Makalah Legal Aspek Produk Teknologi Informasi “Pelanggaran Hak Cipta terhadap Film Soekarno”
Nama : Alvin Fadhilah Yusuf (50417564) Andreas Dani Hamonangan (56417699) Antoni Hasea Trigogo Aritonang (56417756) Reno Pintar Panggalih (55417062)
Kelas : 2IA14
Universitas Gunadarma Fakultas Teknik Industri Jurusan Teknik Informatika ATA 2018/2019
Pelanggaran Hak Cipta terhadap Film Soekarno Hak cipta sebuah karya merupakan sebuah hal yang dianggap penting oleh penciptanya. Seperti yang tercantum pada undang-undang hak cipta karya seni seperti film, lukisan, bangunan, dan lain sebagainya dilindungi oleh hukum. Film merupakan salah satu karya cipta yang cukup populer pada era ini. Hak cipta film termasuk juga salah satunya hak cipta dari ide yang ada pada film tersebut. Salah satu contoh kasus hak cipta pada film adalah yang terjadi pada film Soekarno. Film Soekarno merupakan film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo di bawah Multivision Plus. Film ini dinilai melanggar hak cipta dari ide milik Rachmawati Soekarnoputri sebagai anak dari proklamator Indonesia, Alm. Ir. Soekarno. Dengan banyaknya film sejarah atau film biografi atau yang biasa disebut dengan istilah film biopik, kini yang menjadi sengketa dan sedang mengalami kontroversi hingga Ibu Rachmawati sampai melayangkan gugatan ke Pengadilan Niaga dalam perihal : Pelanggaran HakCipta Fim Soekarno”. Karena Ibu Rachmawati merasa bahwa Film Soekarno dibuat berdasarkan Naskah Pagelaran Dharma Gita Maha Guru yang telah ditayangkan 3 kali di Gedung Taman Ismail Marzuki. Dan gugatan ini melibatkan sebuah Production House yang memproduksi Film SOEKARNO yaitu PT. TRIPAR MULTIVISION PLUS sebagai Tergugat I, Produser Film SOEKARNO, yang bernama RAM JETHMAL PUNJABI sebagai Tergugat II dan juga Sutradara terkenal yang telah memiliki pengalaman di bidang menyutradai film baik itu film biografi maupun film yang bersifat non biografi, yaitu HANUNG BRAMANTYO sebagai Tergugat III. Seperti yang telah dijelaskan di atas, film merupakan objek yang termasuk dalam perlindungan Hak Cipta. Yang menjadi menarik disini adalah dengan adanya kontroversi dalam film Soekarno yang sudah beredar dan ditayangkan di Indonesia. Kontroversi ini menimbulkan masalah bahwa ternyata telah terjadi pelanggaran Hak Cipta yang dilakukan oleh Tergugat yang mana dalam hal ini, terdapat 3 Tergugat, yaitu : PT. TRIPAR MULTIVISON PLUS sebagai Tergugat I, RAM JETHMAL PUNJABI sebagai Tergugat II, dan HANUNG BRAMANTYO sebagai Tergugat III. Menurut salah seorang ahli waris dari Presiden Pertama Republik Indonesia yaitu Ir. Soekarno, yaitu RACHMAWATI SOEKARNO PUTRI (yang di dalam kasus ini sebagai penggugat), para tergugat dianggap telah melakukan pelanggaran hak cipta Film Soekarno atau Bung Karno (sumber : Indonesia Merdeka). Pihak Rachmawati Soekarnoputri menilai Hanung Bramantyo dan Multivison Plus mencuri ide dan melakukan pelanggaran dalam penuangan ide ke film. Film Soekarno awalnya merupakan ide dari
Rachmawati yang ingin menuangkan kisah perjuangan sang ayah pada film. Melalui perbincangan Rachmawati dengan rekan aktrisnya Widyawati yang menyarankan Hanung Bramantyo untuk menyutradarai film tersebut. Dalam proses paska produksi film, Rachmawati tidak menyetujui adanya sebuah scene yang menunjukan Soekarno menampar tentara. Rachmawati mengatakan bahwa ia meyakini bahwa adegan tersebut tidak pernah ada dalam ide original yang ia berikan kepada Hanung. Dari sana Rachmawati menggugat Hanung Bramantyo dan Multivision Plus ke jalur hukum dengan landasan pelanggaran hak cipta karya. Pihak Rachmawati meminta ganti rugi materil Rp 1 dan Imateril Rp 1. Pihak Rachmawati sejak awal mengaku hanya menggunakan pihak Hanung Bramantyo dan Multivision Plus sebagai media untuk menyalurkan keinginannya dalam membuat film. Menurut Rachmawati ide cerita sendiri adalah murni dari dirinya. Sebab itu Rachmawati menggugat pihak Hanung dan Multivision dengan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang berbunyi:
Pasal 56
(1) Pemegang Hak Cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran Hak Ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil Perbanyakan Ciptaan itu. (2) Pemegang Hak Cipta juga berhak memohon kepada Pengadilan Niaga agar memerintahkan penyerahan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya, yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta. (3) Sebelum menjatuhkan putusan akhir dan untuk mencegah kerugian yang lebih besar pada pihak yang haknya dilanggar, hakim dapat memerintahkan pelanggar untuk menghentikan kegiatan Pengumuman dan/atau Perbanyakan Ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran Hak Cipta.
