BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rukun islam berasal dari kata arkan al-islam atau arkan ad-din yaitu pilarpilar agama. Jadi secara teoritis adalah lima tindakan dasar dalam islam, yang dianggap sebagai pondasi wajib bagi orang beriman dan merupakan dasar kehidupan Muslim. Rukun islam terdiri lima perkara yaitu syahadat,sholat, puasa, zakat, dan haji. Dari berbagai jenis ibadah dalam islam, haji merduduki peringklat pertama dari segi daya tariknya terhadap minat masyarakat muslim untuk mengerjakannya. Pada sebagian masyarakat, ada yang memprioritaskan pelaksanaan ibadah haji sebelum mereka menata kehidupan ekonomi dan keluarga. Tetapi kebanyakan masyarakat menata dulu kehidupan ekonomi dan keluarga barulah mereka mempersiapkan diri menunaikan ibadah haji. Oleh sebab kedua ini, banyak jamaah yang sudah tua umurnya. Pada zaman global ini, perkembangan teknologi informasi seperti sekarang yang sudah berkembang dengan sangat pesat seiring bertambahnya populasi penduduk dunia yang cukup pesat mengakibatkan kecenderungan pasar potensial yang akan melakukan perjalanan, terlebih lagi perjalanan yang dilakukan bukan sekedar hiburan saja melainkan memiliki tujuan tertentu yang akan membawa pengaruh yang cukup besar terhadap pribadi, keluarga maupun lingkungannya. Karena peningkatan ekonomi masyarakat Indonesia juga semakin tinggi sehingga mendorong dan memicu masyarakat untuk melakukan travelling dan wisata islami seperti, melakukan perjalanan haji dan umrah. Setiap tahun masyarakat yang menjalankan ibadah haji sangat besar. Banyaknya itulah sehingga memungkinkan banyak permasalahan-permasalahan yang aka nada. Seperti, catering basi, tempat tinggal tak layak huni, waiting list yang menggerahkan masyarakat hingga ia melakukan berbagi cara dan kemudian itu tidak jarang dimanfaatkan oleh biro-biro perjalanan.
1
Setidaknya haji dilakukan satu kali dalam seumur hidup bagi yang mampu. Melalui ibadah haji diharapkan seseorang dapat mewujudkan makna hakiki tentang kemanusiaan yang tinggi. Sebab seseorang yang berhaji, selama niatnya penuh dengan keikhlasan, maka ia akan memulaiya dengan bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rela mengembalikan segala sesuatu yang bukan miliknya kepada pemilik semula sehingga ia tidak mempunyai beban pada dirinya. Untuk mengatur kegiatan peribadatan ini pemerintah diharuskan mengatur dengan sistem yang sangat handal dan professional kerena haji adalah kegiatan ibadah yang sangat terpusat. Yang dalam menjalankannya dilakukan di tempat tertentu (Baitullah al-Haram dan Arafah) pada waktu tertentu (pada bulan-bulan syawal) untuk melaksanakan segala amalan yang tertentu yaitu wukuf di Arafah, Thawaf, dan sa’I dengan syarat tertentu. B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah pada makalah ini sebagai berikut: 1. Apakah pengertian haji? 2. Apa dasar hukum pelaksanaan haji dalam islam? 3. Apa jenis haji yang dilakukan oleh Umat islam Indonesia? 4. Apa syarat dan rukun haji? 5. Apa yang masih menjadi permasalahan jamaah haji di Indonesia dan apa solusi yang diberikan pemerintah Indonesia? C. Tujuan Masalah Adapun tujuan masalah pada makalah ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui definisi haji 2. Untuk mengetahui dasar hukum pelaksanaan haji dalam islam 3. Untuk mengetahui jenis-jenis haji dan jenis haji apa yang dilaksanakan oleh umat islam Indonesia 4. Untuk mengetahui syarat wajib dan rukun haji 5. Untuk mengetahui masalah dan solusi pemerintah saat ini agar masyarakat mengerti 2
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Haji Haji menurut pengertian kamus Bahasa Indonesia adalah rukun islam yang kelima kewajiban ibadah yang harus dilakukan oleh orang islam yang mampu dengan mengunjungi Ka’bah di Masjidil Haram pada bulan haji dam mengamalkan amalanamalan haji seperti ihram, tawaf, sa’i dan wukuf. Pengertian Haji secara etimologis berasal dari qasdhu (maksud, niat, menyengaja). Sedangkan secara terminologis, haji adalah ialah bermaksud (menyengaja) menuju Baitullah dengan cara dan waktu yang telah ditentukan. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji, yaitu bulan Syawal, Zulqaidah, dan Zulhijjah dan 10 pertama bulan Zulhijjah. Haji diartikan sebagai berkehendak untuk melakukan sesuatu yang dimuliakan. Sedang menurut syara’ ialah niat mengunjungi tempat tertentu ( Baitullah al-Haram dan Arafah) pada waktu yang tertentu (pada bulan-bulan Shawal) untuk melaksanakan segala amalan yang tertentu. Yang dimaksud dengan amalan tertentu ialah ber-Ihram, wukuf di Arafah, mabit di Muzdaliffah, mabit di Mina, melontar jamrah, mencukur, tawaf, dan sa’I dengan syarat tertentu. Imam al-Syarbini dalam kitabnya “mughni al-Muhtaj” memberikan definisi haji menurut bahasa ialah al-qasd atau berkehendak .
