Makalah Persaingan Pasar Monopoli Mk Ekonomi Manajerialr

  • Uploaded by: Iin Mochamad Solihin
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Persaingan Pasar Monopoli Mk Ekonomi Manajerialr as PDF for free.

More details

  • Words: 2,378
  • Pages: 12
Korelasi Antara Hak Siar Eksklusif Dengan Larangan Penguasaan Pasar (Studi Kasus Monopoli Siaran Liga Inggris oleh Astro TV) Pendahuluan Latar Belakang Pemahaman monopoli bagi sebagian besar orang ialah sesuatu yang bersifat negatif. Dalam Undang-Undang No. 5 tahun Tahun 1999 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan monopoli ialah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha. Monopoli dapat muncul dalam berbagai bentuk dan cara. Yang pertama ialah yang terjadi karena memang dikehendaki oleh hukum, sehingga disebut monopoly by law. Kedua ialah monopoly by nature, monopoli yang lahir dan tumbuh secara alamiah karena didukung oleh iklim dan lingkungan yang cocok. Bentuk yang ketiga ialah monopoly by license. Monopoli yang terakhir ini diperoleh melalui lisensi dengan menggunakan mekanisme kekuasaan . Dari ketiga bentuk monopoli ini yang paling sering mencuat ialah jenis yang ketiga. Kemudian, hal-hal yang dilarang oleh UU No.5/1999 ada tiga golongan : 1. Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar. 2. Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar. 3. Posisi dominan di pasar. Salah satu yang diatur dalam UU No.5/1999 ialah adanya beberapa perjanjian yang dilarang. Beberapa di antaranya ialah; perjanjian bersifat oligopoli, penetapan harga, pembagian wilayah, pemboikotan, kartel, trust, bersifat oligopsoni, mengatur integrasi vertikal, tertutup, dan perjanjian dengan pihak luar negeri. Dalam tulisan ini masalah yang diangkat khususnya perjanjian yang dilakukan dengan pihak luar negeri, yang mana pihak luar negeri tersebut memiliki hak eksklusif terhadap seuatu produk barang atau jasa. Pasal 16 meneyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau praktek persaingan usaha tidak sehat.

Pembahasan Monopoli dan Hal-Hal Yang Dilarang Monopoli adalah keadaan di mana seseorang menguasai pasar, di mana pasar tersbut tidak tersedia lagi produk substitusi atau produk substitusi yang potensial, dan terdapatnya kemampuan pelaku pasar tersebut untuk menerapkan harga produk tersebut yang lebih tinggi, tanpa mengikuti hukum persaingan pasar atau tentang hukum permintaan dan penawaran pasar . Dari suatu definisi dapat ditarik menjadi suatu keadaan yang lebih khusus lagi yakni suatu proses monopolisasi. Untuk menilai berlangsungnya suatu proses monopolisasi, sehingga dapat terjadi suatu bentuk monopoli yang dilarang ada beberapa hal yang harus diperhatikan : 1. Penentuan mengenai pasar yang bersangkutan (the relevant market) 2. Penilaian terhadap keadaan pasar dan jumlah pelaku usaha 3. Ada tidaknya “kehendak” untuk melakukan monopoli oleh pelaku usaha tertentu tersebut.

Posisi dominan ialah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar yang bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar yang bersangkutan dalam kaitannya dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk meyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu . Hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut (1) Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang terdiri dari : (a) Oligopoli (b) Penetapan harga (c) Pembagian wilayah (d) Pemboikotan (e) Kartel

(f) Trust (g) Oligopsoni (h) Integrasi vertikal (i) Perjanjian tertutup (j) Perjanjian dengan pihak luar negeri (2) Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar, yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut : (a) Monopoli (b) Monopsoni (c) Penguasaan pasar (d) Persekongkolan (3) Posisi dominan, yang meliputi : (a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing (b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi (c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar (d) Jabatan rangkap (e) Pemilikan saham (f) Merger, akuisisi, konsolidasi Perjanjian Yang Dilarang Jika dibandingkan dengan pasal 1313 KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan ”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut. Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan

conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli . Perjanjian yang dilarang dalam UU No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebgai berikut :

