“Malformasi anorektal ” Tugas Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Pencernaan Dosen pembimbing : Yusi Sofiyah, M.Kep., Ns. Sp. Kep. An
Disusun oleh : Ferra Farida
032015016
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ‘AISYIYAH BANDUNG 2016/2017
KATA PENGANTAR
Atas karunia Allah SWT akhirnya kelompok kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Malformasi Anorektal” untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Pencernaan. Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari keterbatasan kemampuan baik dalam pengalaman maupun pengetahuan serta waktu yang tersedia sehingga kami yakin dalam penyajian makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun demikian kami telah berusaha secara maksimal dengan melaksanakan kelompok belajar. Harapan kami semoga hasil yang telah dicapai dalam makalah ini dapat bermanfaat. Untuk penyempurnaan penulisan, diharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan selanjutnya.
Bandung, 11 April 2017
Kelompok 8
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i DAFTAR ISI ................................................................................................................................................. ii BAB I : PENDAHULUAN A.
Latar belakang ................................................................................................................................... 3
B.
RUMUSAN MASALAH .................................................................................................................. 3
C.
TUJUAN MASALAH ....................................................................................................................... 4
BAB II : PEMBAHASAN A.
Anatomi dan Fisiologi ....................................................................................................................... 5
B.
Definisi ............................................................................................................................................ 10
C.
Etiologi ............................................................................................................................................ 10
D.
Klasifikasi Atresia Ani .................................................................................................................... 11
F. Tanda dan gejala ................................................................................................................................. 11 G. Faktor Predisposisi ............................................................................................................................. 11 H. Komplikasi ......................................................................................................................................... 11 I.
Penatalaksanaan............................................................................................................................... 12
J. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................................................... 12 BAB III : TINJAUAN KASUS A.
PENGKAJIAN ................................................................................................................................ 14
B.
ANALISA DATA ........................................................................................................................... 18
C.
Diagnosa keperawatan ..................................................................................................................... 19
D.
Intervensi keperawatan .................................................................................................................... 19
BAB IV : PENUTUP A.
KESIMPULAN ............................................................................................................................... 24
B.
SARAN ........................................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................. 25
ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan trepsis yang berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang yang normal. Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforata meliputi anus, rektum, atau batas di antara keduanya (Betz, 2002). Atresia ani merupakan kelainan bawaan (kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus (Donna, 2003). Atresia ani adalah tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada distal anus atau tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001). Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001). Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah kelainan kongenital dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan. B. RUMUSAN MASALAH 1. Jelaskan anatomi fisiologi tentang Malformasi anorectal ? 2. Apa yang dimaksud tentang Malformasi anorectal ? 3. Jelaskan Etiologi tentang Malformasi anorectal ? 4. Jelaskan klasifikasi tentang Malformasi anorecal ? 5. Sebutkan tanda dan gejala Malformasi anorectal ? 6. Sebutkan factor predisposisi Malformasi anorectal ? 7. Sebutkan komplikasi Malformasi anorectal ? 8. Jelaskan bagaimana penatalaksanaan Malformasi anorectal ? 9. Sebutkan apa saja pemeriksaan penunjang Malformasi anorectal ? 3
4
10.Jelaskan asuhan keperawatan tentang Malformasi anorectal ?
C. TUJUAN MASALAH 1. Mengetahui anatomi fisiologi tentang Malformasi anorectal ? 2. Mengetahui yang dimaksud tentang Malformasi anorectal ? 3 Mengetahui Etiologi tentang Malformasi anorectal ? 4. Mengetahui klasifikasi tentang Malformasi anorecal ? 5. Mengetahui tanda dan gejala Malformasi anorectal ? 6. Mengetahui factor predisposisi Malformasi anorectal ? 7. Mengetahui komplikasi Malformasi anorectal ? 8. Mengetahui bagaimana penatalaksanaan Malformasi anorectal ? 9. Mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang Malformasi anorectal ? 10. Mengetahui asuhan keperawatan tentang Malformasi anorectal ?
