak wajib
17
mengambil putusan melalui pemeriksaan dengan acara cepat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak jangka waktu 6 (enam) bulan dimaksud dilampui. 5) Putusan pemeriksaan dengan acara cepat terhadap Sengketa Pajak tertentu dinyatakan tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu sebagai berikut : 30 (tiga puluh) hari sejak batas waktu pengajuan Banding atau Gugatan dilampui; 30 (tiga puluh) hari sejak Banding atau Gugatan diterima dalam hal diajukan setelah batas waktu pengajuan dilampui. Putusan/penetapan dengan acara cepat terhadap kekeliruan berupa membetulkan kesalahan tulis dan / atau kesalahan hitung, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak kekeliruan dimaksud diketahui atau sejak permohonan salah satu pihak diterima. Putusan dengan acara cepat terhadap sengketa yang didasarkan pertimbangan hukum bukan merupakan wewenang Pengadilan Pajak, berupa tidak dapat diterima, diambil dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak Surat Banding atau Surat Gugatan diterima. Dalam hal putusan Pengadilan Pajak diambil terhadap Sengketa Pajak dimaksud, pemohon Banding atau penggugat dapat mengajukan Gugatan kepada peradilan yang berwenang. Pelaksanaan Putusan 1. Putusan Pengadilan Pajak langsung dapat dilaksanakan dengan tidak memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundang-undangan mengatur lain. 2. Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, kelebihan pembayaran Pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
18
3. Salinan putusan atau salinan penetapan Pengadilan Pajak dikirim kepada para pihak dengan surat oleh Sekretaris dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal putusan Pengadilan Pajak diucapkan, atau dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal putusan sela diucapkan. 4. Putusan Pengadilan Pajak harus dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diterima putusan. 5. Pejabat yang tidak melaksanakan putusan Pengadilan Pajak dalam jangka waktu tersebut, dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan kepegawaian yang berlaku. Hal-Hal yang Perlu Diketahui Selain memahami tata cara nya, beberapa hal dibawah ini juga sama pentingnya yang perlu diketahui, yaitu : 1. Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap. 2. Pengadilan Pajak dapat mengeluarkan putusan sela atas Gugatan berkenaan dengan permohonan menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan Pajak atau kewajiban perpajakan. 3. Pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung. 4. Putusan Pengadilan Pajak harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Seperti penjelasan-penjelasan teknis diatas, seharusnya penyelesaian sengketa pajak mampu memberi jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi pihak yang bersengketa serta dapat dilakukan melalui prosedur dan proses yang cepat, transparan, murah, dan sederhana, karena dapat diamati bahwa setiap tata cara sangat jelas diatur. Hanya saja perlu adanya kesinambungan dengan para pemutus sengketa agar berjalannya peradilan yang bersih dan adil dalam memutuskan suatu sengketa.
19
2. 4. Kegagalan Penyelesaian Sengketa Pajak Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perpajakan self assesment dimana Wajib Pajak harus berperan aktif dalam memenuhi kewajiban perpajakannya mulai dari menghitung sendiri, menyetor dan melaporkannya kepada administrasi pajak (fiskus). Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, terdapat dua pihak yang berada pada posisi yang berlawanan, yaitu wajib pajak dan petugas pajak yang dapat menimbulkan sengketa. Penyelesaian sengketa pajak antara WP dan petugas pajak dapat dilakukan melalui beberapa prosedur, yaitu keberatan, gugatan, banding, dan peninjauan kembali. Nyatanya, tidak semua sengketa di pengadilan pajak dapat mencapai hasil yang diharapkan. Ada beberapa faktor yang mendasari penyebab kekalahan DJP ketika menyelesaikan sengketa banding/gugatan di Pengadilan Pajak. Faktor-faktor tersebut antara lain : 1. Transparansi dan Independensi Indonesia merupakan Negara yang menganut prinsip demokrasi, oleh karena itu setiap badan publik memiliki kewajiban untuk memberikan dan menyediakan informasi dengan cepat, murah, tepat waktu, dan sederhana sehingga kebutuhan publik dalam memperoleh informasi terpenuhi secara transparan. Masalah transparansi ini telah diatur secara jelas dalam Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik bahwa segala informasi yang berhubungan dengan kepentingan publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi. Namun dugaan negatif seringkali timbul dari banyak pihak karena sikap ketertutupan masih begitu kuat di Pengadilan Pajak. Transparansi pada kenyataannya tidak terjadi di Pengadilan Pajak sebagai suatu badan publik. Ditambah dengan pengadministrasian putusan pengadilan yang tidak berjalan
20
dengan baik menyebabkan beberapa pihak mengalami kesulitan dalam mendapatkan informasi mengenai akuntabilitas putusan tersebut. Sudah tentu keadaan tersebut bertentangan dengan Prinsip Keterbukaan Pengadilan (Principle of The Open Justice) karena prinsip ini menjunjung tinggi keterbukaan dan transparansi. Menurut Pasal 18 ayat (1) huruf a UU KIP menyatakan bahwa putusan peradilan tidak termasuk kategori informasi yang dikecualikan. Undangundang ini diperkuat dengan Putusan MA Nomor: 1-114/KMA/SK/I/2011 poin C.2 menyatakan bahwa seluruh putusan dan penetapan pengadilan baik yang telah berkekuatan hukum tetap ataupun belum adalah informasi yang wajib tersedia setiap saat dan dapat diakses oleh publik. Selain masalah transparansi, lemahnya independensi atau kemandirian pemeriksa menjadi pengaruh yang dapat menyebabkan kekalahan di pengadilan pajak. DJP melakukan pemeriksaan untuk menguji transaksi bisnis berdasarkan data keuangan angka yang sebenarnya untuk menghitung jumlah pajak yang terutang dalam rangka untuk menegakan hukum dibidang perpajakan (law enforcement of tax). Dalam praktiknya, pemeriksa sering melakukan pemeriksaan dengan menggunakan model pendekatan-pendekatan yang tidak didukung dengan bukti yang memadai seperti indikasi arus barang dan arus piutang. Seharusnya, sistem pemeriksaaan dapat mendorong kebenaran dan kelengakapan pelaporan penghasilan, penyerahan, pemungutan, pemotongan dan penyetoran oleh Wajib Pajak. 2. Pengetahuan Hakim Faktor yang paling penting dalam penentukan putusan sengketa perpajakan adalah keyakinan hakim yang didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Dalam Pengadilan Pajak, hakim
21
yang memberi keputusan harus memiliki latar belakang mengerti dan memahami cara perhitungan akuntansi dan perpajakan sehingga ketika di persidangan tidak menimbulkan argumentasi yang berbeda. Perdebatan dan perbedaan argumen sering kali terjadi karena latar belakang hakim yang memberikan keputusan merupakan murni orang hukum yang kurang mengerti perihal akuntansi dan mekanisme perhitungan perpajakan di Indonesia. Hal ini tentu menimbulkan masalah yang berpengaruh terhadap hasil putusan sengketa pajak. 3. Sumber Daya Manusia di Pengadilan Pajak Sebagai lembaga peradilan, Pengadilan Pajak dibentuk untuk memastikan bahwa pungutan pajak yang dilakukan oleh aparatur sipil negara sesuai dengen ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Pengadilan Pajak diperlukan SDM yang mempunyai kompetensi baik di bidang hukum, perpajakan maupun di bidang akuntansi untuk memperkuat fungsi keadilan dan kepastian hukum. Hal ini penting adanya agar proses penyelesaian perkara di Pengadilan Pajak dapat berjalan secara optimal. Pada kenyataannya, jumlah SDM Pengadilan Pajak yang sesuai dengan kriteria tersebut sangatlah minim terutama untuk hakim yang peminatnya sedikit, dan berbanding terbalik dengan jumlah sengketa yang ditangani tiap tahun yang jumlahnya cenderung meningkat. Data tahun 2015, Pengadilan Pajak memiliki 47 orang hakim yang terbagi dalam 18 majelis. Sementara jumlah sengketa pajak tahun 2015 yang harus ditangani berjumlah 11.284 berkas. 4. Data Materi Sengketa Data-data yang berkaitan dengan materi sengketa, yang akan dipertimbangkan oleh majelis hakim baru diberikan oleh wajib pajak saat persidangan berlangsung. Majelis hakim pengadilan pajak
