Makalah Kasar.docx

  • Uploaded by: Triharyati
  • 0
  • 0
  • August 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Kasar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,771
  • Pages: 24
Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktifitas Senyawa Alkaloid Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Muhammad Titis B.M, Dra. Enny Fachriyah, M.Si dan Dra. Dewi Kusrini, M.Si Salah satu tanaman di Indonesia yang dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional adalah tanaman binahong. Tanaman binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) merupakan tanaman merambat, berbatang kecil, memiliki rhizoma yang kuat serta memiliki daun yang relatif tidak besar [2]. Penduduk di India menyebut tanaman ini sebagai Malabar spinach dan sangat baik untuk mengobati infeksi pada tenggorokan, dada dan kulit [3]. Tanaman binahong termasuk dalam famili Basellaceae [4]. Tanaman binahong mulai menjadi tanaman yang serius diteliti di Australia, Afrika Selatan, Hawai, New Zeland dan Negara pasifik lainnya (5) Berdasarkan hasil penelitian [6] daun binahong mengandung alkaloid, saponin dan flavonoid. Ekstrak alkaloid secara umum dari beberapa jenis tanaman dilaporkan memiliki fungsi medis dalam bidang kesehatan, seperti siamine yang merupakan alkaloid pada Cassia siamea memiliki aktifitas sebagai antioksidan [7]. metode Serbuk daun binahong dimaserasi dengan pelarut n–heksana hingga filtratnya jernih. Kemudian disaring, residu hasil maserasi diangin-anginkan hingga kering. Residu yang telah kering kemudian dimaserasi kembali menggunakan etanol hingga filtratnya jernih. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak etanol. Ekstrak etanol yang telah didapatkan, ditambahkan larutan HCl 2M hingga pH larutan menjadi 3. Larutan yang telah bersifat asam kemudian diekstraksi menggunakan etil asetat. Hasil ekstraksi akan terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan asam dan lapisan etil asetat. Selanjutnya kedua lapisan dipisahkan, kemudian lapisan asam ditambahkan NH4OH hingga pH larutan mencapai 9 kemudian diekstraksi kembali menggunakan etil asetat. Hasil ekstraksi akan terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan basa dan lapisan etil asetat, kemudian dipisahkan. Lapisan etil asetat dipekatkan menggunakan rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak alkaloid total. Terhadap alkaloid total yang diperoleh dilakukan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan campuran pelarut etanol, etil asetat dan n-heksana yang bersifat p.a dengan perbandingan 1:2:30 menggunakan plat silika gel 60GF254 sehingga diperoleh noda– noda isolat. Selanjutnya dilakukan pemisahan menggunakan KLT preparatif. Hasil isolat alkaloid kemudian di analisis strukturnya menggunakan Spektroskopi UVVisible, FTIR dan LC–MS. Uji aktifitas senyawa tersebut dilakukan dengan menggunajan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Hasil dan pembahasan

Serbuk daun binahong dimaserasi menggunakan n-heksan bertujuan untuk mengikat senyawa-senyawa metabolit sekunder daun binahong yang bersifat non polar seperti steroid dan triterpenoid. Selanjutnya dilakukan penyaringan. Residu yang telah kering kemudian dimaserasi kembali menggunakan etanol hingga filtratnya jernih. Maserasi menggunakan etanol karena etanol dapat melarutkan alkaloid. Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat polar, sehingga akan terikat dalam pelarut etanol. Filtrat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak etanol. Ekstrak etanol yang diperoleh kemudian diuji golongan senyawa alkaloid. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ekstrak etanol menunjukkan reaksi positif alkaloid yang ditandai dengan adanya endapan putih pada penambahan pereaksi Meyer dan terdapat endapan merah bata pada penambahan pereksi Dragendorf [10]. Selanjutnya ekstrak etanol ditambahkan larutan HCl hingga pH larutan 3 agar terbentuk garam alkaloid. Larutan yang telah bersifat asam kemudian diekstraksi menggunakan etil asetat. Hasil ekstraksi akan terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan bawah yang merupakan lapisan asam dan lapisan atas merupakan lapisan etil asetat. Kedua lapisan tersebut dipisahkan, kemudian lapisan asam ditambahkan NH4OH hingga pH larutan mencapai 9. Perlakuan tersebut dilakukan agar garam alkaloid membentuk basa bebas alkaloid. Reaksi alkaloid dengan basa secara umum dapat dilihat pada reaksi berikut:

Garam alkaloid

alkaloid

Larutan basa yang telah diekstraksi dengan etil asetat akan membentuk 2 lapisan yaitu lapisan basa dan lapisan etil asetat. Selanjutnya kedua lapisan tersebut dipisahkan. Lapisan etil asetat dipekatkan menggunakan rotary evaporator menghasilkan ekstrak etil kemudian diuji alkaloid menggunakan pereaksi Meyer. Hasil uji alkaloid pada ekstrak tersebut menunjukkan hasil positif alkaloid, yaitu terbentuknya endapan putih. Hasil KLT menggunakan plat silika gel 60GF254 dan fasa gerak yang digunakan adalah campuran pelarut etanol, etil asetat dan n-heksana (1:2:30). Hasil yang diperoleh pada lampu UV λ 365 nm yakni dua buah noda yang berwarna biru dan merah dengan Rf 0,65 dan 0,23. Berdasarkan hasil KLT, diketahui noda berwarna biru merupakan alkaloid. Menurut [4] di bawah lampu UV 365 nm senyawa alkaloid pada umumnya berwarna biru, biru kehijauan atau ungu berfluoresensi. Selanjutnya dilakukan pemisahan dengan KLT preparative menggunakan pengembang yang sama dihasilkan dua buah pita. Pada pita yang berwarna biru dilakukan pengerokan untuk diuji kemurniannya dengan KLT kembali menggunakan pengembang yang sama. Hasil yang diperoleh yakni noda tunggal yang berwarna biru dan diduga isolat alkaloid tersebut telah murni.

Filtrat tersebut kemudian diuapkan untuk menghilangkan pelarut yang terkandung di dalamnya sehingga dihasilkan Kristal alkaloid. Terhadap kristal alkaloid tersebut kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR dan LCMS. Hasil analisis isolat noda tunggal menggunakan spektrofotometer UV-Vis, diketahui bahwa isolat tersebut mempunyai panjang gelombang maksimum (λ max) sebesar 265 nm 275 nm yang diindikasikan bahwa senyawa tersebut termasuk dalam golongan alkaloid indol. Menurut [11] terbentuknya dua buah serapan yang berdekatan menunjukkan ciri khas dari senyawa alkaloid indol. Berdasarkan hasil analisis UV-Vis dan FTIR, diduga senyawa alkaloid yang terkandung dalam isolat merupakan senyawa alkaloid yang mengandung gugus O-H, NH, C-N, C=C, C-O alkohol, C=O karboksilat dan CH2. Isolat kemudian dianalisis menggunakan Liquid Cromatography-Mass Spetroscopy (LC-MS) untuk mengetahui berat molekul isolat alkaloid. Kromatogram isolat alkaloid menunjukkan bahwa isolat tersebut belum murni. Hal ini ditunjukkan adanya tiga puncak yang diduga terdapat tiga jenis senyawa alkaloid pada isolat tersebut. Berdasarkan penelitian Khan dkk [13] analisis menggunakan metode spektrometri, diketahui jenis alkaloid beanidin mempunyai harga panjang gelombang dasar sebesar 535 nm dan mempunyai berat molekul sebesar 389 g/mol. Sehingga berdasarkan penelitian tersebut diduga isolat alkaloid yang telah diisolasi dari daun binahong mengandung senyawa betanidin (C18H16N2O8). Struktur dari alkaloid betanidin (C18H16N2O8) ditunjukkan pada gambar 6.