BAB II PEMBAHASAN A. Anatomi dan Fisiologi Susunan saluran pencernaan terdiri dari : 1. Mulut Mulut atau oris adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu : a. Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi. b. Bagian rongga mulut bagian dalam, yaitu rongga mulut yang di batasi sisinya oleh tulang maksilaris, palatum mandibularis, di sebelah belakang bersambung dengan faring. Selaput lendir mulut ditutupi epitelium yang berlapis-lapis, di bawahnya terletak kelenjar-kelenjar halus yang mengeluarkan lendir. Selaput ini kaya akan pembuluh darah dan juga memuat banyak ujung akhir saraf sensoris. Di sebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan di sebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir. Levator anguli oris mengangkat dan depresor anguli oris menekan ujung mulut. Palatum, terdiri atas 2 bagian yaitu : a. Palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dan sebelah depan tulang maksilaris dan lebih ke belakang terdiri dari 2 tulang palatum. b. Palatum yang dapat bergerak, terdiri mole (palatum lunak) terletak di belakang yang merupakan lipatan menggantung atas jaringan fibrosa dan selaput lendir. Gerakannya dikendalikan oleh ototnya sendiri, di sebelah kanan dan kiri dari tiang fauses terdapat saluran lendir menembus ke tonsil. 2. Lidah Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke seluruh arah. Lidah dibagi atas tiga bagian, radiks lingua (pangkal lidah), dorsum lingua (punggung lidah), dan apeks lingua (ujung lidah). Pada pangkal lidah yang belakang terdapat epiglotis yang berfungsi untuk menutup jalan nafas pada waktu kita menelan makanan, supaya makanan jangan masuk ke jalan nafas. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat putingputing pengecap atau ujung saraf pengecap. Frenulum lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira di tengah, jika lidah digerakkan ke atas nampak selaput lendir. Flika sublingua terdapat di sebelah kiri dan kanan frenulum lingua, di sini terdapat pula lipatan selaput lendir. Pada pertengahan flika sublingua ini terdapat saluran dari grandula parotis, submaksilaris, dan glandula sublingualis. 5
6
Fungsi lidah yaitu mengaduk makanan, membentuk suara, sebagai alat pengecap dan menelan, serta merasakan makanan. 3. Faring Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus). Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya di belakang rongga mulut dan rongga hidung, di depan ruas tulang belakang, ke atas bagian depan berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantara lubang bernama koana. Keadaan tekak berhubungan dengan rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring, bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah, sedangkan bagian inferior disebut laringofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring. Menelan (deglutisio), jalan udara dan jalan makanan pada faring terjadi penyilangan. Jalan udara masuk ke bagian depan terus ke leher bagian depan sedangkan jalan makanan masuk ke belakang dari jalan napas dan di depan dari ruas tulang belakang. Makanan melewati epiglotis lateral melaui ressus piriformis masuk ke esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Gerakan menelan mencegah masuknya makanan masuk ke jalan udara, pada waktu yang sama jalan udara ditutup sementara. 4. Esofagus Esophagus merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir (mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler, dan lapisan otot memanjang longitudinal. Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan tulang punggung. Setelah melalui thorak menembus diafragma masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung. 5. Hati Hati atau hepar adalah organ yang paling besar di dalam tubuh kita, warnanya coklat dan beratnya kira-kira 1 ½ kg. Letaknya di bagian atas dalam rongga abdomen di sebelah kanan bawah diafragma. Hati terdiri atas 2 lapisan utama : permukaan atas berbentuk cembung, terletak di bawah diafragma, dan permukaan bawah tidak rata dan memperlihatkan lekukan fisura transverses. Hati mempunyai 2 jenis peredaran darah yaitu arteri hepatika dan vena porta. Arteri hepatika, keluar dari aorta dan member 1/5 darah pada hati, masuk ke hati akan membeku jaringan kapiler setelah bertemu dengan kapiler vena, akhirnya keluar sebagai vena hepatika. Vena porta yang terbentuk dari lienalis dan vena mesentrika superior menghantarkan 4/5 darahnya ke hati.
