Makalah Pengantar Ekonomi Islam.docx

  • Uploaded by: Wiwi Nadia Putri
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Pengantar Ekonomi Islam.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,100
  • Pages: 15
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jual beli (bisnis) dimasyarakat merupakan kegiatan rutinitas yang dilakukan setiap waktu oleh semua manusia. Tetapi jual beli yang menurt hukum islam belum tentu semua orang muslim melaksanakannya. Bahkan ada pula yang tidak tahu sama sekali tentang ketentuan yang ditetapkan oleh hukum islam dalam hal jual beli (bisnis). Jual beli meupakan interaksi sosial antar manusia yang berdasarkan rukun dan syarat yang telah di tentukan. Jual beli diartikan “al-bai’,alTijarah dan al-Mubadalah”. Pada intinya jual beli merupakan suatu perjanjian tukar menukar barangatau benda yang mempunyai manfaat untuk penggunanya, kedua belah pihak sudah menyepakati perjanjian yang telah dibuat. Dasar hukum jual beli adalah al-Qur’an dan hadist sebagaimana di sebutkan dalam surah al-Baqarah ayat 275 : “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah di sebabkan mereka berkata (berpendapat). Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah pendahulu (sebelum datang larangan): dan urusannya (terserah) kepada Allaghuni-penghuni neraka;mereka kekal di dalamnya” (Q.S.Al-Baqarah:275).

Berdasarkan ayat tersebut dapat di ambil pemahaman bahwa Allah telah menghalalkan jual beli kepada hamba-hamba-Nya dengan baik dan melarang praktek jual beli yang mengandung riba.1 B. RUMUSAN MASALAH 1. Jelaskan definisi dari jual beli? 2. Apa landasan hukum jual beli ? 3. Apa saja rukun dan syarat-syarat jual beli? 4. Jelaskan bentuk-bentuk jual beli yang dilarang? C. TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mrenambah pengetahuan pembaca tentang definisi jual beli 2. Agar pembaca dapat mengetahui landasan hukum dari jual beli 3. Untuk meningkatkan pengetahuan pembaca tentang rukun dan syaratsyarat jual beli 4. Agar pembaca dapat mengetahui bentuk-bentuk jual beli yang dilarang

1

Wati Susiawati, 2017. Jurna Ekonomi Islam Vol 8, No. 2 November 2017. jual beli dalam konteks kekinian. h.172. di akses pada tanggal 10 Maret 2018, Pukul 19.15

BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN JUAL BELI Kata jual beli terdiri dari dua kata, yaitu jual dan beli. Kata jual dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-bay yaitu bentuk mashdar dari ba’a – yabi’u – bay’an yang artinya menjual. Adapun kata beli dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-syira’ yaitu mashdar dari kata syara yang artinya membeli. Dalam istilah fiqh, jual beli di sebut dengan al-bay yang berarti menjual, mengganti, atau menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Secara etimologi, , jual beli diartikan sebagai pertukaran sesuatu dengan yang lain untuk menukarkan sesuatu yang lain. Jual beli juga diartikan dengan pertukaran harta dengan harta atau dengan gantinya atau mengambil sesuatu yang di gunakannya itu.  Menurut Taqi al-Din Ibn Abi Bakar Ibn Muhammad al-Husyani, jual beli adalah pertukaran harta dengan harta yang di terima dengan menggunakan ijab dan qabul dengan cara yang di izinkan oleh syara.  Menurut Sayyid Sabiq jual beli adalah pertukaran harta dengan harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.  Menurut Abu Muhammad Mahmud al-Ayni, pada dasarnya jual beli merupakan penukaran barang dengan barang yang dilakukan dengan suka sama suka, sehingga menurut pengertian syara’, jual beli adalah tukar menukar barang atau harta secara suka sama suka.  Ada sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang jual beli (bisnis), di antaranya: Ulama Hanafiyah”jual beli adalah pertukaran harta dengan harta (benda) berdasarkan cara khusus (yang di bolehkan) syara’ yang disepakatai”. Menurut Imam Nawawi dalam al-majmu’ mengatakan ”jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”. Menukar

barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik atas dasar saling merelakan.2 Dari beberapa definisi jual beli di atas, kami dapat mengambil kesimpulan bahwa jual beli merupakan pertukaran barang dengan barang atau harta dengan harta atas dasar suka sama suka antara penjual dan pembeli sesuai dengan ketentuan yang di izinkan oleh syara’ atau hukum dalam islam. B. DASAR HUKUM JUAL BELI DALAM EKONOMI ISLAM Dasar hukum jual beli adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits, sebagaimana di sebutkan dalam surah Al-Baqarah ayat 275: “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah di sebabkan mereka berkata (berpendapat). Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah pendahulu (sebelum datang larangan): dan urusannya (terserah) kepada Allaghuni-penghuni neraka;mereka kekal di dalamnya” (Q.S.Al-Baqarah:275) Berdasarkan ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa Allah telah menghalalkan jual beli kepada hamba-hamba-Nya dengan baik dan melarang praktek jual beli yang mengandug riba. “ Hai orang-orang yang beriman janganlah kita saling memakan harta sesamamu dengan jalan batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sma suka diantara kita, dan janganlah kita membunuh dirimu sesunggunhya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (Q.S. An-Nisa:29). Allah mengharamkan kepada umat islam memakan harta sesama dengan jalan batil, kecuali dengan jalan batil, misalnya denga cara 2

Idri, Hadis Ekonomi, (cet. II ; Surabaya: Kencana, 2006) ,hal.155

mencuri, korupsi, menipu, merampok, memeras, dan dengan jalan lain yang tidak dibenarkan Allah, kecuali dengan jalan perniagaan atau jual beli dengan didasari atas dasar suka sama suka dan saling menguntungkan. Nabi SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bazzar yang berarti: Dari Rif ah Ibn Rafi sesungguhnya Rasulullah pernah di tanya “usaha apa yang paling baim?Rasulullah SAW menjawab “Usaha sesorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (jujur)”.(H.R. Al-Bazzar dan disahikan oleh Al-Hakim). Dalam hadits lain yang di riwayatkan oleh Imam Muslim yang berbunyi, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: Dari Hurairah RA. Rasulullah SAW mencegah dari jual beli melempar kerikil dan jual beli garar (H.R. muslim). Beradasarkan hadits diatas bahwa jual beli hukumnya mubah atau boleh, namun jual beli menurut Imam Asy Syatibi hukum jual beli bisa menjadi wajib dan bisa menjadi haram seperti ketika terjadi ikhtiar yaitu penimbunan barang sehingga persediaan dan harga melonjak naik.3 Dari beberapa definisi di atas dapat di simpulkan bahwa jual beli dalam islam hukumnya boleh dengan berdasar kepada al-qur’an dan alhadis. Namun, bisa menjadi haram apabila di jalankan tidak sesuai dengan hukum syara’ seperti praktek riba. C. RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI DALAM ISLAM a. Rukun Jual Beli Dalam Islam Rukun Jual Beli Dalam Islam yaitu :  Menurut Shalih Ibn Ghanim al-Sadlan, rukun jual beli dibagi menjadi tiga, yaitu Shighat yang berisi ijab dan qabul, dua pihak yang berakad, yaitu penjual dan pembeli, dan tempat akad, yaitu harga barang.

3

Shobirin, 2017. Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam Vol. 3, No. 2 Desember 2015. Jual Beli dalam Panadangan Islam. h.245. di akses pada tanggal 10 Maret 2018, Pukul 20.20

 Dalam menetapkan rukun jual beli di kalangan para ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama Hanafiyyah, rukun jual beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkan pertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan. Menurut meraka, yang menjadi rukun jual bei adalah kerelaan berhubungan dengan hati yang sering tidak kelihatan, maka di perlukan sesuatu yang dapat memberikan indikator (qarinah) yang menunjukkan tersebut dari kedua belah pihak dapat dalam bentuk perkataan ( iab dan qabul) atau dalam bentuk perbuatan, yaitu saling memberi (penyerahan barang dan penerimaan uang).  Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama adalah penjual (bai’), pembeli ( musytari’), ijab qabul, dan barang yang diperjual belikan (ma’qud’alayh), dan nilai tukar pengganti barang. Penjual dan pembeli adalah dua pihak bertransksi (aqidayn), dua orang yang berbeda yang berakal, baligh, dan tamyiz. Barang yang di jual harus sudah wujud atau ada, berupa benda yang bernilai atau bermanfaat bagi manusia dan dilindungi oleh hukum syari’ (mal mutaqawwam), milik sendiri dan bisa diserahkan pada saat akad (ma’qud ‘alayh). Ijab dan qabul dilaksanakan oleh orang yang berakal dan baligh atau tamyiz, dalam satu majelis dan dengan lafaz atau kalimat yang sesuai antara ijab da qabul sighat aqad). Harga nilai tukarnya jelas dan dapat diserah terimakan pada saat akad, serta dalam bentuk bukan barang yang diharamkan syar’i. b. Syarat-syarat jual beli dalam islam Di samping rukun, terdapat pula syarat-syarat jual beli dalam islam yaitu sesuatu yang harus ada pada setiap rukun jual beli. Menurut jumbar ulama syarat-syarat yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut:  Orang yang berakal (‘aqid), yaitu penjual dan pembeli. Baik penjual maupun pembeli diharuskan memenuhi syarat-syarat itu adalah : (a) Berakal (‘aqil) dan dapat membedakan (tamyiz). Oleh

