Makalah Kimed Senyawa Antikolinergik.docx

  • Uploaded by: Marthin Mandala
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Kimed Senyawa Antikolinergik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,623
  • Pages: 16
MAKALAH KIMIA MEDISINAL II SENYAWA ANTIKOLINERGIK

OLEH KELOMPOK II

1. Aprilia U. Mandala 2. Ariyanto H. Rudu 3. Chandra S. Terhani 4. Crismiaty Bising 5. Debora Lassa

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG 2018/2019

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan penyertaan-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah mengenai “senyawa antikolinergik” dengan baik dan tepat pada waktunya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca agar pada pembuatan makalah selanjutnya dapat menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dalam memperluas wawasan dan pemahaman mengenai senyawa antikolinergik.

Kupang, 15 January 2019 Penulis

2

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii BAB 1 : PENDAHULUAN ....................................................................................1 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................2 1.3 Tujuan.................................................................................................................2 BAB 2 : PEMBAHASAN .......................................................................................3 2.1 Definisiantikolinergik…………………………………………………………3 2.2Karakteristikantikolimergik…………………………………………………...4 2.3Toksisitasantikolinergik……………………………………………………….6 2.4Mekanismekerjaobatantikolinergik……………………………………….....7 2.5Hubunganstrukturaktivitassenyawaantikolinergik…………………………10 BAB 3 : PENUTUP ...............................................................................................12 3.1 Kesimpulan .....................................................................................................12 3.2 Saran ................................................................................................................12 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................13

3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sistem saraf merupakan salah satu bagian yang menyusun sistem koordinasi yang bertugas menerima rangsangan, menghantarkan rangsangan keseluruh bagian tubuh, serta memberikan respons terhadap rangsangan tersebut. Pengaturan penerima rangsangan dilakukan oleh alat indera, pengolah rangsangan dilakukan oleh saraf pusat yang kemudian meneruskan untuk menanggapi rangsangan yang datang dilakukan oleh sistem saraf dan alat indera. Sistem saraf pusat (SSP), yang terdiri dari otak dan medula spinalis dan merupakan Sistem saraf utama dari tubuh. Sistem saraf tepi, terletak diluar otak dan medula spinalis, terdiri dari 2 bagian; otonom dan somatic. Setelah ditafsirkan oleh SSP, Sistem saraf tepi menerima rangsangan dan memulai respons terhadap rangsangan itu. Sistem saraf otonom (SSO), juga disebut sebagai sistem saraf visceral, bekerja pada otot polos dan kelenjar. Fungsi dari SSO adalah mengendalikan dan mengatur jantung, Sistem pernapasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih, mata dan kelenjar. SSO mempersarafi (bekerja pada) otot polos, tetapi SSO merupakan sistem saraf involunter yang kita tidak atau sedikit bisa dikendalikan. Kita bernapas jantung kita berdenyut, dan peristaltik terjadi tanpa kita sadari. Tetapi, tidak seperti Sistem saraf otonom, sistem saraf somatik merupakan sistem volunter yang mempersarafi otot rangka, yang dapat kita kendalikan. Obat-obat otonom adalah obat yang dapat memengaruhi penerusan impuls dalam SSO dengan

jalan

mengganggu

sintesa,

penimbunan,

pembebasan,

atau

penguraian

neurotransmitter atau mempengaruhi kerjanya atas resptor khusus. Akibatnya adalah dipengaruhinya fungsi otot polos dan organ, jantung dan kelenjar. Ada 2 macam golongan obat otonomik yakni, golongan simpatomimetik (merangsang) yang kerjanya mirip dengan saraf simpatis, dan golongan simpatolitik (menghambat) untuk simpatis dan parasimpatolitik.

1

1.2 RUMUSAN MASALAH 1. Apa yang dimaksud dengan antikolinergik 2. Jelaskan karakteristik antikolinergik 3. Toksisitas antikolinergik 4. Mekanisme kerja obat antikolinergik 5. Hubungan struktur aktivitas senyawa antikolinergik 1.3 TUJUAN 1. Untuk mengetahui defenisi dari antikolinergik 2. Untuk mengetahui karakteristik antikolinergik 3. Untuk mengetahui toksisitas antikolinergik 4. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat antikolinergik 5. Untuk hubungan struktur aktivitas senyawa antikolinergik