7
Fungsi hati : a. Mengubah zat makanan yang di absorpsi dari usus dan yang disimpan di suatu tempat dalam tubuh. b. Mengubah zat buangan dan penawar racun untuk disekresi dalam empedu dan urine. c. Menghasilkan enzim glikogenik glukosa menjadi glikogen. d. Sekresi empedu, garam empedu dibuat di hati, dibentuk dalam sistem retikuloendotelium. e. Menyiapkan lemak untuk pemecahan terakhir asam karbonat. 6. Lambung Lambung atau gaster merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik, terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel di sebelah kiri fundus uteri. Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan. Bila melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf menimbulkan rangsang kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung. Getah lambung di halangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut. Fungsi lambung : 1. Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung. 2. Getah cerna lambung yang dihasilkan : a.) Pepsin, fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton). b.) Asam garam (HCL), fungsinya mengasamkan makanan, sebagai antiseptic dan desinfektan, dan membuat suasana asam pada pepsinogen sehingga menjaddi pepsin. c.) Renin, fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari kasinogen (kasinogen dan protein susu). d.) Lapisan lambung jumlahnya sedikit memecah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung. 7. Pankreas Panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm mulai dari deudenum sampai ke limpa. Bagian dari pankreas : kaput pankreas, terletak di sebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lekukan deudenum yang melingkarinya. Korpus pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini, letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra umbalis pertama. Ekor pankreas, bagian runcing di sebelah kiri menyentuh limpa.
8
8. Usus halus Usus halus atau intestinum minor adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada sekum panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus (lapisan mukosa (sebelah di dalam), lapisan otot melingkar (M.sirkuler), lapisan otot memanjang (M. longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar)). Absorpsi makanan yang sudah dicerna seluruhnya berlangsung di dalam usus halus melalui 2 saluran yaitu pembuluh kapiler dalam darah dan seluruh limfe di sebelah dalam permukaan vili usus. Sebuah vilus berisi lakteal, pembuluh darah epitelium dan jaringan otot yang diikat bersama oleh jaringan limfoid seluruhnya diliputi membran dasar dan ditutupi oleh epitelium. Karena vili keluar dari dinding usus maka bersentuhan dengan makanan cair dan lemak yang diabsorpsi ke dalam lakteal kemudian berjalan melalui pembuluh limfe masuk ke dalam pembuluh kapiler darah di vili dan oleh vena porta dibawa ke hati untuk mengalami beberapa perubahan. Fungsi usus halus : a. Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe. b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino. c. Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida. 9. Duodenum Duodenum disebut juga usus 12 jari, panjangnya ± 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pankreas (duktus pankreatikus). Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus kolektekus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida.Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk memproduksi getah intestinum.
10. Jejunum dan ileum Jejunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. Dua perlima bagian atas adalah jejunum dengan panjang ± 23 m, dan ileum dengan panjang 4-5 m. Lekukan jejunum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Sambungan antara jejunum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileosekalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula sekalis valvula
9
baukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asenden tidak masuk kembali ke ileum. 11. Usus besar Usus besar atau intestinum mayor panjangnya ± 1 ½ m, lebarnya 5-6 cm. Lapisanlapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri. 12. Sekum Dibawah sekum terdapat apendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya ditutupi oleh peritoneum mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup. 13. Kolon asendens Panjangnya 13 cm, terletak dibawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah hati melengkung ke kiri, lengkungan ini disebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum. 14. Apendiks Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal dibelakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen. 15. Kolon transversum Panjangnya ± 38 cm, membujur dari kolon desenden, berada dibawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis. 16. Kolon desendens Panjangnya ± 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid. 17. Kolon sigmoid Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum.
10
18. Rektum Rektum terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis. Organ ini berfungsi untuk tempat penyimpanan feses sementara. 19. Anus Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh sfingter : a. Sfingter ani interus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak. b. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak. c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. Defekasi (buang air besar) didahului oleh transport. Feses ke dalam rektum yang mengakibatkan ketegangan dinding rektum mengakibatkan rangsangan untuk reflex defekasi sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M. Levator ani relaksasi secara volunter dan tekanan ditimbulkan oleh otot-otot abdomen.