menurut istilah berarti
menyengaja mengunjungi Ka’bah untuk beribadah. Imam Ibn Qudamah memberikan definisi haji adalah pergi menuju Baitullah, rumah Allah untuk menunaikan rangkaian ritual yang sesuai dengan ketentuan syariat yang ditetapkan. Haji atau nusuk itu wajib dilaksanakan setiap orang islam sesuai dengan rukun Islam. Dalam kitab “fiqh al-Hajj” disebutkan pengertian haji secara bahasa yaitu alqasd artinya berhajat atau berkehendak.
Dan menurut syara’ artinya berhajat
mengunjungi Baitullah al-Haram untuk mengerjakan ibadah sebagai kewajiban terhadap perintah Allah.
3
Berkata al- Halimi dalam “Mugni al-Muhtaj”: Haji adalah mengumpulkan makna ibadah secara keseluruhan, maka barang siapa yang menunaikan haji seolaholah ia telah melaksanakan puasa, shalat, iktikaf, zakat, dan perang fi sabilillah. Haji menurut bahasa, ialah menuju kesuatu tempat berulang kali atau menuju kepada sesuatu yang di bebaskan ( Shiddieqy, 1983: 16). Sedangkan menurut istilah, berarti beribadaha kepada Allah dengan melaksanakan manasik haji, yaitu perbuatan yang dilakukan pada waktu tertentu dengan tempat tertentu dan juga cara tertentu pula (Aqilla, 2010: 5). Hal ini berbeda dengan umrah yang biasanya dilakukan sewaktu-waktu (Nurdin, 2004: 1). Dapat beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa haji harus dilakukan di tempat tertentu yaitu Mekkah (tanah suci), pada waktu tertentu yaitu bulan Syawal, Zulqaidah, dan Zulhijjah (bulan-bulan haji) dan dengan perbuatan-perbuatan tertentu yaitu berihram, wukuf, mabit, melontar jumarah, mencukur, tawaf, , dan sa’i. Apabila dilakukan di sembarang tempat, disembarang waktu dan dengan sembarang perbuatann demikianlah itu bukanlah ibadah haji. B. Dasar Hukum Pelaksanaan Ibadah Haji dalam Islam Dalam agam islam setiap anjuran atau perintah selalu berdasarkan firman Allah atau sabda Rasul-Nya. Begitu pula dengan ibadah haji merupakan rukun islam yang kelima tetapi dengan kebijakannya, Allah mewajibkan ibadah haji bagi yang mampu saja. Allah SWT berfirman dalam Al-quran Ali Imran 97:
Artinya: mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah… ( Depag RI, Qur’an terjemah, Ali-Imran 3: 97)
4
Dasar kefarduan haji dalam Islam ditetapkan oleh Al-quran, Hadits dan Ijma’. 1) Al-Quran dalam surah Ali-Imran 97. 2) Dalil Hadits yang menunjukkan haji merupakan bagian dari rukun islam dan juga diwajibkan bagi yang mampu: Dari Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah berkutbah di tengah-tengah kami. Beliau bersabda, “wahai sekalian manusia, Allah telah mewajibkan haji bagi kalian, maka berhajjilah.” Lantas ada yang bertanya,” Wahai Rasulullah, apakah setiap setiap tahun (kami mestiberhaji)?” Beliau lantas diam,
sampai
orang
tadi
bertanya
hingga
tiga
kali.
Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam lantas bersabda, “seandainya aku mengatakan ‘iya’,maka tentu haji akan diwajibkan bagi kalian setiap tahun, dan belum tentu kalian sanggup”. (HR. Muslim no, 1137). Sungguh banyak sekali hadist yang menyebutkan kewajiban haji hingga mencapai derajat mutawatir (jalur yang amat banyak) sehingga kita dapat memastikan hukum haji itu wajib. 3) Dalil Ijma’ (Konsensus Ulama) Para Ulama pun sepakat bahwa hukum haji itu wajib sekali seumur hidup bagi yang mampu. Bahkan kewajiban itu termasuk perkara al-ma’lum minad diini bid dhouroh (dengan sendirinya sudah diketahui wajibnya) dan yang mengingkari kewajibannya dinyatakan kafir. Adapun hukum menunaikan ibadah haji adalah wajib bagi setiap orang lelaki dan perempuan sekali seumur hidup dengan syarat-syarat tertentu. Haji adalah sebaikbaiknya amalan yang dapat membersihkan diri dari kejahatan nafsu dan kecintaan kepada
syahwat,
kerohaniannya,
dan
mendekatkan
meninggikan
dirinya
mahabbahnya,
kepada dan
Allah,
dengan
haji
meningkatkan Allah
akan
menjauhkannya dair perbuatan yang tercela, dan menjauhkannya daripada dosa. Majelis Ulama Indonesia melalui rapat komisi fatwa tanggal 2 Februari 1979 telah memberikan batasan tentang pengertian mampu atau Istitha’ah adalah bahwa 5
orang Islam dianggap mampu melaksanakan ibadah haji apabila jasmaniah, ruhaniah dan perbekalannya memungkinkan ia wajib berhaji, sebagaimana diwajibkan untuk memberikan nafkah keluarga yang ada dalam tanggungannya. Dia wajib menjual apa saja untuk biaya pergi haji, termasuk peralatan yang digunakan untuk mencari nafkah, binatang ternak, bahkan sampai buku-buku dan perhiasannya. Dari dalil-dalil dapat diketahui bahwa yang dimaksud mampu dalam melaksanakan haji adalah tersedianya biaya perjalanan serta bekal hidup baginya selama mengerjakan ibadah haji bagi dirinya dan bagi keluarga yang ditinggalkan. Seseorang yang secara financial memiliki kemampuan tetapi dirinya sudah tua atau sakit sehingga tidak kuasa melakasanakannya, ia tetap wajib mengerjakan haji dengan menyeruh orang lain. Hadist yang menyatakan demikian adalah: “bahwasanya seorang wanita dari suku Khas’am berkata: Ya Rasulullah, kewajiban hajiyang difardlukan Allah atas hamba-hamban-Nya datang kebetulan bapakku telah tuarenta sehingga tak sanggup lagi berkendaraan. Bolehkah saya menghajikan atas namanya? Jawab Nabi: Boleh”. Peristiwa tersebut terjadi pada saat haji wada’. ( HR. jama’ah). Adapun
pendapat
al-Malikiyyah,
al-Istita’ah
yaitu
sesuatu
yang
mengungkinkan untuk sampai ke Makkah dan tempat-tempat ibadah, baik dengan berjalan kaki ataupun dengan kendaraan, baik kendaraan sendiri atau yang di sewa, dan disyaratkan tidak ada kesulitan yang besar selama dalam perjalanan, aman pada diri dan hartanya, dan ada mahram bagi wanita. Al-Istita’ah menurut pendapat al-Hanabilah yaitu kemampuan diri segi perbekalan dan perjalanan. Dari segi perbekalan disyaratkan ada kelebihan dari segi ilmu, tempat tinggal, pembantu, nafkah bagi keluarganya selama dalam kepergiannya terus menerus. Dari segi perjalanannya disyaratkan aman dalam perjalanan, bagi perempuan hendaklah ada mahram, bagi yang buta hendaklah da yang penuntunnya yang melihat.
6
Adapun al-Istita’ah menurut pendapat al-Shafi’iyyah yaitu, terbagi kepada dua: Istita’ah bi al-Nafs dan Istita’ah bi al-Ghayr. Maksud dari yang pertama ialah kemampuan dari segi perbekalan, ada tunggangan dalam perjalanan, aman dalam perjalanan, ada air dan perbekalan, ada mahram bagi wanita dan ada penuntun bagi yang buta, ditetapkan tidak ada kesulitan yang besar bagi bagi tunggangan selama dalam perjalanan, masih dalam waktu haji dan dimaksudkan berkemampuan yaitu dari mulai awal bulan syawal sehingga 10 zulhijjah.