Gambar 6. Struktur alkaloid betanidin Uji aktifitas yang dilakukan dengan metode BSLT menggunakan Artemia salina diperoleh harga LC50 dari ekstrak etanol dan alkaloid total masing-masing sebesar 4,593 ppm dan 85,583 ppm. Berdasarkan Moshi dkk [14] harga 1 - 10 ppm bersifat sangat sitotoksik sedangkan 30 - 100 ppm bersifat sitotoksik. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol bersifat sangat sitotoksik sedangkan alkaloid total bersifat sitotoksik.

KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) dapat disimpulkan bahwa: 1. 2. 3.

Senyawa yang telah diisolasi dari daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) merupakan golongan senyawa alkaloid. Hasil analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis, FTIR dan LCMS diduga merupakan senyawa alkaloid betanidin (C18H16N2O8). Hasil uji sitotoksik terhadap ekstrak etanol dan alkaloid total daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) masing-masing menunjukkan sifat sangat sitotoksik dan sitotoksik dengan harga LC50 yaitu 4,593 ppm dan 85,583 ppm.

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) DENGAN 1,1-DIFENIL-2-PIKRILHIDRAZIL (DPPH) MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV-VIS Ni Kadek Fina Parwati, Mery Napitupulu dan Anang Wahid M. Diah Pereaksi yang biasa digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan yaitu 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH). DPPH memberikan informasi reaktivitas terhadap senyawa yang akan diuji dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet gelap (Sunarni, dkk., 2007). Senyawa yang bereaksi sebagai penangkal radikal bebas akan mereduksi DPPH yang dapat diamati dengan adanya perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning ketika elektron ganjil dari radikal DPPH telah berpasangan dengan hidrogen dari senyawa penangkal radikal bebas yang akan membentuk DPPH-H tereduksi (Molyneux, 2004). Salah satu tumbuhan yang menarik untuk diteliti adalah binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) (Selawa, dkk., 2013). Tumbuhan ini sering digunakan oleh masyarakat Vietnam sebagai obat tradisional, di antaranya untuk menyembuhkan luka bakar, rematik, asam urat, pembengkakan jantung, muntah darah, tifus, stroke, wasir, radang usus dan kanker. Di Indonesia tanaman ini dikenal sebagai gendola yang sering digunakan sebagai gapura yang melingkar di atas jalan taman. Namun, manfaat dari tanaman ini belum banyak dikenal dalam masyarakat Indonesia (Manoi, 2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Astuti, dkk., 2011) menunjukkan bahwa tumbuhan binahong mengandung senyawa fenol, flavonoid, saponin, triterpenoid, steroid dan alkaloid. Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang berpotensi sebagai antioksidan. Selanjutnya Titis, dkk., (2013) mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa alkaloid pada ekstrak daun binahong. Isolat (ekstrak etanol) alkaloid adalah senyawa betanidin (C18H16N2O8). Penelitian tentang pengaruh ekstrak etanol daun binahong pada model tikus gagal ginjal juga telah dilakukan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, ekstrak etanol daun binahong dosis 50, 100 dan 200 mg/kg bb dapat memperbaiki fungsi ginjal tikus betina dengan menurunkan kadar kreatinin darah (P < 0,05) (Sukandar, dkk., 2010). Selanjutnya Umar, dkk., (2012) juga meneliti tentang pengaruh pemberian ekstrak daun binahong (anredera cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap kesembuhan luka infeksi staphylococcus aureus pada mencit. Hasil yang diperoleh yaitu ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) dapat mempercepat kesembuhan

luka infeksi staphylococcus aureus pada mencit. Selain itu Sanarto, dkk., (2010) juga menyatakan bahwa daun binahong berpotensi sebagai antioksidan alami karena mengandung asam askorbat (vitamin C) dan total fenol yang cukup tinggi. Metode Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu corong, neraca analitik, blender, seperangkat alat rotary vacuum evaporator, spektrofotometer UV-Vis PG instruments Ltd, labu takar, penangas air, dan peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium. Bahan-bahan yang digunakan yaitu daun binahong, etanol absolut, reagen mayer, logam Mg, HCl 2N, FeCl3 1%, Aquadest, DPPH, vitamin C (Merck). Preparasi sampel dilakukan dengan menyiapkan dan membersihkan sampel daun binahong dari kotoran yang menempel, lalu memotong kecil-kecil, selanjutnya mengeringkan sampel daun binahong dengan cara diangin-anginkan. Setelah kering, kemudian sampel dihaluskan dengan menggunakan blender. Setelah itu, sampel daun binahong yang halus tersebut siap untuk diekstraksi. Pembuatan ekstrak daun binahong dimulai dengan menimbang 30 gram serbuk kering daun binahong. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan 300 mL etanol absolut. Kemudian menutup erlenmeyer tersebut dengan menggunakan aluminium foil dan direndam selama 2 x 24 jam (48 jam) sambil dikocok menggunakan shaker orbital. Ekstrak disaring menggunakan saring dan filtrat yang didapatkan akan digunakan dalam pengujian metabolit sekunder. 1.

2.

3.

4.

Uji Alkaloid. 0,1 gram ekstrak daun binahong ditambahkan dengan 5 mL etanol absolut, kemudian ditambahkan dengan reagen mayer setetes demi setetes. Terbentuknya endapan yang berwarna putih sebagai indicator reaksi positif adanya alkaloid Uji Flavonoid. 0,1 gram ekstrak daun binahong ditambahkan dengan 5 mL etanol absolut kemudian ditambahkan lagi dengan 0,1 gram logam Mg. Jika terbentuk warna kuning jingga menunjukkan reaksi positif adanya flavonoid. Uji Saponin. Tambahkan dengan 5 mL aquades panas lalu didinginkan. Setelah itu campuran dikocok sampai muncul buih dan didiamkan selama 2 menit. Selanjutnya campuran ditambahkan dengan 2 tetes HCl 2 N dan dikocok lagi sampai terbentuk buih yang mantap selama 10 menit. Terbentuknya buih tersebut sebagai indikator reaksi positif adanya saponin. Uji Tanin. 0,1 gram ekstrak daun binahong ditambahkan dengan 5 mL etanol absolut kemudian ditetesi dengan FeCl3 1%. Terbentuk warna biru tua menunjukkan reaksi positif adanya tanin.

Uji Aktivitas Antioksidan 1.

2.

Pembuatan Larutan. Larutan induk dan larutan pembanding dipipet masing-masing 0,5 mL, 1 mL, 1,5 mL, dan 2 mL, kemudian masing- masing dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, setelah itu ditambahkan 5 mL larutan DPPH dan volumenya dicukupkan dengan etanol absolute sampai garis tanda. Pengukuran Serapan Blanko. Pengukuran dilakukan dengan cara memipet 5 mL DPPH dan dicukupkan volumenya sampai 25 mL dengan etanol absolut dalam labu ukur. Larutan ini kemudian dihomogenkan dan dibiarkan selama 30 menit, selanjutnya diukur absorbansinya dengan

3.

