Makalah Kimed 2 Anti-inflamasi

  • Uploaded by: safira
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Kimed 2 Anti-inflamasi as PDF for free.

More details

  • Words: 4,964
  • Pages: 28
Tugas Makalah Kimia Medisinal 2

BENZIMIDAZOLE: STRUKTUR YANG MENUNJUKKAN AKTIVITAS ANALGESIK DAN AGEN ANTIINFLAMASI

DISUSUN OLEH : Kelompok 4 David Sarono Putro Devyana Priwita K Muthia Syafira Safira Rahma Novachiria Syifa Maulida Rahmah Wahyu Attaria Nurul K

M0616010 M0616013 M0616034 M0616040 M0616044 M0616049

PROGRAM STUDI S1 FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2018

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Inflamasi Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002). Inflamasi (peradangan) merupakan reaksi kompleks pada jaringan ikat yang memiliki vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun endogen. Dalam arti yang paling sederhana, inflamasi adalah suatu respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan sel (Robbins, 2004). Penyebab inflamasi antara lain mikroorganisme, trauma mekanis, zat-zat kimia, dan pengaruh fisika. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera atau terinvasi agar dapat mengisolasi, menghancurkan, atau menginaktifkan agen yang masuk, membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk proses penyembuhan (Corwin, 2008). Respons inflamasi terjadi dalam tiga fase dan diperantarai oleh mekanisme yang berbeda (Wilmana, 2007) : a. Fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan permeabilitas kapiler. b. Reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel leukosit dan fagosit. c. Fase proliferatif kronik, dengan ciri terjadinya degenerasi dan fibrosis.

Respon antiinflamasi meliputi kerusakan mikrovaskular, meningkatnya permeabilitas kapiler, dan migrasi leukosit ke jaringan radang. Gejala proses inflamasi yang sudah dikenal ialah: 1.

Kemerahan (rubor) Terjadinya warna kemerahan ini karena arteri yang mengedarkan darah ke daerah tersebut berdilatasi sehingga terjadi peningkatan aliran darah ke tempat cedera (Corwin, 2008).

2. Rasa panas (kalor) Rasa panas dan warna kemerahan terjadi secara bersamaan. Dimana rasa panas disebabkan karena jumlah darah lebih banyak di tempat radang daripada di daerah lain di sekitar radang. Fenomena panas ini terjadi bila terjadi di permukaan kulit. Sedangkan bila terjadi jauh di dalam tubuh tidak dapat kita lihat dan rasakan (Wilmana, 2007). 3. Rasa sakit (dolor) Rasa sakit akibat radang dapat disebabkan beberapa hal yaitu adanya peregangan jaringan akibat adanya edema sehingga terjadi peningkatan tekanan lokal yang dapat menimbulkan rasa nyeri, adanya pengeluaran zat – zat kimia atau mediator nyeri seperti prostaglandin, histamin, bradikinin yang dapat merangsang saraf – saraf perifer di sekitar radang sehingga dirasakan nyeri (Wilmana, 2007). 4. Pembengkakan (tumor) Gejala paling nyata pada peradangan adalah pembengkakan

yang

disebabkan

oleh

terjadinya

peningkatan

permeabilitas kapiler, adanya peningkatan aliran darah dan cairan ke jaringan yang mengalami cedera sehingga protein plasma dapat keluar dari pembuluh darah ke ruang interstitium (Corwin, 2008). 5. Fungsiolaesa merupakan gangguan fungsi dari jaringan yang terkena inflamasi dan sekitarnya akibat proses inflamasi (Wilmana, 2007). Selama berlangsungnya respon inflamasi banyak mediator kimiawi yang dilepaskan secara lokal antara lain histamin, 5-hidroksitriptamin (5HT), faktor kemotaktik, bradikinin, leukotrien dan prostaglandin (PG). Dengan migrasi sel fagosit ke daerah ini, terjadi lisis membran lisozim dan lepasnya enzim pemecah.

Obat mirip aspirin dapat dikatakan tidak berefek terhadap mediator-mediator kimiawi tersebut kecuali PG (Wilmana, 2007). 1.2. Antiinflamasi Banyak obat – obat antiinflamasi yang bekerja dengan jalan menghambat sintesis salah satu mediator kimiawi yaitu prostaglandin. Sintesis prostaglandin yaitu asam arakidonat, suatu asam lemak 20 karbon adalah prekursor utama prostaglandin dan senyawa yang berkaitan. Asam arakidonat terdapat dalam komponen fosfolipid membran sel, terutama fosfotidil inositol dan kompleks lipid lainnya. Asam arakidonat bebas dilepaskan dari jaringan fosfolipid oleh kerja fosfolipase A2 dan asil hidrolase lainnya. Melalui suatu proses yang dikontrol oleh hormon dan rangsangan lainnya (Mycek dkk, 2001). Ada 2 jalan utama sintesis eukosanoid dari asam arakidonat : 1. Jalan siklo-oksigenase Semua

eikosanoid

berstruktur

cincin

sehingga

prostaglandin,

tromboksan, dan prostasiklin disintesis melalui jalan siklo – oksigenase. Telah diketahui dua siklo-oksigenase : COX-1 dan COX-2 Yang pertama bersifat ada dimana – mana dan pembentuk, sedangkan yang kedua diinduksi dalam respon terhadap rangsangan inflamasi. 2. Jalan lipoksigenase Jalan lain, beberapa lipoksigenase dapat bekerja pada asam arakidonat untuk

membentuk

HPETE,

12-HPETE

dan

15-HPETE

yang

merupakan turunan peroksidasi tidak stabil yang dikorvensi menjadi turunan hidroksilasi yang sesuai (HETES) atau menjadi leukotrien atau lipoksin, tergantung pada jaringan. Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor

(pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu functio laesa (perubahan fungsi) (Mitchell dan Cotran, 2003). Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 2005). Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang. Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat meradang (Rukmono, 2000). Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland, 2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 2005). Obat – obat yang digunakan untuk sebagai anti inflamasi non steroid antara lain (Mycek, 2001) : 1. Aspirin dan salisilat lain Mekanisme kerjanya : efek antipiretik dan anti inflamasi salisilat terjadi karena penghambatan sintesis prostaglandindi pusat pengatur panas dan hipotalamus dan perifer di daerah target. Lebih lanjut, dengan

menurunkan sintesis prostaglandin, salisilat juga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsangan mekanis dan kimiawi. 2. Derivat asam propionat Obat – obat ini menghambat reversible siklo-oksigenase dan karena itu, seperti aspirin menghambat sintesis prostaglandin tetapi tidak menghambat leukotrien. 3. Asam Indolasetat Yang termasuk dalam grup obat - obat ini adalah indometasin, sulindak dan etolondak. Semua mempunyai aktivitas antiinflamasi , analgetik dan antipiretik. Bekerja dengan cara menghambat siklooksigenase secara reversible. Umumnya tidak digunakan untuk menurunkan demam. 4. Derivat oksikam Pada waktu ini, hanya piroksikam yang tersedia di amerika serikat. Anggota lain dalam grup ini sedang diselidiki dan mungkin akan disediakan juga. Mekanisme kerjanya belum jelas, tetapi piroksikam digunakan untuk pengobatan artritis rematoid, spondilitis ankilosa, dan osteoartritis. 5. Fenamat Asam mefenamat dan meklofenamat tidak mempunyai anti inflamasi dibandingkan obat AINS yang lain. Efek samping seperti diare dapat berat dan berhubungan dengan peradangan abdomen. 6. Fenilbutazon Fenilbutazon mempunyai efek anti inflamasi kuat tetapi tetapi aktivitas analgetik dan antipiretiknya lemah. Obat ini bukan merupakan obat first line. 7. Obat – obat lain a. Diklofenak : Penghambat siklo – oksigenase. Diklofenak digunakan untuk pengobatan jangka lama arthritis rematoid, osteoartritis, dan spondilitis ankilosa.

b. Ketorolak : Obat ini bekerja sama seperti obat AINS yang lain. c. Tolmetin dan nabumeton : Tolmetin dan nabumeton sama kuatnya dengan aspirin dalam mengobati artritis rematoid atau osteoartritis dewasa. BAB II ISI

1.

Benzimidazol Sebagai Obat Antiinflamasi Struktur utama benzimidazole heterosikilik merupakan struktur yang sangat

berguna untuk perkemabangan farmasi dan biologi di bidang molekuler. Pada tahun 1872, Hobrecker melaporkan sintesis benzimidazol yang pertama yakni 2,5 dan 2,6 dimetilbenzimidazole dan tidak menyanggka bahwa struktur utama benzimidazol merupakan struktur yang unggul. Ketertarikan penelitian pada benzimidazol telah menghasilkan penemuan bahwa N-ribosil-dimetilbenzodizol meripakan bahan benzomidazol terbaol di alam yang berfungsi sebagai ligan aksial untuk kobalt pada vitamin B12. Lebih dari 2 tahun penelitoan, ditemukan bahwa benzidiazol dan derivatnya terlibat dalam stuktur penting di dunia kimia medisinal yang menghasilkan beragam aktivitas biologi seperti antiparasitik (khusunya anthelmitik), antiulcee (PPIs), antihipertensi (Angiotensin II receptor blocker) antihistamin, antikanker, dan antiemetic. Dalam beberapa tahun terakhir, inflamasi dan rasa nyeri diketahui sbeagai salah satu status penyakit yang sering ditemukan di masyarakat dan menyebabkan penyakit-penyakit atau sinyal dari penyakit lainnya. Dari survey Medical Expenditure Panel menyatakan bahwa masyarakat menghabiskan $560 - $635 miliyar untuk mengatasi nyeri dan inflamasi di Amerika. Bedasarkan data dari Global Business Intelligence, kebutuhan masyakat akan antiinflamasi meningkat yang dapat dilihat dari pertumuhan penjualan dari 2002 meningkat sebanyak 7.6% menjadi $57.8 miliyar pada tahun 2010 dan naik kembali sebesar 5.8% menjadi $85.9 Miliyar pada 2017.

