BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Setiap keterampilan itu berhubungan erat pula dengan proses-proses berfikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikirannya. Semakin terampil seseorang berbahasa, semakin cerah dan jelas pula jalan pikirannya. Keterampilan hanya dapat diperoleh dan dikuasai dengan praktek dan banyak latihan. Melatih keterampilan berbahasa berarti berlatih pula keterampilan
berfikir.
(Tarigan,
1980:1;
Dawson
{et
al},
1963:
27). Pembelajaran peningkatan keterampilan berbahasa dikembalikan pada peningkatan keterampilan berbahasa. Dalam memperoleh keterampilan berbahasa, biasanya kita melalui suatu hubungan urutan yang teratur: Mulamula pada masa kecil kita belajar menyimak bahasa, kemudian berbicara, sesudah itu kita belajar membaca dan menulis. Menyimak dan berbicara kita pelajari pada saat sebelum memasuki sekolah. Linguis berkata bahwa “speaking is language”. Berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan seseorang, yang hanya didahului dengan keterampilan menyimak. Berbicara sudah barang tentu berhubungan erat dengan kosa kata yang diperoleh oleh seseorang; melalui kegiatan menyimak dan membaca. Kekurang matangan dalam perkembangan bahasa juga merupakan suatu keterlambatan dalam kegiatankegiatan berbahasa. Perlu kita sadari pula bahwa keterampilan yang diperlukan bagi kegiatan berbicara aktif yang efektif banyak persamaan dengan yang dibutuhkan bagi komunikasi efektif.
Debat adalah sebuah tahapan yang harus dilalui oleh penyedia jasa konstruksi untuk dapat mengerjakan sebuah proyek. Di dalam proses debat ini penyedia jasa konstruksi atau calon kontraktor mengajukan penawaran agar dapat pemahaman tentang debat dan penggunaan keterampilan bahasa
memperoleh proyek tersebut. Namun dalam proses debat sering terjadi kesalahan-kesalahan yang dilakukan peserta debat. Hal ini diakibatkan karena pemahaman terhadap bahasa yang kurang baik, sehingga kurang di perhatikan oleh para owner.
1.2 RUMUSAN MASALAH Rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah: 1. Apa yang dimaksud dengan dabat? 2. Apa saja norma-norma debat?
1.3 TUJUAN Makalah ini disusun dan dipresentasikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Berbicara
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN DEBAT Setelah anggota suatu kelompok mempergunakan teknik diskusi untuk mencapai penyelesaian yang paling baik terhadap suatu masalah, maka mereka pun memakai prinsip-prinsip debat untuk mempengaruhi orang lain di luar kelompok untuk menerima usul yang terpilih itu. Teknik yang satu tidak dapat digantikan oleh yang lainnya. Keduanya mempunyai bidang masingmasing yang tidak dapat dipertukarkan.
Pada dasarnya debat merupakan suatu latihan atau praktik persengketaan dan kontroversi. Debat merupakan suatu argumen untuk menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung atau alternatif, dan ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkalan atau negatif. Biasanya ada dua tim yang masing-masing mempunyai tiga orang anggota. Setelah batasan setiap istilah ditentukan, maka kedua tim tersebut mempersiapkan laporan-laporan singkat mereka yang ada kaitannya dengan masalah-masalah yang bersangkutan. Pembicara pertama mengemukakan kasus bagi afirmatif serta menyatakan masalah-masalah yang harus di perhatikan oleh kedua rekannya. Begitupula pihak negatif pun membuat
persiapan
yang
sama. Seorang
pembicara, penangkis
atau
penyangkal pun dipilih dari pihak, dan setelah pidato-pidato resmi disajikan, para
pembicara
penangkas
pun
mengemukakan
sangkaln-sangkalan
mereka. Suatu persiapan yang matang jelas sangat diperlukan.