22
mempertimbangkan keputusan sengketa ketika proses banding salah satunya dengan penilaian setiap bukti yang diajukan dalam persidangan. Wajib pajak sering kali lebih memilih untuk tidak menunjukkan dan meminjamkan data-data atau bukti pada saat proses pemeriksaan dan penelitian keberatan karena wajib pajak khawatir Fiskus akan memiliki pandangan yang berbeda mengenai data atau bukti tersebut. Data-data atau bukti tersebut baru diberikan oleh wajib pajak pada saat persidangan berlangsung di pengadilan pajak walaupun data tersebut sudah ada pada saat proses pemeriksaan dan penelitian keberatan. Data-data tersebut tidak diminta oleh fiskus karena tidak tercantum dalam aturan perpajakan. Kami mengangkat sebuah kasus dengan judul ” BUMI Kalah di Pengadilan Pajak ” (Detik.com). Perusahaan tambang PT Bumi Resources Tbk (BUMI), salah satu anak perusahaan Grup Bakrie, ditolak gugatannya oleh Pengadilan Pajak atas proses penyidikan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak terkait dugaan kasus pidana perpajakan. Menurut Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus Riza Noor Karim, gugatan tersebut muncul karena BUMI menganggap proses penyidikan yang dilakukan Ditjen Pajak tidak sesuai ketentuan yang berlaku karena Ditjen Pajak tidak pernah menunjukan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas dugaan kasus pidana perpajakan tahun 2007 lalu. Padahal menurut hakim BUMI telah sesuai dengan peraturan yang berlaku (Undang-Undang Perpajakan dan KUHP). Riza menjelaskan, SPDP memang tidak harus disampaikan ke wajib pajak yang diduga melakukan pidana perpajakan. Direktur Keberatan dan Banding Ditjen Pajak Caturini Widosari mengatakan pihaknya siap untuk melayani gugatan selanjutnya dari BUMI karena itu adalah hak dari wajib pajak yang tidak boleh dihalangi. Ditjen Pajak akan menyelesaikan penyidikan secepatnya untuk bisa dilimpahkan ke Kepolisian untuk ditindaklanjuti. Tetapi hal ini tergantung dengan
23
banyak pihak, karena bukti penyidikan dikumpulkan dari banyak sumber. Penyidikan juga tidak ada batas waktunya karena penyidikan itu harus adil dan tidak boleh sewenang-wenang. Namun, kewenangan penyidikan tetap berada di Ditjen Pajak sampai bukti-buktinya lengkap, kemudian baru diserahkan ke Kepolisian. Dari berita yang tertera diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kasus BUMI ditolak gugatannya oleh Pengadilan Pajak karena Ditjen Pajak tidak melampirkan SPDP atas dugaan kasus pidana perpajakan tahun 2007, padahal sebetulnya SPDP tidak wajib disampaikan kepada wajib pajak yang diduga melakukan pidana perpajakan. Hal ini berhubungan dengan poin 4 faktor kegagalan Ditjen Pajak dalam menyelesaikan sengketa, yaitu data materi sengketa yang tidak lengkap, hal ini menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan, karena tanpa bukti yang kuat, lengkap dan relevan hakim tidak bisa memutuskan keputusan begitu saja, meskipun wajib pajak telah mengikuti peradilan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
2. 5. Keberhasilan Pengadilan Pajak Dalam Menyelesaikan Sengketa Pajak Setiap warga negara mempunyai hak yang sama yaitu bisa mengajukan keberatan kepada pemerintah tentang penghitungan pajak yang terkadang tidak sinkron antara fiskus dengan wajib pajak. Untuk menampung atau mengatasi perpajakan di Indonesia maka dibentuklah pengadilan pajak yang didasari oleh UU No 14 Tahun 2002 yaitu untuk melaksanakana fungsi kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka yang berpuncak pada MA dalam penyelesaian sengketa perpajakan Banyak permasalahan pajak yang terjadi di Indonesia terutama tentang besarnya pajak yang terutang dari wajib pajak yang ditetapkan oleh fiskus yang kebanyakan dibawa ke pengadilan pajak. Di Indonesia ada 3 sistem pemungutan pajak yang berlaku, yaitu : 24