Menghilangkan nyeri dan mereduksi inflamasi merupakan tujuan terapi yang penting dalam penatalaksaaan inflamasi. Penatalaksanaan ini biasanya melibatkan obat-obat klasik seperti OAINS, yakni selektif inhibitor COX-2 , kortikosteroid dan immunosupresant. OAINS menjadi pilihan terapi pertama yang banyak digunakan dalam penatalaksaan inflamasi dan mengurangi rasa nyeri, namun penggunaan OAINS dalam jangka panjang akan menyebabkan efek samping seperti toksisitas kardiovaskular, luka pada saluran cerna, toksisitas pada hati dan ginjal, disfungsi platelet dan pendaharam, aplatik anemia serta berkurangnya penyembuhan tulang. Beberapa inhibitor selektif COX-2 akan m dikembangkan dengan harapan secara signifikan mengurangi toksisitas GI terkait dengan penggunaan NSAID akut dan kronis. Namun, peningkatan pengetahuan tentang peran fisiologis enzim COX-2 di berbagai jaringan termasuk perut dan ginjal telah ditantang manfaat dari inhibisi COX-2 selektif dan antusiasme awal kelas baru obat antiinflamasi. Bentuk sintetis dari kortisol alami disebut sebagai glukokortikoid yang juga banyak digunakan untuk mengobati penyakit radang, meskipun mereka berpotensi melemahkan efek samping, glukokortikoid masih tetap menjadi andalan untuk mengurangi peradangan. Hal itu masih menjadi tantangan bagi farmasi untuk mengembangkan agen yang lebih efektif dan kurang beracun untuk mengobati tanda serta gejala nyeri dan gangguan inflamasi. Beberapa

upaya

telah

diinvestasikan

dalam

satu

dekade

terakhir

untuk

mengembangkan benzimidazole sebagai senyawa modulator rasa sakit dan peradangan yang aktif pada berbagai target terapeutik yang menunjukkan potensi terapeutik yang sangat baik. Di ulasan ini, telah dicoba untuk menjelaskan dan mengkompilasi laporan tentang turunan benzimidazole dengan beberapa pendapat tentang pendekatan yang berbeda untuk membantu ahli kimia obat pada generasi mendatang dalam merancang analgesik yang kuat dan aman serta agen anti-inflamasi. 2.

Benzimidazole: persyaratan kimia dan struktural untuk aktivitas analgesik dan anti-inflamasi Benzimidazole adalah kelas senyawa organik aromatik heterosiklik yang

berbagi karakteristik struktural mendasar dari enam anggota benzena yang menyatu

dengan posisi 4 dan 5 dari lima sistem cincin imidazole. Atom hidrogen yang menempel pada nitrogen dalam posisi-1 dari inti benzimidazole dengan mudah tautomerizes dimana bertanggung jawab untuk isomerisasi dalam turunan senyawa. Kelompok NH hadir di benzimidazole dimana sifatnya relatif kuat bersifat asam dan juga lemah di dasar. Benzimidazole adalah senyawa amfoter dengan nilai konstanta ionisasi (pKa) untuk benzimidazole dan asam konjugasinya adalah 12,8 dan 5,6. Dari data yang dikumpulkan, ditemukan bahwa nukleus benzimidazole diganti pada posisi 1, 2, 5 dan 6 dengan substituen bervariasi yang telah menghasilkan analgesik ampuh serta agen antiinflamasi. Namun, posisi 4 dan 7 dari nukleus tidak tersubtitusi (Gbr. 1). Posisi 1-benzimidazole mungkin tidak tersubtitusi (antagonis TRPV-1) atau substituen dapat bervariasi dari gula polihidroksi, gugus metil atau fenilsulfonil, dan sikloalkana ke gugus aril / heteroaril secara tepat diganti dengan kelompok alkil, elektronik atau heterosiklik. Demikian pula dengan posisi-2 dapat diganti dengan alkil atau aril lipofilik besar / moies heteroaril digantikan dengan alkil, elektronik atau heterosiklik. Posisi 5 atau 6 dari nukleus mungkin tidak tersubstitusi atau substituen dapat berkisar dari kelompok fungsional seperti halogen, nitro, amino, metil, trifluorometil, hidroksil, alkoksi, sulfonil atau N-sulfonamide untuk mensubstitusi gugus aril / heteroaril.

3.

Turunan Benzimidazole untuk pengobatan nyeri dan peradangan Sebuah

spektrum

aktivitas

farmakologis

yang

ditunjukkan

oleh

benzimidazole dan turunannya telah ditinjau oleh beberapa penulis. Di sini kita akan membahas tentang turunan benzimidazole sebagai agen analgesik dan anti-inflamasi yang bekerja pada berbagai sasaran terapi seperti enzim siklooksigenase (COX), saluran ion transien reseptor vanilloid-1 (TRPV-1), reseptor cannabinoid, reseptor bradikinin, sitokin spesifik. dan aktivasi protein 5-lipoxygenase (FLAP) (Gambar 2)

3.1. Inhibitor Selektif COX-2 COX adalah enzim yang mengkatalisis konversi asam arakidonat menjadi prostaglandin dan tromboksan. Kedua isoform enzim COX, yaitu COX-1 adalah enzim konstitutif yang banyak diproduksi pada jaringan seperti ginjal dan saluran pencernaan sementara COX-2 dapat diinduksi dan diekspresikan selama peradangan di lokasi luka. Prostaglandin yang dibuat oleh enzim COX-1 mengerahkan efek sitoprotektif pada mukosa lambung dan pemeliharaan homeostasis ginjal, sedangkan prostaglandin yang dibuat oleh COX-2 menyebabkan peradangan. Oleh karena itu, penghambatan lengkap COX-1 cenderung tidak disukai dan obat yang menghambat enzim COX-2 adalah agen antiinflamasi yang lebih baik dalam hal daya tahan GI.