4.

spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 517 nm. Semua pengerjaan dilakukan pada ruang yang terhindar dari cahaya matahari. Pengukuran Persentase Penghambatan. Pengukuran persentase penghambatan serapan diukur setelah 30 menit pada panjang gelombang 517 nm. Besarnya persentase penghambatan dihitung dengan rumus (Rastuti & Purwati, 2012). (𝑎𝑏𝑠 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑎𝑏𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙) %𝑃𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑚𝑏𝑎𝑡𝑎𝑛 = × 100 𝑎𝑏𝑠 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 Pengukuran Aktivitas Antioksidan. Aktivitas antioksidan ditentukan dengan IC50 dari senyawa antioksidan. Nilai IC50 diperoleh dari beberapa tahapan yaitu menghitung nilai log konsentrasi dan nilai probit dari sampel. Nilai probit ditentukan menggunakan rumus (Zuhra, dkk., 2008): Probit = (Harga probit tertinggi – Harga probit terendah) (Persentase penghambat (%) – probit terendah) + Harga Probit terendah Selanjutnya menghubungkan nilai probit dan nilai log konsentrasi yang diperoleh dalam satu grafik utuh, dimana nilai log konsentrasi dijadikan sebagai sumbu X dan nilai probit digunakan sebagai sumbu Y (Isnindar, dkk., 2011).

Hasil dan Pembahasan Proses Ekstraksi Daun Binahong dengan menggunakan Larutan Etanol Absolut Ekstraksi daun binahong dengan menggunakan larutan etanol absolut. Teknik ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi karena metode ini mudah dilakukan dan tidak memerlukan alat khusus. Pelarut yang dipilh yakni pelarut etanol karena mudah diperoleh dan pelarut ini dapat mengesktrak hamper semua senyawa bahan alam yang terdapat pada tumbuhan (Kuntorini & Astuti, 2010). Selain itu, penggunaan etanol sebagai pelarut dalam proses ekstraksi ditinjau dari sifat polar yang dimiliki etanol. Sesuai tinjauan literature bahwa urutan penggunaan pelarut dalam proses ekstraksi dari suatu bahan alam yaitu pelarut yang bersifat non polar, semi polar dan polar. Hal ini dikarenakan senyawa aktif yang terkandung dalam bahan alam secara umum bersifat polar. Oleh karena prinsip dari senyawa kimia yaitu like dissolve like, yang artinya suka sama suka atau lebih tepatnya kemiripan sifat akan memudahkan suatu senyawa kimia bereaksi atau bergabung (Harborne, 1987). Uji Pendahuluan Uji pendahuluan (fitokimia) pada serbuk simplisia ekstrak daun binahong menunjukkan hasil positif terhadap golongan senyawa alkaloid, flavonoid dan tannin dan negative terhadap saponin . Adapun tujuan uji pendahuluan yaitu untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak daun binahong yang diharapkan dapat berperan sebagai antioksidan. Cara yang dilakukan untuk mendeteksi golongan senyawa alkaloid yaitu dengan menggunakan pereaksi Mayer yang ditandai dengan adanya endapan putih. Sedangkan adanya senyawa flavonoid ditandai dengan terbentuknya warna kuning-jingga dan adanya tannin ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna biru tua (Aryanti, dkk., 2007).

Uji adanya senyawa alkaloid pada penelitian ini menggunakan pereaksi Mayer dan uji positif menghasilkan endapan berwarna putih.. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kaliumalkaloid. Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkuri(II) klorida ditambah kalium iodida akan membentuk endapan merah merkuri(II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat(II). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Mekanisme terbentuknya endapan putih tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Mekanisme Reaksi Alkaloid (Marliana, dkk., 2005). Uji adanya senyawa flavonoid pada penelitian ini menggunakan logam magnesium dan larutan HCl pekat. Menurut Robinson (1995), tujuan penggunaan logam Mg dan HCl adalah untuk mereduksi inti benzopiron yang terdapat dalam struktur flavonoid sehingga terbentuk garam flavilium berwarna merah atau jingga. Flavonoid merupakan senyawa yang mengandung dua cincin aromatik dengan gugus hidroksil lebih dari satu. Mekanisme terbentuknya warna tersebut disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme reaksi uji flavonoid (Lathifah, 2008). Sedangkan uji adanya tanin pada penelitian ini menggunakan larutan FeCl3 1%. Terbentuknya warna biru tua atau biru kehitaman pada ekstrak daun binahong setelah ditambahkan dengan FeCl3 1% karena tannin akan membentuk senyawa kompleks dengan ion Fe3+. Uji fitokimia dengan menggunakan FeCl3 bertujuan untuk menentukan apakah sampel mengandung gugus fenol. Adanya gugus fenol ditunjukkan dengan warna biru tua atau biru kehitaman setelah ditambahkan dengan FeCl3, sehingga apabila uji fitokimia dengan FeCl3 memberikan hasil positif dimungkinkan dalam sampel terdapat senyawa fenol dan dimungkinkan salah satunya adalah tanin karena tanin merupakan senyawa polifenol. Terbentuknya senyawa kompleks antara tanin dan FeCl3 karena adanya ion Fe3+ sebagai atom pusat dan tanin memiliki atom O yang mempunyai pasangan elektron bebas yang bisa mengkoordinasikan ke atom pusat sebagai ligannya. Ion Fe3+ pada reaksi di atas mengikat tiga tanin

yang memiliki 2 atom donor yaitu atom O pada posisi 4’ dan 5’ dihidroksi, sehingga ada enam pasangan elektron bebas yang bisa dikoordinasikan ke atom pusat. Atom O pada posisi 4’ dan 5’ dihidroksi memiliki energi paling rendah dalam pembentukan senyawa kompleks, sehingga memungkinkan menjadi sebuah ligan, seperti yang terlihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Reaksi antara tanin dan FeCl3 (Sa’adah, 2010). Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Binahong Pengukuran aktivitas antoksidan pada sampel dilakukan pada panjang gelombang 517 nm, yang merupakan panjang gelombang maksimum DPPH. Adanya aktivitas antioksidan dari sampel mengakibatkan terjadinya perubahan warna pada larutan DPPH dalam etanol yang semula berwarna ungu berubah menjadi warna kuning. Perubahan ini terjadi saat radikal DPPH ditangkap oleh antioksidan yang melepas atom hidrogen untuk menangkap DPPH-H stabil. Reaksi antara antioksidan dengan molekul DPPH dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Reaksi Antara Antioksidan dan Molekul DPPH (Prakash, dkk., 2001). Nilai absorbansi ekstrak daun binahong semakin berkurang dengan meningkatnya konsentrasi. Hal ini dapat terjadi karena adanya reduksi radikal DPPH oleh antioksidan, dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun binahong maka partikel-partikel senyawa antioksidan yang terkandung akan semakin banyak sehingga semakin besar pula aktivitas antioksidannya dan menyebabkan absorbansinya semakin berkurang (Molyneux, 2004). Hasil penelitian nilai absorbansi ekstrak daun binahong dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Nilai Absorbansi DPPH Berdasarkan nilai absorbansi sampel dihitung pula aktivitas antioksidan dari ekstrak daun binahong yang ditinjau dari hasil perhitungan persentase penghambatan radikal bebas. Gambar 6 menunjukkan persentase penghambatan radikal bebas dari ekstrak daun binahong.