1. Official Assesment system Pada system ini dalam penetapan besarnya pajak yang harus ditanggung oleh wajib pajak dilakukan oleh fiskus, dalam system ini wajib pajak bersifat pasif, mereka hanya menunggu keputusan dari fiskus berapa banyak pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. 2. Self Assesment System Pada system ini penetapan besarnya pajak ditentukan oleh wajib pajak sendiri dengan menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah, disini wajib pajak bersifat aktif dalam mengurus kewajiban pajak mereka. 3. With Holding System Pada system ini penetapan besarnya pajak besarnya pajak yang harus dibayar ditentukan oleh pihak ketiga yang mempunyai wewenang, mereka juga langsung memungut atau memotong besarnya wajib pajak yang terutang. Dari ketiga sistem diatas diharapkan bisa menciptakan sistem pajak yang baik dan mudah untuk diimplementasikan di masyarakat luas sehingga bisa memperkecil masalah yang terjadi dalam penetapan beban pajak kepada wajib pajak di indonesia. Dari ketiga sistem diatas juga bisa didapatkan utang pajak yang harus dibayar, namun sering terjadi perbedaan antara wajib pajak dengan fiskus dalam menghitung jumlah pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak sehingga terjadi keberatan dan gugatan dari wajib pajak kepada fiskus yang kebanyakan berakhir di pengadilan pajak tetapi masih ada wajib pajak yang setelah menerima keputusan dari pengadilan dan masih belum puas dengan keputusan tersebut karena tidak sesuai dengan penghitungan mereka sehingga terus berlanjut hingga peninjauan kembali yang membutuhkan waktu lagi untuk menyelesaikanya. Berikut merupakan data penyelesaian sengketa pajak dari tahun 2012 – 2017.
25
PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK TAHUN 2012 -2017 NO
Hasil Putusan
2012
2013
2014
2015
2016
2017
Total
1
Pencabutan
75
81
95
178
1.352
1.521
3.302
2
Tidak Dapat Diterima
1.037
1.013 854
1.187 1.774
702
6.567
3
Menolak
1.700
1.929 2.438
2.294 2.878
2.600
13.839
Harus Dibayar
3
2
13
1
28
Mengabulkan Sebagian
732
1.003 1.430
1.217 1.346
1.373
7.101
2.530
3.276 3.991
4.049 5.367
4.982
24.195
Membatalkan
476
73
94
50
857
Total
6.553
7.337 8.846
4 5 6 7
Menambah Pajak yang
Mengabulkan Seluruhnya
1
37
8
127
9.032 12.852
11.229 55.889
Dari data penyelesaian sengketa pajak diatas kita bisa mengetahui bahwa sangat banyak kasus yang telah diselesaikan di pengadilan pajak hingga mencapai ribuan hingga puluhan ribu bahkan hampir selalu naik setiap tahun nya kecuali pada tahun 2017 yang mengalami penurunan, namun penurunannya juga belum signifikan yaitu pada angka 1.623. Di pengadilan pajak juga pasti ada pihak yang menang dan kalah, menurut tabel diatas lebih banyak angka yang menunjukan pengabulan dari pengadilan atas keberatan dari wajib pajak, ini membuktikan bahwa fiskus masih belum bisa membuat keputusan yang bisa memuaskan atau diterima dengan baik oleh masyarakat. Ini juga bisa menjadi koreksi pemerintah terutama Direktorat Jendral Pajak dalam menetapkan besarnya beban pajak kepada masyarakat agar lebih baik lagi. Semakin banyak gugatan yang diajukan oleh wajib pajak sebenarnya juga proses yang melelahkan dan banyak sekali waktu yang dibutuhkan hal ini sangat bisa untuk menghambat kinerja Dirjen Pajak. Menurut Ning Rahayu selaku dosen Universitas Indonesia Dirjen Pajak harus dipisahkan dari Lembaga keberatan banding dan Pengadilan Pajak agar target penerimaan pajak juga bisa tercapai, namun sekarang
26
Dirjen Pajak masih banyak juga mengurusi soal keberatan banding dan pengadilan pajak jadi Dirjen pajak tidak bisa fokus untuk bisa mencapai target penerimaan pajak.