Dalam mencari agen anti inflamasi yang kuat dan aman Paramashivappa et al., melaporkan bahwa turunan semisintetik dari asam anacardic yang merupakan struktur dasar dari benzimidazole dan menyelidiki kemampuan mereka untuk menghambat COX-1 manusia serta COX-2 enzim. Senyawa 1 (Skema 1) diamati untuk menunjukkan selektivitas 384 kali lipat terhadap penghambatan COX-2 lebih dari COX-1 yang sebanding dengan selektivitas 375 kali lipat dari celecoxib yang disetujui secara klinis sebagai inhibitor COX-2 ( 𝐼𝐶50 = 0,04 µM pada COX-2 dan 𝐼𝐶50 = 15 µM untuk COX -1) (Skema 1).

3.2. Antagonis TRPV-1 TRPV-1 adalah anggota dari saluran ion yang memungkinkan masuknya ion 𝐶𝑎2+ secara transien ketika diaktifkan dan terutama diekspresikan dalam neuron sensorik perifer yang terlibat dalam nosiseptif dan inflamasi neurogenik. TRPV-1 diaktifkan oleh ligan endogen seperti metabolit lipoxygenase, berbagai rangsangan seperti panas atau asam dan rangsangan kimia eksogen seperti capsaicin. Aktivasi TRPV-1 oleh agonis dikenal memiliki efek analgesik karena menyebabkan desensitisasi neuron sensorik dan membuat kurang sensitif terhadap rangsangan yang menyakitkan. Namun, penggunaan agonis yang berkepanjangan cenderung terkait dengan efek samping seperti rasa terbakar, iritasi dan neurotoksisitas karena masuknya ion 𝐶𝑎2+ secara terus menerus ke dalam sel. Antagonis reseptor TRPV-1 di sisi lain menghambat aktivasi neuron sensorik primer sehingga memiliki efek samping lebih sedikit daripada agonis TRPV-1 [30-33]. Serangkaian 2-(4-pyridin-2-

ylpiperazin-1-yl)-1H-benzo-[d]imidazoles sebagai antagonis TRPV-1 yang poten telah dilaporkan oleh Ognyanov et al., bahwa senyawa 2 (Skema 2) dengan nukleus benzimidazole adalah yang paling manjur secara biologis dan efektif dalam memblokir capsaicin yang diinduksi pada tikus dengan dosis tertentu. Senyawa 2 juga membalik hiperalgesia termal dalam model nyeri inflamasi yang diinduksi oleh Freund's Adjuvant [34]. Selanjutnya, aplikasi paten dari Amgen juga telah mendefinisikan utilitas dari piperazine terkait turunan benzimidazole WO 04035549 (Skema 2) sebagai antagonis TRPV-1. Lebih lanjut, Fletcher dkk. melaporkan benzimidazole mengandung senyawa 3 (Skema 2) dengan afinitas kuat pada reseptor hTRPV-1 yang diukur dengan alat tes berbasis FLIPR. Namun sedikit modifikasi pada senyawa 3 seperti penggantian grup 4-CF3 dengan tert-butil (senyawa 4), CH3 (senyawa 5), atau F (senyawa 6) (Skema 2) menyebabkan penurunan aktivitas.

3.3 Agonis Reseptor Cannabinoid Studi terbaru menunjukkan bahwa, agonis reseptor cannabinoid efektif untuk pengobatan nyeri pada model nyeri neuropatik dan inflamasi. Efek ini dimediasi melalui dua subtipe reseptor cannabinoid yang terletak di sistem saraf pusat dan perifer (CB1) atau pada sel imun atau di jaringan periferal (CB2). Data praklinis mendukung hipotesis bahwa agonis selektif CB2 atau agonis CB1 yang bekerja di sisi perifer atau dengan pemaparan terbatas pada sistem saraf pusat (SSP) akan menghambat nyeri dan neuroinflamasi tanpa efek samping dalam SSP. AstraZeneca telah mengungkapkan bahwa turunan benzimidazol memiliki aktivitas sebagai agonis selektif CB2 sebaik agonis ganda CB1/CB2 untuk manajemen nyeri dan inflamasi. Senyawa 7 ditemukan sangat selektif sebagai agonis selektif CB2 dengan selektivitas 970 kali lebih baik dibanding pada reseptor CB1, dengan nilai Ki 3170 nM dan 3,3 nM untuk masing-masing reseptor CB1 dan CB2. Penggantian gugus karboksamido pada C5 dalam senyawa 7 dengan gugus sulfamoil membentuk agonis reseptor cannabinoid lainnya seperti yang ditunjukkan oleh senyawa 8. Selain itu, para ilmuwan dari AstraZeneca juga melaporkan senyawa poten turunan benzimidazol senyawa 9 dengan substituen 5-N-sulfonamid sebagai agonis ganda CB1/CB2 untuk manajemen nyeri. Watson et al., dari Pfizer telah melaporkan seri baru turunan sulfonilbenzimidazol senyawa 10 dan 11 sebagai agonis selektif CB2, agen analgesik potensial yang tidak memiliki efek samping yang terkait dengan agonis CB1. Pada 2012, Verbist dan rekannya menggambarkan senyawa poten sangat selektif turunan 5-sulfonilbenzimidazol sebagai agonis reseptor CB2. Salah satu senyawa utama yang muncul dari seri ini adalah senyawa 12 yang menggabungkan selektivitas dengan profil drug-like yang dapat diterima. Meskipun hal ini diterjemahkan dengan benar pada profil farmakokinetik, tetapi tidak ada efek analgesik yang ditunjukkan pada model nyeri. Lebih lanjut, untuk meningkatkan stabilitas metabolisme dan kelarutan, gugus yang sama mengoptimalkan turunan 5-

sulfonilbenzimidazol dan ditemukan relatif polar serta bertindak sebagai agonis CB2 pada senyawa 13 dan 14.