Gambar 6. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Daun Binahong Kurva pada Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak daun binahong semakin besar pula persentase penghambat radikal DPPH. Konsentrasi tertinggi dari ekstrak daun binahong yang diujikan yakni 80 ppm memiliki persentase penghambatan radikal bebas sebesar 75,439%, konsentrasi 60 ppm sebesar 74,482%, konsentrasi 40 ppm sebesar 52,312% dan konsentrasi 20 ppm memiliki persentase penghambatan radikal bebas sebesar 17,544%. Hasil persentase penghambatan radikal bebas didukung dengan hasil yang diperoleh dimana warna larutan DPPH yang semula berwarna ungu berubah menjadi warna kuning setelah ditambahkan ekstrak daun binahong.

Uji Aktivitas Antioksidan Vitamin C Asam askorbat (vitamin C) mempunyai berat molekul 178 gram/mol dengan rumus molekul C6H8O6 dalam bentuk kristal tidak berwarna, titik cair 190ºC -192ºC. Vitamin C bersifat mudah larut dalam air, sedikit larut dalam aseton dan alkohol yang mempunyai berat molekul rendah serta sukar larut dalam kloroform, eter dan benzene (Harborne, 1987). Perlakuan pertama yang dilakukan dalam pengujian ini yaitu membuat larutan induk vitamin C 1000 ppm. Selanjutnya, mengencerkan larutan tersebut menjadi 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, dan 80 ppm. Konsentrasi dari larutan vitamin C ini mengikuti konsentrasi dari ekstrak daun binahong. Hal ini dilakukan agar peneliti dapat membandingkan aktivitas antioksidan dari daun binahong dan vitamin C pada konsentrasi yang sama. Vitamin C dijadikan pembanding pada penelitian ini karena vitamin C merupakan zat antioksidan alami yang sangat kuat (Atun, 2006). Semakin besar konsentrasi vitamin C, maka semakin kecil nilai absorbansi yang diperoleh. Uji aktivitas antioksidan terhadap vitamin C dapat ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Nilai Absorbansi DPPH Berdasarkan nilai absorbansi yang diperoleh pada uji antioksidan tersebut maka dapat diperoleh pula persentase penghambatan radikal bebas DPPH seperti terlihat pada Gambar 8. Kurva pada Gambar 8. Menunjukkan hubungan konsentrasi vitamin C dengan persentase penghambatan radikal bebas DPPH. Semakin besar konsentrasi vitamin C, maka semakin besar pula persentase penghambatan radikal bebas DPPH. Hal ini dikarenakan semakin besar konsentrasi vitamin C maka semakin banyak partikelpartikel yang dapat mengoksidasi partikel-partikel dari radikal

Gambar 8. Aktivitas Antioksidan Vitamin C bebas DPPH yang ada. Hasil Pengukuran IC50 Ekstrak Daun Binahong Nilai IC50 diperoleh dari beberapa tahapan yaitu menghitung nilai log konsentrasi dan nilai probit untuk masing-masing persentase aktivitas penghambat radikal bebas DPPH. Selanjutnya menghubungkan kedua data dari perhitungan yang diperoleh dalam satu grafik utuh. Nilai log konsentrasi dijadikan sebagai sumbu x dan nilai probit digunakan sebagai sumbu y. Adapun persamaan regresi dari ekstrak daun binahong dan vitamin C yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan Log konsentrasi dan Probit untuk (A) Ekstrak Daun Binahong (B) Vitamin C

Berdasarkan kurva pada Gambar 11 diperoleh persamaan regresi linear Y = 2,847X + 0,430 untuk esktrak daun binahong (sampel) dan Y = 2,696X + 0,438 untuk vitamin C (Pembanding /Kontrol positif ). Berdasarkan Gambar 11 dapat diperoleh nilai r untuk ekstrak daun binahong dan Vitamin C sebagai kontrol positif yaitu masing-masing 0,963 dan 0,986. Nilai r yang diperoleh tersebut dapat diartikan bahwa data probit dari ekstrak daun binahong dan vitamin C hampir mendekati 1 yang artinya data hasil penelitian yang diperoleh sangat baik (Day, 1999). Nilai IC50 yang diperoleh dari hasil perhitungan akhir yaitu untuk ekstrak daun binahong mempunyai IC50 sebesar 40,27 ppm sedangkan IC50 yang dihasilkan vitamin C sebesar 49,20 ppm. Hal ini menjelaskan bahwa kemampuan menangkap radikal bebas ekstrak daun binahong termasuk dalam golongan sangat kuat dikarenakan nilai IC50 yang diperoleh dari perhitungan kurang dari 50 ppm yaitu 40,27 ppm. Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa tingkat kekuatan antioksidan menggunakan DPPH dapat digolongkan menurut IC50. Antioksidan dikategorikan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, antioksidan dikategorikan kuat jika IC50 bernilai 50-100ppm, antioksidan dikategorikan sedang jika IC50 bernilai 100-150 ppm, dan antioksidan dikategorikan lemah jika IC50 bernilai lebih dari 150 ppm. Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin kuat daya antioksidannya (Molyneux, 2004). UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera Cordifolia Steenis) TERHADAP PERTUMBUHAN Streptococcus mutans SECARA IN VITRO Silvana Rimporok, Billy J. Kepel , Krista V. Siagian Tanaman herbal di Indonesia telah banyak digunakan sebagai bahan obat tradisional. Salah satu bahan alami yang dimanfaatkan sebagai bahan obat ialah tanaman binahong (Anredera Cordifolia Steenis) Binahong memiliki akar, umbi, batang, bunga, daun yang mengandung senyawa aktif yaitu flavonoid, alkanoid, terpenoid dan saponin. Senyawa aktif flavonoid dapat berperan langsung sebagai antibiotik dengan menggangu fungsi dari mikroorganisme seperti bakteri dan virus. Binahong juga mengandung antimikroba yang aktif sehingga dapat digunakan dalam mencegah pertumbuhan bakteri. Bakteri yang sering di jumpai dalam rongga mulut ialah Streptococcus mutans. Steptoccocus mutans merupakan bakteri penyebab utama terjadinya karies gigi diketahui sebagai bagian dari flora normal dalam rongga mulut yang berperan dalam proses fermentasi karbohidrat sehingga menghasilkan asam menyebabkan terjadinya demineralisasi gigi dan infeksi pada rongga mulut (7) Bahan dan metode Streptococcus mutans yang digunakan diambil dari stok bakteri murni di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Streptococcus mutans kemudian dikembangbiakkan selama 1x24 jam dengan suhu 37 0C pada lima cawan petri untuk selanjutnya diberi perlakuan dengan kertas saring. Pengukuran zona hambat ekstrak daun binahong dilakukan pada 5