Diskusi terlukis dengan jelas di dalam pertimbangan-pertimbangan mendalam yang dilakukan oleh suatu komite yang menangani tugas pengkajian serta penganjuran suatu kebijaksanaan bagi seluruh kelompok atau organisasi orang tua. Debat terlukis dengan jelas dalam pembicaraanpembicaraan atau pidato-pidato yang pro dan kontra dalam organisasi yang
lebih
besar
sebelum
diadakan
pemilihan
atau
pemungutan
suara
dilangsungkan, menentukan kebijaksanaan yang mana yang akan diterima. Pada dasarnya debat merupakan suatu latihan atau praktek persengketaan atau kontroversi. 2.2 PENGGUNAAN DEBAT Dalam masyarakat demokratis, debat memegang peranan penting dalam:
Perundang-undangan. Amandemen-amandemen dapat diketengahkan dan debat perlu tidaknya mengenai amandemen-amandemen akan mendahului tindakan yang akan diambil terhadapnya. Kalau dalam perdebatan kedua belah pihak mengemukakan suatu analisis yang lengkap mengenai kegunaan dan kelemahan rencana undang-undang itu, maka para pembuat undangundang
(legislator)
haruslah
siap
melaksanakan
pemungutan
suara (voting) terhadap masalah itu.
Politik. Selama kampanye-kampanye politik berlangsung, debat-debat bersama memudahkan para pemilih atau pemberi suara mendengar para calon yang
bertentangan
saling
mempertahankan
pendapat
dan
menyerang kelemahan lawan.
Bisnis. Dewan pimpinan dan komite-komite eksekutif dalam suatu perusahaan, disamping diskusi, mempergunakan juga debat untuk memperoleh keputusan dalam berbagai kebijakan.
Hukum. Dalam kantor-kantor pengadilan, kehidupan seseorang sering kali tergantung pada debat yang terjadi antara pihak penuntut dan pembela, dimuka dewan juri atau hakim, hak-hak milik, hak-hak penduduk, tuntutan-tuntutan kerugian, dan banyak lagi masala h kewarganegaraan yang membutuhkan keputusan hakim.
Pendidikan. Pada beberapa kampus perguruan tinggi di universitas, debat telah menjadi suatu sarana penting untuk memperkenalkan komunitas atau
masyarakat
tersebut
dengan
masalah-masalah
yang
hangat
diperbincangkan dalamkehidupan sehari-hari. Debat yang demikian bermanfaat sekali apabila dibarengi oleh komentor-komentor yang terperinci, analitis oleh suatu panel yang terdiri dari tiga atau empat orang ahli dan dilanjutkan dengan forum tanya jawab. (Mulgrave, 1954 :64-65)
2.3 JENIS-JENIS DEBAT Berdasarkan bentuk maksud dan metodenya debat diklasifikasikan menjadi: (a). Debat parlementer/majelis; (b). Debat pemeriksaan ulangan untuk mengetahui kebenaran pemeriksaan terdahulu; dan (c). Debat formal, konvensional, atau debat pendidikan. Ketiga tipe ini dipergunakan di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, namun debat parlementer merupakan ciri-ciri badan legislatif. Debat pemeriksaan ulangan adalah suatu teknik yang dikembangkan di kantor-kantor pengadilan dan debat formal berdasarkan pada konversi-konversi debat bersama secarapolitis (Mulgrave, 1954 :650). a. Debat Majelis atau Debat Parlementer. Maksud dan tujuan debat majelis adalah untuk memberi dan menambah dukungan bagi undang-undang tertentu dan semua anggota yang ingin menyatakan pandangan dan pendapatnya, berbicara mendukung atau menentang usul tersebut setelah mendapat izin dari majelis. Pembatasanpembatasan waktu berdebat dapat diatur oleh tindakan parlementer majelis itu. b. Debat Pemeriksaan Ulangan Debat ini merupakan suatu bentuk perdebatan yang lebih sulit dan menuntut persiapan yang lebih matang dari pada gaya perdebatan formal.Prosedurnya adalah sebagai berikut:
Pembicara afirmatif yang pertama menyampaikan pidato resminya. Segera setelah itu, dia diperiksa dengan teliti oleh pembicara negatifyang pertama.
Setelah tujuh menit pemeriksaan, sang penanya diberi kesempatan selama empat menit untuk menyajikan kepada para pendengar pengakuan-pengakuan
apa
yang
telah
diperolehnya
dengan
pemeriksaan ulang itu. Dia dibatasi pada apa-apa yang telah diperolehnya secara aktual dengan pengakuan-pengakuan itu, dan tidak diperkenankan memperkenalkan fakta-fakta atau argumen-argumen baru.
