MAKALAH PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM
MASA BANI UMAYYAH
PENYUSUN: 1. SITI ARISTIANTY H (16521002) 2. ALVIN ARDIANI (16521039) 3. RIZKI DASA MARTINA U (16521046) 4. RAHMA DENI VIONA GITE (16521068)
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2017
KATA PENGANTAR Assalamualikum Wr.Wb Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan Rahmat,Taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada umat manusia. Makalah ini di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Pemikiran dan Peradaban islam dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan penambah ilmu pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat. Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan semaksimal mungkin. Namun, kami menyadiri bahwa dalam penyusunan makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Pemikiran dan Peradaban Islam yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami. Wa’alaikumsalam Wr.Wb
Yogyakarta, April 2017
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
I.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah
II.
PEMBAHASAN A. Sejarah Berdirinya Bani Umayyah B. Khalifah-khalifah Bani Umayyah C. Masa Kemajuan Bani Umayyah D. Masa Kemunduran Bani Umayyah
III.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH PERADABAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
I. A.
PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa yang maju dan beradap adalah bangsa yang tidak terlepas dari beradaban (civilization) dan memakaikan agama (religion) sebagai baju bangganya, HAR. Gibb (18591940) mengatakan, Islam is a complete civilization (Islam adalah sebuah peradaban yang sempurna). Meskipun demikian, kenyataannya masyarakat masih banyak yang belum mengerti betul apa itu peradaban dan Islam sebagai agama yang sempurna belum masuk di hati bangsa ini. Ro aitu al-Muslimah duna al-Islam, wa ro aitu al-Islama duna al-Muslimah, yaitu nilainilai Islam dapat ditemukan di tengah-tengah non-Muslim, dan sebaliknya nilai-nilai nonMuslim banyak ditemukan pada masyarakat Islam. Mengapa? Karena masyarakat Muslim sekarang sudah banyak melakukan penyimpangan-penyimpangan yang membuat Islam sendiri runtuh dari nilai tauhidnya. Dalam perkembangan dan tuntutan zaman yang semakin lama dikuasai oleh non-Muslim, alangkah baiknya, sebagai negara yang menghormati peradaban dan sejarah. Khususnya Muslim ditekankan mengetahuai sejarah-sejarah nenek moyang yang sudah mendahuluinya sebagai bahan renungan dan pembelajaran.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, ada empat rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana sejarah berdirinya sejarah Bani Umayyah?
2.
Siapa sajakah khalifah-khalifah Bani Umayyah?
3.
Bagaimana masa kemajuan Bani Umayyah?
4.
Bagaimana masa kemunduran Bani Umayyah?
II.
PEMBAHASAN
A.
SEJARAH BERDIRINYA SEJARAH BANI UMAYYAH Nama Dinasti Umayyah dinisbatkan kepada Umayyah bin Abd Syams bin Abdu Manaf. Ia adalah salah seorang tokoh penting di tengah Quraisy pada masa Jahiliyyah. Ia dan pamannya Hasyim bin Abdu Manaf selalu bertarung dalam memperebutkan kekuasaan dan kedudukan.
Dinasti Umayyah didirikan oleh Muawiyyah bin Abu Sufyan bin Harb. Muawiyyah sebagai pendiri daulah Bani Abbasiyyah juga sekaligus menjadi khalifah pertama. Ia memindahkan ibukota kekuasaan Islam dari Kuffah ke Damaskus. Muawiyyah dipandang sebagai pembangun Dinasti yang oleh sebagian besar sejarawan awalnya dipandang negatif. Keberhasilannya memperoleh legalitas atas kekuasaannya dalam perang saudara di Siffin dicapai melalui cara yang curang. Lebih dari itu, Muawiyyah juga dituduh sebagai pengkhianat prinsip-prinsip demokrasi yang diajarkan Islam, karena dialah yang mula-mula mengubah pimpinan negara dari seorang yang dipilih oleh rakyat menjadi kekuasaan raja yang diwariskan turun-temurun (monarchy heredity). Diatas segala-galanya jika dilihat dari sikap dan prestasi politiknya yang menakjubkan, sesungguhnya Muawiyyah adalah seorang pribadiyang sempurna dan pemimpin besar yang berbakat. Didalam dirinya terkumpul sifat-sifat seorang penguasa Politikus, dan Administrator. Muawiyyah tumbuh sebagai pemimpin karier. Pengalaman politik telah memperkaya dirinya dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam memerintah, mulai dari menjadi salah seorang pemimpin pasukan di bawah komando Paglima Abu Ubaidah bin Jarrah yang berhasil merebut wilayah Palestina, Suriah, dan Mesir dari tangan Imperium Romawi yang telah menguasai ketiga daerah itu sejak tahun 63 SM. Kemudian Muawiyyah menjabat kepala wilayah di Syam yang membawahi Suriah dan Palestina yang berkedudukan di Damaskus selama kira-kira 20 tahun semenjak diangkat oleh Khalifah Umar. Khalifah Utsman