Sehingga dasar hukum
menjalakan atau melaksanakan ibadah haji adalah wajib dan mampu ( istita’ah). Dari beberapa penjabaran dari istita’ah dapat disimpulkan bahwa mampu secara financial, fisik dan memenuhi keperluan perjalanan. Mampu secara financial artinya memiliki biaya perjalanan dan biaya keluarga yang ditinggalkan dan memiliki biaya tersebut dari dirinya sendiri. mampu secara fisik artinya secara fisik jama’ah tidak sakit parah dan mampu duduk di kendaraan untuk melalui perjalan jauh tentunya memakan waktu yang sangat lama atau berjam-jam. Kemampuan perjalanan artinya mampu untuk memenuhi persyaratan perjalan ibadah haji, seperti keperluan transportasi dan imigrasi serta kondisi perjalanan yang aman. C. Jenis Haji bagi Umat Islam Indonesia Staf khusus Menteri Agama Indonesia yaitu lukman hakim saifuddin, mengatakan Kementrian Agama menyarankan haji Indonesia mengambil haji Tamattu. Dati tiga jenis haji, haji Tamattu’ dianggap paling sederhana dilakukan oleh jamaah. Menurutnya , haji Tamattu’ itu artinya haji bersenang-senang. Karena bersenang-senang itu, jamaah wajib membayar dam. Ada keuntungan jika jamaah. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam melaksanakan ibadah haji bedasarkan riwayat-riwayat yang shahih dari Nabi Shallalu’alaihi Wa Sallam. Agar jamaah bisa melihat dan memilih, jenis haji apakah yang paling tepat baginya dan dari miqat mana yang mesti di lakukan oleh jamaah. Masing-masingnya mempunyai nama dan sifat (tata cara) yang berbeda. Tiga jenis tersebut adalah sebagai berikut:
7
1. Haji Tamattu’ Haji tamattu’ adalah berihram untuk menunaikan umrah di bulanbulan haji (Syawal, Dzulqadah, 10 hari pertama dari Dzulhijjah), dan di selesaikan umrahnya (bertahallul) pada waktu-waktu tersebut. Kemudian pada hari Tarwiyah (tanggal 8 Dzulhijjah) berihram kembali dari Makkah untuk menunaikan hajinya hingga sempurna. Bagi yang berhaji Tamattu’, wajib baginya menyembelih hewan kurban (seekor kambing/sepertujuh dari sapi/sepertujuh dari unta) pada tanggal 10 Dzulhijjah atau di hari-hati Tasyriq (tanggal 11,12,dan 13 Dzulhijjah). Bila tidak mampu menyembelih, maka wajib berpuasa 10 hari, 3 hari di waktu haji (boleh dilakukan di hari tasyriq). Namun yang lebih utama dilakukan sebelum tanggal 9 Dzulhijjah/hari Arafah) dan 7 hari setelah pulang ke kampung halamannya. 2. Haji Qiran Haji Qiran adalah berihram untuk menunaikan umrah dan haji sekaligus, dan menetapkan diri dalam keadaan berihram (tidak bertahallul) hingga hari nahr (tanggal 10 Dzulhijjah) atau berihram untuk umrah, dan sebelum memulai thawaf umrahnya dia masukkan niat haji padanya (untuk dikerjakan sekaligus bersama umrahnya). Kemudian melakukan thwaf qudm (thawaf di awal kedatangan di Makkah), lalu sholat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim. Setelah itu bersa’I (tanpa berhallul), kemudian masih dalam kondisi berihram hingga datang masa tahallulnya di hari nahr ( tanggal 10 Dzulhijjah). Boleh pula baginya untuk mengakhiri sa’i dari thawaf qudumnya yang nantinya akan dikerjakan setelah thawaf haji (ifadah). Terlebih bila kedatangannya di Makkah agak terlambat dan khawatir tidak bisa tuntas mengerjakan hajinya bila disibukkan dengan sa’i. Untuk haji Qiran ini, wajib menyembelih hewan qurban (seekor kambing, sepertujuh dari sapi, atau sepertujuh dari unta) pada tanggal 10 Dzulhijjah atau di hari-hari tasyriq (tanggal 11,12, dan 13 Dzulhijjah). Bila tidak mampu menyembelih, maka wajib berpuasa 10 hari, 3 hari di waktu haji (boleh dilakukannya di hari 8
tasyriq, namun lebih utama dilakukan sebelum tanggal 9 Dzulhijjah/Arafah) dan 7 hari setelah pulang ke kampung halamannya. 3. Haji Ifrad Haji Ifrad adalah melakukan ihram untuk berhaji saja (tanpa umrah) di bulan-bulan haji. Setiba di Makkah, melakukan thawaf qudum (thawaf di awal kedatangan di Makkah), kemudian shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim. Setelah itu bersa’I di antara shafa dan Marwah untuk hajinya tersebut (tanpa bertahallul), kemudian menetapkan diri dalam berihram hingga datang masa tahallulnya di hari nahr(tanggal 10 Dzulhijjah). Boleh pula baginya untuk mengakhiri sa’I dan thawaf qudumnya, dan dikerjakan setelah thawaf hajinya (ifadhah). Terlebih ketika kedatangannya di Makkah agak terlambat dan dikhawatirkan tidak bisa tuntas mengerjakan hajinya bila disibukkan dengan kegiatan sa’I sebagaiman haji Qiran. Untuk haji Ifrad ini, tidak ada kewajiban menyembelih hewan kurban. (Disarikan dari Dalilul Haajji wal Mu’tamir, terbitan Departemen Agama Saudi Arabia hal. 15,16 & 19, dan www.attasmeem.com Manasik Al-Hajj wal ‘umrah, karya Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘utsaimin) D. Syarat Wajib Haji dan Rukun Haji Syarat wajib haji adalah syarat yang harus dipenuhi bagi sesorang sehingga baginya diwajibkan untuk melaksanakan ibdah haji dan jika tidak memenuhi syarat – syarat tersebut maka belum wajib menunaikan ibadah haji. Adapun syarat-syarat wajib haji sebagai berikut: 1. Syarat wajib haji a. Islam Islam adalah syarat utama diterimanya ibadah ritual seseorang, termasuk juga ibadah haji. Seorang yang statusnya bukan muslim, maka walaupun dia mengerjakan semua bentuk ritual haji, tetap saja tidak sah ibadahnya. Dan
9
tentunya, apa yang dikerjakannya itu juga tidak akan diterima Allah SWT sebagai bentuk kebaikan. Di dalam Al-quran ditegaskan bahwa amal-amal yang dilakukan oleh orang yang statusnya bukan muslim adalah amal-amal yang terhapus dengan sendirnya. Allah berfirman dalam Q.S An-nur: 39
Artinya: “Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orangorang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Alla memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya. Dari ayat di atas secara jelas menyebutkan bahwa kekafiran akan menghapus amalan seseorang, begitu pula orang yang kafir amalannya tak akan pernah diterima oleh Allah SWT. b.