27
BAB 3 PENUTUP
3. 1. Kesimpulan Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bagaimana melakukakan gugatan atau banding dalam sengketa pajak di pengadilan pajak yang dapat digunakan untuk wajib pajak yang merasa adanya ketidakadilan dalam pajak terutangnya. Untuk melakukan banding pu wajib pajak dikenankan untuk membayar terlebih dahulu pajak terutangya 50% sebelum pengurusan di persidangan, kecuali wajib pajak yang lebih bayar atau yang mendapat Surat Ketetapan Pajak Nihil. Jadi, tentu kewajiban wajib pajak tetap mesti dijalankan walaupun ingin mengajukan gugat dan banding. Kemudian, pengambilan keputusan tidak dilakukan secara asal-asalan, diputuskan dengan dua acara yakkni biasa dan cepat, selain itu didukung dengan beragam pembuktian kuat, mengikuti Undang-Undang, dan musyawarah para majelis. Walauoun mengikuti berbagai rangkaian aturan, sengketa pajak di Indonesia dapat menghasilkan kegagalan dalam sengketa bagi satu pihak dan keberhasilan bagi satu pihak. Walaupun keberhasilan dan kegagalan dirasakan hanya satu pihak saja, namun putusan yang dihasilkan tentunya harus tidak terlalu merasa membebankan pihak lain atau mendukung sebelh pihak saja, maka pengadilan pajak harus netral.
3. 2. Saran Diharapkan dalam penyelesaian sengketa pajak tetap menjamin kejujuran dan keadilan disetiap pertimbangan sebelum mencapai suatu putusan akhir, hakim tetap netral dalam menelaah dan meyakinkan diri terhadap bukti-bukti yang ada, persidangan tetap berjalan dengan kondusif dan efektif , serta patuh terhadap aturan dan Undang-Undang yang berlaku disetiap detil persidangan. 28
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, Ebta. 2012-2018. “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) : sengketa”. Jakarta: kbbi.com Dewi,
Dyah
Adriantini
Sintha.
“Penyelesaian
Sengketa
Pajak”.
Jakarta:
media.neliti.com Asriyani. 2017. Jurnal: Upaya Hukum dalam Penyelesaian Sengketa Pajak. Palu: Universitas Tadulako Asriyani.
2017.
“Upaya
Hukum
Dalam
Penyelesaian
Sengketa
Pajak”.
Jurnal.untad.ac.id Rosdiana, Haula dan Edi Slamet Irianto. 2012. Pengantar Ilmu Pajak: Kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada Pamungkas, Hanggoro. 2011. Jurnal: Penyelesaian Sengketa Pajak. Jakarta: Universitas Bina Nusantara “Pemeriksaan Dalam Persidangan Pengadilan Pajak”. Jakarta Selatan: ikpi.or.id, Seri-04 Pemeriksaan Dalam Persidangan Pengadilan Pajak 2018. “Frequently Ask Questions”. Jakarta: kemenkeu.go.id https://ptun-jakarta.go.id/wpcontent/uploads/file/berita/daftar_artikel/Peninjauan%20Kembali%20Dalam%20Sen gketa%20Pajak.pdf http://www.pajak.go.id/content/257-penyelesaian-sengketa-pajak https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-1484527/bumi-kalah-di-pengadilanpajak--
29
https://news.ddtc.co.id/5-masalah-pengadilan-pajak-dan-alternatif-solusinya-11812 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/independensi http://download.portalgaruda.org/article.php?article=326896&val=6470&title=ANA LISIS%20PENYELESAIAN%20SENGKETA%20BANDING%20ATAS%20KASU S%20PAJAK%20PERTAMBAHAN%20NILAI%20DI%20PENGADILAN%20PAJ AK%20(STUDI%20KASUS%20PT%20OP) http://www.setpp.kemenkeu.go.id/statistik https://media.neliti.com/media/publications/23266-ID-penyelesaian-sengketapajak.pdf journal.binus.ac.id/index.php/BBR/article/download/1162/1029
https://www.kompasiana.com/kangagus/553879346ea8341364da42d0/membacafakta-sengketa-pajak-bca
30