B. Definisi Malformasi Anorektal adalah suatu kelainan malformasi kongenital dimana tidak lengkapnya perkembangan embrionik pada bagian anus atau tertutupnya anus secara abnormal atau tidak ada lubang anus sama sekali . Menurut kamus kedokteran , atresia berarti tidak adanya lubang pada tempat yang seharusnya berlubang sehingga atresia ani berarti tidak terbentuknya lubang pada anus. Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum.
C. Etiologi Penyebab kelainan ini belum diketahui secara pasti. faktor lingkungan seperti peggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol selama masa kehamilan .namun hal ini masih belum jelas Kelainan genetik atau bawaan (autosomal) anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada minggu kelima sampai ketujuh pada usia kehamilan, terjadi gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital, biasanya karena gangguan perkembangan septum urogenital
11
D. Klasifikasi Atresia Ani Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu : 1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat keluar. 2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus. 3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus. 4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : 1. Anomaly Low Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius. 2. Anomaly intermediet Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. 3. Anomaly high Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm. F. Tanda dan gejala 1. Meconium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran 2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rectal pada bayi 3. Meconium keluar melalui sebuah fisula atau anus yang salah letaknya 4. Distensi bertahap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula) 5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam 6. Pada pemeriksaan rectal touce terdapat adanya membrane anal 7. Perut kembung
G. Faktor Predisposisi Atresia ani dapat terjadi disertai dengan beberapa kelainan kongenital saat lahir, seperti : 1. Kelainan sistem pencernaan terjadi kegagalan perkembangan anomali pada gastrointestinal. 2. Kelainan sistem perkemihan terjadi kegagalan pada genitourinari. H. Komplikasi 1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan. 2. Obstruksi intestinal 3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan. 4. Komplikasi jangka panjang : a. Eversi mukosa anal. b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
12
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid. d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training. e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi. f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
I. Penatalaksanaan Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu : a. Pembuatan kolostomi Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau colon iliaka. Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumnya ditunda 9 sampai 12 bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk membesar dan pada otototot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. c. Tutup kolostomi Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering tetapi seminggu setelah operasi BAB berkurang frekuensinya dan agak padat.
J. Pemeriksaan Penunjang Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang sebagai berikut : 1. Pemeriksaan radiologis Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal. 2. Sinar X terhadap abdomen Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rektum dari sfingternya. 3. Ultrasound terhadap abdomen Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam sistem pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor. 4. CT Scan Digunakan untuk menentukan lesi. 5. Pyelografi intra vena Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter. 6. Pemeriksaan fisik rektum Kepatenan rektal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari. 7. Rontgenogram abdomen dan pelvis bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
BAB III TINJAUAN KASUS An. R , usia 8 bulan,perempuan,klien dibawa oleh orangtua untuk pembuatan lubang anus sesuai dengan instruksi dokter bedah sebelumnya. Kondisi saat ini BAB lancar,flatus ada,mual muntah tidak ada,produksi stoma lancar,kembung tidak ada. Operasi PSARP telah dilakukan sehari sebelum pengkajian . klien BAB spontan sejak lahir namun tidak dari lubang anus melainkan dari lubang vagina (menurut persepsi orang tua saat itu). Klien lalu dirujuk ke RSCM dan terdiagnosis atresia ani fistel rectovestibular . klien dilakukan kolostomi sigmoid pada tanggal usia 3 bulan . klien lahir pada usia kehamilan 39 minggu, sponta, ditolong oleh bidan , dengan BBL 3000gr ,PBL 48 cm,langsung menangis . selama hamil ibu tidak mengalami masalah serius . Terapi : parasetamol 3x150 mg (k/p), cefotaxine 2x500 mg, IVFD KaEN3B 1000 cc +KCI 25meq, Ventolin : bisolvon : NaCL = 1:1:1 (2x 1 cc) . pemeriksaan penunjang : DPL : Hb 9,8 gr/dl ;27,9% ; LED 40 mm : ELektrolit : K :2,56 meq/dl Pengkajian fisik : abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi dengan produksi feses lancar, dan terawatt baik . paska operasi tampak luka jahitan di anus . ibu memfiksasi posisi an. R Dengan membedong bagian pinggang ke bawah dengan kain gendongan . BB 6,8 kg , TB 64 cm , klien tampak aktif dan mudah tersenyum bila diajak bicara dengan sipapun . paska operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala nyeri ( FLACC scale ) 4 . Makan bubur/tim habis 1 porsi. Paska operasi minum bertahap. Kesadaran compos mentis, suhu 37 C , frekuensi nadi 115x/mnt, RR 36x/mnt, mukosa bibir lembab, turgor kulit elastis, bising usus normal, akral hangat CRT <2 detik, suara napas ronchi,terdengar batuk sesekali .