Aqil Di antara sekian banyak jenis makhluk Allah di dunia ini, manusia adalah satu-satunya (selain jin) yang diberi akal. Maka dengan akalnya itu manusia diberi taklif (beban) untuk menjalankan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Ketika akal manusia tidak berfungsi, entah karena gila atau cacat bawaan sejak lahir, otomatis taklif itu diangkat, sehingga dia tidak dimintai pertanggung -jawaban lagi.
10
Seandainya ada seseorang yang menderita kerusakan pada akalnya,, entah gila atau sejenisnya, berangkat menunaikan ibadah haji, maka sesungguhnya hajinya itu tidak sah. Karena bagi orang gila, bukan sekedar tidak wajib mengerjakan haji, bahkan kalau pun dia melakukannya, hukumnya tetap tidak sah dalam pandangan syariat Islam. Maka orang yang pergi haji sewaktu gila, dia harus mengulangi lagi suatu ketika dia sembuh dari penyakit gila itu. c.
Baligh Syarat baligh ini merupakan syarat wajib dan bukan syarat sah. Maksudnya, anak kecil yang belum baligh tidak dituntut untuk mengerjakan haji, meski dia punya harta yang berlimpah untuk membiayai perjalanan ibadah haji ke Makkah. Akan tetapi bila dia mengerjakannya juga, maka hukumnya sah dalam pandangan syariah. Hanya saja dalam pandangan ijma’ ulama, hitungannya tetap dianggap haji sunnah, sehingga manakala nanti dia sudah baligh, dia masih punya kewajiban untuk melaksanakan lagi haji yang wajib. Karena anak itu mengerjakan mengerjakan sesuatu yang belum lagi diwajibkan atasnya, maka pada saat masa kewajiban itu datang, meski sudah pernah mengerjakannya, hukumnya tetap wajib dikerjakan.
d. Merdeka Seorang budak tentunya tidak diwajibkan untuk mengerjakan ibadah haji. Meskipun kalau dia diberi kesempatan untuk melakukannya, hukumnya sah. Sebab seorang budak tidak memenuhi banyak syarat wajib haji. Selain karena budak tidak memiliki harta yang bisa membiayainya berangkat haji, budak juga punya kewajiban untuk melayani tuannya. Bila tidak berangkat haji, maka untuk hak tuannya menjadi terabaikan. Budak tidak mendapatkan taklif dari Allah untuk menunaikan ibadah haji sebagaimana dia juga tidak diwajibkan untuk pergi berjihad di jalan Allah.
11
e. Mampu Pengertian mampu yaitu mampu melaksanakn ibadah haji ditinjau dari segi:
Jasmani: sehat dan kuat agar tidak sulit dalam melaksanakan ibdah haji.
Rohani:
mengetahui dan faham manasik haji dan berakal sehat dan
memiliki kesiapan mental untuk melaksanakan ibadah haji dengan perjalanan yang jauh.
Ekonomi: mampu membayar biaya penyelenggaraan ibadah haji yang telah ditentukan oleh pemerintah, BPIH bukan berasal dari satu-satunya sumber kehidupan apabila dijual kemudharatan bagi diri dan keluarga dan memiliki biaya hidup untuk keluarga yang ditinggalkan.