cawan petri dengan tiga perlakuan yang berbeda yaitu kelompok ekstrak, kontrol positif doksisiklin, dan kontrol negatif akuades. Metode yang digunakan ialah metode difusi lempeng agar (Kirby-Bauer) yang merupakan metode uji kepekaan langsung. Agar Muller-Hinton (MHA) disediakan sebanyak lima cawan petri. Streptococcus mutans dioleskan secara merata dengan menggunakan kapas lidi steril pada permukaan agar Muller-Hinton (MHA) dibiarkan tiga sampai lima menit dalam suhu kamar. Kertas saring dibentuk seperti cakram dengan menggunakan perforator sebanyak lima belas buah, lima cakram diantaranya diberi ekstrak daun binahong sedangkan lima cakram diberi doksisiklin sebagai kontrol positif, dan lima cakram diberi akuades sebagai kontrol negatif. Cakram tersebut lalu diletakkan di media agar MullerHinton (MHA) yang sudah dioleskan baktreri Streptococcus mutans di dalamnya kemudian dimasukkan ke dalam inkubator dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 oC. Setiap cawan petri terdiri dari satu cakram kelompok intervensi dan satu cakram kelompok kontrol positif dan satu cakram kontrol negatif. Bila dalam 24 jam ada koloni Streptococcus mutans yang terbentuk berarti sudah terdapat pertumbuhan Streptococcus mutans yang memberikan hasil berupa koloni bulat, berwarna krem, halus dan berbau seperti ragi. Diameter zona hambat diukur dengan jangka sorong dengan rumus (𝐷𝑣 −𝐷𝑐 )+(𝐷ℎ −𝐷𝑐 ) 2

Hasil penelitian Cawan petri yang berisi Agar MullerHinton (MHA) dan Streptococcus mutann yang telah diberi perlakuan diambil dari dalam inkubator setelah diinkubasi selama 1x24 jam.

Gambar 3. Zona hambat yang terbentuk pada media Muller-Hinton Agar (MHA) Diameter zona hambat yang terbentukpada ekstrak daun binahong sebesar 8,32mm, diameter zona hambat doksisiklin sebesar 11,72 mm dan pada akuades tidak terbentuk zona hambatan dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Diameter zona hambat terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans

Berdasarkan hasil penelitian uji efek antibakteri ekstrak daun binahong terhadap bakteri Streptococcus mutans secara in vitro, dapat disimpulkan yaitu ekstrak daun binahong memiliki efek antibakteri dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans, Antibiotik doksisiklin sebagai kontrol positif memiliki daya hambat yang lebih besar dibandingkan ekstrak daun binahong pada bakteri Streptococcus mutans.

Isolasi, Identifikasi Serta Uji Aktivitas Antibakteri Senyawa Golongan Triterpenoid Dari Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steen)Terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli Agus Ria Murdianto, Enny Fachriyah, Dewi Kusrini Daun binahong mengandung senyawa saponin triterpenoid, flavonoid dan fenil propanoid (Rachmawati, 2008). Ekstrak daun binahong mempunyai aktivitas anti jamur terhadap Candida albicans (Rochani, 2009) dan penyembuh luka bakar pada punggung kelinci (Puryanto, 2009). Penelitian Yuswantina (2009) melaporkan bahwa ekstrak rizhoma binahong memiliki aktivitas penangkap radikal. Menurut Rita (2010) senyawa golongan triterpenoid asam mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Metode kerja Bahan

Daun binahong, n-heksana (p.a dan teknis), kloroform (p.a dan teknis), etilasetat (p.a dan teknis), etanol (p.a dan teknis), benzena (p.a dan teknis), diklorometana (p.a dan teknis), karbon aktif, asam sulfat pekat, anhidrida asam asetat p.a, silika gel GF254, silika gel 60, natrium hidroksida teknis, ekstrak ragi, tripton, natrium klorida, bubuk agar, bakteri Staphylococcus aureus, bakteri Escherichia coli, antibiotik tetrasiklin dan akuades. Alat Peralatan gelas standar, kromatografi lapis tipis, kromatografikolom, chamber, spektrometer LC-MS, spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV-1601), spektrofotometer IR (Shimadzu Prestige-21), lampu detektor UV (Spectroline ENF-24/F), neraca analitik (Kern-870), vakum rotary evaporator (Buchi-B480). Cara kerja 1. 2.

3.

4.

5.

Pembuatan simplisia. Sampel penelitian (daun binahong) dibersihkan, dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan dihaluskan sehingga diperoleh serbuk daun binahong Ekstraksi sampel. Sebanyak 1kg simplisia dimaserasi dengan n-heksana. Ekstrak ditampung dalam erlenmeyer. Ekstrak kemudiandiuapkan menggunakan rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksana. Uji golongan steroid dan triterpenoid. Sebanyak 1 gram ekstrak kental n-heksana ditambahkan 10 mL kloroform. Larutan diambil 5 ml kemudian diuapkan dalam cawan penguap, ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrid dan 1 tetes asam sulfat pekat. Keberadaan triterpenoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah sedangkan warna biru-hijau menunjukkan adanya steroid (Farnsworth, 1966; Ditjen POM, 1989) Isolasi dan identifikasi senyawa Triterpenoid. Terhadap Isolat yang diperoleh dilakukan KLT dengan pengembang benzene:kloroform:diklorometan (3:1:1) menggunakan plat silika gel 60GF254 sehingga diperoleh noda–noda isolat. Selanjutnya dilakukan pemisahan menggunakan KLT preparatif. Isolat triterpenoid dianalisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR serta spektrometer LC-MS. Uji antibakteri. Kertas cakram berdiameter 5 mm dicelupkan pada isolat triterpenoid yangtelah divariasi konsentrasinya 50 ppm,100 ppm, 500 ppm, 1000 ppm dan 2000ppm yang kemudian diletakan padapetridish yang telah diinokulasi Staphylococcus aureus dan Escherichiacoli. Inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37°C. Setelah 24 jam akan terbentuk zona bening di sekitar cakramyang menunjukan kemampuan darisenyawa uji dalam menghambatpertumbuhan bakteri, sebagai pembanding menggunakan etil asetat(kontrol pelarut), akuades (kontrolnegatif) dan antibiotik tetrasiklin (kontrol positif).

Hasil Sampel yang digunakan berupa 20 kg daun binahong segar yang didapatdari BPTO Tawangmangu. Daun segardicuci lalu dikering anginkan dandihaluskan hingga menjadi serbuk.Serbuk daun binahong yang