3.4 Antagonis Reseptor Bradikinin Kinin, bradikinin dan kalidin menstimulasi sejumlah jalur inflamasi akut dan kronis yang mengakibatkan rasa sakit, edema dan vasodilatasi. Efek ini dimediasi oleh reseptor G-protein bradikinin B1 dan B2. Reseptor bradikinin B2 diekspresikan dalam kondisi normal pada sebagian besar tipe sel, sedangkan reseptor bradikinin B1 diinduksi pada kondisi patofisiologis seperti infeksi, inflamasi dan cedera jaringan traumatik. Studi terbaru pada tikus menunjukkan bahwa reseptor bradikinin B1 diekspresikan dalam SSP dengan memperlihatkan peran potensial sentral untuk reseptor ini. Ketidakaktifan reseptor bradikinin B1 pada tikus menunjukkan respon inflamasi dan hiperalgesia yang kurang sehingga mendukung hipotesis bahwa antagonis reseptor bradikinin B1 efektif sebagai analgesik dan anti-inflamasi. Upaya telah dilakukan oleh Guo et al. untuk menemukan antagonis reseptor bradikinin B1 baru. Pada tahun 2008, para penulis melaporkan antagonis reseptor

bradikinin B1 yang selektif, non-peptida, dan poten dengan gugus benzodiazepine memiliki efikasi in vivo yang sangat baik dalam model-model nyeri tikus. Tetapi karena berat molekul tinggi dan bioavailabilitas oral yang buruk, bagian phenethylbenzodiazepine senyawa 15 digantikan oleh inti benzimidazole dengan berat molekul rendah, menyebabkan senyawa menjadi poten terhadap reseptor bradikinin B1 dengan bioavailabilitas oral yang lebih baik. Gugus 2-karboksamida penting untuk aktivitas dan telah dipelajari beberapa linker gugus amina seperti piridin dan piperidin, tetapi kombinasi dari linker β-alanine dan 2-imidazoline-5aminopyridine senyawa 16 menunjukkan potensi yang sangat baik dengan IC50 = 2 nM.

Demikian pula, Zischinsky et al. melaporkan turunan benzimidazole sebagai antagonis reseptor bradikinin B1 senyawa 17 dengan nilai IC50 = 3500 nM. Untuk meningkatkan aktivitas, suatu asetamida ditambahkan ke senyawa 17 sehingga dihasilkan senyawa 18 dengan nilai IC50 = 15 nM. Optimasi dari gugus biaril dan amida menghasilkan senyawa 19 memiliki potensi yang sangat baik pada reseptor B1 dengan IC50 = 0,7 nM.

3.5 Anticytokines 3.5.1 Inhibitor MAP (mitogen-activated protein) Kinase Terapi anticytokine telah terbukti sangat efektif dalam mengurangi peradangan lokal dan sistemik. Selama dekade terakhir, penelitian tentang inhibitor MAP kinase p38α telah menerima tingkat perhatian yang luar biasa dalam kimia medisinal dan kandidat obat untuk pengobatan nyeri dan penyakit inflamasi. Penghambatan p38α MAP kinase melalui penyumbatan hilir mereka dari produksi tumor necrosis factor-α, interleukin (IL) -1β, IL-6, COX-2 dan mobilisasi asam arakhidonat memiliki potensi terapeutik yang luar biasa. Baru-baru ini telah dilaporkan

oleh

Dios

dkk,

2005.

Bahwa

kemanjuran

dan

selektif

2-

aminobenzimidazole berdasarkan MAP kinase inhibitor 20 (skema 5) tetapi turunan

pyridinoyl-5-methoxybenzimidazole 21 (skema 5) menunjukkan efikasi dan selektivitas tertinggi.

Skema 5. Derivat Benzimidazole sebagai Anticyitokines (20 - 21) 3.5.2 Inhibitor Lck (lymphocyte specific kinase) Lck adalah 56-kD Src family protein tirosin kinase yang memainkan peran penting dalam pengembangan dan aktivasi T-sel termasuk fosforilasi reseptor antigen T-sel (peristiwa yang diperlukan untuk transduksi sinyal dalam jalur sinyal T-sel reseptor sel-T ). Aktivasi jalur ini menghasilkan produksi sitokin seperti IL-2 dan interferon gamma yang menyebabkan aktivasi dan proliferasi T-limfosit untuk menghasilkan respon imun. Penghambatan Lck telah diusulkan sebagai pengobatan potensial untuk sejumlah penyakit inflamasi dan autoimun. Sabat dkk (2005), mensintesiskan serangkaian benzimidazoles 1- (tersubtitusi pirimidin-2-yl) di mana senyawa 22 (skema 5) telah menimbulkan efek anti-inflamasi dengan aktivitas nM rendah untuk menghambat Lck kinase dan inhibitor produksi IL-2 sitokin dengan potensi pada 0,054 µM. Selanjutnya, eksplorasi pyrimidobenzimidazole telah menyebabkan serangkaian pyrimido [1,2-a] benzimidazol-5-ones sebagai inhibitor spesifik aktif secara oral dari Lck. Penelitian SAR telah mengungkapkan senyawa 23 (Skema 5) sebagai inhibitor Lck yang paling ampuh. Pada tahun 2009, Hunt dkk. mengembangkan

