ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ANAK DENGAN MALFORMASI ANOREKTAL Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pembimbing : Yusi Sofiah Tia Setiawati Disusun oleh Kelompok 4: Beby Ayu Irwan Kurniawan
STIKES ‘AISYIYAH BANDUNG PRODI D3 KEPERAWATAN JL. KH. Ahmad Dahlan Dalam, No. 6 2016-2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan, karena berkat rahmat dan karuniaNya lah akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari sepenuh nya bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, mengingat pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki masih sangat terbatas. Oleh karena itu, Kami juga mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun semangat , agar ke depan kami bisa membuat makalah dengan lebih baik. Dan kami berharap makalah ini akan bermanfaat bagi kami, khususnya pembaca dan pihak yang memerlukan pada umumnya . Semoga Tuhan memberikan rahmat serta karunian-Nya kepada semua pihak yang telah turut membantu penyusunan makalah ini.
Bandung, April 2017
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Malformasi anorektal merupakan kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, sedangkan kloaka persisten diakibatkan karena pemisahan antara traktus urinarius, traktus genitalia dan traktus digestivus tidak terjadi. Banyak anak-anak dengan malformasi ini memiliki anus imperforata karena mereka tidak memiliki lubang dimana seharusnya anus ada. Walaupun istilah ini menjelaskan penampilan luar dari anak, istilah ini lebih ditujukan pada kompleksitas sebenarnya dari malformasi. ( Wong, 2009 ). Insiden terjadinya malformasi anorektal berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup dengan sedikit lebih banyak terjadi pada laki-laki. 20 % -75 % bayi yang menderita malformasi anorektal juga menderita anomali lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan perempuan adalah anus imperforata dengan fistula antara usus distal uretra pada laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan. (Alpers, 2006). B. Rumusan Masalah Adapun Rumusan Masalah nya adala C. Tujuan Makalah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi Anus dan Rektum Rectum dan anus merupakan susunan saluran pencernaan yang paling akhir. Rectum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os. Koksigis. Sedangkan anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter, yaitu: Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak. Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. (Syaifuddin, 1997). Defekasi (buang air besar). Bila rectum bagian atas diregangkan oleh isinya, reseptor tekanan merangsang sensasi defekasi yang mendesak. Aksi defekasi dimulai secara voluntar: otot longitudinal rectum berkontraksi, kedua otot sfingter anal bagian dalam dan luar dan otot puborektal relaksasi; rectum memendek; dan isi tersebut ditekan oleh kontraksi anular dibantu oleh peningkatan tekanan abdomen. Frekuensi defekasi sangat bervariasi, dari tiga kali sehari, sampai tiga kali seminggu, dan tergantung pada bagian terbesar kandungan makanan (“serat”, terutama selulosa). Selulosa dimetabolisis oleh bakteri usus menjadi metada dan gas lainnya yamg menimbulkan flatus menyertai, misalnya kacang-kacangan. Diare (> 200 gr feses / hari), bila bila berlebihan dapat mengakibatkan bahaya kehilangan air dan K, dan gangguan asam basa. B. Definisi Malformasi Anorektal Malformasi anorektal (anus imperforata) adalah malformasi kongenital di mana rectum tidak mempunyai lubang keluar. Anus tidak ada, abnormal atau ektopik. Kelainan
anorektal umum pada laki-laki dan perempuan memperlihatkan hubungan kelainan anorektal rendah dan tinggi diantara usus, muskulus levator ani, kulit, uretra dan vagina ( Wong, L. Donna. 2009 ) . Imperforata anus adalah tidak komplitnya perkembangan embrionik pada distal usus (anus) atau tertutupnya anus secara abnormal. (Suryadi 2006 ) Malformasi anorektal adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak semputna. Anus tampat tidak rata atau sedikit cekung ke dalam atau kadang terbentuk anus namun tidak berhubungan langsung dengan rectum (purwanto,2001 ).