didapatseberat 1,25 kg dimaserasi menggunakann-heksana. Filtrat hasil maserasidikentalkan dengan rotary vacuumevaporator hingga didapat ekstrak seberat 43,27 gram. Penapisan fitokimia dilakukan sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi kandungan metabolit sekunder pada tanaman binahong dalam ekstrak n-heksana. Hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak n-heksana positif mengandung triterpenoid dan steroid. Analisis pemeriksaan triterpenoid menggunakan KLT dengan pengembang campuran pelarut benzena : kloroform : diklorometana (3 : 1 : 1). Analisis KLT pada ekstrak n-heksana menunjukkan , satu noda yang positif triterpenoid dengan fluoresensi berwarna biru kehijauan di bawah lampu UV 365 nm setelah disemprot LB dan secara visible berwarna merah (Wagner dan Bladt, 1996) Ekstrak n-heksana kemudian dipisahkan dengan kromatografi kolom menggunakan silika gel 60H sebagai fasa diam dan benzena : kloroform : diklorometana (3 : 1 : 1) sebagai fasa gerak. Ekstrak nheksana yang digunakan sebanyak 4,23 gram dan tinggi silika 38 cm dengan diameter kolom 2,5 cm. Hasil kromatografi kolom menghasilkan 215 vial dan dibagi menjadi 4 kelompok fraksi yaitu fraksi A (126), fraksi B (27-60), fraksi C (61186) dan fraksi D (187-215) berdasarkan pola noda yang sama. Dari keempat fraksi tersebut, fraksi A memiliki respon yang positif terhadap reagen semprot LB dengan fluoresensi berwarna biru kehijauan di bawah lampu UV 365 nm yang merupakan warna dari senyawa triterpenoid pada noda A1 (Wagner dan Bladt, 1996). Fraksi A selanjutnya dilakukan KLT preparatif untuk mendapatkan senyawa triterpenoid. KLT preparatif digunakan untuk mengambil senyawa dalam jumlah milligram untuk dapat dianalisis. Data fitokimia dan KLT yangdihasilkan memberikan dugaan sementara bahwa noda uji merupakansenyawa triterpenoid. Oleh sebab itu,untuk memastikan dugaan tersebut danmenentukan struktur senyawa golonganriterpenoid yang terkandung dalam solat A1 diperlukan tambahan dataspektroskopi UV-Vis, FTIR dan LC-MS. Hasil analisis dengan spektrofotometer FTIR menunjukkan gugus fungsi yang terdapat pada isolat A1. Berdasarkan data interpretasi spektrogram FTIR pada Tabel 1.

Hasil Hasil analisis pola serapan FTIR terhadap isolat A1 menunjukkan adanya serapan pada bilangan gelombang 3448,72 cm-1 yang merupakan serapan vibrasi ikatan O-H. Vibrasi ikatan ini diduga merupakan vibrasi dari gugus alkohol yang didukung dengan munculnya serapan pada bilangan

gelombang 1087,85 cm-1 dari vibrasi ulur C-O. Keberadaan serapan rentangan C-H alifatik ditunjukkan dengan adanya pita serapan yang tajam dengan intensitas kuat pada bilangan gelombang 2924,09 cm -1 dan 2854,65 cm-1, hal ini memberi petunjuk kemungkinan adanya gugus metil (CH3) dan metilena (CH2) yang diperkuat dengan adanya vibrasi tekuk –C-H pada bilangan gelombang 964,41 cm-1 (Socrates, 1994). Dugaan ini diperkuat oleh adanya serapan pada daerah bilangan gelombang 1465,90 cm -1 dan 1381,03 cm-1 yang merupakan serapan dari bengkokan –CH2 dan –CH3 yang mengindikasikan adanya senyawa triterpenoid (Mathias dkk., 2000). Adanya serapan pada 1172,72 mengindikasikan adanya vibrasi ulur C-C. Serapan kuat pada daerah bilangan gelombang 1735,93 cm-1 diduga karena adanya gugus fungsi C=O dari ester diperkuat pada bilangan gelombang 1087,85 cm-1 yang merupakan vibrasi ulur C-O. Adanya serapan pada bilangan gelombang 1627,92 cm-1 diduga merupakan serapan vibrasi ulur ikatan C=C diperkuat dengan vibrasi ulur =C-H pada bilangan gelombang 3000,00 cm-1. Hasil spektogram LC-MS isolate A1 diduga merupakan merupakansenyawa triterpenoid dengan beratmolekul 562 g/mol yang dikalkulasikanuntuk m/z 562,85 [M+H]+ dan m/z585,11 [M+Na]+. Wang dkk (2001) sertaAbe dan Yamauchi (1986) berhasilmenemukan senyawa triterpenoid yangsama dari tumbuhan yang berbeda family dengan berat 562 g/mol yaitu 2,3,19,23-tetrahidroksi-12-ene-24,28dimetil ester, sehingga diduga senyawa yang sama terdapat dalam Anredera cordifolia (Ten.) Steen, struktur dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 2,3,19,23-tetrahidroksi-12ene-24,28-dimetil ester Analisis isolat triterpenoid menggunakan spektrofotometer UV- Vis, FTIR dan spektrometer LCMS menunjukkan isolat mempunyai λmax sebesar 239 nm dan serapan landai pada panjang gelombang 273 nm, mempunyai gugus fungsi OH, C-H, C=O, C-C, C=C, CH2, CH3 dan C-O, serta memiliki berat molekul sebesar 562 g/mol dan diduga merupakan senyawa 2,3,19,23-tetrahidroksi-12- ene-24,28dimetil ester. Hasil uji antibakteri dari isolate triterpenoid yang diperoleh mampumenghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada konsentrasihambat minimum sebesar 1002000ppm dengan daya hambat lemah.

SKRINING FITOKIMIA DAN UJI AKTIFITAS ANTIBIOTIKA EKSTRAK ETANOL DAUN, BATANG, BUNGA DAN UMBI TANAMAN BINAHONG (Anredera cordifolia (Ten) Steenis) SRI MURNI ASTUTI Antibiotika adalah metabolit sekunder atau substansi kimia yang diperoleh dari mikroorganisma maupun produk sintesis, dimana pada dosis atau konsentrasi rendah dapat menghambat pertanaman dan ketahanan dari mikrorganisma tanpa efek toksik yang serius pada inang. Selain itu telah ditemukan antibiotika yang berasal dari kandungan senyawa tanaman. Tanaman merupakan sumber yang sangat penting untuk menemukan antimikroba Binahong (Anredera cordifolia (Ten) Steenis)atau dalam bahasa Tiongkok dikenal dengan nama Dheng San Chi adalah tanaman obat, asli dari Amerika Selatan. Tanaman ini telah dikenal memiliki khasiat penyembuhan yang luar biasa oleh sebab itu digunakan sebagai obat tradisonal. Secara empiris, masyarakat di pulau Jawa memanfaatkan untuk membantu proses penyembuhan beragam penyakit, termasuk untuk mengobati luka sehabis operasi Caesar atau memulihkan tenaga ibu setelah bersalin. Akar dan daun tanaman binahong bermanfaat sebagai obat penyembuh luka bekas operasi, penyakit tiphus, radang usus, asam urat, disentri dan wasir. Menurut Manoi (2009), zat bioaktif dalam tanaman binahong dapat membantu proses penyembuhan penyakit-penyakit degeneratif seperti kerusakan ginjal, diabetes, pembengkakan jantung, strok, wasir dan asam urat. Dalam penelitian lain tanaman binahong dapat mengobati penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri, bahkan ekstrak daun dan umbi binahong dapat mengobati infeksi penyakit kelamin seperti penyakit syphilis. Tanaman binahong mengandung fenol, flavonoid, saponin, triterpenoid, steroid dan alkaloid, selain itu memiliki aktifitas sebagai antioksidan Senyawa fenolik dan flavonoid termasuk dalam metabolit sekunder dari tanaman yang mempunyai aktifitas biologi dan terdiri dari 8000 macam senyawa. Senyawa ini dapat berperan langsung sebagai antibiotika dengan mekanisme kerja menghancurkan sel dinding bakteri. Fenolik dan flavonoid juga memiliki aktifitas sebagai antioksidan. Metabolit sekunder lainnya adalah saponin yang memiliki aktifitas pada permukaan. Tanaman binahong memiliki kandungan senyawa saponin yang lebih besar dari pada senyawa lainnya, terutama pada umbi. Saponin termasuk senyawa glikon (gula) dan senyawa aglikon, adapun senyawa aglikon adalah termasuk golongan steroid dan terpenoid. Senyawa terpenoid adalah senyawa hidrokarbon isometrik yang membantu proses sintesa organik dan pemulihan sel-sel tubuh. Saponin mempunyai fungsi menurunkan kolesterol karena mempunyai aktifitas sebagai antioksidan Materi dan metode Persiapan Bahan Uji: Daun, batang, bunga dan umbi tanaman binahong dipanen setelah musim berbunga pada bulan Agustus. Tanaman binahong tersebut telah diidentifikasi oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Pusat Penelitian Biologi dengan No: 1022. Selanjutnya sampel uji dari tanaman binahong tersebut dicuci dibawah air keran yang mengalir, setelah ditiriskan sebagian bahan uji sampel segar dianalisa