Selanjutnya, anggota pembicara negatif yang kedua mengemukakan kasus negatif, dan seterusnya diteliti ulang oleh pembicara afirmatif yang kedua. Teknik ini memang agak sulit dan menuntut keterampilan berbahasa yang tinggi yang ada hubungannya dengan pokok permasalahannya. Maksud dan tujuan debat ini adalah mengajukan serangkaian
pertanyaan yang satu dan lainnya berhubungan erat, yang menyebabkan para individu yang ditanya menunjang posisi yang hendak ditegakkan dan diperkokoh oleh sang penanya. Setiap pertanyaan haruslah disampaikan dengan tepat dan jawabanya haruslah singkat, lebih disukai ya atau tidak. Batas
waktu
dari
setiap
pembicara
telah
ditetapkan
sebelumnya, biasanya 8-15 menit perorang. c. Debat Formal Tujuan debat formal adalah memberi kesempatan bagi dua tim pembicara untuk mengemukakan kepada para pendengar sejumlah argumen yang menunjang atau membantah suatu usul. Setiap pihak diberi jangka waktu yang sama bagi pembicara-pembicara konstruktif dan bantahan.
2.4 SYARAT-SYARAT SUSUNAN KATA PROPOSIS Proposisi atau usul menentukan ruang lingkup dan pembatasanpembatasan
suatu
perdebatan.
Bergantung
kepada tipe debat
yang
dilaksanakan, maka suatu usul mungkin merupakan suatu emosi, suatu resolusi, atau suatu rancangan undang-undang yang akan diputuskan oleh suatu majelis parlementer. Sang pembicara hendaklah meneliti agar usulnya sudah jelas memenuhi tuntutan-tuntutan atau syarat-syarat tersebut, yaitu:
1) Kesederhanaan Usul-usul yang rumit dan berbelit menyebabkan analisis yang sukar. Semakin sederhana suatu pernyataan maka semakin bergunalah bagi perdebatan yang sedang berlangsung. 2) Kejelasan Pernyataan-pernyataan yang samar-samar dan tidak jelas menimbulkan beragam
penafsiran
yang
timbul
dalam
perdebatan
yang
membingungkan. 3) Kepadatan Kata-kata hendaklah dipergunakan sedikit dan sepadat mungkin. Terlalu bertele-tele atau panjang lebar akan mengakibatkan suatu usul menjadi tidak praktis dan menyebabkan salah pengertian. 4) Susunan kata afirmatif Usul yang negatif seakan-akan dapat memutar balikkan posisi-posisi afirmatif dan negatif. Susunan kata suatu usul hendaklah bersifat afirmatifatau mengiyakan jangan bersifat negatif atau meniadakan. 5) Pernyataan Deklaratif Suatu pernyataan yang tegas lebih disukai, lebih baik daripada suatu pertanyaan. Pertanyaan pada umumnya dipergunakan bagi diskusi karena maksud dan tujuannya adalah menyelidiki. Pernyataan diperlukan bagi debat karena maksud dan tujuan adalah untuk menyokong dan membela. 6) Kesatuan Sebuah gagasan tunggal sudah cukup bagi satu perdebatan. Misalnya usul “Badan pembuat undang-undang haruslah mengadakan pemilihan wajib dan haruslah membuat regristrasi tetap” mengandung dua pokok perdebatan yang berbeda: “pemilihan wajib” dan “registrasi tetap”. 7) Usul Khusus Usul-usul yang bersifat umum akan mengakibatkan perdebatanperdebatan yang terpencar dan tidak memuaskan. 8) Bebas dari Prasangka Bahasa yang berprasangka akan memperkenalkan asumsi-asumsi atau pelanggaran yang tidak tepat ke dalam usul.
9) Tanggung jawab untuk memberikan bukti yang memuaskan terhadap afirmatif Susunan kata usul hendaknya dibuat sebaik dan secepat mungkin sehingga pembicara afirmatif akan menganjurkan serta menyokong suatu perubahan.