C. Klasifikasi Malformasi Anorektal 1. Klasifikasi pada anorektal menurut insidennya, antara lain: a. Pada Laki-laki 1) Fistula pirenium (kutaneus) Adalah cacat paling sederhana pada kedua jenis kelamin. Penderita mempunyai lubang kecil terletak di perineum, sebelah anterior dari titik pusat, sfingter eksterna didekat skrotum pada pria / vulva pada perempuan. 2) Fistula rektrovesika Pada penderita dengan fistula rektrovesika, rektum berhubungan dengan saluran kencing pada setinggi leher vesika urinaria. 3) Fistula rektrouretra Pada kasus fistula rektrouretra, rektum berhubungan dengan bagian bawah uretra (uretra bulbar) atau bagian atas uretra (uretra prostat). 4) Anus imperforate tanpa vistula Mempunyai
karakteristik
sama
pada
kedua
jenis
kelamin
Rectum tertutup sama sekali dan biasanya ditemukan kira-kira 2 cm di atas kulit perineum 5) Atresium rektum Adalah
yang
jarang
terjadi,
hanya
1%
dari
anomaly
anorektum
Cacat ini mempunyai kesamaan karakteristik pada kedua jenis kelamin. Tanda
yang unik pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanal anul & anus yang normal. Ada obstruksi sekitar 2 cm di atas batas kulit b. Pada Perempuan 1) Kloaka persisten Pada kasus kloaka persisten ini , rectum, vagina dan saluran kencing bertemu dalam satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di belakang klitoris. 2) Fistula vestibular Adalah cacat yang sering ditemukan pada perempuan. Rectum bermuara ke dalam vestibula kelamin perempuan sedikit diluar salaput dara. 2. Klasifikasi malformasi anorektal berdasarkan atas hubungan rektum dengan otot puborektal : a. Kelainan letak rendah (low anomalies) Pada letak ini rektum menyambung pada otot puborektal,spinter interna dan eksterna fungsi berkembang normal, tidak ada hubungan dengan traktus genitourinaria. b.
Kelainan letak sedang (intermedieat anomalies) Rektum terletak dibawah otot puborektal, terdapat cekungan anus, dan posisi spinter eksterna normal.
c.
Kelainan letak tinggi (high anomalies) Akhir rektum terletak diatas otot puborektal, tidak terdapat spinter interna dan terdapat hubungan dengan genitourinaria pada laki-laki fistula rektouretra, pada perempuan rektovaginal.
D. Etiologi Malformasi Anorektal Penyebabnya tidak diketahui. Tidak ada faktor resiko jelas yang mempengaruhi seorang anak dengan anus imperforata. Penyebab dari penyakit ini adalah: 1. Malformasi Anus Gangguan pertumbuhan dan fusi serta pembentukan anus dari tonjolan embrionik. 2. Malformasi Rektum Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital serta gangguan
perkembangan septum anorektal yang memisahkannya (terjadi fistel). (Mansjoer, 2000)
E. Patofisiologi Malformasi Anorektal Embriogenesis malformasi ini tidak jelas. Rectum dan anus berkembang dari bagian dorsal usus atau ruang cloaca ketika mesenchym bertumbuh ke dalam membentuk septum anorectum pada midline. Septum ini memisahkan rectum dan canalis anus secara dorsal dari vesica urinaria dan uretra. Ductus cloaca adalah penghubung kecil antara 2 usus. Pertumbuhan ke bawah septum urorectalis menutup ductus ini selama 7 minggu kehamilan. Selama itu, bagian ventral urogenital berhubungan dengan dunia luar; membran analis dorsalis terbuka kemudian. Anus berkembang dengan penyatuan tuberculum analis dan invaginasi external, diketahui sebagai proctodeum, yang mengarah ke rectum tetapi terpisah oleh membran anal. Membran pemisah ini akan terpisahkan pada usia 8 minggu kehamilan. Gangguan perkembangan struktur anorectum pada tingkat bermacam-macam menjadi berbagai kelainan, berawal dari stenosis anus, anus imperforate, atau agenesis anus dan gagalnya invaginasi proctodeum. Hubungan antara tractus urogenital dan bagian rectum menyebabkan fistula rectourethralis atau rectovestibularis. F. Manifestasi Klinis Malformasi Anorektal 1. Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran 2. Tidak dapat dilakukan pengukuran suku rectal pada bayi 3. Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang salah yang salah letaknya. 4. Distensi terhadap dan adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula). 5. Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam. 6. Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membrane anal. 7. Perut kembung. G. Komplikasi Malformasi Anorektal 1. Asidosis hiperkloremia 2. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
3. Kerusakan uretra ( akibat prosedur bedah ) 4. Eversi mukosa anal 5. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis) 6. Impaksi dan konstipasi (akibat dilatasinya sigmoid) 7. Masalah atau keterlambatan yg berhubungan dg toilet training 8. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi) 9. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten) 10. Fistula kambuhan (karena tegangan diarea pembedahan dan infeksi )
H. Pemeriksaan Diagnostik Malformasi Anorektal 1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang umum dilakukan pada gangguan ini 2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium 3. Pemeriksaan sinar-X lateral inverse (teknik Wangensteen-Rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada atau di dekat perineum; dapat menyesatkan jika rectum penuh dengan mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal 4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rectal 5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukkan jarum tersebut sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap sebagai defek tingkat tinggi I. Penatalaksanaan Malformasi Anorektal Penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien dengan penyakit maformasi anorektal ada dua macam yaitu dengan tindakan sementara dan tindakan definitive, sebagai berikut: 1. Tindakan Sementara a. Tindakan spontan tergantung tinggi rendahnya atresia. Anak segera dipuasakan untuk pembedahan. Bila diduga ada malformasi rektum, bayi harus segera dikirim ke ahli bedah yaitu dilakukan kolostomi transversum akut. Ada 2 tempat yang kolostomi
yang
dianjurkan
dipakai
pada
neonatus
dan
bayi
yaitu
transversokolostomi dan sigmoidkolostomi. Khusus untuk defek tipe kloaka pada
perempuan selain kolostomi juga dilakukan vaginostomi dan diversi urine jika perlu (setelah anak lebih besar 1 – 1,5 tahun). b. Pada malformasi anus laki-laki tipe covered anal dilakukan insisi/ diiris hanya pada garis hitam di kulitnya, kemudian diperlebar perlahan-lahan dan apabila ada lubang dilanjutkan dengan kelingkin yang dilapisi vaselin didorong masuk sampai teraba/ menonjol ujung rektum kemudian ujung rektum di insisi tanpa dijahit. Pada defek letak rendah langsung dilakukan terapi definitif yaitu anorektoplasti posterior sagital (PSARP), sisanya dilakukan kolostomi sementara. 2. Tindakan Definitif a. Pembedahan definitif ini dimaksudkan untuk menghilangkan obstruksi dan mempertahankan kontak kontinensi. Untuk malformasi rectum setelah bayi berumur 6 bulan dilakukan ano-rekto-vagina-uretroplasti posterior sagital (PSAVURP). b. Pada malformasi anus tindakan koreksi lebih lanjut tergantung pada defek ; c. Pada malformasi anus yang tidak ada fistel tetapi tampak ada anal dimple dilakukan insisi dianal dimple melalui tengah sfingter ani eksternus. d. Jika fistel ano uretralis terapi anal dimple tidak boleh langsung ditembus tapi lebih dulu fistel ano uretralis tersbeut diikat. Bila tidak bisa kasus dianggap dan diperlakukan sebagai kasus malformasi rektum. e. Pada agenesis anorektal pada kelainana tinggi setelah bayi berat badan mencapai 