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 DEVINISI ANTIKOLINERGIK Senyawa kolinergik adalah senyawa yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan efek seperti yang ditunjukan oleh asetilkolin, suatu senyawa normal, bubuh yang disintetis pada jaringan saraf, sinapsis kolinergik dan dinding usus. Ada dua tipe efek yang dihasilkan yaitu efek muskarinik dan nikotinik. Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP), karena melepaskan neuro hormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya. Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang, timbulah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, dan lain-lain, memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah, memperlambat pernafasan, antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar, kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya. Antikolinergik adalah sekelompok obat yang menstimulasi saraf parasimpatik dengan melepaskan neurohormon asetilkolin. Obat golongan ini menghambat golongan reseptor muskarinik sehingga efeknya berlawanan dengan obat kolinergik baik yang bekerja langsung atau tidak langsung. Antikolinergik digunakan untuk mestimulasi peristaltis, meningkatkan sekresi kelenjar ludah, getah lambung dan air mata, dan memperkuat sirkulasi dengan mengurangi lendir dan mengendurkan otot-otot saluran napas. Antikolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat antagonis kolinergik) mengikat koffloseptor tetapi tidak memicu efek intraselular diperantarai oleh reseptor seperti lazimnya yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps muskarinik 3

pada saraf parasimpatis secara selektif. Oleh karena itu, efek persarafan parasimpatis menjadi terganggu, dan kerja pacu simpatis muncul tanpa imbangan. Kelompok kedua obat ini, penyekat ganglioník nampaknya lebih menyekat reseptor nikotinik pada ganglia simpatis dan parasímpatis. Keluarga ketiga senyawa ini, obat penyekat neumuscular mengganggu transmisi impuls eferon yang menuju otot rangka.

2.2 KARAKTERISTIK ANTIKOLINERGIK

Semua antikolinergik memperlihatkan kerja yang hampir sama tetapi daya afinitasnya berbeda terhadap berbagai organ, misalnya atropinhnya menekan sekresi liur, mukus bronkus dan keringat pada dosis kecil, tetapi pada dosis besar dapat menyebabkan dilatasi pupil mata, gangguan akomodasi dan penghambatan saraf fagus pada jantung. Antikolinergik juga memperlihatkan efek sentral yaitu merangsang pada dosis kecil tetapi mendepresi pada dosis toksik. Penggunaan : Obat-obat ini digunakan dalam pengobatan untuk bermacam-macam gangguan, tergantung dari khasiat spesifiknya masing-masing, antara lain: -

Spasmolitika, dengan meredakan ketegangan otot polos, terutama merelaksasi kejang dan kolik di saluran lambung usus, empedu dan kemih.

-

Midriatikum, dengan melebarkan pupil mata dan melemahkan akomodasi mata.

-

Borok lambung-usus, dengan menekan sekresi dan mengurangi peristaltik

-

Hiperhidrosis, dengan menekan sekresi keringat yang berlebihan

a. Berdasarkan efeknya terhadap sistim saraf sentral: -

Sedatif pada premedikasi operasi bersama anestetika umum. 4

-

Parkinson

b. Obat-Obat tersendiri -

Alkaloida Belladonna Alkaloida yang didapat dari tanaman Atropa Belladonnae seperti hiosiamin, atropin dan skopolamin. Didapatkan juga dari tanaman Daturastramonium dan Hyoscyamus niger.

-

Atropin Khasiat antikolinergiknya kuat, sedativa , bronkodilatasi ringan (guna melawan depresi pernafasan). Penggunaan sebagai midriatikum, spasmolitikum asma, batuk rejan, kejang pada lambung-usus serta antidotum yang paling efektif terhadap overdosis pilokarpin dan kolinergik lainnya. Turunan sintetiknya adalah Homatropin dan Benzatropin yang digunakan sebagai anti parkinson.

-

Skopolamin Alkaloida ini lebih kuat dari atropin yang digunakan sebagai obat mabuk perjalanan, midriatikum dan pramedikasi operasi. Senyawa sintetiknya adalah metil dan butil skopolamin yang digunakan sebagai spasmolitikorgan dalam seperti kejang pada usus, saluran empedu, saluran kemih dan uterus.

c. Senyawa-senyawa Ammonium Kwartener Senyawa ini mengandung Nitrogen bervalensi 5, bersifat basa kuat dan terionisasi baik, maka sulit melewati sawar darah otak sehingga tidak memiliki efek sentral. Khasiat antikolinergiknya lemah dengan kerja spasmolitik yang lebih kuat dari atropin dan efek samping lebih ringan. Penggunaan untuk meredakan peristaltik lambung-usus dan meredakan organ dalam. Yang termasuk dalam golongan ini adalah propantelin,oksifenium, mepenzolat, isopropamida dan ipratropium. d. Zat-zat Amin Tersier -