Keamanan: aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji, aman bagi keluarga dan harta benda serta tugas dan tanggung jawab yang ditinggalkan, tidak tentang seperti pencekalan/mendapat izin perjalanan haji termasuk mendapat kuota tahunan berjalan
Rukun haji merupakan amalan yang mutlak harus dilakukan sendiri tanpa dapat digantikan oleh orang lain meski darurat atau dengan membayar dam (tanpa rukun, tidak sah). Termasuk dalam rukun haji adalah: 2. Rukun haji a. Niat Ibadah haji dimulai dengan niatsambil mengenakan pakaian ihram. Ketika mengenakan pakaian ihra, lepaskan pakaian sehari-hari dan buanglah semua sifat keangkuhan, kebanggaan dengan semua atribut serta symbol-simbol yang melekat dan biasa menghiasi diri. Dengan memakai pakaian ihram berarti menanggalkan semua perbedaan serta menghapus segala keangkuhan yang ditimbulkan dari status sosial. Dalam keadaan demikianlah seorang hamba menghadap Tuhan adalah symbol kepulangan manusia menuju Zat yang Maha Mutlak
12
yang tidak memiliki keterbatasan. Dan pada saat kematian tiba, tidak ada yang bisa dibangga-banggakan sebagai bekal menuju Tuhan, kecuali iman dan amal sholeh. (madjid, 1997, hal 12). Dan hiasan yang dinilai Allah adalah hiasan Rohani. Tinggalkanlah semua yang dilarang dan yang menghalangi untuk mengingat kepada Allah. Dalam keadaan seperti demikianlah sambil mengucapkan talbiah “Labbaika Allahumma labbaik labbaik la syarikalah innal hamda wannikmata laka wal mulk” (Shihab, 1999, hal. 336). b. Wukuf di Arafah Secara harfiah wukuf berarti istirahat, selama wukuf di Arafah, manusia mesti mengistirahatkan tenaga dan pikirannya dari aktivitas duniawi dengan melakukan kontemplasi bertafakkur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di padang Arafah semua jamaah haji berkumpul dan tidak ada diskriminasi baik yang kaya maupun yang miskin. Mereka semua di hadapan Allah dan yang membedakannya adalah ketaqwaan. ( Shihab, 1999, hal. 337). Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam: “Haji adalah wukuf di Arafah” c. Menginap di Muzdalifah sampai terbit Fajar dan shalat subuh di sana Berdasarkan hadits Ath-Thai ia berkata, “Aku mendatangi Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam di Muzdalifah ketika beliau keluar untuk sholat,aku bertanya kepada beliau, “wahai Rasul Allah, aku datang dari gunung kembar Thaya, tungganganku telah kubuat lemah, dan diriku juga telah lelah, demi Allah aku tidak meninggalkan satu gunung pun kecuali aku berhenti di sana, apakah aku mendapatkan haji?” Beliau menjawab“Barangsiapa yang mengikuti shalat kami (di Muzdalifah) lalu bermalam bersama kami hingga kami berangkat dan sebelum itu dia benar-benar telah wukuf di Arah padam malam atau siang hari, maka hajinya telah sempurna dan ia telah menghilangkan kotorannya.” 13
d. Thawaf ifdhah Berdasarkan firman Allah subhanahu wa Ta’ala Q.s Al-Hajj: 29
Artinya:…”Dan hendaklah mereka melakukan thawaf sekelilingi rumah yang tua itu (Baitullah)”. e. Sa’I antara Shafa dan Marwah Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam “kerjakanlah sa’i, sesungguhnya Allah telah mewajibkan sa’i atas kalian”. f. Tahallul (potong atau cukur rambut) Mencukur dan memendekkan rambut disyariatkan, baik dalam AlQuran, hadits dan ijma’. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Q.s Al-Fath: 27
Artinya: “sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insyaa Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut…” Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam berdo’a
14
Artinya: “ Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya.