2.5 POKOK-POKOK PERSOALAN Untuk
memperoleh
pokok-pokok
persoalan
yang
menarik
serta
merangsang bagi suatu perdebatan, pembicara sepatutnya mempertimbangkan masak-masak mengapa usul atau proposisi yang dikemukakannya merupakan masalah penting bagi perdebatan pada saat ini. Pembicara haruslah membatasi secara tegas dan tepat segala istilah yang terdapat pada proposisi tersebut. Dia harus menentukan dengan tegas apa yang harus diakui/diterima, dilepaskan, atau dikeluarkan karena tidak ada hubungannya dengan masalah yang dikemukakan. Masalah-masalah utama akan membuahkan pokok-pokok persoalan dasar dalam perdebatan dan selanjutnya membimbing ke arah pokok-pokok persoalan tambahan. Terhadap usul-usul yang ada kaitanya dengan kebijaksanaan, biasanya tiga persediaan pokok persoalan dapat dimanfaatkan, yaitu: a. Apakah diperlukan suatu perubahan. b. Apakah usul itu menawarkan terbaik yang mungkin dibuat. c. Apakah usul itu memberikan kerugian-kerugian yang lebih besar ketimbang keuntungan-keuntungan yang diharapkan.
2.6 PERSIAPAN LAPORAN SINGKAT Hal ini dimaksudkan untuk merekam bentuk kalimat uraian mengenai usul yang diajukan oleh pembicara. Laporan singkat dapat mencerminkan yang sewajarnya, maka seorang pembicara pun telah mengetahui setiap aspek masalah yang berhubungan dengan masalah lainnya. Pembicara hendaklah mempersiapkan laporan singkat afirmatif dan negatif untuk mengetahui kasus bagi kedua belah pihak.
1.
Bentuk dan pengembangan laporan Laporan singkat hendaknya mempergunakan simbol-simbol yang tetap dengan susunan: angka-angka romawi, huruf-huruf kapital, hurufhurufarab, dan huruf-huruf non kapital. Dalam pendahuluan hubungan maju langkah demi langkah dari umum ke khusus menuju penalaranpenalaran terhadap fakta-fakta. Segala pernyataan haruslah diserasikan dengan baik.
2.
Bagian-bagian laporan Suatu laporan terdiri atas tiga bagian, yaitu: a)
Pendahuluan Yang biasanya terdiri dari:
b)
alasan pengadaan diskusi.
asal usul masalah.
batasan istilah-istilah.
masalah yang diakui.
hal-hal yang tidak relevan.
pendirian-pendirian utama pihak afirmatif.
pokok-pokok permasalahan.
Isi Isi laporan membuat argumen-argumen dan fakta-fakta penunjang bagi pihak afirmatif dan negatif. Argumen utama merupakan jawaban-jawaban terhadap pokok-pokok persoalan. Untuk menguji hubugan setiap argumen kata sebab atau karena dapat disisipkan di belakang setiap pernyataan dalam isi laporan.
c)
Kesimpulan Kesimpulan laporan mengikhtiarkan secara berurutan argumentargumen utama dalam bentuk “anak kalimat sebab“ atau “klausa selagi” yang diikuti atau “maka dengan demikian”. Bagian afirmatif dan negatif masing-masing mempunyai kesimpulan sendiri, yang jelas bertentangan satu dan lainnya.
2.7 PERSIAPAN PIDATO DEBAT Para anggota debat haruslah mempersiapkan dua jenis pidato yang berbeda yaitu: 1.
PidatoKonstruktif Setiap anggota debat haruslah merencanakan suatu pidato konstruktif yang diturunkan dari argument-argumen dan fakta-fakta dalam laporannya serta disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan para pendengarnya
maupunargumen-argumen
yang
timbul
dari
para
penyanggahnya. Pidato-pidato hendaklah tetap bersifat fleksibel pada pendahuluan sanggahan kalau perlu dan juga bagi kesinambungan penyesuaian terhadap argumen-argumen yang dikemukakan oleh oposisi. Karena waktu yang tersedia bagi pembicara atau pidato debat memang terbatas, masalah yang dipilih serta usul yang diajukan dalam pengembangan kasus merupakan pertimbangan-pertimbangan penting, merupakan konsiderasi-konsiderasi utama. Hal-hal yang harus ditekankan, faktafakta yang paling persuasif, minat serta kepercayaan umum atau khusus para pendengar yang dapat dimanfaatkan, serta susunan ide-ide yang akan dapat menimbulkan daya pikat yang paling kuat.
Untuk menemui serta memenuhi segala tuntutan bagi persiapan pidatonya, pembicara debat hendaklah menelaah baik masalah-masalah yang bersifat argumentatif maupun yang persuasif. Di mana akan menemui segala hal yang perlu sekali bagi persiapan pidato, dalam pembuktian kasusnya, dalam penemuan oposisi, dan dalam menarik perhatian serta meyakinkan para pendengar.