Adifenin berkhasiat sebagai anestetika lokal

-

Kamilofen (turunan adifenin) memiliki kerja khusus pada saluran empedu dan kemih

-

Oksifensiklamin digunakan pada borok lambung dan kejang-kejang disaluran empedu, lambung-usus serta organ urogenital.

e. Obat-Obat Parkinson 5

Contoh: Levodopa atau Dopa, Difenhidramin dan Triheksifenidil atau Benzheksol. 2.3 TOKSISITAS ( ADME) ANTIKOLINERGIK a. Atropine Atropine adalah alkaloid belladonna yang mempunyai afinitas kuat terhadap reseptor muskarinik. Obat ini bekerja kompetitif antagonis dengan Ach untuk menempati kolinoreseptor. Umumnya masa kerja obat ini sekitar 4 jam. Terkecuali, pada pemberian sebagai tetes mata, masa kerjanya menjadi lama bahkan sampai beberapa hari. -

Farmakokinetik Farmakokinetik Antikolenergik Alkaloid belladonna mudah diserap dari semua tempat, kecuali kulit. Pemberian atropin sebagai obat tetes mata, terutama pada anak dapat menyebabkan absorbsi dalam jumlah yang cukup besar lewat mukosa nasal, sehingga menimbulkan efek sistemik dan bahkan keracunan. Untuk mencegah hal ini perlu dilakukan penekanan kantus internus mata setelah penetesan obat agar larutan atropin tidak masuk ke rongga hidung, terserap dan menyebabkan efek sistemik. Dari sirkulasi darah, atropin cepat memasuki jaringan dan kebanyakan mengalami hidrolisis enzimatik oleh hepar. Atropin mudah diserap, sebagian dimetabolisme di dalam hepar dan dibuang dari tubuh terutama melalui air seni. Masa paruhnya sekitar 4 jam.

-

Farmakodinamik Efek antikolinergik dapat menstimulasi ataupun mendepresi bergantung pada organ target. Di dalam otak, dosis rendah merangsang dan dosis tinggi mendepresi. Efek obat ini juga ditetukan oleh kondisi yang akan diobati. Misalnya Parkinson

yang

di

karakteritsikan

dengan

defisiensi

dopamine

yang

mengintensifkan efek stimulasi Ach. Antimuskarinik mengumpulkan atau mendepresi efek ini. Pada kasus lain, efek obat ini pada SSP terlihat sebagai stimulator. -

Efek pada mata midriasi dapat sampai sikloplegia (tidak berakomodasi)

-

Saluran cerna

6

Atropine digunakan sebagai antispasmodic (mungkin atropine merupakan obat terkuat untuk menghambat saluran cerna). Obat ini tidak mempengaruhi sekresi asam lambung sehingga tidak bermanfaat sebagai antiulkus. -

Saluran kemih Atropin digunakan untuk menurunkan hipermotilitas kandung kemih dan kadang-kadang masih digunakan untuk enuresis pada anak yang mengompol. Oleh karena itu, agonis alfa aderenergik lebih efektif dengan efek samping yang lebih sedikit.

-

Kardiovaskular Efek atropine pada jantung bergantung pada besar dosis. Pada dosis kecil menyebabkan bradikardi. Atropine dosis tinggi terjadi penyekatan reseptor kolinergik di SA nodus dan denyut jantung sedikit bertambah (takikardi). Efek ini baru timbul bila atropine diberi 1mg.

-

Kelenjar eksokrin Atropine menghambat sekressi kelenjar saliva sehingga mukosa mulut menjadi kering ( serestomia). Kelenjar saliva sangat peka terhadap atriopin. Hambatan sekresi kelenjar keringat menyebabkan suhu tubuh jadi naik, juga kelenjar air mata mengalaami gangguan.

2.4 MEKANISME KERJA OBAT ANTIKOLINERGIK Mekanisme kerja obat antikolinergik

7

1.