telah menobatkannya sebagai “Amr Al-Bahr” (prince of the sea) yang memimpin armada besar dalam penyerbuan ke kota Konstantinopel walaupun belum berhasil. Muawiyyah berhasil mendirikan Dinasti Umayyah bukan hanya dikarenakan kemenangan diplomasi di Siffin dan terbunuhnya khalifah Ali. Melainkan sejak semula gubernur Suriah itu memiliki “basis rasional” yang solid bagi landasan pembangunan politiknya di masa depan. Pertama, adalah berupa dukungan yang kuat dari masyarakat Suriah dan dari keluarga Bani Umayyah sendiri. Penduduk Suriah yang lama diperintah oleh Muawiyyah mempunyai pasukan yang kokoh, terlatih, dan disiplin di garis depan dalam melawan peperangan melawan Romawi. Mereka bersama-sama dengan kelompok bangsawan kaya Mekkah dari keturunan Umayyah berada sepenuhnya di belakang Muawiyyah dan memasoknya dengan sumber-sumber kekuatan yang tidak ada habisnya, baik moral, tenaga manusia, maupun kekayaan. Negeri Suriah sendiri terkenal makmur dan menyimpan sumber alam yang
berlimpah. Ditambah lagi bumi Mesir yang berhasil dirampas, maka sumber-sumber kemakmuran dan suplai bertambah bagi Muawiyyah. Kedua,sebagai seorang Administrator, Muawiyyah sangat bijaksana dalam menempatkan para pembantunya pada jabatan-jabatan penting. Tiga orang patutlah mendapat perhatian khusus, yaitu Amr bin Ash, Mugirah bin Syu’bah, dan Ziyad bin Abihi. Ketiga pembantu Muawiyyah merupakan empat politikus yang sangat menggunakan di kalangan Muslim Arab. Akses mereka sangat kuat dalam perpolitikan Muawiyyah. Ketiga, Muawiyyah memiliki kemampuan menonjol sebagai negarawan sejati, bahkan mencapai tingkat “hilm”, sifat yang dimiliki oleh para pembesar Mekkah zaman dahulu. Seorang manusia hilm seperti Muawiyyah dapat menguasai diri secara mutlak dan mengambil keputusan-keputusan yang menentukan, meskipun ada tekanan dan intimidasi. Gambaran dari sifat mulai tersebut dalam diri Muawiyyah setidak-tidaknya tampak dalam keputusannya yang berani memaklumkan jabatan khalifah secara turun-temurun. Situasi ketika Muawiyyah naik ke kursi kekhalifahan mengundang banyak kesulitan. Anarkisme tidak dapat lagi dikendalikan oleh ikatan agama dan moral, sehingga hilanglah persatuan umat. Persekutuan yang dijalin secara efektif melalui dasar keagamaan sejak Khalifah Abu Bakar tidak dapat dielakkan dirusak oleh peristiwa pembunuhan atas diri Khalifah Utsman dan perang saudara sesama Muslim di masa pemerintahan Ali. Dengan menegakkan wibawa pemerintahan serta menjamin intergrasi kekuasaan di masa-masa yang akan datang, Muawiyyah dengan tegas menyelenggarakan suksesi yang damai, dengan pembantaian putranya, Yazid, beberapa tahun sebelum khalifah meninggal dunia.
B.
KHALIFAH-KHALIFAH BANI UMAYYAH Para sejarawan umumnya sependapat bahwa khalifah terbesar dari daulah Umayyah ialah Muawiyyah, Abdul Malik dan Umar bin Abdul aziz. Masa Kekuasaan Dinasti Umayyah hampir satu abad, tepatnya selama 90 tahun, dengan 14 orang khalifah. Adapun urutan khalifah umayyah adalah sebagai berikut:
1.
Muawiyyah I bin Abi Sufyan (41-60 H/661-679M) Muawiyyah bin Abi sufyan adalah bapak pendiri Dinasti Bani Umayyah dialah tokoh pembangunan yang besar. Muawiyyah mendapat kursi kekuasaan setelah Hasan bin Ali bin Abi Thalib berdamai dengannya pada tahun 4 H, karena Hasan menyadari kelemahannya sehingga ia berdamai dan menyerahkan kepemimpinan umat kepada Muawiyyah sehingga tahun itu dinamakan ‘Amul Jama’ah, tahun persatuan. Muawiyyah dibaiat oleh umat Islam di
kufah. Diantara jasa-jasa Muawiyyah ialah mengadakan dinas pos dengan menggunakan kuda-kuda yang selalu siap di tiap pos. Ia juga berjasa mendirikan kantor cap (percetakan mata uang), dan lain-lain. Muawiyyah wafat pada tahun 60 H di Damaskus karena sakit dan digantikan oleh anaknya Yazid. 2.
Yazid I bin Muawiyyah (60-64H/679-683M) Yazid tidak sekuat ayahnya dalam memerintah, banyak tantangan yang dihadapinya, antara lain ialah membereskan pemberontakan kaum Syi’ah yang telah membaiat Husein sepeninggal Muawiyyah. Terjadi perang di karbala yang menyebabkan terbunuhnya Husain. Yazid menghadapi para pemberontak di Mekkah dan Madinah dengan keras. Dinding ka’bah runtuh dikarenakan terkena lemparan manjaniq, peristiwa tersebut merupakan aib besar terhadap masanya. Yazid wafat pada tahun 64 H setelah memerintah 4 tahun dan digantikan oleh anaknya, Muawiyyah II
3.
Muawiyyah II bin Yazid (64 H/683M) Ia hanya memerintahkan kurang lebih 40 hari, dan meletakkan jabatan sebagai khalifah tiga bulan sebelum wafatnya. Ia mengalami tekanan jiwa berat karena tidak sanggup memikul tanggung jawab jabatan khalifah yang sangat besar tersebut. Dengan wafatnya, maka habislah keturunan Muawiyyah dalam melenggangkan kekuasaan dan berganti ke Bani Marwan.
4.