secara kualitatif untuk skrining fitokimia dan sebagian dikeringkan dengan oven 60oC, selama 24 jam, kemudian dibuat serbuk Metode Ekstrak Maserasi Sampel uji dari tanaman binahong (serbuk) diekstaksi secara maserasi (perendaman), dengan perbandingan 1:10 yaitu 1 bagian serbuk sampel binahong direndam dalam 10 bagian larutan etanol. Maserasi dilakukan selama 5 hari dalam wadah berbahan gelas yang bermulut lebar dan setiap hari dikocok beberapa menit, kemudian disaring dengan kertas saring Whatman Skrining Fitokimia (Kualitatif) 1. 2.

3.

4.

5.

6.

Uji Fenolik. Tambahkan ke dalam larutan sampel beberapa tetes larutan besi (III) klorida 1%. Adanya senyawa kelompok fenol ditandai dengan munculnya warna hijau, merah, ungu atau hitam Uji Flavonoid. Satu gram sampel diekstraksi dengan 5 ml etanol kemudian tambahkan beberapa tetes HCl pekat dan 1,5 gram logam magnesium. Adanya flavonoid, diindikasikan dari terbentuknya warna pink atau merah magenta dalam waktu 3 menit Uji Saponin. Kurang lebih 2 gram serbuk sampel dilarutkan dengan 20 ml aquadest. Didihkan menggunakan penangas air, kemudian saring menggunakan kertas saring. Campurkan 10 ml filtrat dengan 5 ml aquadest dan kocok hingga terbentuk busa stabil. Tambahkan olive oil dan kocok dengan keras, adanya saponin ditandai dengan terbentuknya emulsi yang stabil Uji Steroid. Tambahkan asam asetat anhidrat 2 ml pada 0,5 ektrak etanol. Kemudian tambahkan 2 ml asam sulfat pekat. Adanya steroid ditandai dengan perubahan warna dari violet menjadi biru atau hijau. Uji Terpenoid. Campur 5 ml ekstrak dengan 2 ml kloroform. Kemudian tambahkan dengan hati-hati 3 ml asam sulfat pekat. Terbentuknya warna coklat kemerahan pada permukaan dalam larutan,menunjukkan adanya terpenoid Uji Alkaloid. Tambahkan 5 ml HCl 2 M ke dalam 20 gram ekstrak, aduk dengan sedikit pemanasan selama 5 menit. Tambahkan 0,5 gram NaCl, aduk dan saring, setelah itu tambahkan HCl 0.2 M, untuk membilas filter. Pekatkan filtrat sampai memperoleh volume 5 ml. Masukkan filtrat pada 2 tabung reaksi kecil, masing-masing 1 ml. Tabung 1 diberi pereaksi Mayer dan tabung 2 diberi pereaksi Wagner, amati terjadinya kekeruhan dan endapan

Untuk menentukan adanya senyawa fenolik dan flavonoid sebagai konfirmasi, gunakan uji kuantitatif dengan alat Spektrofotometer UV. Uji Kuantitatif Kandungan Fitokimia Fenol (Folin-Ciocalteu Method) Reagen a. Reagen Folin-Ciocalteu 50% (botol ditutup dengan alumunium foil), gunakan dalam keadaan segar b. Sodium karbonat (Na2CO3) 2 % c. Standar Galic acid (dalam kurva: 0 – 200 mg/l)

Metode Larutkan 0,1 gram sampel serbuk dalam 1 ml aquadest (filtrat), kemudian tambahkan 0,1 ml filrat tersebut ke dalam 2,8 ml aquades. Tambahkan 2 ml larutan natrium karbonat 2% dan tambahkan 0,1 ml reagen Folin-Ciocalteu 50%. Inkubasikan dalam suhu kamar selama 30 menit. Baca absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 750 nm dan gunakan, aquadest sebagai blanko standar. Data diekspresikan dalam milligram Gallic Acid Equivalent (GAE/100 g). Lakukan pengujian ini sebanyak 3 kali Flavonoid (Aluminum chloride method) Reagen a. b. c. d.

Alumunium klorida heksahidrat (AlCl3)10 % Alkohol 95% Kalium asetat (CH3CO2K) Quersetin standar (dalam kurva: 0-50 mg/l)

Metode Larutkan 0,1 gram sampel serbuk dalam 1 ml aquadest. Campurkan 0,5 ml larutan sampel dengan 1,5 ml alkohol 95%. Tambahkan 0,1 ml AlCl3 10%, 0,1 ml CH3CO2K 1 M dan tambahkan 2,8 ml aquades. Inkubasikan dalam suhu kamar selama 30 menit. Baca absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 415 nm dan gunakan aquadest sebagai blanko standar. Data diekspresikan dalam milligram Quesetin Equivalent (QE/100 g). Lakukan pengujian ini sampai 3 kali Uji Skrining antibiotika Persiapan a.

b. c.

d.

Sampel dari ekstrak daun, batang, bunga dan umbi binahong dalam bentuk filtrat etanol dan sampel ekstrak kapsul binahong dalam larutan air dan etanol. Kentalkan dengan menggunakan alat evaporator dan kemudian encerkan dengan ethanol dengan perbandingan 1:10 Spora dari Bacillus cereus ATCC 11778, Bacillus subtillis ATCC 6633, Bacillus stereothermophylus var calidolactis C.953 NIZO dan bacteri Micrococcus luteus ATCC 9341 Media-media untuk mengetahui adanya aktifitas dari spora-spora uji terhadap golongan antibiotika yaitu: media NV-10 untuk Bacillus cereus ATCC 11778, media NV-8 untuk Bacillus subtillis ATCC 6633, media NV-4 untuk Micrococcus luteus ATCC 9341 Larutan dapar fosfat pH 6,0 ± 0,05, dengan baku pembanding grup antibiotika Penicillin (PC), Tetrasiklin (TC), Aminoglikosida (AG) dan Mikrolida (ML)