10 kg tersebut harus diperbaiki dengan operasi sakroperineal atau abdomino perineal dimana kolon distal ditarik ke aneterior ke muskulus puborektalis dan dijahitkan ke perinuem. Pada anomali ini, sfingter ani eksternus tidak memadai dan tidak ada sfingter internus, sehingga kontinensi fekal tergantung pada fungsi muskulus pubo rektalis. Sebagai hasil dari anak dengan kelainan tinggi tanpa muskulatur atau muskolatur yang buruk, kontinensia mungkin didapat secara lambat tetapi dengan pelatihan intensif dengan menggunakan otot yang ada, pengencangan otot kemudian dengan levator plasti, nasihat tentang diet dan memelihara "neorektum" tetap kosong, kemajuan dapat dicapai
BAB III TINJAUAN KASUS
An. R, usia 8 bulan, perempuan, klien dibawa oleh orang tua untuk pembuatan lubang anus sesuai dengan instruksi dokter sebelumnya. Kondisi saat ini BAB lancar, flatus ada, mual muntah tidak ada, produksi stoma lancar, kembung tidak ada. Operasi PSARP telah dilakukan sehari sebelum pengkajian. Klien BAB spontan sejak lahir namun tidak dari lubang anus melainkan dari lubang vagina (menurut persepsi orang tua). Klien lalu dirujuk ke RSCM dan terdiagnosis Atresia ani fistel rectovestibular. Klien dilakukan kolostomi sigmoid pada tanggal usia 3 bulan. Klien lahir pada usia kehamilan 39 minggu, spontan, ditolong oleh bidan, dengan BBL 3000 gr, PBL 48 cm, langsung menangis. Selama hamil ibu tidak mengalami masalah serius.
Terapi : Parasetamol 3x150 mg (k/p), Cefotaxime 2x500 mg, IVFD KaEN3B 1000 cc + KCL 25 meq, Ventolin : Bisolvon : NaCl = 1:1:1 (2x 1cc). Pemeriksaan Penunjang : DPL : Hb : 9,8 gr/dl : Ht 27,9% : LED 40mm, Elektrolit : K : 2,56 meq/dl
Pengkajian fisik : Abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi dengan produksi feses lancar, dan terawatt baik. Paska operasi tampak luka jahitan di anus. Ibu memfiksasi posisi an.R dengan membedong bagian pinggang kebawah dengan kain gendongan. BB 6,8 kg, TB 64 cm. klien tampak aktif dan mudah tersenyum bila diajak bicara dengan siapapun. Paska operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala nyeri (FLACC Scale) 4. Makan bubur/ tim habis 1 porsi. Paska operasi minum bertahap. Kesadaran compos mentis, suhu 37oC, frekuensi nadi 115x/menit, RR 36x/menit, mukosa bibir lembab, turgor elastis, bising usus normal, akral hangat, CRT<2 detik, suara napas ronchi, terdengar batuk sesekali
A. PENGKAJIAN 1. Identitas diri a. Pasien Nama
: An.R
Umur
: 8 Bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Tidak terkaji
Agama
: Tidak terkaji
Pendidikian
: Tidak terkaji
Pekerjaan
: Tidak terkaji
Bangsa
: Tidak terkaji
Tanggal masuk
: Tidak terkaji
Tanggal pengkajian
: Tidak terkaji
No RM
: Tidak terkaji
Diagnosa medis
: Atresia Ani Fistel Rectovestibular
b. Penanggung jawab Nama
: Tidak terkaji
Umur
: Tidak terkaji
Jenis kelamin
: Tidak terkaji
Alamat
: Tidak terkaji
Agama
: Tidak terkaji
Pendidikan
: Tidak terkaji
Pekerjaan
: Tidak terkaji
Hubungan
: Tidak terkaji
2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan Utama Paska operasi anak menjadi rewel dan gelisah
b. Riwayat Penyakit Sekarang klien dibawa oleh orang tua untuk pembuatan lubang anus sesuai dengan instruksi dokter sebelumnya. Kondisinya BAB lancar, flatus ada, mual muntah tidak ada, produksi stoma lancar, kembung tidak ada, operasi PSARP telah dilakukan sehari sebelum pengkajian, Pasca operasi anak menjadi rewel dan gelisah skala nyeri FLACC Scale 4
c. Riwayat Penyakit Dahulu Klien BAB spontan sejak lahir namun tidak dari lubang anus melainkan dari lubang vagina (menurut persepsi orang tua saat itu), klien lalu dirujuk ke RSCM dan terdiagnosis Atresia Ani Fistel Rectovestibular, klien dilakukan kolostomi sigmoid pada usia 3 bulan.