sebab itu, jual beli orang gila, orang mabuk, dan anak kecil yang tidak dapat membedakan atau mumayyiz tidak sah. (b) Orang yang berakad harus cakap dalam bertindak hukum.  Syarat-syarat barang atau objek jual beli (ma’qud alayh). Barang yang diperjuabelikan harus memenuhi syarat-syarat berikut : a. Barang itu harus ada. Maka tidak sah menjual barang yang tidak ada atau belum ada. Hal ini dijelaskan dalam hadis nabi “jangan menjual sesuatu yang tidak ada padamu.” (HR. alBukhari) b. Benda yang diperjualbelikan itu harus miliknya sendiri atau milik orang lain yang diwakilinya. Jika benda yang diperjualbelikan tersebut bukan miliknya sendiri, menurut mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hambali, jual beli tersebut boleh dan sah dengan syarat harus mendapat izin pemiliknya. Akan tetapi, jika tidak mendapat izin dari pemiliknya, maka jual beli tersebut tidak sah. Sebagaimana hadis Rasulullah yaitu: “ Dari Abd. Allah ibn Dinar, katanya: aku mendengar Ibn ‘Umar r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda. “Barangsiapa membeli makanan, maka janganlah ia membeli (membayar)nya kecuali setelah ia menerima atau memegangnya.” (HR. Al-Bukhari) c. Barang tersebut dapat diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang telah disepakati bersama, ketika transaksi berlangsung, kemampuan untuk menyerahkan barang di isyaratkan tidak ada kesulitan. d. Barang tersebut bisa diketahui oleh penjual dan pembeli. Mengetahui di sini adakalanya waktu akad atau sebelum akad dengan syarat benda tersebut tidak berubah saat akad berlangsung. Menurut madzhab Hanafi, untuk mengetahui benda yang diperjualbelikan bisa dengan jalan isyarah atau

menyebutkan sifat dan ciri-ciri benda itu sendiri. Ketentuan ini terdapat dalam Hadis: “Diriwayatkan dari inn Abbas r.a, ia berkata: Nabi SAW datang ke Madinah di mana masyarakatnya melakukan transaksi salam (memesan) kurma selama dua dan tiga tahun. Kemudian Nabi bersabda, “Barangsiapa yang melakukan akad salam terhadap sesuatu hendaklah dilakukan dalam takaran yang jelas, timbangan yang jelas, dan sampai waktu yang jelas.” (HR. Muslim) e. Barang tersebut harus ada manfaatnya dan harus suci, maka tidak sah memperjualbelikan barang yang tidak ada manfaatnya dan barang najis.” Dalam surah al-A’raf ayat 157 dijelaskan : “dan Allah menghalalkan bagi mereka segala benda yang baik, dan mengharamkan kepada mereka segala benda yang buruk.”  Ketiga, syarat yang berkaitan dengan ijab dan qabul. agar supaya ijab dan Qabul dalam jual beli dapat mengakibatkan sahnya akad, maka harus memenuhi beberapa syarat berikut: (a) Tujuan pernyataan itu jelas, sehingga dapat dipahamidari pernyataan itu jenis akad yang dikehendaki, karena akad-akad itu sendiri berbeda dalam sasaran dan hukumnya. (b) Antara ijab dab qabulharus ada kesesuain, misalnya penjual mengatakan “saya jual buku ini seharga Rp 15. 000.00.” lalu pembeli menjawab “ Saya beli dengan harga Rp 15.000.00.” (c) Persyaratan ijab qabul itu mengacu kepada sesuatu kehendak masing-masing pihak secara pasti tidak ragu-ragu.4 Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa rukun dan syarat dari jual beli dalam islam yaitu adanya penjual (bai’) dan pembeli (musytari) yang sudah baligh dan berakal, ijab qabul dan barang yang diperjual belikan. D. BENTUK-BENTUK JUAL BELI YANG DILARANG 4

Idri, Hadis Ekonomi, (cet. II ; Surabaya: Kencana, 2006) ,hal.171

Jual beli yang dilarang terbagi dua: pertama, jaul beli yang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Kedua, yaitu jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli. 1. Jual beli terlarang karena memenuhi syarat dan rukun. Bentuk jual beli yang termasuk dalam kategori ini sebagai berikut : a. Jual beli barang yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh diperjualbelikan. Barang yang najis atau haram di makan haram juga untuk diperjual belikan, seperti babi, berhala, bangkai, dan khamar

(minuman

yang memabukkan).