2.
Pidato Sanggahan Dalam pidato sanggahan tidak diperkenankan adanya argumentargumen konstruktif yang baru. Akan tetapi fakta-fakta tambahan demi memperkuat yang telah dikemukakan dapat diperkenalkan dalam mengikhtisarkan kasus tersebut.
Pidato sanggahan tidak dapat dikatakan baik dan sempurna kalau ternyata gagal memperlihatkan kekuatan kasus tersebut secara keseluruhan.
Sang
pembicara
hendaknya
mengakhiri
serta
menyimpulkan pembicaraannya dengan cara mengarahkan kembali perhatian para pendengar kepada pokok-pokok persoalan utama dalam perdebatan itu dan dengan jalan memperlihatkan secara khusus bagaimana pembuktiannya menjawab masalah-masalah tersebut secara lebih memuaskan ketimbang yang dilakukan oleh kasus penentang atau oposisinya itu.
2.8 SIKAP DAN TEKNIK BERDEBAT Para anggota debat yang tidak berpengalaman sering kali menimbulkan kebencian para pendengar karena sikap mereka yang suka bertengkar, suka bercekcok, dan menganggap dirinya selalu benar. Seorang pedebat haruslah bersifat rendah hati, wajar, ramah, dan sopan tanpa kehilangan kekuatan dalam argumen-argumennya. Dia harus menghindarkan pernyataan yang berlebih-lebihan terhadap kasusnya dan mempergunakan kata-kata dan ekspresi-ekspresi yang samar-samar yang tidak di kehendaki oleh fakta-fakta nya. Dalam hal ini mereka menghadapi kemungkian dan bukan kepastian mereka harus yakin bahwa tidak mengemukakan sesuatu yang tidak ingin dan tidak dapat diterima oleh para pendengar. Para anggota debat tidak mengizinkan diri mereka berbuat marah karena adanya sindiran tajam ataupun tuduhan tidak langsung dari para lawan mereka. Sikap tenang dan santai serta sopan santun terhadap para lawan dan para pendengar akan menimbulkan kesan yang paling baik. Pada setiap peristiwa pembicara harus mengingat bahwa tujuan utamanya adalah komunikasi langsung dan persuasif dengan para pendengarnya. Harus dijaga benar-benar agar tujuan utama ini jangan tersingkir oleh hal-hal kecil yang tidak penting sama sekali.
2.9 KEPUTUSAN Dalam suatu badan legislatif, keputusan terhadap suatu perdebatan diadakan dengan cara pemungutan suara atau voting, resolusi, atau rancangan undang-undang. Dalam kantor pengadilan keputusan yang diambil oleh hakim atau juri. Dalam perdebatan-perdebatan yang berhubungan dengan pendidikan, keputusan mempunyai jenis yang beraneka ragam. Beberapa perdebatan diadakan tanpa suatu keputusan resmi di antaranya: 1.
Jenis-jenis
keputusan
pada
perdebatan
antar
perguruan
tinggi.
Pada perdebatan antar perguruan tinggi, keputusan dapat diambil dengan cara pemungutan suara dari pendengar, suatu komite hakim atau juri maka seorang hakim juga dapat menyajikan suatu kritik yaitu: a. Keputusan oleh para pendengar. Apabila suatu pemungutan suara dilemparkan kepada para pendengar, maka kepeda mereka dapat diminta untuk mengemukakan pendapat terhadap usul itu sendiri setelah mempertimbangkan argumen pada kedua belah pihak, atau kegunaan perdebatan, ataupun keduanya. b. Keputusan oleh para hakim. Karena para pendegar belum tentu merupakan orang yang ahli dalam teknik pengambilan keputusan mengenai manfaat perdebatan lebih baik keputusan seorang hakim yang ahli dalam teori perdebatan. Mereka mungkin mengadakan perundingan untuk mecapai suatu keputusan. c. Keputusan dengan kritik. Pada masa akhir ini telah sering diadakan keputusan dengan kritik. Seorang ahli mengenai argumentasi dan perdebatan diundang untuk memberikan suatu keputusan mengenai perdebatan itu dan suatu keputusan mengenai karya para pendebat. Diapun dapat mengomentari aspek dasar dan penampilan.
2.