d. Riwayat Nutrisi Tidak terkaji, kaji riwayat nutrisi pasien
e. Riwayat Imunisasi Tidak terkaji No
Jenis Imunisasi Kaji
imunisasi
yang
diberi
Umur Pemberian telah Kaji
Reaksi
umur Kaji
Reaksi
pemberian
terhadap
imunisasi
imunisasi yang diberikan
f. Riwayat Kelahiran Klien lahir pada usia kehamilan 39 minggu, spontan, ditolong oleh bidan, dengan BBL 3000 gr, PBL 48 cm, lanngsung menangis, selama hamil ibu tidak mengalami masalah serius.
g. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan 1) Pertumbuhan Tidak terkaji 2) Perkembangan a) Fase motoric kasar = tidak terkaji b) Fase motoric halus = tidak terkaji
h. Dampak Hospitalisasi Tidak terkaji
i. Riwayat Kesehatan Keluarga Tidak terkaji
j. Riwayat Kesehatan Lingkungan Tidak terkaji 3. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan Umum a) Tingkat Kesadaran
: Compos Mentis
b) GCS
: 15
c) Tanda-tanda Vital
: Nadi = 115x/menit RR = 36x/menit Suhu = 37oC
2) Antropometri a) Berat badan sekarang
: 6,8 Kg
b) Berat badan dahulu
: Tidak terkaji
c) Tinggi badan
: 64 cm
d) BB/U
:
3) Pemeriksaan Fisik a) Sistem pernafasan
tidak ada penggunaan otot tambahan, tidak ada retraksi suprasternal, retraksi intercostal, pengembangan dada simetris, fremitus taktil seimbang kanan dan kiri, auskultasi terdengan bunyi ronhi, batuk (+). Respirasi pasien 36x/menit
b) Sistem kardiovaskuler Saat dilakukan pengkajian konjungtiva tidak anemis, CRT<2 detik, saat diperkusi terdengar suara dullness, saat di auskultasi bunyi jantung terdengar normal S1 halus daripada bunyi S2 pada bagian dasar, tidak terdapat suara tambahan S1 dan S2, tidak ada peningkatan JVP, turgor kulit elastis, akral hangat.
c) Sistem Integumen Saat dilakukan pengkajian warna kulit pasien sawo matang, kulit diarea ekstremitas atas dan bawah bersih, lembut, tidak ada lesi,tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan. Tampak luka jahitan di anus, terdapat kolostomi
d) Sistem musculoskeletal Setelah dilakukan pengkajian pada ekstremitas atas dan bawah pasien tidak tampak kontraktur, tidak ada deformitas, tidak ada kekakuan, reflek bisep/trisep +/+, reflek Achiles/patella +/+, dan persepsi sensasi sesuai stimulus.
e) Sistem Perkemihan Setelah dilakukan pengkajian tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen bagian bawah kuadran ke III dan IV, dan tidak teraba distensi kandung kemih, tidak terdapat pembekakan pada ginjal, tidak terdapat masa pada ginjal
f) Sistem Pencernaan Abdomen sebelah kiri terdapat kolostomi, tampak luka jahitan di anus. Setelah dilakukan pengkajian abdomen klien simetris, warna abdomen klien sawo matang sesuai dengan warna integumen klien yang lain, tidak terdapat asites,
lidah klien bersih, tidak terdapat sariawan, tidak terdapat caries, tidak terdapat lubang pada gigi dan mulut klien lembab, Bising usus klien 6x/ menit. Saat diperkusi suara pada abdomen klien timpani dan dullnes pada bagian hati, limpa. Saat dipalpasi tidak teraba organ yang mengalami pembesaran dan tidak terdapat masa dan tidak terdapat mual dan muntah pada klien, gigi klien tidak bersih, adanya bau mulut.