Pada tanggal 11 Maret 2013, pihak Rachmawati menang atas gugatan hak cipta film Soekarno ini. Ada empat hal utama yang ditetapkan oleh majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Pertama, mengabulkan gugatan Rachmawati Soekarnoputri. Kedua, menetapkan Rachmawati sebegai pemegang hak cipta atas naskah film Soekarno. Ketiga, pihak tergugat telah melakukan pelanggaran hak cipta. Keempat, menghukum tergugat dengan meminta ganti rugi perkara. Selanjutnya kasus hak cipta film Soekarno masih berlanjut dengan penuntutan hukum dari pihak Hanung dan Multivision Plus yang hendak mendapatkan kembali haknya untuk menayangkan film tersebut dilayar lebar.
Kesimpulan 1. Berdasarkan ketentuan UUHC penetapan sementara hanya dapat dimohonkan terhadap perbuatan yang dikualifikasi sebagai pelanggaran di bidang hak cipta sebagaimana dimaksud dalam pasal 113 - 119 UUHC Baru (pelanggaran hak ekonomi). Sedangkan untuk pelanggaran hak moral Undang-Undang dibidang hak cipta tidak mengatur secara tegas apakah dapat diajukan atau tidak. Akan tetapi mengacu pada frasa ‘merugikan’ dalam pasal 106 UUHC Baru, dimana kerugian seyogyanya tidak hanya secara hak ekonomi (materiil) akan tetapi kerugian dapat timbul dalam moralitas (immaterial), maka dalam hal terjadi pelanggaran atas hak moral maka hal ini tetap dapat dimintakan permohonan penetapan sementara (injunction) di Pengadilan Niaga. 2. Pencipta atau pemegang hak cipta atas pegelaran hanyalah memiliki hak eksklusif seputar pagelaran saja dan tidak masuk kepada pengalihwujudan atas naskah film. Jika dikaitkan dengan kasus film Soekarno dan dengan melihat bukti-bukti yang diajukan oleh Rachmawati maka dapat dilihat bahwa Rachmawati dalam kasus ini hanya sebagai pencipta atas pagelaran saja dan bukan merupakan pencipta film Soekarno. Hal ini dikarenakan naskah film tersebut bukan diciptakan oleh Rachmawati. 3. Ditinjau dari eksistensi Rachmawati sebagai pemohon apabila dikaitkan dalam kedudukannya sebagai ahli waris dari Soekarno dimana permohonan hanya dilakukan oleh Rachmawati sendiri sebagai ahli waris maka secara hukum putusan hakim tersebut sudah bertentangan dengan ketentuan hukum di bidang hak cipta dan hukum perdata. Dan selanjutnya ditinjau dari eksistensi Rachmawati sebagai pencipta dari karya cipta berupa pagelaran sedangkan objek sengketa berupa film (karya sinematografi)
dimana pencipta dan pemegang hak cipta atas objek sengketa diatas berbeda satu sama lainnya. Sehingga jika ada yang berkeberatan dengan pemutaran sinematografi Soekarno adalah pencipta atau pemegang hak cipta atas karya sinematografi film Soekarno yaitu Hanung selaku sutradara atas pembuatan film.
Daftar Pustaka “Gugatan Rachmawati Terhadap Film "Soekarno" Dikabulkan”. 17 Maret 2015 http://www.beritasatu.com/film/170740-gugatan-rachmawati-terhadap-film-soekarno-dikabulkan.html “Kisruh Film Soekarno, Pengadilan Menangkan Gugatan Rachmawati”. 17 Maret 2015 http://celebrity.okezone.com/read/2014/03/11/206/953363/kisruh-film-soekarno-pengadilanmenangkan-gugatan-rachmawati “Rachmawati Menangi Gugatan Hak Cipta Film Soekarno”. 17 Maret 2015 http://www.tempo.co/read/news/2014/03/11/111561402/Rachmawati-Menangi-Gugatan-Hak-CiptaFilm-Soekarno