Marwan I bin Hakam (64-65 H/683-684M) Ia adalah gubernur Madinah di masa Muawiyyah dan penasihat Yazid di Damaskus di masa pemerintahan putra pendiri daulah Umayyah itu. Ia di angkat menjadi khalifah karena dianggap orang yang dapat mengendalikan kekuasaan karena pengalamannya. Ia dapat menghadapi kesulitan satu demi satu dan dapat mengalahkan kabilah Ad-Dahak bin Qais, kemudian menduduki mesir. Marwan menundukan palestina, hijaz, dan irak. Namun ia cepat pergi hanya memerintah 1 tahun, ia wafat pada tahun 65 H dan menunjuk anaknya Abdul Malik dan Abdul Aziz sebagai pengganti sepeninggalannya secara berurutan.
5.
Khalifah Abdul Malik (65-86H/684-705M) Dia adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah yang disebut-sebut sebagai ‘pendiri kedua’ bagi kedaulatan Umayyah. Ia dikenal sebagai seorang khalifah yang dalam ilmu agamanya, terutama di bidang fiqh. Ia telah berhasil mengembalikan sepenuhnya integritas wilayah dan wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari segala pengacau negara yang merajalela pada masa-masa sebelumnya. Mulai dari gerakan sparatis Abdullah bin Zubair di Hijaz, pemberontakan kaum Syi’ah dan Khawarij,
sampai kepada aksi teror yang dilakuakn oleh Al-Mukhtar bin Ubaid As-Saqafy di wilayah kufah, dan pemberontakan yang di pimpin oleh Mus’ab bin Zubair di Irak. Ia juga menundukan tentara Romawi yang sengaja membuat keguncangan sendi-sendi pemerintahan Umayyah. Ia memerintahkan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa Administrasi di wilayah Umayyah, ia juga memerintahkan untuk mencetak uang secara teratur, membangun beberapa gedung, dan masjid serta slauran-saluran air, memajukan perdagangan,
memperbaiki
sistem
ukuran
timbang,
takaran
dan
keuangan
dan
menyempurnakan tulisan huruf Al-Qur’an dengan titik pada huruf-huruf tertentu. Khalifah abdul Malik memerintah selam 21 tahun dan wafat 86 H dan di ganti oleh putranya Al-Walid 6.
Al Walid I bin Abdul Malik (86-96H/705-714M) Memerintah 10 tahun lamanya. Pada masa pemerintahannya, kekayaan dan kemakmuran merintah ruah. Kekuasaan Islam melangkah ke Spanyol di bawah pimpinan pasukan Thariq bin Ziyad ketika afrika utara dipegang oleh gubernur Musa bin Nushair. Karena kekayaan melimpah maka ia sempurnakan pembanguna gedung-gedung, pabrikpabrik, dan jalan-jalan yang dilengkapi dengan sumur untuk para khalifah yang berlalu lalang di jalan tersebut. Ia membangun masjid Al-Amawi yang terkenal hingga masa kini di Damaskus. Di samping itu, ia menggunakan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti orang lumpuh, buta, dan sakit kusta. Khalifah Walid bin Absul Malik wafat tahun 96 H dan digantikan oleh adiknya, Sulaiman.
7.
Sulaiman bin Abdul Malik (96-99H/714-117M) Dia tidak sebijak kakaknya, ia kurang bijaksana, suka harta sebagaimana yang diperlihatkan ketika ia menginginkan harta rampasan perang (ghanimah) dari Spanyol yang dibawa oleh Musa bin Nushair. Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dibenci oleh rakyatnya karena tabiatnya yang kurang bijaksana itu. Para pejabatnya terpecah belah, demikian pula masyarakatnya. Orangorang yang berjasa di masa para pendahulunya disiksanya, seperti keluarga Hajjaj bin Yusuf dan Muhammad bin Qasim yang menundukan India. Ia meninggal pada tahun 99 H dan menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya.
8.
Umar bin Abdul Aziz. (99-101H/717-719M) Adapun khalifah yang besar ialah Umar bin Abdul Aziz. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, nama Umar merupakan ‘lembaran putih’ Bani Umayyah dan sebuah periode yang berdiri sendiri, mempunyai karakter yang tidak terpengaruh oleh berbagai kebijaksanaan daulah Bani Umayyah yang banyak disesali. Ia merupakan
personifikasi seorang khalifah yang takwa dan bersih, suatu sikap yang jarang sekali ditemukan pada sebagian besar pemimpin Bani Umayyah. Khalifah yang adil ini adalah putra Abdul Aziz, gubernur Mesir. 9.
Yazid II bin Abdul Malik (101-105H/719-723M) Pada masa pemerintahannya timbul lagi perselisihan antara kaum Mudariyah dan Yamaniyah. Pemerintahan yang singkat itu mempercepat proses kemunduran Bani Umayyah. Kemudian diganti oleh Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.