g) Sistem persyarafan (1) N1 (Olfaktorius): Pasien memiliki fungsi penciuman yang baik dapat membedakan bau minyak kayu putih dan minyak wangi. (2) N2(Optikus) : pasien mampu membaca papan nama perawat dalam jarak 30 cm tanpa mengguanakan alat bantu. (3) N3, N4 , N6 (Okulomotoris, Trokhealis, Abdusen) : Klien berespon terhadap cahaya dengan penlight pada pupilnya bola mata klien dapat digerakan kesegala arah dengan normal, respon miosis (mengecilnya pupil)
normal
saat
diberi
cahaya
sedangkan
respon
midriasis
(membesarnya pupil) normal saat tidak diberi cahaya. (4) N5 (Trigeminus) : Mata klien berkedip saat diberi pilinan kapas yang diusapkan pada kelopak mata, klien juga merasakan kapas yang diusapkan pada kelopak mata dengan mata tertutup. (5) N7 (Fasialis) : klien tidak memiliki tremor/kelumpuhan dimuka (6) N8 (Auditorius) : Klien dapat menjawab pertanyaan dari perawat, yaitu perawat berbicara dengan suara dan intonasi yang jelas dan agak keras agar dapat mendengar dengan baik. (7) N9 dan N10 (Glosofaringeus dan Vagus) : uvula klien bergetar dan bergerak simetris, saat klien diperintahkan untuk mengulang perkataan yang diucapkan perawat yaitu A, I, U, E, O klien mampu mengulanginya. (8) N11 (Asesorius) : Klien dapat menoleh kekanan dan kekiri dengan normal. N12 (Vagus) : Klien dapat menggerakan lidahnya kesegala arah dengan bebas.
4. Pola Aktivitas No Aktivitas 1
Sebelum operasi
Sesudah operasi
Frekuensi
Tidak terkaji, Kaji Frekuensi
1 porsi habis
Jenis
makan, jenis dan keluhan
Bubur/tim
Frekuensi
Tidak terkaji, kaji frekuensi
Pasca operasi
Jenis
minum, jenisnya dan keluhan
minum bertahap
Pola Nutrisi a. Makan
Keluhan b. Minum
Keluhan 2
Eliminasi a. BAK Frekuensi
Tidak terkaji, kaji frekuensi,
Warna
warna, bau dan keluhan BAK
Bau Keluhan b. BAB Frekuensi Kosistensi Warna Bau Keluhan
3
Istirahat/tidur a. Siang
Tidak terkaji, kaji istirahat tidur
b. Malam
siang, malam dan keluhannya
c. Keluhan
4
Personal Hygiene a. Mandi
Tidak terkaji, kaji frekuensi
b. Gosok gigi
personal hygiene pasien
c. Keramas d. Gunting kuku
5
Aktivitas
Tidak terkaji, kaji aktivitas bermain pasien
5. Data Psikologis Pasien rewel dan gelisah 6. Data Sosial Klien tampak aktif dan mudah tersenyum bila di ajak bicara dengan siapapun. 7. Data Spiritual Tdak terkaji 8. Data Penunjang No
Pemeriksaan
Hasil
Hasil Rujukan
Interprestasi
1
Hemoglobin
9,8 gr/dl
11,5 – 13,5
Rendah
2
Hematokrit
27,9 %
34 - 40
Rendah
3
Laju Endap Darah
40 mm
3-13
Tinggi
4
Kalium
2,56 meq/dl
3,6-5,8 meq/l
Rendah
9. Terapi No 1
Terapi
Dosis
Parasetamol
3x150 mg
Kegunaan Sebagai antipiretik dan analgetik
2
Cefotaxime
2x500 mg
Antibiotic untuk membunuh bakteri
3
4
IVFD KaEN3B + KCL
1000cc +KCL 25
Penambah cairan tubuh dan
meq/dl
elektrolit pasien
Ventolin:Bisolvon:Nacl 1:1:1 (2x 1cc)
Untuk mengurangi batuk pasien
B. ANALISIS DATA Analisis Data DO :
Etiologi
Problem
Etiologi
Ketidakefektifan Bersihan
1. RR : 36x/menit 2. Suara napas ronchi
Jalan Napas Malformasi Anorektal