13
14
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. R (8 bulan) DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : ATRESIA ANI FISTEL RECTOVESTIBULAR DI RSCM
A. PENGKAJIAN 1. Identitas a. Identitas klien Nama
: An. R
Umur
: 8 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status Marital
: Belum menikah
Pendidikan
: Tidak Terkaji
Pekerjaan
: Tidak Terkaji
Agama
: Tidak Terkaji
Suku Bangsa
: Tidak Terkaji
Tanggal Masuk Rs
: Tidak Terkaji
Tanggal Pengkajian
: Tidak Terkaji
No Medrec
: Tidak Terkaji
Diagnosa Medis
: Atresia Ani
Alamat
: Tidak Terkaji
b. Identitas Penanggung Jawab Nama
: Tidak Terkaji
Umur
: Tidak Terkaji
Jenis Kelamin
: Tidak Terkaji
15
Pekerjaan
: Tidak Terkaji
Alamat
: Tidak Terkaji
Hub. dengan klien
: Ibu
2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Nyeri Pasca Operasi b. Riwayat Kesehatan Sekarang Paska operasi tampak luka jahitan di anus . paska operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala nyeri (FLACC Scale) 4 . makan bubur/tim habis 1 porsi paska operasi minum bertahap kesadaran composmentis , suhu 37 C ,frekuensi nadi 115x/menit,RR 36x/menit RR 36x/menit mukosa bibir lembab,turgor kulit elastis, bising usus normal,akral hangat,CRT<2 detik, suara nafas ronchi dan terdengar batuk sesekali. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Klien dilakukan kolostomi sigmoid pada tanggal usia 3 bulan. Klien lahir pada usia 39 minggu,spontan,ditolong oleh bidan ,dengan BBL 3000 gr , PBL 48 cm, langsung menangis selama hamil ibu tidak mengalami masalah serius d. Riwayat Kesehatan Keluarga Tidak Terkaji 3. Pemeriksaan Fisik a. Keadaan umum -
Kesadaran compos mentis
-
Pemeriksaan antropomentri BB : 6,8 kg TB : 64 cm
-
Tanda-tanda vital Suhu : 37 c Nadi : 115 x/menit RR : 36 x/menit
b. Sistem tubuh 1. Sistem pernapasan
16
Suara napas ronchi dan terdengar batuk sesekali RR : 36 x/menit 2. Sistem kardiovaskuler CRT <2 detik 3. Sistem pencernaan Mukosa bibir lembab dan bising usus normal . makan bubur/tim habis 1 porsi . paska operasi minum bertahap 4. Sistem integumen Abdomen sebelah kiri terdapat kolotomi dengan produksi feses lancar dan terawatt baik . paska operasi tampak luka jahitan di anus . Turgor kulit elastis dan akral hangat 5. Sistem perkemihan Urin lancar tidak terpasang alat bantu 6. Sistem indera Tidak Terkaji 7. Sistem persyarafan Kesadaran compos mentis 8. Sistem musculoskeletal Tidak terkaji 4. Data penunjang 1.) Pemeriksaan Laboratorium Hasil Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan
Hasil
Normal
Unit
Hemoglobin
9,8
12-14
gr/dl
Hematokrit
27,9
29-54
%
40
<10
mm
2,56
3,6-5,8
Meq/dl
LED Kalium
17
2.) Terapi : NO
NAMA OBAT
DOSISI
INDIKASI
1.