(a) Oligopoli (b) Penetapan harga (c) Pembagian wilayah (d) Pemboikotan (e) Kartel (f) Trust (g) Oligopsoni (h) Integrasi vertikal (i) Perjanjian tertutup (j) Perjanjian dengan pihak luar negeri

Dalam hal ini penulis akan lebih menyoroti tentang perjanjian dengan pihak luar negeri terkait dengan studi kasus yang ditelaah, yakni kasus monopoli siaran liga Inggris yang dilakukan oleh Astro TV. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau praktek persaingan usaha tidak sehat . Dengan demikan perjannjian dengan pihak luar negeri sebenarnya sah-sah saja dengan syarat perjanjian yang dibuat tidak menimbulkan praktek monopoli atau persaingan bisnis yang tidak sehat. Hal yang perlu dicermati ialah tidak adanya penjelasan lebih lanjut mengenai pasal 16 ini. Yang paling utama ialah, status pihak luar negeri atau pihak lain di luar negeri. Hal ini jelas berbeda, ”pihak luar negeri” dapat diartikan sebagai status atau kewargaan, jadi dapat berarti pelaku usaha, badan usaha, orang perorangan, yang bukan warga negara Indonesia, sedangkan ”pihak lain di luar negeri” dapat diartikan dengan lokasi di mana pihak tersebut berada atau di mana perjanjian tersebut dibuat

Di samping itu, apabila terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Anti Monopoli ini, apakah hanya pelaku usaha Indonesia saja yang dapat ”diadili” oleh pihak yang berwenang? Lantas bagaimana dengan pihak luar negeri yang membuat perjanjian dengan pelaku usaha Indonesia tersebut. Jika dibandingkan dengan Sherman Act, bukan hanya pelaku usaha Amerika Serikat sja yang dapat diadili namun pihak asing yang membuat pelanggaran dapat diproses ke pengadilan apabila melakukan pelanggaran . Hak Siar Eksklusif atau Hak Publik Dalam diskurus ilmu komunikasi terdapat dua aliran besar ekonomi politik media massa, yakni liberal dan kritikal. Liberal political ecomony lebih melihat perubahan sosial dan transformasi sejarah sebgai suatu doktrin dan seperangkat prinsip untuk mengorganisasi dan menangani ekonomi pasar, guna tercapainya suatu efisensi yang maksimum, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan individu. Sedangkan critical pollitical economy meliha relasi antara agensi dan struktur lebih dinamis. Dinamisasi ini melahirkan tiga aliran yang berkembang, yakni instumentalis, strukturalis, dan konstruktivis . Menurut Habermas pada awalnya media dibentuk dan menjadi bagian intgrasi dari public sphere, tetapi kemudian dikomersialkan menjadi komoditas (commodified) melalui distribusi secara massal dan menjual khalayak massa ke perusahaan periklanan sehingga media menjauh dari peran public sphere . Civil society juga dapat diwujudkan dengan menggerakkan dinamika kehidupan publik yang berbasis nilai kultural. Ada dua cara, positf dan negatif, yang positif yakni membangun otonomi dan indpendensi institusi sosial. Dan yang kedua ialah dengan cara negatif, yaitu dominasi dan monopoli kekuasaan pasar harus dijauhkan dari kehidupan publik . Kemudian mengenai status hukum tentang hak siar eksklusif dimasukkan ke dalam Nighboring Rights. Dalam terminologi lain Neighboring Rights dirumuskan juga sebgai Rights Related to,or “neighboring on” copy rights (hak yang ada kaitannya, yang ada hubungannya dengan atau “berdampingan dengan” hak cipta)

Dalam Neighboring Rights terdapat 3 hak yaitu :