Mereka
berkata,
“dan
orang-orang
yang
memendekkan rambutnya, wahai Rasulullah?” Beliau berdoa lagi, “Ya Allah, rahmatila orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya. Mereka berkata, “ dan orang-orang yang memendekkan rambutnya , wahai Rasulullah? Beliau berdoa lagi, “Ya Allah, rahmatilah orang-orang yang mencukur (gundul) rambutnya”. Mereka berkata, “ dan orang-orang yang memendekkan rambutnya, wahai Ya Rasulullah?” Beliau berdoa lagi, dan orang-orang yang memendekkan rambutnya. Jumhur ahli fiqih berselisih pendapat akan hukum mencukur atau memendekkan rambut. Sebagian besar dari mereka berpendapat hukumnya wajib, orang yang meninggalkannya wajib membayar dam, sedangkan ahli fiqh madzhab Syafi’I berpendapat mencukur atau memendekkan rambut merupakan salah satu diantara rukun-rukun haji. Faktor yang membuat mereka berselisih pendapat adalah karena tidak ada dalil yang menguatkan pendapat yang pertama maupun yang kedua, sebagaimana yang dikatakan oleh Syeikh Al-Albani. g. Tartib pada sebagian rukun (sa’i harus setelah thawaf) Tartib artinya berurutan, misalnya mendahulukan niat ihram sebelum melakukan rukun yang lain, dan mendahulukanwukuf sebelum cukur dan thawaf ifadah . Khusus haji Ifrad, sa’i bisa dilakukan sebelum wukuf di Arafah jika sudah melakukan sa’i setelah melaksanakan thowaf qudum. (Kholiq, 2011: 21)
15
E. Permasalahan dalam Penyelenggaraan Haji dan Solusi yang Diberikan Di Indonesia dalam prosesnya sebagai yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan ibadah haji Indonesia mempunyai mekanisme dalam pengaturan hal tersebut. Berupa pengeluaran regulasi, pengorganisiran kuota jamaah, pendaftaran, , pemondokan, pengelolaan transportasi, sistem informasi dan dokumentasi, pelayanan kesehatan, mutu pelayanan, sistem monitoring, dan evaluasi hingga langkah-langkah nyata perbaikan. Sedangkan proses ibadah haji adalah sebuah sistem peribadahan yang teratur yang mana tempat kegiatan serta waktu pelaksanaan ibadah haji terpusat. Banyaknya minat umat islam di Indonesia yang ingin menunaikan ibadah haji masih menyisakan permasalahan terkait penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Untuk menunjang penyelenggaraan ibadah haji di Arab Saudi, pemerintah membuat berbagai macam kebijakan dan aturan petunjuk operasional pelaksanaan pengurusan jamaah daerah-daerah. Undang-undang No. 13 tahun 2008 tentang penyelenggaraan ibadah haji yang mana di dalam UU tersebut sudah disebutkan bahwa penyelenggaraan ibadah haji adalah rangkaian kegiatan pengelolan pelaksanaan ibadah haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan jamaah haji. Seperti adanya masalah ketering basi pada musim haji 2017, kemenag harus mengambil keputusan tegas supaya hal semacam ini tidak terulang lagi. Karena makanan basi dapat mempengaruhi kesehatan para jamaah haji Indonesia. Kesehatan jamaah haji di Arab Saudi perlu diperhatikan lebih dalam karena selain perbedaan cuaca ekstrem di Arab Saudi yang panas mencapai 49 derajat celcius, kebanyakan jamaah haji Indonesia sudah lanjut usia sehingga lebih rentan sakit atau mudah lelah. Panitia haji harus selalu mengingatkan jamaa haji untuk menyiasati cuaca ekstrem di Arab Saudi dengan salah satunya banyak minum air putih. Hal ini untuk meminimalisir terjadinya dehidrasi dan ancaman penyakit lainnya bagi jamaah. Tentu tim medis Indonesia akan senantiasa melakukan pengecekan kesehatan secara bertahap terhadap jamaah haji Indonesia. Indonesia mengalami permasalahan tentang penyelenggaraan ibadah haji karena Indonesia sendiri mengirimkan 221.000 jamaah haji asal Indonesia ke Arab 16
Saudi. Jumlah yang tidak bisa dianggap sedikit untuk mengatur jamaah. Tentu Indonesia mengalami kesulitan dalam penyelenggaraan ibadah haji, salah satunya adalah penempatan jamaah haji di Makkah dan Madinah. Penempatan jamaah haji di Arab Saudi tentunya tanggung jawab petugas haji di Indonesia, tahun inipun Indonesia mengalami masalah tempat tinggal dari 407 tempat tinggal yang disewa, dan tempat tinggal yang tak layak huni. Di Indonesia, permasalahan seputar ibadah haji yang paling menarik perhatian sekaligus keprihatinan adalah lamanya daftar tunggu bagi jamaah calon haji. Ratio kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi dengan jumlah pendaftaran haji sekuruh Indonesia baik yang dikelola pemerintah dan non-pemerintah sangat tidak seimbang. Daftar tunggu haji yang semakin memanjang di tiap-tiap ptovinsi tentunya sudah bukan menjadi rahasia umum. Pemerintah Indonesia masih terus berusaha untuk meningkatkan kuota haji Indonesia agar bisa memotong lamanya daftar tunggu haji di Indonesia. Namun perlu diperhatikan juga kesiapan serta situasi kondisi Arab Saudi menerima jutaan jamaah dari seluruh dunia. Daftar tunggu haji yang semakin panjang menunjukkan betapa tingginya minat umat islam Indonesia untuk menunaikan ibadah haji. Kebiasaan naik haji berkali-kaliini menyumbang peningkatan jumlah jamaah yang cukup besar. Sehingga kementrian agama republic Indonesia membuat peraturan menteri agama No. 29 tahun 2015 tentang penyelenggaraan ibadah haji. Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam peraturan itu, jamaah bisa naik haji lagi setelah 10 tahun haji terakhirnya. Tujuannya memberikan kesempatan kepada umat islam yang ingin menunaikan ibadah haji atau umat islam yang belum pernah menunaikan ibadah haji sama sekali. Permasalahan lainnya adalah modus kecurangan biro perjalanan haji yang menerapkan haji non-kuota. Biaya yang dikeluarkan terbilang mahal berkisar 100 juta dengan fasilitas yang sama dengan haji regular. Jamaah non-kuota yang setiap tahun ada dan menjadi masalah Di Arab Saudi muncul karena tidak berimbang permintaan dan penawaran sehingga keberadaan mereka sulit diatasi. 17
Untuk mengatasi permasalahan kuota haji, Indonesia sudah membuat opsi untuk menggunakan kuota haji yang tidak terpakai dari Negara-negara tetangga. Namun, pemerintah Arab Saudi tidak menyetujui opsi tersebut di karenakan belum adanya mekanisme pengalihan kuota haji sebelumnya dan akan rumit jika sisa kuota haji dialihkan antar Negara. Kuota haji sisa akan dikembalikan lagi ke Arab Saudi dan akan dipakai untuk tahun kedepannya.