10. Hisyam bin Abdul Malik (105-125H/723-745M) Meskipun tidak secemerlang tiga khalifah yang masyur sebagimana tersebut di atas. Ia memerintah dalam waktu yang panjang, yakni 20 Tahun. Ia dapat dikategorikan sebagai khalifah Umayyah yang terbaik karena kebersihan pribadinya, pemurah, gemar kepada keindahan, berakhlak mulia dan tergolong teliti terutama soal keuangan, disamping bertaqwa dan berbuat adil. Pada masa pemerintahannya terjadi gejolak yang dipelopori oleh kaum Syi’ah serta bersekutu dengan kaum Abbasiyyah. Mereka menjadi kuat karena kebijaksanaan yang diterapkan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang bertindak lemah lembut terhadap semua kelompok. Dalam diri keluarga Umayyah sendiri terjadi perselisihan tentang putra mahkota yang melemahkan posisi Umayyah. Masih ada empat khalifah lagi yang setelah Hisyam yang memerintah hanya dalam waktu tujuh tahun, yakni : 11. Al-Walid II bin Yazid (125-126H/742-743M) 12. Yazid III bin Al-Walid (126H/743M) 13. Ibrahim bin Al-Walid (126-127H/743-744M) 14. Marwan bin Muhammad (127-132H/744-750M) Dia adalah penguasa terakhir yang terkenal dengan julukan marwan al-himar (manusia keledai). Karena kebesarannya yang luar biasa dan kesanggupannya menahan perasaan. Sebenarnya ia adalah penguasa yang besar tapi sayang, ia muncul ketika daulat Bani Umayyah sedang merosot. Dia wafat pada tahun 132 H/750 M terbunuh di Mesir oleh pasukan Bani Abbasiyyah.
C.
MASA KEMAJUAN BANI UMAYYAH Masa pemerintahan Bani Umayyah terkenal sebagai era agresif, dimana perhatihan tertumpu pada usaha perluasan wilayah dan penaklukan, yang terhenti sejak zaman kedua Khulafa’ Arrasyidin terakhir. Hanya dalam jangka waktu 90 tahun, banyak bangsa di empat penjuru mata angin beramai-ramai masuk ke dalam kekuasaan Islam, yang meliputi tanah
Spanyol, seluruh wilayah Afrika Utara, Jazirah Arab, Syiria, Palestina, sebagian daerah Anatholia, Irak, Persia, Afganistan, India, dan negeri-negeri yang sekarang dinamakan Turkmenistan, Usbekistan, dan Kirgististan yang termasuk Soviet dan Rusia. Menurut Prof. Ahmad Syalabi, Penaklukan militer di zaman Umayyah mencakup front tiga penting, yaitu sebagai berikut: Pertama, front melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasaran utama pengepungan ke Ibukota Konstantinopel, dan peneyrangan ke pulau-pulau di laut tengah. Kedua, front Afrika Utara. Selain menundukkan derah hitam Arfika, pasukan Muslim juga menyebrangi selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol. Ketiga, front timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga operasi ke jalur ini dibagi menjadi dua arah. Yang satu menuju utara ke daerah-daerah di seberang sungai Jihun (Amudarya). Sedangkan yang lainnya ke arah selatan menyusuri Syin, wilayah India bagian Barat. Saat-saat yang paling mengesankan dalam ekspansi ini ialah terjadi pada paruh pertama dari seluruh masa Kekhalifahan Bani Umayyah, yaitu ketika kedaulatan dipegang oleh Muawiyyah bin Sofyan dan tahun-tahun terkahir dari zaman kekuasaan Abdul Malik. Diluar masa-masa tersebut, usaha-usaha penaklukan mengalami degradasi atau hanya mencapai kemenangan-kemenangan yang sangat tipis.. Berikut kemajuan-kemajuan semasa Dinasti Umayyah berdasarkan bidangnya masing-masing: 1.
Bidang Kemiliteran Kemajuan masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah yang paling menomjol adalah di bidang kemiliteran. Selama peperangan dengan militer Romawi pasukan Arab mengambil tekhnik kemiliteran mereka dan memadukannya dengan sistem pertahanan yang telah di miliki sebelumnya. Pasukan Islam mendirikan tenda-tenda yang terdiri dari 2-4 pintu dengan perlindungan benteng dan parit. Kuffah dan Basroh merupakan basis militer untuk wilayah timur, formasi kekuatan pasukan Muslim terbagi dua barisan. Barisan depan dan barisan belakang. Seluruhnya terdiri lima lapisan, yakni satu lapisan pusat, dua lapisan pasukan sayap, lapisan penyerbu , dan lapisan prtahanan. Kekuatan pasukan-pasukan Dinasti Umayyah ini telah mencatat sukses-sukses besar dalam tugas-tugas ekspansi. Kemajuan kekuatan militer pada masa ini juga di tandai dengan terbentuknya angkatan laut Islam oleh Muawiyyah. Ia mengarahkan para pakar kelautan untuk merancang pembuatan galangan perkapalan di pantai Syiria.
2.
Sistem Sosial Terdapat empat kelompok masyarakat, yakni Arab Muslim. Mawalli, non Muslim, dan kelompokm Arab-Muslim menduduki kelas sosial tertinggi di sebabkan karena mereka sebagai kelompok pendatang yang berkuasa, juga di karenakan sistem aristokrasi. Namun pada prinsipnya mereka semua mendapat perlindungan hak-hak secara penuh sehingga mereka dapat hidup dengan tenang dan damai. Perbedaan yang menonjol adalah dalam hal beban kewajiban pajak. Hampir di katakan tidak ada perselisihan antaragama. Yang muncul perselisihan antarsuku. Contohnya kelompok Mudariyah dengan kelompok Arab Himyariyah.
3.
Kemajuan Arsitektur Penguasa Dinasti Umayyah pada umumnya mahir dalam seni arsitektur, mereka mencurahkan perhatiaanya demi kemajuan bidang ini hasilnya adalah ssejumlah bangunan megah, Masjid Baitul Maqdis di Yerussalem, yangn terkenal dengan kubah batunya (qubah al-sakhra) didirikan pada masa Abdul Malik pada tahun 691 M. Ia adalah masjid pertama yang di tutup kubah di atasnya. Dan juga masjid al Aqsa yang tidak kalah tinggi arsiteknya sebuah masjid terindah yang terdapat di Damaskus yang didirikan oleh Walid bin Abdul Aziz. Ia juga merehap masjid Madinah antara beberapa monument peninggalan Umayyah yang terkenal adalah istana Qusayr Amrah. Istana ini terbuat dari batu kapur yang berwarna kuning kemerah-merahan.