Parasetamol
3x150 mg
Penggunaan sebagai analgetik dan antipiretik
2
Cefotaxime
2x500 mg
Untuk pengobatan dengan infeksi yang disebabkan oleh bakteri sensitif
3
KaEN3B
1000 cc
Untuk memenuhi kebutuhan harian air dan elektrolit dengan kandungan kalium cukup untuk mengganti ekskresi harian, pada keadaan asupan oral terbatas
4
KCI
25 meq
Pencegahan dan pengobatan hipokalemia
5
ventolin
2x1 cc
untuk mengobati penyakit pada saluran pernafasan seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
18
6
bisolvon
2x1 cc
untuk mengobati gangguan pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh dahak/mukus yang berlebihan
7
NaCl
2x1 cc
B. ANALISA DATA NO ANALISA DATA 1.
Pengganti cairan plasma
ETIOLOGI
MASALAH
Terlampir
Nyeri akut
Terlampir
Resiko infeksi
Terlampir
Defisiensi pengetahuan
Do : -
Skala nyeri 4 (0-10)
-
anak rewel dan gelisah
2.
-
BB : 6,8 kg
-
TB : 62 cm
Ds : Do : -
tampak luka jahitan di anus
3.
LED 40 mm
Ds : Do : -
Kurang pengetahuan
19
-
Tampak cemas
4.
Terlampir
Ds :
Inkontinensia Defekasi
C. Diagnosa keperawatan 1. Nyeri akut b.d luka 2. Resiko infeksi b.d pembedahan 3. Defisiensi pengetahuan b.d prosedur pembedahan dan kondisi bayi 4. Inkontinensia defekasi b.d kolostomi
D. Intervensi keperawatan Nama : An. R Jenis Kelamin : Perempuan Usia : 8 Bulan Diagnosa Medis : Malformasi anorektal No Medrec : Tidak Terkaji
No Diagnosa
Tujuan dan kriteria
Intervensi
rasional
hasil 1.
Nyeri akut b.d luka
1. Agar klien dapat dilakukan 1. Lakukukan pengkajian nyeri mengetahui tindakan secara lokasi,karakteristik, komprehensif durasi, frekuensi keperawatan termasuk lokasi, dan faktor selama 3x24 jam karakteristik, presipitasi durasi, frekuensi, maka nyeri akut kualitas dan dengan kriteria faktor presipitasi 2. Gunakan tehnik 2. Membantu pasien hasil : komunikasi agar mengetahui terapeutik untuk tehnik komunikasi mengetahui terapeutik Setelah
20
pengalaman nyeri pasien Vital suhu 37 C 3. Pilih dan lakukan 3. Agar pasien dapat penanganan respirasi 36x/mnt melakukan nyeri ( penanganan nyeri ,nadi 115 normal farmakologi, non farmakologi dan -Mampu mengenali interpersonal) 4. Agar pasien dapat nyeri (skala, 4. Tingkatkan istirahat yang baik intensitas, frekuensi istirahat dan tanda nyeri ) Menyatakan rasa -
Tanda-Tanda
nyaman
setelah
nyeri berkurang 2.
Resiko
Setelah
dilakukan
infeksi b.d
tindakan
pembedahan,
kemajuan atau
pembedahan
keperawatan
hari
penyimpangan
selama 3x24 jam
pembedahan,
dari tujuan yang
maka resiko infeksi dengan
kriteria
1. Kaji
jenis
2. Lakukan
diharapkan`
Perawatan Luka
hasil
2. -
perawatana luka sebaiknya tidak
- Tidak ada tanda-
setiap hari untuk
tanda infeksi tidak
menurunkan
ada kemerahan -tanda-tanda
1. Mengidentifikasi
kontak tindakan vital
dengan luka yang
normal
dalam kondisi steril sehingga
-mencegah adanya
mencegah
infeksi
kontaminasi kuman ke luka bedah. 3. Observasi keadaan
luka
21
terhadap tanda- 3. Perkembangan tanda infeksi
infeksi memperlambnat pemulihan luka.