Obat antimuskarinik Obat golongan ini bekerja mengantagonis reseptor muskarinik yang menyebabkan hambatan semua fungsi muskarinik. Obat ini mengantagonis sedikit kecuali neuron simpatis yang kolinergik seperti saraf simpatis yang menuju ke kelenjar keringat. Obat ini tidak mengantagonis reseptor nikotinik, maka obat antimuskarinik ini sedikit atau tidak mempengaruhi sambungan saraf otot rangka atau ganglia otonom. Antimuskarinik ini bekerja dialat persarafi serabut pasca ganglion kolinergik. Pada ganglion otonom dan otot rangka, tempat asetilkolin juga bekerja penghambatan oleh atropin hanya terjadi pada dosis sangat besar. Kelompok obat ini memperlihatkan kerja yang hampir sama tetapi dengan afinitas yang sedikit berbeda terhadap berbagai alat; pada dosis kecil (sekitar0,25 mg) misalnya, atropin hanya menekan sekresi air liur, mukus, bronkus dan keringat. Sedangkan dilatasi pupil, gangguan akomodasi dan penghambatan nasofagus terhadap jantung baru terlihat pada dosis yang lebih besar (0,5 – 1,0mg). Dosis yang lebih besar lagi diperlukan untuk menghambat peristalsis usus dan sekresi kelenjar di lambung. Beberapa subtipe reseptor muskarinik telah diidentifikasi saat ini. Penghambatan pada reseptor muskarinik ini mirip denervasi serabut pascaganglion kolinergik dan biasanya efek adrenergik menjadi lebih nyata.

2. Antagonis ganglion Secara spesifik bekerja pada reseptor nikotinik dengan mengantagonis kanal ion ganglia otonom. Obat ini menunjukan tidak adanya selektivitas terhadap ganglia simpatis maupun parasimpatis , tidak efektif sebagai antagonis neuromuskular. Contoh obat penyekat ganglion: Nikotin 3. Antagonis Neuromuskular Obat penyekat neuromuskular ini strukturnya analog dengan asetilkolin dan bekerja baik sebagai antagonis (tipe nondepolarisasi) maupun agonis (tipe depolarisasi) terhadap reseptor yang terdapat cekungan sambungan neuromuskular. Penyekat neuromuskular bermanfaat secara klinik selama operasi guna melepaskan otot secara sempurna tanpa memperbanyak obat anastesi yang sebanding dalam melemaskan otot. Kelompok kedua pelemas otot, pelemas otot sentral digunakan untuk mengontrol tonus otot spastik. Pada dosis rendah Obat penyekat neuromuskular nondepolarisasi bergabung dengan reseptor nikotinik dan mencegah pengikatan asetilkolin. Obat ini justru mencegah depolarisasi 8

membran sel otot dan menghambat kontraksi otot. Karena obat ini bersaing dengan asetilkolin pada reseptor, maka disebut penyakit kompetitif. Kerjanya dapat dimusnahkan dengan memperbanyak kadar asetilkolin pada celah sinaptik, sebagai contoh pemberian obat penghambat kolinesterase seperti neostigmin atau edrofonium. Ahli anestesi sering menggunakan strategi ini untuk mempersingkat lama penyekatan neuromuskular. Pada dosis tinggi Penyakit nondepolarisasi menghadang kanal ion pada cekungan. Keadaan ini menyebabkan pelemahan transmisi neuromuskular lebih lanjutdan mengurangi kemampuan obat penghambat asetilkolinesterase untuk menghilangkan kerja obat pelemas

otot

nondepolarisasi.

Antikolinergik

juga

disebut

antimuskaranik,

parasimpatolitik, kolinolitik, atroponik, dan pemblok parasimpatetik. Antikolinergik menghambat efek asetilkolin pada saraf postganglionik kolinergik dan ototpolos, menghasilkan efek efek sebagai berikut: -

Obat antispasmodik Obat antispanmodik (spasmolitik umum) adalah senyawa yang dapat menurunkan tonus dan pergerakan saluran cerna dan urogenial. Obat antispasmodik digunakan sebagai penunjang pengobatan tukak lambung dan usus, serta untuk meringankan spasme viseral. Antikolinergik yang digunakan sebagai obat anti spasmodik obat antispasmodik dibagi menjadi tiga kelompok yaitu alkoloidasalonacea dan turunanya, senyawa amonium kuartener sintetik dan senyawa amin tersier sintetik. Senyawa antisekresi Efek antisekrsi dapat dihasilkan oleh senyawa antikolinergik dan digunakan sebagai obat tambahan pada pengobatan tukak lambung dan usus serta untuk meringankan spasme viseral. Contoh: klidinium klorida, fentonium bromida, isopropamid iodida, metalin bromida, dan propentelin bromida.

-

Obat anti parkinson Obat anti-parkinson adalah senyawa yang digunakan untuk pengobatan gejala penyakit parkinson. Pada individu normal ada keseimbangan antara kadar dopamin dan asetilkolin diotak. Adanya ketidak seimbangan kadar kedua senyawa diatas, terutama kekurangan dopamin disriatum otak dapat menyebabkan penyakit parkinson. Berdasarkan mekanisme kerjanya obat anti parkinson dibagi menjadi

9

tiga kelompok yaitu senyawa antikolinergik pusat, senyawa yang mempengaruhi kadar dopamin diotak dan senyawa yang menurunkan metabolisme dopamin. -

Midriatik Antikolinergik kuat digunakan secara setempat pada mata karna menimbulkan efek midriasis (dilatasi pupil) dan siklopelgia (paralisis akomodasi). Midriatik dan efek sikloplegik digunakan untuk membantu pembiasan dan pemeriksaaan bagian dalam mata, membantu prosedur diagnostik sebelum, selama dan sesudah oprasi intrakular serta untuk pengobatan glaukomasekunder Contoh : atropin sufat, hematropin HBr, hisin metil bromida, dan tropikamid.