Rasulullah

SAW,

bersabda: “ Sesungguhnya Allah dan Rasul Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi, dan berhala” (HR. Bukhari Muslim). b. Jual beli yang belum jelas. Sesuatu yang bersifat spekulasi atau samar-samar haram untuk diperjualbelikan, karena dapat merugikan salah satu pihak, baik penjual, maupun pembeli. Yang dimaksud dengan samarsamar adalah tidak jelas, baik barangnya, harganya, kadarnya, masa pembayarannya, maupun ketidakjelasan yang lainnya. Jual beli yang di larang karena samar-samar antara lain: 1) Jual beli buah-buahan yang belum tampak hasilnya. Misalnya menjual putik mangga untuk dipetik kalau sudah tua/masak nanti. Termasuk dalam kelompok ini adalah larangan menjual pohon secara tahunan. Sabda nabi : “dari Anas bin Malik r.a bahwa Rasulullah Saw. Melarang menjual buah-buahan sehingga tampak dan matang. 2) Jual beli barang yang belum tampak. Misalnya, menjual ikan dikolam/dilaut, menjual ubi/singkong masih ditanam, menjual anak

ternak

yang

masih

Berdasarkan sabda Nabi Saw :

dalam

kadungan

induknya.

“ dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Saw melarang memperjualbelikan anaka hewan yang masih ada dalam kandungan induknya”. (H.R. Al-Bazzar) c. Jual beli bersyarat Jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli atau ada unsurunsur yang merugikan dilarang oleh agama. Contoh jual beli bersyarat yang dilarang, misalnya ketika terjadi ijab kabul sipembeli berkata :”Baik, mobilmu akan ku beli sekian dengan syarat anak gadismu harus menjadi istriku”. Atau sebaliknya sipenjual berkata”Ya, saya jual mobil ini kepadamu sekian asal anak gadismu menjadi istriku. Dalam kaitan ini Nabi Saw, Bersabda: “Setiap syarat yang tidak terdapat dalam kibaullah maka ia batal wlaupun seratus syarat”. (Disepakati oleh Bukhari dan Muslim). d. Jual beli yang menimbulkan kemudaratan Segala sesuatu yang dapat menimbulkan kemudaratan, kemaksiatan,

bahkan

kemusyrikan

dilarang

untuk

diperjualbelikan, seperti jual beli patung, salib, dan bukubukubacaan porno. Memperjualbelikan barang-barang ini dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan maksiat. Sebaliknya, dengan dilarangnya jual beli barang ini, maka hikmahnya minimal dapat mencegah dan menjauhkan manusia dariperbuatan dosa dan makisat, sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Maidah ayat 2: “dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. e. Jual beli yang dilarang karena dianiaya Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya haram, seperti menjual anak binatang yang masih membutuhkan (bergantung) pada induknya, menjual binatang

seperti ini, selain memisahkan anak dari induknya juga melakukan penganiayaan terhadap anak binatang ini. Diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari bahwa Rasulullah saw al-Anshari bahwa Rasulullah Saw. Bersabda: ”Barangsiapa yang memisahkan atara induk dan anaknya, nanti Allah akan memisahkan dari orang-orang yang di cintainya pada hari kiamat”.(H.R. Ahmad) f. Jual beli muhaqalah, yaitu menjual tanam-tanaman yang masih di sawah tau diladang. Hal ini di larang agama karena jual beli ini masih samar-samar (tidak jelas) dan mengandung tipuan. g. Jual beli mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang masih hijau (belum pantas dipanen). Seperti menjual rambutan yang masih hiaju. Mangga yang masih kecil-kecil. Hal ini dilarang agama karena barang ini masih samar, dalam artian mungkin saja bauh ini jatuh tertiup angin kencang atau layu sebelum diambil oleh pembelinya. h. Jual beli mulamash yaitu jual beli secara sentuh mneyentuh. Misalnya, seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya diwaktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain ini. Hal ini di larang agama karena mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan kerugian dari salah satu pihak. i. Jual beli munabadzah, yaitu jual beli secara lempar-melempar. Seperti seseorang berkata: “Lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi lempar-melempar terjadilah jual beli. Hal ini dilarang agama karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab kabul. j. Jual beli muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering. Seperti menjual padi kering dengan bayaran pada

basah sedang ukurannya dengan ditimbang (dikilo) sehingga akan merugikan pemilik padi kering. Jual beli tersebut diatas dilarang, berdasarkan sabda Rasulullah Saw: “Dari anas r.a berkata: Rasulullah saw. Telah melarang jual beli muhaqalah,

mukhadharah,

mulamasah,

munabadzah,

dan

muzabanah”. (HR. Bukhari). 2.