Perdebatan tanpa keputusan resmi Diskusi itu akan memperlihatkan sampai di mana taraf dan kemampuan para pendengar dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan akan mencerminkan butir-butir yang belum dibuat jelas, serta argumenargumen yang tidak ditunjang secara memuaskan. Banyak perguruan
tinggi yang lebih mengutamakan perdebatan tanpa keputusan karena mereka ingin memusatkan perhatian terhadap pemberitahuan atau pelaporan kepada para pendengar saja. 3.
Pentingnya keputusan Orang-orang yang bertanggung jawab terhadap penataan perdebatan hendaknya
memilih
hakim-hakim
yang
berwenang
dan
tidak
berprangsangka sehingga keputusan yang diambil benar-benar jujur, adil dan tepat sasaran. Penekanan yang berlebihan akan mengubah program perdebatan dan membuatnya menjadi pertandingan belaka.
2.10 TURNAMEN DEBAT Turnamen debat mempunyai beberapa nilai yang berhubungan dengan pendidikan. Sebagai latihan tunggal suatu program debat memberi keuntungan yang tidak sedikit. Tetapi tujuan dari suatu masa perdebatan hal itu akan mengarah pada tujuan yang salah. Bahayanya ialah para pastisipan beranggapan bahwa keputusan yang memenangkannya merupakan kriteria utama keberhasilan. 1.
Prosedur turnamen debat Prosedur yang lazim di suatu turnamen debat ialah turut mengundang beberapa lembaga untuk mengirimkan suatu tim afirmatif dan suatu tim negatif. Bagi perdebatan mengenai sebuah suatu tema, pasanganpasangan yang berdebat sebaiknya adalah kelipatan empat, contohnya kita analogikan 16, masing-masing tim berarti mempunyai 16 perdebatan pada putaran pertama. Selanjutnya pada putaran kedua 16 tim pendebat dieliminasi oleh seorang hakim yang akhirnya didapatkan tim yang tersisih dan yang melanjutkan ke putaran kedua.
2.
Masalah-masalah dalam turnamen debat Yang menjadi masalah pokok turnamen debat ini adalah menemukan sejumlah hakim yang cukup berwenang untuk memberi keputusankeputusan yang akan mendapat respek. Masalah lain adalah daya tahan dari semua yang bersangkutan mewajibkan perdebatan
yang
berkesinambungan selama beberapa jam mengenai suatu masalah.
Ketika para anggota debat beranggapan tujuan utama karir berbicara mereka selaku mahasiswa tingkat prasarjana, perdebatan itu hendaklah mempertimbangkannya serta menyesuaikannya dengan tujuannya.
2.11 NORMA-NORMA DALAM BERDEBAT DAN BERTANYA 1. Norma-norma dalam berdebat Semua pembicara hendaknya memiliki: a. Pengetahuan mengenai pokok pembicaraan. b. Kemampuan menganalisis. c. Pengertian mengenai prinsip-prinsip argumentasi. d. Apresiasi terhadap kebenaran fakta-fakta. e. Kecakapan menemukan buah pikiran. f. Keterampilan dalam membuktikan kesalahan. g. Keterarahan, kelancaran dalam penyampaian pidato (Mulgrave, 1954:75).
2. Norma-norma bertanya a. Mengetahui yang akan didiskusikan sebelum bertanya. b. Bersungguh-sungguh dalam mencari informasi. c. Janganlah kita ingin menguji pembicara. d. Singkat dan tepat. e. Tidak terlalu berbelit-belit. f. Hindarkan pertanyaan dari prasangka emosional. g. Pertanyaan mempunyai tujuan tertentu yaitu mencari penjelasan dan fakta-fakta yang telah dikemukakan pembicara. h. Ajukanlah pertanyaan-pertanyaan khusus. i. Hindarkan cara berfikir yang tidak masuk akal dengan tidak untuk mendemonstrasikan keterampilan kita sendiri (powers,1951:311).
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa debat merupakan suatu argumen untuk menentukan baik tidaknya suatu usul tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung/afirmatif, dan ditolak, disangkal, oleh pihak lain yang disebut penyangkal atau negatif.
3.2 SARAN Penulis mempunyai saran-saran yaitu:
Sebaiknya dalam debat kita menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Jangan menggunakan emosi ketika berpendapat maupun menyanggah.
Menerima kritikan dan saran.