3. Terdengar batuk sesekali
Post operasi
DS : Efek anestesi
Penurunan batuk efektif
Secret menumpuk
Ronhi
Ketidak efektifan bersihan jalan nafas
DO :
Etiologi
Nyeri Akut
1. Rewel dan Gelisah 2. Skala nyeri
Malformasi Anorektal
(FLACC Scale) 4 DS :
Post Operasi
Trauma Jaringan
Mengeluarkan mediator kimia
Menekan ujung saraf bebas
Stimulasi dihantarkan
Korteks Cerebri
Nyeri dipersepsikan
Nyeri akut
Persepsi Nyeri
Nyeri
DO :
Nutrisi Kurang dari
1. Hb 9,8 (10-16
kebutuhan
gr/dl) 2. Ht 27,9 (33-38%) 3. K 2,56 (3,6-5,8 meq/l) 4. IMT : BB/TB2 = 6,8/0,41 = 16,5
DS : DO :
Etiologi
1. Abdomen sebelah kiri terdapat
Malformasi anorektal
kolostomi 2. Paska operasi
Post operasi
tampak luka jahitan di anus
Adanya perlukaan jaringan
3. Hemoglobin : 9,8% 4. LED : 40 mm(
Adanya part entry kuman
normal 3-13) Resiko infeksi
DS :
Resiko Infeksi
C. DIAGNOSA No Hari/Tgl,
Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas
1
Rabu/5 April
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas berhubungan dengan Nyeri
2
Rabu/5 April
Nyeri Akut berhubungan dengan Post Operasi
3
Rabu/5 April
Nutrisi Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
4
Rabu/5 April
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tindakan pembedahan
5
Rabu/5 April
Resiko Infeksi berhubungan dengan kerusakan Integritas jaringan, dan penurunan hemoglobin
D. PERENCANAAN No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
Keperawatan 1
Ketidak efektifan Ss Setelah dilakukan tindakan
1. Monitor RR klien tiap 4 jam
bersihan jalan nafas keperawatan dalam waktu
2. Auskultasi suara nafas klien tiap 4
2x24 jam, ketidakefektifan
jam dan catat apabila ada suara
bersihan jalan nafas klien
nafas tambahan.
efektif dengan kriteria hasil:
2. Batuk klien tidak ada
penambahan penggunaan bantal. 4. lanjutkan
3. RR klien dalam batas normal : 30-40x/ menit 5.
kolaborasi
indikator terganggunya jalan nafas 2. Suara napas tambahan menjadi
3. Atur posisi tidur klien dengan cara
1. Tidak ada ronchi
1. Status RR klien menjadi
pemberian
indikator gangguan kepatenan jalan napas 3. Posisi dengan penambahan
ventolin : bisolvon : NaCl = 1:1:1
bantal, dapat memaksimalkan
(2x1cc)
ekspansi paru dan menurunkan
lakukan suction bila diperlukan
upaya pernapasan. 4. Pemberian terapi ventolin: bisolvon : NaCl efektif untuk meredakan batuk dan mengencerkan dahak 5. Tindakan suction mampu mengeluarkan secret .
Nyeri
Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam, nyeri klien
1. lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif. 2. Observasi skala nyeri tiap 6 jam
1. pengkajian nyeri secara komperhensif efektif mengetahui tingkat nyeri klien.
berkurang dengan kriteria hasil:
3. lakukan
teknik
nonfarmakologi
seperti teknik pijat punggung (back
1. Skala nyeri berkurang 2. Rewel klien
rub), usapan.
tingkat skala nyeri klien 3. Teknik pijat punggung atau
4. berikan lingkungan yang nyaman
usapan mampu mengurangi
seperti membawa mainan kesukaan
nyeri secar nonfarmakologi.
berkurang
anak.