4.
Bidang Politik Dalam bidang politik, Bani Muawiyyah menyusun tata pemerintahan yang sama sekali baru. Guna untuk memenuhi tuntutan perkembangan wilayah dan administrasi kenegaraan yang semakin kompleks. Selain mengangkat majelis penasehat sebagai pendamping, khalifah Bani Umayyah dibantu oleh beberapa orang ‘ Al Kuttab “ (sekretaris) untuk membantu dalam pelaksanaan. Terbentuknya Dinasti Umayyah merupakan gambaran awal bahwa umat Islam ketika itu telah kembali mendapatkan identitasnya sebagai negara yang berdaulat, juga merupakan fase ketiga kekuasaan Islam yang berlangsung selama lebih kurang satu abad (661 - 750 M). Perubahan yang dilakukan, tidak hanya sistem kekuasaan Islam dari masa sebelumnya (masa Nabi dan Khulafaurrasyidin) tapi juga perubahan-perubahan lain di bidang sosial politik, keagamaan, intelektual dan peradaban.
1.
Dinamika Politik Dalam awal perkembangannya, Dinasti ini sangat kental diwarnai nuansa politiknya yaitu dengan memindahkan ibukota kekuasaan Islam dari Madinah ke Damaskus. Kebijakan itu dimaksudkan tidak hanya untuk kuatnya eksistensi Dinasti yang telah mendapat legitimasi
politik dari masyarakat Syiria, namun lebih dari itu adalah untuk pengamanan dalam negeri yang sering mendapat serangan-serangan dari rival politiknya. a. Sistem Penggantian kepala Negara bersifat Monarchi. Pemindahan sistem kekuasaan juga dilakukan Muawiyyah, sebagai bentuk pengingkaran demokrasi yang dibangun masa Nabi dan Khalifah yang empat. dari kekhalifahan yang berdasarkan pemilihan atau musyawarah menjadi kerajaan turun menurun (monarch/ heridetis). b. Sistem Sosial (Arab dan Mawali). Pada masa Nabi dan khalifah yang empat, keanggotaan masyarakat secara umum dalam segala hal hanya dibatasi berdasarkan keagamaan, sehingga masyarakat secara garis besar terdiri Muslim dan non Muslim, dan dalam memperlakukan orang Islam sebagai mayoritas dapat dibedakan menurut dua kriteria, pertama yang menjurus kepada hal-hal yang praktis dan seringkali diterapkan pada kelompok, dan kreteria kedua berupa tindakan pengabdian kepada masyarakat yang sifatnya tebih personal. Sebagai tambahan atas kedua kriteria itu, pada Dinasti Umayyah syarat keanggotaan masyarakat harus berasal dari orang Arab, sedangkan orang non-Arab setelah menjadi Muslim harus mau menjadi pendukung (mawali) bangsa Arab. Dengan demikian masyarakat Muslim pada masa Dinasti Umayyah terdiri dari dua kelompok, yaitu Arab dan Mawali. b. Kebijaksanaan dan Orientasi Politik. Selama lebih kurang 90 tahun Dinasti Bani Umayyah ini memerintah, banyak terjadi kebijaksanaan politik yang dilakukan pada masa ini, seperti: 1) Pemisahan Kekuasaan. Terjadi dikotomi antara kekuasaan agama (spiritual power) di tunjuklah qadhi/ hakim dan kekuasaan politik (temporal power). Dapatlah dipahami bahwa Mu’awiyah bukanlah seorang yang ahli dalam keagamaan sehingga diserahkan kepada para Ulama. 2) Pembagian wilayah. Khalifah bin Khattab terdapat 8 Provinsi, maka pada masa Bani Umayyah menjadi 10 Provinsi Wilayah kekuasaan terbagi dalam 10 provinsi, yaitu: Syiria dan Palestina; Kuffah dan Irak; Basrah, Persia, Sijistan, Khurasan, Bahrain, Oman, Najd dan Yamamah;Arenia;Hijaz;Karman dan India;Egypt (Mesir);Ifriqiyah (Afrika Utara); Yaman dan Arab selatan, dan Andalusia. 3) Bidang Administrasi Pemerintahan. Di bidang pemerintahan, Dinasti membentuk semacam Dewan Sekretaris Negara (Dewan al Kitabah) yang terdiri dari lima orang sekretaris yaitu untuk mengurusi administrasi pemerintahan daerah di angkat seorang Amir al Umara (Gubemur Jenderal) yang membawahi beberapa amir sebagai penguasa satu wilayah.