Jual beli terlarang karena ada faktr lain yang merugikan pihak-pihak terkait. a. Jual beli dari orang yang masih dalam tawar- menawar Apabila ada dua orang masih tawar-menawar atas sesuatu barang, maka terlarang bagi orang lain membeli barang itu, sebelum penawar pertama diputuskan, sebagaimana sabda Nabi saw: “ Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw, bersabda : Janganlah menjual sesuatu yang telah di beli orang lain.” (Mutaffaq ‘alaih). b. Jual beli dengan menghadang dagangan di luar lota/pasar. Maksudnya adalah menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar dapat membelinya dengan harga murah, sehingga ia kemudian menjual dipasar dengan harga yang juga lebih murah. Tindakan ini dapat merugikan para pedagang lain, terutama yang belum mengetahui harga pasar. Jual beli seperti ini di larang karena dapat mengganggu kegiatan pasar, meskipun akadnya sah. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda: “ Janganlah kalian menghadang barang yang dibawa dari luar kota. Barang siapa yang menghadang lalu ia membeli barang darinya lalu yang punya barang datang ke pasar, maka ia mempunyai hak khiyar”. (HR. Muslim) c. Membeli barang dengan memborong untuk di timbun, kemudian akan di jual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut. Jual beli seperti ini di larang karena menyiksa pihak pembeli

disebabkan mereka tidak memperoleh barang keperluannya saat harga masih standar. dalam kaitan ini Rasulullah saw. Bersabda: “Tidak ada orang yang menahan barang kecuali orang yang berbuat salah”. (HR. Muslim) d. Jual beli barang rampasan atau curian. Jika si pembeli sudah tahu Bahwa barang itu barang curian/rampasan, maka keduanya telah bekerja sama dalam perbuatan dosa. Oleh karena itu, jual beli semacam ini di larang. Nabi swa. Bersabda : “Barangsiapa yang membeli barang curian sedangka ia tahu bahwa itu barang curian maka ia ikut dalam dosa dan kejelekannya”. (HR. Baihaqi).5 Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa jual beli yang dilarang yaitu jual beli yang mengandung riba, jual beli yang dapat merugikan salah satu pihak atau jual beli yang objeknya atau barang yang diperjual belikan belum jelas.

5

Ghazaly Rahman Abdul ,dkk,. Fiqh Muamalat, (cet. I ; Jakarta: Prenadamedia Group, 2008) ,hal.80

BAB III PENUTUP KESIMPULAN 

jual beli dalam islam hukumnya boleh dengan berdasar kepada alqur’an dan al-hadis. Namun, bisa menjadi haram apabila di jalankan tidak sesuai dengan hukum syara’ seperti praktek riba.



jual beli dalam islam hukumnya boleh dengan berdasar kepada alqur’an dan al-hadis. Namun, bisa menjadi haram apabila di jalankan tidak sesuai dengan hukum syara’ seperti praktek riba.



rukun dan syarat dari jual beli dalam islam yaitu adanya penjual (bai’) dan pembeli (musytari) yang sudah baligh dan berakal, ijab qabul dan barang yang diperjual belikan



adapun jual beli yang dilarang yaitu jual beli yang mengandung riba, jual beli yang dapat merugikan salah satu pihak atau jual beli yang objeknya atau barang yang diperjual belikan belum jelas.

DAFTAR PUSTAKA Wati Susiawati, 2017. Jurna Ekonomi Islam Vol 8, No. 2 November 2017. jual beli dalam konteks kekinian Idri, Hadis Ekonomi, (cet. II ; Surabaya: Kencana, 2006) Shobirin, 2017. Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam Vol. 3, No. 2 Desember 2015. Jual Beli dalam Panadangan Islam Ghazaly Rahman Abdul ,dkk,. Fiqh Muamalat, (cet. I ; Jakarta: Prenadamedia Group, 2008)

Related Documents


More Documents from "Al"

Hanafi Agus Bab Ii.pdf
July 2020 30
Low Back Pain.pdf
April 2020 31
Intervensi 1.docx
April 2020 30
Rab Rita.xlsx
April 2020 34