3.
Defisiensi
Setelah
dilakukan 1.
Jelaskan 1.Agar keluarga dapat
pengetahuan
tindakan
patofisiologi
dari memahami awal
keperawatan
penyakit
dan penyakit tersebut
selama 3x24 jam bagaimana hal ini maka
defisiensi berhubungan dengan
pengetahuan adanya
anatomi dan fisiologi
perawatan dengan cara tepat
dengan
kriteria
hasil : -
2.Gambarkan tanda Keluarga tidak paham tentang penyakit ini
-
Keluarga mampu menjelaskan prosedur
-
Keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat
dan
gejala
yang 2.untuk mengetahui
biasa muncul pada tanda-tanda gejala penyakit dengan cara yang sering muncul tepat
3.diskusikan perubahan
gaya 3.untuk mencegah
hidup yang mungkin adanya komplikasi diperlukan
untuk untuk proses
mencegah komplikasi
kedepannya dimasa
yang akan datang atau pengontrolan penyakit
proses
22
4.
Inkontenensia Setelah defekasi
dilakukan 1. Tingkatkan
1. Defekasi yang
tindakan
kontinensia
keperawatan
defekasi
selama 3x24 jam
mempertahankan
kerusakan integritas
inkontenensia
integritas
kulit
defekasi terkontrol
dapat
defekasi: pengendalian pengeluaran feses dari usus 2.Integritas jaringan: Kulit dan membran mukosa: Keutuhan struktural fungsi normal
kulit dan membran mukosa
kulit
mencegah
perianal 2. menjadwal 2. Bentuk
1. Inkontinensia
fisiologis
dan
dengan
kriteria hasil:
dan
dapat dikontrol
dan
defekasi dapat
pertahankan pola
memperbaiki pola
defekasi
defekasi
yang
rutin
3. Bantu untuk
pasien 3. Melatih pengeluaran feses melatih dapat melatih
pengeluaran feses
atau
kemampuan otot
defekasi
pada
sfingter
interval
yang 4. Integritas kulit yang
spesifik
baik
4. Pertahankan integritas
kulit
perineum
dan
redakan ketidaknyamanan pada perineum
23 Factor lingkungan (obatobatan ,konsumsi alcohol )
Factor genetik
( ( Kegagalan penurunan septum anarektal
Terjadi kegagalan dan abdominalis uretra vagina
Tidak ada kelengkapan migrasi kolon pada minggu ke 7-10 dalam perkembangan rektal
Malformasi anorektal
High anomaly - anorectal - rektal atresia
Feses keluar melalui vagina
Infeksi berulang
Resiko infeksi
Intermediate anomaly -retro vagina fistula -retro bulbarektal fistula
Low anomaly -anal stenosis -agnesia fistula
Kolostomi pada usia 3 bulan
PSARP pada usia 8 bulan
Kolostomi sigmoid
Luka insisi
Pengeluaran feses
Trauma jaringan
Adanya flatus
Nyeri akut
Kurang pengetahuan BAB lancar Cemas
Defisiensi pengetahua n
Produksi stoma lancar
Inkontenensia defekasi
BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Atresia ani adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau anus tidak sempurna, termasuk didalamnya agenesis ani, agenesis rektum dan atresia rektum. Penyebab kelainan ini belum diketahui secara pasti. 1.faktor lingkungan seperti peggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol selama masa kehamilan 2.Kelainan genetik atau bawaan (autosomal) anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu : 1. Anomaly Low Rektum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius. 2. Anomaly intermediet Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal. 3. Anomaly high Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan fistula genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari1 cm. Penatalaksanaan dalam tindakan atresia ani yaitu : a. Pembuatan kolostomi b. PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty) c. Tutup kolostomi B. SARAN Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan tentang pemahaman dan pengetahuan tentang Malformasi anorektal kami selaku penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna .oleh karena itu,kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca,maupun dosen.agar makalah ini dapat lebih baik lagi.
24
DAFTAR PUSTAKA