4) Politik Arabisasi. Dengan tatanan masyarakat yang homogin tersebut, menimbulkan ambisi penguasa Dinasti ini untuk mempersatukan masyarakat dengan politik Arabisme,yaitu membangun bangsa Arab yang besar dan sekaligus menjadi kaum Muslimin. Usaha-usaha ke arah itu antara lain mewajibkan untuk membuat akte kelahiran masyarakat Arab bagi anakanak yang lahir di daerah-daerah penaklukan, kewajiban berbahasa Arab bagi penduduk daerah Islam dan bahkan adat-istiadat serta sikap hidup mereka diharuskan menjadi Arab. Pada masa Bani Umayyah (sejak Khalifah Abd Malik bin Marwan), berkembang istilah Arabisasi artinya usaha-usaha pengaraban oleh Bani Umayyah di wilayah-wilayah yang dikuasai Islam. Bidang ini dilakukan Bani Umayyah antara lain dalam pengangkatan kepalakepala wilayah dari bangsa Arab untuk ditempatkan pada wilayah-wilayah yang dikuasai. Di samping itu ia mengajarkan bahasa Arab di seluruh wilayah Islam. Penerjemahan buku-buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab. 5)
Kebijakan politik Dinasti Umayyah lainnya adalah upaya-upaya perluasan wilayah kekuasaan. Pada zaman Muawiyyah, Uqbah bin Nafi' berhasil menguasai Tunis yang kemudian didirikan kota Qairawan sebagai pusat kebudayaan Islam pada tahun 760 M. Di sebelah, Muawiyyah memperoleh daerah Khurasan sampai ke Lahore di Pakistan. Di sebelah barat dan utara diarahkan ke Bizantium dan dapat menundukkan Rhodes dan pulau-pulau lain di Yunani. Pada tahun 48 H, Muawiyyah merencanakan penyerangan laut dan darat terhadap Konstantinopel, tetapi gagal setelah kehilangan pasukan dan kapal perang mereka.
2.
Dinamika Ekonomi Kemenangan-kemenangan yang diperoleh umat Islam secara luas itu, menjadikan orangorang Arab bertempat tinggal di daerah penaklukan dan bahkan menjadi tuan-tuan tanah. Kepada pemilik tanah diwajibkan oleh Dinasti Umayyah untuk membayar pajak tanah, namun pajak kepala hanya berlaku kepada penduduk non Muslim sehingga mengakibatkan banyaknya penduduk yang masuk Islam, akibatnya secara ekonomis penghasilan negara berkurang, namun demikian dengan keberhasilan Dinasti Umayyah menaklukkan Imperium Persia beserta wilayah kepunyaan Imperium Byzantium, sesungguhnya kemakmuran bagi Dinasti ini melimpah ruah yang mengalir untuk kas negara. Kebijakan Dinasti di bidang ekonomi lainnya adalah menjamin keadaan aman untuk laiu lintas darat dan laut, lalu lintas darat melalui jalan Sutera ke Tiongkok guna memperlancar perdagangan sutera, keramik, obat-obatan dan wewangian, sedangkan lalu lintas laut ke arah negeri-negeri belahan untuk mencari rempah-rempah, bumbu, kasturi, permata, logam mulia, gading, dan bulu-buluan. Keadaan demikian membuat kota Basrah dan Aden di teluk Persi menjadi lalu lintas
perdagangan dan pelabuhan dagang yang ramai, karena kapal-kapal dagang dibawah lindungan armada Islam yang menuju ke Syiria dan Mesir hampir tak pernah putus. Perkembangan perdagangan ini telah mendorong meningkatnya kemakmuran Dinasti Umayyah. 3.
Dinamika Sosial Seperti yang suda di jelaskan sebelumnya, pada masa Dinasti Umayyah, bangsa Arab mendapatkan posisi terhormat dalam masyarakat. Pada umumnya, bangsa Arab merupakan tuan tanah hasil rampasan perang. Adanya dua kelompok masyarakat yang membangun Daulat Umayyah yakni bangsa Arab dan non-Arab, berpengaruh positif pada motivasi orangorang non-Arab untuk memeluk agama Islam. Kebijakan ini juga berpengaruh pada perkembangan dan perluasan pemakaian bahasa Arab dengan cepat. Salah satu permasalahan yang pantas disebutkan pada masa pemerintahan Bani Umayyah adalah munculnya penolakan para sahabat terhadap sikap Mua'wiyah yang mengubah sistem sukses khalifah dari pemilihan terbuka menjadi kerajaan yang mewariskan tahta kepada keturunan raja.
4.
Intelektual dan Keagamaan Di zaman pemerintahan Abdul Malik terdapat banyak bahasa yang digunakan dalam administrasi, seperti bahasa Persia, Yunani dan Qibti, namun atas usaha Salih bin Abdur Rahman, sekretaris al Hajjaj, ia mencoba menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa administrasi dan bahasa resmi di seluruh negeri sehingga perhatian dan upaya penyempurnaan pengetahuan tentang bahasa Arab mendorong lahirnya ahli bahasa yaitu Sibawaihi dengan karya tulisnya al Kitab menjadi pegangan dalam soal tata bahasa Arab. Pengaruh lain dan ilmuwan Kristen itu adalah penyusunan ilmu pengetahuan secara sistematis, selain itu berubah pula sistem hafalan dalam pengajaran kepada sistem tulisan menurut aturan-aturan ilmu pengetahuan yang berlaku.
5.
Tali Ikatan Persatuan Masyarakat (Politik dan Ekonomi) Ekspansi Islam yang berlangsung dari pertengahan abad ke tujuh sampai permulaan abad ke delapan, salah satu hasilnya ialah terintegrasinya daerah-daerah yang ditaklukkan itu dalam suatu kesatuan sosial politik yang disebut Dunia Islam. Selanjutnya dunia Islam itu merupakan suatu kawasan ekonomi yang terpadu dalam suatu jaringan pasaran bersama. Wilayah inti meliputi daerah-dearah bekas kerajaan Persia, Imperium Bizantium di Suria dan Mesir serta daerah-daerah Barbar di Mediterinian (Afrika Utara dan Spanyol) itu, merupakan salah satu jaringan penting dari rute utama perdagangan Internasional yang terbentang antara China dan Spanyol, dan antara Afrika Hitam dengan Asia Tengah.