3. Cemas klien
5. lanjutkan
berkurang
2. Efektif untuk mengetahui
4. Membawa mainan kesukaan kolaborasi
pemberian
Parasetamol 3x150 mg
anak, efektif untuk mengontrol lingkungan agar lebih nyaman 5. Paraseamol merupakan golongan analgetik yang efektif untuk menghilangkan rasa nyeri.
Kerusakan
Setelah dilakukan tindakan
Integritas Kulit
keperawatan dalam waktu 3xz24 jam masalah kerusakan integritas klien teratasi dengan kriteria hasil:
1. Observasi warna kulit klien area luka. 2. Anjurkan klien menggunakan pakaian yang longgar 3. Jaga kebersihan dan kelembaban kulit area luka
1. Tidak terjadi perubahan warna pada area luka 2. Menunjukan adanya perbaikan integritas
1. Perubahan warna kulit menjadi faktor dalam proses penyembuhan kerusakan integritas kulit 2. Pakaian longgar mampu mengurangi tertekannya area luka 3. Mencegah terjadinya komplikasi dari kerusakan integritas kulit.
kulit
Risiko Infeksi
Setelah dilakukan tindakan
1. Monitor tanda-tanda infeksi
1. Perubahan warna, bau dan
keperawatan dalam waktu
seperti warna, bau, dan keadaan
keadaan luka menjadi indikator
1x24 jam, resiko infeksi
luka klien
tanda-tanda terjadinya infeksi
dapat berkurang dengan kriteria hasil: 1. Tidak ada tandatanda infeksi 2. LED normal (313mm)
2. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan 3. Lakukan perawatan luka 4. Edukasi keluarga tentang tandatanda terjadinya infeksi 5. Lanjutkan kolaborasi pemberian cefotaxime 2x500 mg
2. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan efektif dalam mengurangi terjadinya infeksi. 3. Perawatan luka dapat mencegah terjadinya infeksi 4. Efektif dalam mencegah terjadinya infeksi secara dini 5. Cefotaxime merupakan obat antibiotik yang mampu
mencegah terjadinya infeksi secara efektif. Nutrisi Kurang dari
Setelah dilakukan tindakan
1. Monitor status nutrisi klien
Kebutuhan
keperawatan dalam waktu
2. Timbang BB tiap hari
3x24 jam, maslah nutrisi
3. Sajikan makanan dalam bentuk
kurang dari kebutuhan
semenarik mungkin
teratasi, dengan kriteria
4. Sajikan makanan selagi hangat
hasil:
5. Kolaborasikan pemeriksaan
5. Hb normal (10-16 gr/dl)
laboratorium Hb,Ht dan K 6. Lanjutkan kolaborasi pemberian
1. Efektif dalam mengetahui status nutrisi klien. 2. Memonotor perkembangan status nutrisi klien 3. Mampu meningkatkan daya minat klien terhadap makanan 4. Makanan hangat
6. Ht normal (33-38%)
IVFD KaEN3B 1000 cc+ KCL 25
meninghkatkan selera makan
7. K normal (3,6-5,8
meq
klien
meq/l) 8. Tidak terjadi
5. Pemberian terapi IVFD KaEN3B 1000 cc+ KCL 25
penurunan berat
meq efektif dalam
badan yang drastis.
memenuhui kebutuhan nutrsi klien.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesnimpulan Malformasi Anorektal adalah suatu kelainan kongenital dimana rekrum tidak mempunyai lubang anus sehingga dapat menyebabkan kesulitan dalam BAB yang dapat menyebabkan konstipasi, ketidaknyamanan, dan Ketika rectum tidak berhubungan dengan anus tetapi terdapat fistula, feses akan keluar melalui fistula tersebut sebagai pengganti anus sehingga akan menyebabkan infeksi.
DAFTAR PUSTAKA Wong, L. Donna. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol. 1 Edisi 6. Jakarta: EGC
http://eprints.ums.ac.id/25932/2/BAB_I.pdf http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-sriwenidew-5112-2bab2.pdf