Uji penetapan kandungan antimikroba/antibiotika Antibiotika Golongan Penicillina

Di atas cawan petri yang telah berisi media agar bakteri uji Bacillus stereothermophylus var calidolactis C953 diletakkan paper disk (kertas cakram) yang ditetesi larutan ekstrak tanaman binahong dan kapsul binahong. Sebagai kontrol, tetesi paper disk dengan larutan baku pembanding dari golongan penisilina. Inkubasikan pada suhu 55oC selama 20–24 jam. Jika disekitar paper disk tidak terlihat zona hambatan ≤ 2 mm maka dinyatakan negatif, jika ada zona hambatan ≥ 2 mm maka dinyatakan positif memiliki aktifitas dari golongan penisillina Antibiotika golongan tetrasiklina, aminoglikosida dan makrolida Larutkan media NV-4, NV-8, dan NV-10 pada suhu 100oC, kemudian dinginkan sampai suhu 56oC. Inokulasikan media NV-10 dengan Bacillus cereus ATCC 11778, media NV-8 dengan Bacillus subtillis ATCC 6633, dan media NV-4 dengan Micrococcus luteus ATCC9341. Masukkan media yang sudah diinokulasi ke dalam cawan petri sebanyak 25 ml, diamkan sampai dingin. Letakkan paper disk (kertas cakram) berisi sampel ekstrak tanaman binahong dan kapsul binahong. Inkubasikan pada suhu 37oC selama 20-24 jam. Ukur daerah hambatan. Golongan antibiotika pada ekstrak binahong dapat diketahui berdasarkan besarnya daerah hambatan, strain bakteri dan media yang digunakan Hasil analisa Fitokimia Hasil uji dari fitokimia ekstrak daun, batang, bunga dan umbi tanaman Binahong menunjukkan bahwa terdapat senyawa bioaktif pada daun, batang, bunga dan umbi adalah mengindikasikan adanya senyawa fenol, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid dan alkaloid sebagaimana dalam Tabel 1. Tabel 1. Analisa Senyawa Fitokimia Pada Tanaman Binahong

Senyawa saponin, terpenoid, dan steroid pada tanaman binahong menunjukkan reaksi kimia yang sangat kuat dan jelas. Tanaman binahong juga mengandung alkaloid, fenol, dan flavonoid. Kandungan senyawa flavonoid pada bunga tampak lebih kuat dari pada daun, batang dan umbi, menandakan bunga lebih banyak mengandung senyawa total fenol, dan flavonoid. Selanjutnya untuk menetapkan kandungan senyawa fenol dan flavonoid dilakukan analisa kuantitatif dengan alat Spektrofotometer UV.

Gambar.1. Analisa Total Fenol Dalam Ekstrak Etanol. Leaves (daun); tubers (umbi); flower (bunga); Capsule (kapsul binahong). Kandungan fenol pada bunga paling tinggi, kemudian kapsul, umbi, dan terakhir daun. Dari hasil uji kuantitatif, kandungan senyawa bioaktif fenol pada bunga dalam merupakan yang paling banyak, diikuti kapsul binahong, umbi dan daun pada konsentrasi ekstrak etanol sebagaimana dalam Gambar 1.

Gambar 2. Analisa Total Flavonoid Dalam Ekstrak Etanol. Leaves (daun); Tubers (umbi); flower (bunga); Capsule (kapsul binahong). Sebagaimana dalam Gambar 2. kandungan senyawa flavonoid tertinggi adalah pada bunga yang diikuti oleh kapsul binahong, daun dan umbi. Kandungan flavonoid tinggi menunjukkan adanya kandungan antioksidan sebagai anti penyakit degeneratif. Hasil Analisa Aktifitas Antibiotika Dari hasil uji aktifitas antibiotika ekstrak daun, batang, bunga, umbi tanaman binahong, dan kapsul binahong, menunjukkan bahwa tanaman binahong menunjukkan aktifitas antibiotika sebagaimana golongan penisilina dan tetrasiklina yaitu pada mikroba Basillus cereus dan Basillus subtilis. Ekstrak daun, batang dan bunga menunjukkan aktifitas sebagaimana golongan tetrasiklina, sedangkan pada umbi terdapat aktifitas antibiotika sebagaimana golongan penisilina dan tetrasiklina. Hasil tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 2. Analisa Ekstrak Binahong Terhadap Aktifitas Golongan Antibiotika

* Positif adanya aktifitas yang berkemampuan menghambat (+), negatif/tidak ada aktifitas antibiotik (-), Golongan Penisilina (PC), Golongan Mikrolida (ML), Golongan Aminoglikosida ( AG dan Golongan Tetrasiklina (TC). Pada sampel kapsul binahong, sebagai kontrol, digunakan dua macam ekstraksi yaitu menggunakan larutan air dan etanol. Pada kedua pelarut itu ditemukan aktifitas antibiotika yang menyerupai jenis penisilina dan tetrasiklina. Pembahasan Fitokimia adalah senyawa aktif kimia pada tanaman atau merupakan unsur pokok dalam tanaman. Fitokimia terdiri dari senyawa metabolit primer dan sekunder. Unsur pokok pada tanaman adalah senyawa alkaloid, tannin, saponin, flavonoid dan fenolik. Unsur pokok metabolit primer adalah komponen kimia pada fungsi normal, seperti protein, karbohidrat dan lemak pada tanaman, sedangkan metabolit sekunder adalah turunan dari metabolit primer. Metabolit sekunder antara lain fenol, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid, tannin, plobatamin, kumarin, alkaloid dan merupakan bioaktif pada tanaman. Pada tanaman binahong kandungan metabolit sekunder yang tinggi adalah total saponin, total fenol, dan total flavonoid. Kandungan senyawa ini mempunyai aktifitas sebagai antioksidan dan antimikroba/antibiotik, sehingga binahong sangat baik dipakai sebagai bahan baku untuk obat tradisional. Steroid dari saponin dapat digunakan sebagai preparat hormon seksual, kortiko steroid, dan derivat dari steroid. Menurut Jeong dan Ji Wong (2005), saponin pada akar tanaman dapat digunakan sebagai obat generik yang dapat mengobati penyakit diabetes. Fenol termasuk flavonoid mempunyai fungsi sebagai antioksidan yang berfungsi sebagai pereduksi radikal bebas, selain itu juga mempunyai peranan penting dalam menghambat mikroba atau sebagai antibiotik. Secara umum jumlah kandungan fenol (termasuk flavonoid) yang dominan, akan menunjukkan adanya aktifitas dari senyawa fitokimia yang berfungsi menghancurkan mikroba terutama pada kelompok bakteri gram positif. Menurut Ramos (2007) dengan diet menggunakan senyawa aktif fenol dan flavonoid dapat mengobati kanker. Adapun efek antiproliferatif dari kandungan total fenol dan flavonoid tanaman binahong adalah melindungi

tubuh terhadap berbagai penyakit seperti infeksi oleh kuman, kanker, penyakit jantung koroner, diabetes, penyakit infeksi ginjal, dan stroke. Kandungan saponin, fenolik dan flavonoid dalam tanaman ini memiliki aktifitas antibiotik sebagaimana golongan tetrasiklin dan penisilin. Berdasar hasil penelitian ini tanaman binahong mengandung senyawa fitokimia seperti saponin, fenol dan flavonoid yang mempunyai kemampuan kerja sebagai antibiotik.

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62
Makalah
November 2019 85
Makalah
October 2019 95

More Documents from ""

Daftar Pustaka
October 2019 45
Penilaian Otentik Sgr'06
October 2019 31
Makalah Kimia Hayati.docx
August 2019 44
Makalah Kasar.docx
August 2019 32