6.
Kedudukan Amir al-Mu’minin Pada masa ini Amir al-Mu’minin hanya bertugas sebagai khalifah dalam bidang temporal sedangkan urusan keagamaan di urus oleh para ulama. Berbeda dengan Khulafa al-Rasydun yang menguasai keduanya. Pada masa ini khalifah diangkat secara turun-temurun dari keluarga Umayyah.
7.
Sistem Fiskal Sumber uang masuk pada Dinasti Bani Umayyah, pada umumnya seperti di zaman permulaan Islam. Walaupun demikian ada beberapa tambahan seperti al-Dharaaib yaitu kewajiban yang harus dibayar oleh warga negara dan terdapat pajak-pajak istimewa. Adapun saluran uang keluarnya sama seperti permulaan Islam, seperti gaji para pegawai dan tentara, serta biaya tata usaha negara, pembangunan pertanian termasuk irigasi dan penggalian terusan-terusan, ongkos bagi orang-orang hukuman dan tawanan perang, perlengkapan perang, serta hadiah-hadiah kepada para pujangga dan para Ulama. Pada masa Umayyah dicetak mata uang Muslimin secara teratur dan pembayaran dengan mata uang ini, walaupun pada masa Umar bin Khattab sudah dicetak mata uang kaum Muslimin namun belum begitu teratur seperti pada khalifah Abdul Malik bin Marwan.
8. Interregnum (Masa Peralihan Pemerintahan) Umar bin Abdul Aziz Interregnum ini terjadi pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang mana pada perintahan yang dulunya kejam, menekan rakyat dan sebagainya, menjadi kepada masa yang damai, lemah, lembut dan makmur. Dengan kebijaksanaannya ini banyak orang yang masuk Islam, dan mengadakan dialog dengan orang Syi’ah dan Khawarij sehingga mereka puas dan tidak mengganggu lagi. Namun, kedamaian dan kemakmuran ini dimanfaatkan oleh Bani Hasyim untuk membentuk gerakan bawah tanah. Gerakan ini terdiri dari orang-orang Syi’ah dan keluarga Abbas. Gerakan inilah yang berhasil menumbangkan Bani Umayyah nantinya. 9.
Sistem Peradilan Kehakiman pada masa ini mempunyai dua ciri khas, yaitu pertama, qadhi memutuskan perkara dengan ijtihadnya berdasarkan Nas. Kedua, kehakiman belum terpengaruh dengan politik.
10. Pembangunan Peradaban, Intelektual, bahasa dan sastera Arab Masa Bani Umayyah ini merupakan peletak dasar pembangunan peradaban Islam yang nanti pada masa Bani Abbas merupakan puncak dari peradaban Islam. Pada masa ini ilmu Naqliyah mulai berkembang. Perkembangan yang saling menonjol adalah ilmu tafsir dan ilmu hadits. Dan terjadi pengumpulan hadits pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang
dikumpulkan oleh ‘Ashim al-Anshari. Muncul juga ilmu Nahwu (tata bahasa Arab) sehingga Sibawaihi menyusun al-kitab untuk memperlajari tata bahasa Arab. 11. Sistem Militer Pada masa Dinasti Bani Umayyah orang masuk tentara kebanyakan dengan dipaksa atau setengah dipaksa. Untuk menjalankan kewajiban ini dikeluarkan semacam undang-undang wajib militer yang dinamakan Nidhamut Tajnidil Ijbary. Politik ketentaraan dari Bani Umayyah, yaitu politik Arab, di mana anggota tentara haruslah terdiri dari orang-orang Arab atau unsur Arab. Maka dari itu mereka terpaksa meminta bantuan kepada bangsa Barbari untuk menjadi tentara karena wilayah mereka yang luas meliputi Afrika Utara, Andalusia, dan lain-lain. 12. Pemberontakan: al-Mukhtar ibn Ubaid dan Abdullah ibn Zubair Ketika Yazid ibn Mu’awiyah naik tahta, sejumlah tokoh terkemuka Madinah tidak mau menyatkan setia kepadanya. Yazid kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah meminta untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini semua orang terpaksa tunduk kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Pada tahun 680 M, Husein pindah dari Mekkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah di Irak. Umat Islam di daerah ini mengakui khalifahnya adalah Husein. Sehingga terjadi pertempuran dan tentara Husein kalah sedangkan Husein mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbela. Gerakan Syi’ah semakin keras, gigih dan tersebar luas. Pemberontakan yang paling terkenal diantaranya adalah pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Walaupun dibantu oleh kalangan kaum Mawali di Persia, Armenia dan lain-lain, Mukhtar terbunuh oleh pasukan oposisi lainnya yaitu gerakan Abdullah ibn Zubair. Gerakan Abdullah ini baru dapat dihancurkan pada masa khalifah Abdul Malik pada tahun 693 M. Adapun prestasi Dinasti Umayyah 1.
Bidang Fisik Dalam pembangunan fisik, pada Diansti Umayyah telah didirikan pos-pos yang pada pemerintahan sebelumnya tidak ditemukan. Lebih lengkapnya, dapat dikatakan bahwa beberapa prestasi Dinasti Umayyah dalam pembangunan fisik adalah sebagai berikut: a.
Membangun pos-pos serta menyediakan kelengkapan peralatannya,
b.