family

4-benzimidazolyl-N-piperazinethyl-pyrimidin-2-amine

sebagai Lck kinase serta inhibitor pelepasan IL-2 seluler. Senyawa 24 (Skema 5) menggabungkan bagian piperazine-etil yang dioptimalkan pada C2 pirimidin dengan substituen benzimidazolil yang dioptimalkan pada pyrimidine C4, sebagai inhibitor dari kedua Lck kinase dengan nilai IC50 0,1 nM dan pelepasan IL-2 seluler dengan

nilai IC50 8 nM. Karena ketidakstabilan metabolik f152A1, Shen dkk 2010. melaporkan analog sintetis dari f152A1 yaitu senyawa 25 (Skema 5) oleh fusi inti imidazol dengan cincin fenil dari metabolit aktif yang diisolasi dari kaldu fermentasi jamur Curvularia verruculosa sebagai kandidat yang menjanjikan dan stabil yang mempertahankan efek penghambatan in vitro pada tumor. Necrosis factor-α transkripsi f152A1 dan jendela terapeutik yang lebih luas pada model in-vivo artritis.

Skema 5. Derivat Benzimidazole sebagai Anticyitokines (20 - 25) 3.6 Inhibitor FLAP Leukotrien adalah mediator lipid yang bertanggung jawab untuk inisiasi dan memperkuat respon inflamasi dengan mengatur pengangkutan dan aktivasi leukosit dalam jaringan yang meradang. Selain menargetkan 5-lipoxygenase, penghambatan biosintesis leukotrien juga dapat dicapai dengan menargetkan FLAP. Kandidat obat seperti MK-886, BAY X1005 dan MK-591 semua target FLAP dan menjalani studi fase I dan II menunjukkan manfaat klinis dalam uji asma alergik tetapi ini tidak dikembangkan lebih lanjut untuk alasan yang tidak dipublikasikan. Namun, inhibitor FLAP yang baru-baru ini dikembangkan seperti AM803, AM643 dan AM103 berkhasiat dalam studi praklinis penyakit inflamasi serta dalam uji coba dengan

pasien yang menderita asma saat ini sedang dalam penyelidikan klinis. Banoglu dkk, 2012. melaporkan derivatif benzimidazole sebagai inhibitor FLAP sebagai strategi yang

menjanjikan

untuk

mengintervensi

penyakit

inflamasi,

alergi

dan

kardiovaskular. skrining virtual penargetan FLAP berdasarkan model farmakofor gabungan ligan dan struktur yang mengarah pada identifikasi 1- (2-klorobenzil) -2(1- (4-isobutilfenil) etil) -1H-benzimidazole derivatif 26 (Skema 6 ) sebagai kandidat yang dapat dikembangkan dengan kuat menekan pembentukan leukotrien di neutrofil utuh dengan IC50 = 0,31 µM. Dengan mengoptimalkan struktur senyawa 26 (Skema 6), derivatif potensial benzimidazole 27-31 (Skema 6) telah disintesis dengan IC50 = 0,12-0.19 µM pada neutrofil utuh.

Skema 6. Derivat Benzimidazol sebagai inhibitor FLAP (20-21) 3.7 Variasi Lain dari Derivat Benzimidazol Berbagai turunan benzimidazol telah dilaporkan oleh sejumlah penulis sebagai agen analgesik dan anti-inflamasi tetapi tanpa mekanisme aksi yang tepat. Pada Tabel 1, kami telah menyusun turunan benzimidazole yang berbeda dengan kelompok fungsional yang mempromosikan aktivitas mereka untuk membantu ahli kimia dan ahli biokimia untuk penyelidikan lebih lanjut di bidang kimia obat untuk mencari agen anti-inflamasi analgesik yang kuat dan aman.

Tabel 1. Variasi Derivat Benzimidazol sebagai Agen Analgesik dan Anti-Inflamasi Senyawa

Keunggulan - Senyawa 32 dan 33 adalah molekul netral bantalan gugus fungsional -NH2 pada posisi para dan orto, masingmasing. - Tanpa karakter asam. - Diperlihatkan aktivitas antiinflamasi analgesik sedang sampai baik. - Potensi ulserogenik rendah. - Senyawa 34 bantalan -OCH3 kelompok dan pyrrolidino disubstitusi pada nitrogen menunjukkan aktivitas anti-inflamasi yang kuat. - Senyawa 35 bantalan -NO2 kelompok dan morfolino disubstitusi pada nitrogen menunjukkan aktivitas analgesik kuat. - Benzo [d] imidazolyltetrahydropyridine carboxylates 36 dan 37 disintesis oleh satu-pot multi-komponen reaksi menggunakan ceric amonium nitrat sebagai katalis. - Diperlihatkan aktivitas antiinflamasi moderat pada model edema telapak kaki tikus.

- Studi SAR dari 2- (2,4dinitrofenilthio) -1 - ((3-isoxazol) metil) benzimidazole hibrida dilakukan. - Senyawa 38 dan 39 yang memiliki gugus penarik elektron -F dan -CN menunjukkan aktivitas analgesik dan anti-inflamasi yang unggul. - Turunan 1-asil-2-alkilthio-1,2,4triazolobenzimidazol disintesis dalam hasil yang baik. - Senyawa tersubstitusi pchlorobenzoyl 40-42 adalah agen analgesik dan anti-inflamasi yang kuat. - Senyawa 42 memunculkan profil keamanan GI superior dibandingkan dengan indometasin. - Basis mannich 1- (N-disubstitusi amino) methyl-2-ethylbenzimidazoles disintesis. - Senyawa 43-45 menunjukkan analgesik yang signifikan dan respon anti-inflamasi. Gabungan sistem cincin benzimidazole (1,2-a) dengan bagian phenylsulfonyl 46 sebanding dengan aktivitas analgesik dan anti-inflamasi ke indomethacin.