1. The rights of performing artists in their performances (hak penampilan artis atas penampilannya) 2. The rights producers of phonogroms in their phonogroms (hakl produser rekaman suara atas fiksasi suara atas karya rekaman suara tersebut) 3. The rights of broadcasting organizations in their radio and television broadcsat (hak lembaga penyiaran atas karya siarannya melalui radio dan televisi) Tidak ada perbedaan yang tajam antara hak cipta (copy rights) dengan neigboring rights. Sebuah karya pertunjukan atau karya seni lainnya yang disiarkan oleh lembaga penyiaran, di dalamnya terdapat perlindungan hukum kedua hak ini. Copy rights berada di tangan pencipta atau oprodusernya, sedangkan neighboring rights dipegang oleh lembaga penyiaran yang mengumandangkan siaran tersebut. Dalam pasal 49 Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta secara rinci diuraikan tentang ruang lingkup atau cakupan Neighboring rights yang meliputi : 1. Pelaku memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/atau gambar pertunjukannya. 2. Produser Rekaman Suara memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan Karya Rekaman suara atau rekaman bunyi. 3. Lembaga Penyiaran memiliki hak eksklusif untuk memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuannya membuat, memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siarannya melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau melalui sistem elektromagnetik lain. Khusus dalam kaitannya dengan perlindungan neigboring rights dan televisi dapat menyiarkan hasil rekaman dengan membayar royalti kepada pemegang hak eksklusif. Pemegang hak eksklusif itu adalah lembaga penyiaran pertama atau untuk pertamakalinya menyiarkan acara tersebut.

Adapun hak-hak yang dimiliki oleh lembaga penyiaran tersebut itu adalah : 1. Moral Rights, merupakan hak dari seorang performer untuk disebutkan namanya dalam kaitannya dengan pertunjukan mereka dan hak untuk menolak kerugian yang ditimbulkan akubat dari pertunjukan mereka 2. Exclusive Rights, dalam hal reproduksi, distribusi, rental dan rekaman suara secara on-line (on-line availability of sound recording) terhadap pertunjukan mereka. 3. hak untuk memperoleh pembayaran yang wajar dari siaran dan komunikasi kepada khalayak dari penayangan ulang siaran mereka. Pembayaran royalti adalah merupakan salah satu bentuk implementasi ditegakkannya pengakuan atas hak cipta secara umum dan secara khusus penegakan hak atas neighboring rights di kalangan lembaga penyiaran. Hal ini juga tak lain dalah konsekuensi logis akibat berlakunya ketentuan TRIPs di Indonesia, lagi pula Indonesia adalah salah satu peserta penandatangan konvensi ROMA yang di dalamnya mengatur ketentuan tentang masalah neighboring rights ini . Dugaan Penguasaan Pasar Monopoli di tangan Astro memang mengubah kebiasaan masyrakat banyak. Kini hanya mereka yang sanggup membayar Rp. 200 ribu per bulan dengan berlangganan Astro yang dapat menyaksikan sebuah liga sepakbola yang sering disebut sebagai paling kompetitif dan atraktif di dunia tersebut. Mayoritas penggemar lainnya akan hanya bisa mendengarkan cuplikan beritanya, karena satu alasan sederhana: tarif berlangganan itu terlalu tinggi untuk kondisi ekonomi mereka yang memang sangat terbatas. Namun tentu saja, yang mengeluh bukan hanya kaum miskin. Isu ini juga diangkat oleh para pengelola lembaga penyiaran berlangganan pesaing Astro yang kehilangan salah satu program unggulan mereka. Yang dikuatirkan, monopoli di tangan Astro akan merebut pangsa pasar yang jumlahnya sudah sangat terbatas .

Dalam studi kasus monopoli siaran liga Inggris yang dilakukan oleh Astro TV banyak pasal yang bisa dikaitkan atau dikenakan, dalam pasal 19 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa : a. menolak dan atau menghalangai pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan b. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat Ada dua aspek tentang penyiaran Liga Inggris, yaitu ada hak publik dan sisi keadilan berbisnis. Hak publik harus segera dikembalikan ke publik. Masyarakat tidak mau tahu mengenai tender internasional hak siar Liga Inggris yang dimenangkan oleh ESPN Star Sport, dan untuk Indonesia hak siar tersebut dipegang hanya oleh Astro. Masyarakat hanya mengharapkan mereka bisa melihat siaran Liga Inggris dengan mudah dan gratis di TV mana pun. Mengenai aspek kedua terkait Liga Inggris, adalah dari sisi keadilan berbisnis. Hal inilah yang akan dibawa dan diselesaikan ke KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) . Pasal lanjutan yang dikenakan adalah mengenai persekongkolan, bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain unyuk mengatur dan atau menentukan pemenag tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat . Dugaan diluncurkan para pihak yang merasa dirugikan karena diduga proses pemberian hak siar ekslusif dari ESS kepada Astro, tidak melalui mekanisme competition for the market yang wajar. Mengenai penjualan hak siar Liga Inggris kepada Astro ini, berkembang di kalangan pertelevisian bahwa diduga dana pembelian ESS ketika memenangkan lelang tayangan Liga Inggris berasal dari Astro, sementara pihak ESS hanya bertindak sebagai broker saja .