Membangun jalan raya,
c.
Mencetak mata uang,
d.
Membangun panti asuhan,
e.
Membangun gedung pemerintahan,
2.
f.
Memblingun masjid,
g.
Membangun rumah sakit, dan
h.
Membangun sekolah studi kedokteran.
Perluasan Wilayah Kekuasaan. Dalam hal perluasan wilayah, Dinasti Umayyah menjalankan ekspansi sebagai berikut: a.
Menguasai Tunis pada tahun 760 M di bawah pimpinan Uqbah bin Nafi',
b.
Menguasai Khurasan hingga Lahore di sebelah Timur,
c.
Menguasai Bizantium,
d.
Menguasai Rhodes dan pulau-pulau kecil lainnya di Yunani,
e.
Di sebelah Barat, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Aljazair dan Maroko,
f.
Selanjutnya, Dinasti Umayyah berhasil menaklukkan Andalusia yakni Toledo, Sevilla, Malaga, Elvira dan Cordova,
g.
Penaklukkan yang sama berlanjut hingga ke Cadiz dan Calica,
h.
Menaklukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Farghana dan Samarqand, dan
i.
D.
Menaklukkan India, hingga ke Brahmanabat.
MASA KEMUNDURAN BANI UMAYYAH Meskipun kejayaan telah diraih oleh Bani Umayyah ternyata tidak bertahan lebih lama, dikarenakan kelemahan-kelemahan internal dan semakin kuatnya tekanan dri pihak luar. Menurut Dr. Badri Yatim, ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Umayyah lemah dan membawanya pada kehancuran, yaitu sebagai berikut:
1.
Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah suatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebuh menentukan aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan sistem pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat dikalangan anggota keluarga istana.
2.
Latar belakang terbentuknya Dinasti Umayyah tidak dapat dipisahkan dari berbagai konflik politik yang terjadi di masa Ali bin Abi Thalib. Sisa-sisa Syi’ah (para pengikut Ali) dan Khawarij terus terjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Dinasti Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3.
Pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah, pertentangan etnis antara Suku Arabia Utara (Bani Qais) dan Arab Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam semakin runcing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa Dinasti Umayyah mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Disamping itu, sebagian besar golongan Timur lainnya merasa tidak puas karena status Mawali itu menggambarkan suatu inferioritas, ditambah dengan keangkuhan bangsa Arab yang diperhatikan pada masa Bani Umayyah.
4.
Lemahnya pemerintah daulah Dinasti Umayyah juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, sebagian besar golongan awam kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama sangat kurang.
5.
Penyebab langsung runtuhnya kekuasaan Dinasti Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas bin Abbas Al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan golongan Syi’ah, dan kaum Mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah Dinasti Umayyah. Beberapa penyebab tersebut muncul dan menumpuk menjadi satu, sehingga akhirnya mengakibatkan keruntuhan Dinasti Umayyah, disusul dengan berdirinya kekuasaan orangorang Bani Abbasiyyah yang mengejar-ngejar dan membunuh setiap orang dari Dinasti Umayyah yang dijumpainya. Demikianlah, Dinasti Umayyah pasca wafatnya Umar bin Abdul Aziz yang berangsurangsur melemah. Kekhalifan sesudahnya dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh yang melemahkan dan akhirnya hancur. Dinasti Bani Umayyah diruntuhkan oleh Dinasti Bani Abbasiyyah pada masa khalifah Marwan bin Muhammad (Marwan II) pada tahun 127 H/744 M.
III. KESIMPULAN Masa kekhalifahan Bani Umayyah yang hanya berumur 89 tahun yaitun di mulai pada masa Muawiyyah bin Abu Sofyan ini banyak mengalami kemajuan perkembangan yang cukup pesat. Pada masa Muawiyyah bi Abu Sofyan perluasan wilayah yang terhenti pada masa khalifah Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib di lanjutkan kembali. Ekspansi ke Barat secara besar-besaran di lanjutkan di zama Al-Walid bin Abdul Malik. Masa pemerintahan Al Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Disamping ekspansi kekuasaan Islam, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pembangunan di berbagai bidang. Muawiyyah bin Abu Sofyan mendirikan dinas pos dan
tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang yang lengkap dengan peralatanya di sepanjang dalam. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjatan dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang hakim atau qodhi mulai berkembang menjadi profesi tersendiri. Qodhi adalah seorang spesialis di bidangnya.
IV. PENUTUP Demikian makalh ini kami susun. Penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dan kontruktif sangat di harapkan demi kesempurnaan karya ilmiah selanjutnya. Semoga makalh ini dapat di jadikan sumber referensi dan bermanfaat bagi pembaca yang budiman, Aamiin.
DAFTAR PUSTAKA
Hasymy, A., Sejarah Kebudayaan Islam,Jakarta: Bulan Bintang, 1975. Hitti, Philip K., Dunia Arab, terj. Ushuluddin Hutagalung dan O.D.P Sihombing, Bandung: Sumur Bandung, tth Suryanegara,Ahmad Mansur , Api Sejarah, Bandung: Salamadani, 2012. Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010. Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Beragai Aspeknya, Jakarta: UI Press, 1978. Osman, A.Latif, Ringkasan Sejarah,Jakarta: Widjaya, 1951. Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Prenada Media, 2010. Sulasman dan Suparman, Sejarah Islam di Asia dan Eropa, Bandung : Pustaka Setia , 2013. Souyb, Jousouf, Sejarah Umayyah,Jakarta: Bulan Bintang, 1977.