2-methylamino benzimidazoles 47 dan 48 berhubungan dengan grup -Cl pada posisi para pada cincin anilin yang menunjukkan aktivitas antiinflamasi analgesik yang kuat dibandingkan dengan nimesulide. - Cincin oksadiazol tersubstitusi piridil yang menempel pada bagian benzimidazole melalui hubungan tioacetamide. - Senyawa 49 menunjukkan antioksidan dan aktivitas antiinflamasi. Senyawa tricyclic benzimidazole 50 dan 51 disintesis di bawah iradiasi microwave menghasilkan aktivitas anti-inflamasi yang kuat yang sebainding dengan ibuprofen sebagai obat standar. 3-metil-8-nitro-3,4,4a, 5 tetrahydropyrimido [1,6-a] benzimidazol-1 (2H) -thione, senyawa 52 menunjukkan keampuhan aktivitas analgesik dan anti-inflamasi sebanding dengan ibuprofen. - Turunan 2-aminobenzimidazole 53 memperlihatkan aktivitas analgesik dan anti-inflamasi yang ampuh. - Penggantian amino dengan gugus

metilena pada 2-posisi menyebabkan hilangnya aktivitas yang mendukung pentingnya guanidine bagian untuk aktivitas anti-inflamasi - Berdasarkan Struktur 2-methyl-Nyang disubstitusi benzimidazole dengan bagian-bagian gula 54 dan 55 diperoleh dengan hasil yang baik di kehadiran trimethylsilyl trifluoromethanesulfonate sebagai katalis. - Senyawa 54 dan 55 menunjukkan analgesik yang signifikan dan aktivitas anti-peradangan - Turunan Benzimidazole 56 dan 57 diganti dengan bagian pirid-2-yl dan polyhydroxy gula terkonjugasi ke bagian N-benzimidazole menampilkan aktivitas anti-inflamasi tergantung dosis diklofenak. - Senyawa 56 dan 57 adalah GI yang dapat ditoleransi. - Konjugat Benzimidazole-NSAID mempertahankan aktivitas antiinflamasi dari NSAID induk yang sesuai. - Konjugasi Benzimidazole-NSAID secara signifikan mengurangi ulkus lambung dan menunjukkan

imunostimulan yang kuat sebagai serta aktivitas antioksidan. - Senyawa 58 adalah konjugasi NSAID-potensial maksimal. - 1,2,4-triazolobenzimidazol-3-yl acetohydrazide derivatif menunjukkan analgesik dan aktivitas antiperadangan. - Senyawa 59 dan 60 adalah analgesik paling aktif, anti-inflamasi dan GI lebih aman dibandingkan dengan indomethacin.

4.

Arah Pengembangan NSAID telah berhasil digunakan selama berabad-abad untuk pengentasan

rasa sakit dan peradangan dan terus digunakan setiap hari oleh jutaan pasien di seluruh dunia. Kemajuan luar biasa dalam 2-3 dekade terakhir, desain dan pengembangan aman dan terapi yang efektif untuk mengobati rasa sakit dan kondisi peradangan masih menyajikan tantangan besar. Penemuan dua isoform COX i.e. COX-1 dan COX-2, merupakan terobosan yang mengarah pada perolehan selektif COX-2 inhibitor yang kurang gastrotoxic daripada NSAID klasik. Namun, penarikan beberapa coxib dari pasar karena toksisitas kardiovaskular telah menantang kegunaan obat dari kelas ini. Sebagai akibatnya, minat dalam pendekatan alternatif untuk mengurangi efek samping GI yang terkait dengan NSAID telah muncul kembali. Kombinasi dosis tetap dari NSAID / PPI atau NSAID / reseptor H2 antagonis kemungkinan akan membantu masalah yang dibahas di atas. Namun, pendekatan ini dikaitkan dengan kerugian yang membatasi pilihan komponen antiinflamasi analgesik, yang bermasalah bagi beberapa pasien yang tidak toleran atau refrakter terhadap NSAID tertentu. Selain itu, ada juga kekhawatiran tentang interaksi