2.5 HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA ANTIKOLINERGIK Adapun struktur umum dari antikolinergik adalah

a. Struktur antikolinergik sangat mirip dengan senyawa kolinergik. Perbedaan utama adalah adanya gugus besar yang terikat pada gugus asil, yang dapat meningkatkan kekuatan ikatan dengan permukaan reseptor. R dan R’ adalah gugus meruah, seperti alkil atau cincin aromatic, dihubungkan dengan basa N melalui jembatan –COO- atau gugus isosterik lain dan rantai –(CH2)n dengan n=2 atau 3. Jarak optimal antara basa N dengan gugus –CO- ± 5A0 dan R’ bersifat hidrofob, dan berinteraksi dengan permukaan reseptor melalui ikatan Van der Walls atau ikatan hidrofob. b. Pemasukan substituent pada cincin aromatic (gugus fenil) hanya sedikit menunjang aktivitas. c. X dapat berupa gugus-gugus H, OH, CH2OH, CH3, atau CONH2. Adanya gugus OH meningkatkan aktivitas antikolinergik karena dapat menunjang kekuatan interaksi obat reseptor melalui ikatan hydrogen. 10

d. N berupa ammonium kuartener atau amin tersier yang terprotonasi pada pH fisiologis atau pada biofasa, membentuk gugus kationik yang dapat berinteraksi dengan sisi anionic reseptor melalui daya tarik menarik elektrostatik. e. Substituen pada N-kationik dapat mempengaruhi respons mimetic. Antikolinergik mungkin mengandung gugus-gugus yang lebih besar dibanding gugus metil pada atom N. secara umum agar tetap efektif jumlah C tidak lebih dari 4 (butyl). f. Faktor sterik dapat menyebabkan penyebaran muatan onium sehingga interaksi obat reseptor kurang optimal dan kadang-kadang obat bekerja sebagai antagonis karena ikatan yang berbeda. Pergantian N dengan atom C menyebabkan hilangnya muatan, tetapi senyawa

masih

menunjukkan

efek

kompetitif

dengan

asetilkolin

meskipun

keefektifannya lebih rendah dibandingkan senyawa yang mempunyai N-kationik

BAB III PENUTUP

11

3.1 KESIMPULAN Antikolinergik (disebut juga obat penyekat kolinergik atau obat Antagonis kolinergik) mengikat kofloseptor tetapi tidak memicu efek intraselular diperantarai oleh reseptor seperti lazimnya yang paling bermanfaat dari obat golongan ini adalah menyekat sinaps muskarinik pada saraf parasimpatis secara selektif. Berdasarkan mekanisme kerja, obat antikolinergik dibagi kedalam tiga kelompok yaitu antagonis neuromuskular, antagonis ganglion, dan antagonis muskarinik . 3.2 SARAN Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan – kekurangan pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktorketerbatasan waktu, pemikiran dan pengetahuan kami yang terbatas, oleh karena itu untuk kesempurnaan makalah ini kami sangat membutuhkan saran-saran dan masukan yang bersifat membangun kepada semua pembaca. Sebaiknya gunakanlah obat sesuai anjuran dokter, dan pergunakanlah obat tersebut sesuai dengan diagnosa yang telah diperkirakan, jangan menggunakan obat kurang atau melebihi batasnya.

DAFTAR PUSTAKA Kee, Hayes. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, EGC Mycek, J, Mery, dkk, 2000. ”Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2”, Widya Medika, 12

Jakarta. Ganiswarna, 1998. ” Farmakologi dan Terapi ”, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Soetedjo, F.A., dan Margono, B.P., 2011, Peran Antikolinergik Sebagai Bronkodilator, Majalah Kedokteran Respirasi, Vol 2, No 1. Tan Hoan Tjay, Kirana R, 2001, ”Obat-Obat Penting, Khasiat dan Penggunaan ”, DirJen POM RI, Jakarta. Krisnantara7. 2015. Scribd.com/doc/255787547/Antikolinergik.

13

Related Documents


More Documents from "Farisi Razak"