Kesimpulan

Dari berbagai telaah yang dilakukan dan dikaji, penulis berkenan untuk menulis beberapa kesimpulan terkait monopoli siaran Liga Inggris yang dilakukan oleh Astro TV. Pertama, bahwa penyiaran siaran sepakbola Liga Ingris yang dilakukan oleh hanya satu-satunya tv terrestrial, yakni Astro TV jelas telah merenggut kebebasan publik untuk menikmati dan mengetahui informasi sesuatu. Nilai publik yang terpinggirkan ini jelas berbahaya dan merugikan. Karena dengan begitu, secara logis hanya para pelaku usaha yang memiliki modal besar yang dapat menguasai pasar, dan memaksakan siarannya atas nama “hak siar eksklusif”. Kedua, permainan tender yang dilakukan oleh Astro TV sungguh mencederai sisi keadilan bisnis. Apabila memang benar ada tender, maka pelaku usaha lain akan berusaha mendapatklan produk tertentu secara maksimal, dan tentunya pasar yang bersangkutan akan semakin kompetitif. Ketiga, kepercayaan terhadap kinerja pemerintah yang patut dikaji lebih lanjut. Contohnya adalah dalam pasal 16 UU No.5/1999, yang secara rancu menyebutkan pihak lain di luar negeri atau pihak luar negeri. Dengan adanya ketidakjelasan ini, masyarakat patut mempertanyakan legitimasi pemerintah. Yang terakhir adalah imbasnya kepada masyarakat, khususnya masyarakat golongan ekonomi mengah ke bawah (low-end). Pada musim sebelumnya, 2006/2007, siaran liga Ingggris dapat disaksikan di TV nasional (tidak berbayar), secara gratis. Dengan adanya monopoli ini, hanya masyarakat yang mampu membayar Rp. 200 ribu saja yang mampu menikmati siaran ini. Jelas ini memojokkan kepentingan masyarakat menengah ke bawah. Bahkan untuk menikmati siaran sepakbola saja mereka tidak diperbolehkan. Sebuah diskriminasi hak dalam bentuk yang lain.

Daftar Pustaka

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja., Seri Hukum Bisnis : Anti Monopoli, 1999, PT RajaGrafindo Persada. Jakarta, Munir Fuady, HUKUM ANTI MONOPOLI: Menyongsong Era Persaingan Sehat, 1999, Citra Aditya Bakti, Bandung. Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Tinjauan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999), Citra Aditya Bakti, Bandung. Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, Prenada Media, Jakarta, 2005. Hal.83 Oliver Boyd-Barret, Approach to Media : A Reader, New York, 1995. Hal 239-240. S. Djuarsa Senjaja dan Ashadi Siregar, Kumpulan Makalah Seminar Televisi Publik, UGM, Yogyakarta, 2001.Hal.3 International Bureau of WIPO, International Protection of Copyrights and Neighboring Rights, WIPO/CNR/ABU/93/92. H. OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1995 Ade Armando, Astro Liga Inggris, dan Hak Publik, Koran Tempo, 23 Agustus 2007. ANTARA, Menkominfo Minta Astro Berikan Publik Hak Tonton Liga Inggris. Hukumonline.com, Paket untuk TV Terrestrial telah Disampaikan ke Depkominfo, UU No.5/1999 tentang Anti Monopoli

PERSAI

Diaj

Do

Related Documents


More Documents from "Irfan Aji P"