PPI dengan obat yang paling sering diresepkan lainnya terutama clopidogrel. Meskipun antagonis reseptor-H2 aman tetapi toleransi terhadap obat-obatan ini telah menunjukkan perkembangan setelah beberapa hari terapi. Ketidakpatuhan terapi dan keterbatasan ini terapi yang ada menghasilkan kebutuhan klinis yang tidak terpenuhi, yang dipercaya dapat ditangani dengan tepat dengan memiliki obat aktivitas antiinflamasi analgesik bersama dengan tindakan protektif GI. Benzimidazole menjadi scaffold umum dalam berbagai analgesik / molekul anti-inflamasi dan PPI, adalah untuk merancang suatu molekul yang memiliki kedua properti dalam satu kesatuan. Baru-baru ini, El- Nezhawy dkk. melaporkan serangkaian turunan benzimidazol dengan aktivitas anti-inflamasi dan PPI yang mendukung pendapat diatas. Efek merugikan utama lainnya dari penggunaan NSAID kronis adalah komplikasi kardiovaskular dan benzimidazole adalah perancah umum yang memiliki analgesik/anti-inflamasi bersama aktivitas penghambatan angiotensin II (yaitu candesartan, telmisartan). Jadi, pendekatan serupa dapat digunakan untuk merancang obat-obatan yang memiliki aksi ganda sebagai analgesik/anti-inflamasi dengan lebih baik tolerabilitas kardiovaskular. Penghambatan sederhana sintesis prostaglandin tidak bisa sepenuhnya hentikan proses peradangan. Oleh karena itu, agen baru diuji terhadap pengaruhnya pada banyak jalur nyeri dan peradangan lainnya seperti pembentukan sitokin inflamasi, radikal bebas dan biogenik amina dari sel radang yang dirangsang. Turunan Benzimidazole ditemukan untuk bertindak melalui mekanisme yang berbeda seperti anticytokin, antagonis TRPV-1, agonis reseptor cannabinoid dan penghambat FLAP. Jadi, ada kemungkinan bahwa benzimidazole tunggal derivatif dapat dioptimalkan untuk bertindak melalui banyak jalur yang terlibat dalam rasa sakit dan peradangan. Pendekatan ini mungkin memiliki manfaat sebagai penghilang rasa sakit yang efektif dapat dicapai dengan lebih sedikit atau tidak ada efek samping dibandingkan dengan kombinasi analgesik obat anti-inflamasi yang bekerja melalui mekanisme yang berbeda. Dengan cara ini, perancah benzimidazole menawarkan satu

set properti unik sebagai farmakofor untuk merancang secara aktif molekul yang mungkin memegang janji besar untuk perawatan nyeri dan gangguan inflamasi. BAB III Kesimpulan Penemuan obat utama untuk mengobati rasa sakit dan peradangan masih dalam tahap pengembangan, jurnal ini merupakan sebuah peningkatan untuk lebih memahami patofisiologi tentang mekanisme nyeri dan inflamasi. Sejumlah laporan menunjukkan penggunaan benzimidazole derivatif aktif pada terapi yang diakui secara klinis berbeda target untuk pengobatan rasa sakit dan peradangan. Penelitian lebih lanjut di bidang ini akan membawa perkembangan farmasi yang inovatif dengan spektrum penggunaan yang cukup besar.

DAFTAR PUSTAKA Abrams, G.D. 2005. Respon Tubuh Terhadap Cedera. Dalam S. A. Price & L. MWilson, Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. 4th. ed. (Anugerah, P. penerjemah). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Banoglu, E., Caliskan, B., Luderer, S., Eren, G., Ozkan, Y., Altenhofen, W., Weinigel, C., Barz, D., Gerstmeier, J., Pergola, C., dan Werz, O. 2012. Identification of novel benzimidazole derivatives as inhibitors of leukotriene biosynthesis by virtual screening targeting 5-lipoxygenase-activating protein (FLAP), Bioorg. Med. Chem. 20 : 3728-3741. Corwin, E.J., 2008. Handbook of Pathophysiology 3th edition. Philadelphia: Lippincort Williams & Wilkins. Dios, A. D., Shih, C. B., Uralde, L.D., Sanchez, C., Prado, M.D., dan Cabrejas, M.M. 2005. Design of potent and selective 2-aminobenzimidazole-based p38a MAP kinase inhibitors with excellent in vivo efficacy, J. Med. Chem. 48 : 2270 2273. Dorland, W.A.N., 2002. Kamus Kedokteran Dorland. (Penerjemah: Setiawan, A., Banni, A.P., Widjaja, A.C., Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.. Hunt, J.A., Beresis, R.T., Goulet, J.L., Holmes, M.A., Hong, X.J., Kovacs, E., Mills, S.G., Ruzek, R.D., Wong, F., Hermes, J.D., Park, Y., Salowe, S.P., Sonatore, L.M., Wu, L., Woods, A., Zaller, D.M., dan Sinclair, P.J. 2009. Disubstituted pyrimidines as Lck inhibitors, Bioorg. Med. Chem. Lett. 19 : 5440-5443. Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. 2003. Acute and Chronic Inflammation. Dalam S. L. Robbins & V. Kumar, Robbins Basic Pathology. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders.

Mycek, M. J, Harvey, R.A. dan Champe, P.C., 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar 2nd ed. H. Hartanto, ed., Jakarta:Widya Medika. Robbins. 2004. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Volume 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sabat, M., VanRens, J.C., Laufersweiler, M.J., Brugel, T.A., Maier, J., Golebiowski A., De, B., Easwaran, V., Hsieh, L.C., Walter, R.L., Mekel, M.J., Evdokimov, A., dan Janusz, M.J. 2006. The development of 2-benzimidazole substituted pyrimidine based inhibitors of lymphocyte specific kinase (Lck), Bioorg. Med. Chem. Lett. 16 : 5973-5977. Shen, Y., Boivin, R., Yoneda, N., Du, H., Schiller, S., Matsushima, T., Goto, M., Shirota, H. Gusovsky, F., Lemelin, C., Jiang, Y., Zhang, Z., Pelletier, R., Ikemori- Kawada, M., Kawakami, Y., Inoue, A., Schnaderbeck, M., dan Wang, Y. 2010. Discovery of antiinflammatory clinical candidate E6201, inspired from resorcylic lactone LLZ1640- 2, III, Bioorg. Med. Chem. Lett. 20(10) : 3155-3157. Wilmana, F.P., 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi ke-5. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Related Documents


More Documents from "monikatw"