18
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas, dapat kita simpulkan bahwa: 1. Haji merupakan rukun islam yang kelima. Haji memiliki arti sebagai kegiatan ibadah yang sangat terpusat, yang dimana tempat waktu dan pelaksanaannya tertentu. Secara hukum islam haji diwajibkan bagi yang mampu atau istita’ah baik secara jasmani, rohani dan pengetahuan. Karena terbatasnya jumlah kuota yang diberikan oleh pemerintah Arab Saudi sehingga menyebabkan jamaah harus rela mengantri dengan waktu terbilang cukup lama sedangkan ekonomi mulai meningkat dan keinginan berhaji makin bertambah. 2.
Dasar hukum beribadah haji adalah wajib bagi yang mampu atau istita’ah dijelaskan baik dalam Al-Quran surah Ali-Imran: 97, Hadits dan Ijma’ para ulama. Mampu ini dalam artian mampu secara fisik, batin dan financial
3. Ada sebanyak tiga jenis haji, yaitu: a. Haji Tamattu’ b. Haji Qiran c. Haji Ifrad Haji Tamattu’ adalah adalah haji yang mendahulukan Umrah kemudian berhaji dan wajib berkurban seekor kambing/ sepertujuh sapi/ sepertujuh unta. Itulah jenis haji yang popular di Indonesia alasannya karena haji ini masuk dalam ketegori haji senang-senang. 4. Syarat wajib, yaitu: a. Islam b. Aqil c. Baligh
19
d. Merdeka e. Mampu Rukun haji, yaitu: a. Niat b. Wukuf di Arafah c. Menginap di Musdalifah d. Thawaf ifadah e. Sa’i antara Shafa dan Marwah f. Tahallul g. Tartib 5. Adapun permasalahannya dalam penyelenggaraan haji di Indonesia yaitu: a. Catering basi di tahun 2017 b. Tempat tinggal tak layak huni c. Kecurangan pihak biro-biro perjalanan haji d. Waiting list yang dikatakan lama untuk solusi yang diberikan seperti, memberikan saran kepada pemerintahan Arab Saudi untuk menggunakan kuota negara tetangga guna mengurangi jumlah penunggu haji di Indonesia, namun sayang kebijakan itu belum dapat diterima karena sistem yang ada di Arab Saudi tidak menyediakan hal tersebut dan akan kerepotan lagi jika untuk mengubah sistem yang saat ini ada.
B. Saran Saya harap kepada pembaca untuk mencari lebih luas lagi tentang haji hinga masalah-masalah yang biasa terjadi. Demikian kajian makalah ini mudah-mudahan apa yang saya uraikan pada makalah ini bisa memberi manfaat bagi saya dan pembaca. Dalam pembuatan makalah ini pasti masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan pada penulisan makalah yang akan datang. 20
DAFTAR PUSTAKA
Kisworo, Budi. 2017. Ibadah Haji Di Tinjau Dari Berbagai Aspek. (online), (http://journal.staincurup.ac.id/index.php/alistinbath , diakses 14 maret 2019) Sarwat, Ahmad. 2011.
Seri Fiqih Kehidupan (6): Haji. Jakarta Selatan: DU
publishing. Muhammad Nuri. 2014. Pragmatisme Penyelenggaraan Ibadah Haji Di Indonesia. (online), (https://www.academia.edu/9990026 , diakses 13 maret 2019) Najmuddin Zuhdi, Muhammad. 2008. 125 Masalah Haji. Surakarta: Tiga Serangkai. Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc. 2006. Mengenal jenis-jenis haji dan miqatny. (online), (http://www.salafy.or.id , diakses tanggal 13 maret 2019)
21
22