Makalah Gangguan Bicara Bahasa Dan Mot.docx

  • Uploaded by: Nafia Nur Handayani
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Gangguan Bicara Bahasa Dan Mot.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,225
  • Pages: 22
TUGAS GANGGUAN BICARA-BAHASA & MOTORIK KASAR-HALUS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Masalah Tumbuh Kembang Dosen Pembimbing : dr. Astri Sp.A

Nama Anggota Kelompok : Sevi Kusuma Wardhani

(165070601111020)

Nafia Nur handayani

(165070607111001)

Nadia Nur Fadila

(165070607111002)

Yessy Mulyanur Anggraeni

(165070607111003)

Wening Pangesthi Maharani

(165070607111004)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN 2019 1|Page

KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Terimakasih kepada teman – teman yang telah bekerjasama untuk menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini, mungkin masih banyak kekurangan. Dan makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas kebidanan dan juga semoga bermanfaat untuk orang – orang yang membacanya. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis maupun orang yang membacanya. Sebelumnya penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan

Malang, 21 Maret 2019

Penyusun

2|Page

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR..................................................................................................................... i DAFTAR ISI.................................................................................................................................... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................2 1.3 Tujuan.....................................................................................................................................2 BAB II PEMBAHASAN 2.1 Gangguan Bicara-Bahasa....................................................................................................5 2.1.1

Jenis Gangguan Berbicara.............................................................................5

2.1.2

Jenis Gangguan Bahasa..................................................................................7

2.1.3

Etiologi.................................................................................................................9

2.1.4

Komplikasi.......................................................................................................10

2.1.5

Penatalaksanaan............................................................................................10

2.2 Motorik Halus-Kasar..........................................................................................................11 2.2.1

Motorik Kasar-Halus.....................................................................................11

2.2.2

Penatalaksanaan............................................................................................15

2.2.3

Jenis Gangguan Motorik Kasar, Motorik Halus....................................18

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan........................................................................................................................... 20 3.2 Saran....................................................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................... 21

3|Page

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan anak adalah saat-saat yang dinantikan oleh orang tua, karena pertumbuhan dan perkembangan adalah salah satu indikator memantau kesehatan anak. Perkembangan fisik merupakan hal yang menjadi dasar bagi kemajuan perkembangan fisik berikutnya. Perkembangan fisik anak ditandai juga dengan berkembangnya perkembangan kemampuan motorik, baik motorik halus maupun motorik kasar (Dwi Astyorini, 2014). Motorik kasar memerlukan koordinasi kelompok otot-otot anak yang tertentu yang dapat membuat mereka melompat, memanjat, berlari, menaiki sepeda. Sedangkan motorik halus memerlukan koordinasi tangan dan mata seperti menggambar, menulis, menggunting (Indraswari, 2012).Motorik kasar adalah bagian dari aktivitas motor yang melibatkan keterampilan otot-otot besar. Gerakan-gerakan seperti tengkurap, duduk, merangkak, dan mengangkat leher. Gerakan inilah yang pertama terjadi pada tahun pertama usia anak (Sari dkk, 2012) Gangguan berbicara adalah gangguan dalam menghasilkan bunyi yang bermakna, sebagai hasil koordinasi pernapasan, fonasi, resonansi dan sistem artikulasi. Seluruh gangguan ini mempengaruhi kemampuan anak untuk memproduksi bahasa lisan yang jelas dan cerdas (Kementrian Kesehatan, 2014). Gangguan berbahasa adalah gangguan pemahaman, penggunaan bahasa lisan, tulisan dan atau pemakaian sistim symbol (Kementrian Kesehatan, 2014).

1.2.

Rumusan Masalah 1. Menjelaskan apa yang di maksud dengan Gangguan Bicara pada Anak 2. Menjelaskan Perkembangan motorik kasar-halus pada Anak 3. Menjelaskan Bagaimana cara penanganan dari Gangguan bicara serta motorik kasar-halus pada Anak

1.3

Tujuan. 4|Page

2.

Mahasiswa S1 Kebidanan dapat mengetahui Apa Saja Gangguan Bicara pada Anak

3.

Mahasiswa S1 Kebidanan dapat Mengetahui bagaimana perkembangan motorik kasar-halus pada Anak

4. Mahasiswa S1 Kebidanan dapat Menangani permasalahan Gangguan Bicara serta Motorik halus-kasar pada Anak

5|Page

BAB II PEMBAHASAN 2.1.

Gangguan Bicara-Bahasa Bicara dan bahasa merupakan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Selain sebagai medium untuk melakukan tindakan, bahasa juga berfungsi sebagai cerminan budaya penuturnya. Bahasa dapat mengontrol perilaku, merealisasikan tindakan, dan mengubah situasi. Demikian juga peranan bahasa bagi anak usia batita. Pemerolehan bahasa pada anak usia 1-3 tahun atau batita merupakan proses yang berupa fisik dan psikis. Secara fisik, kemampuan anak dalam memproduksi kata-kata ditandai oleh perkembangan bibir lidah dan gigi mereka yang sedang tumbuh. Sedangkan secara psikis, kemampuan memproduksi kata-kata dan variasi ucapan sangat ditentukan situasi emosional anak saat berlatih mengucapkan kata-kata. Berkaitan dengan pola pengucapan oleh anak-anak pada umumnya, perlu diperhatikan beberapa persamaan dan perbedaan untuk beberapa vokal dan konsonan tertentu. Pengucapan kata berdasarkan sistem tanda (simbol) ini dipelajari oleh cabang ilmu bahasa yang disebut fonologi. Namun, masih banyak yang belum dipelajari para orang tua, sehingga belum banyak orang tua yang memberikan perlakuan khusus kepada anak-anaknya dalam hal belajar bahasa. Kekurangp ahaman orang tua tentang waktu efektif mempelajari bicara-bahasa ini, menyebabkan keterlambatan pemerolehan bahasa. Orang tua seharusnya memiliki kesadaran bahwa mengembangkan kemampuan berbahasa anak itu tugas orang tua. Orang tua diharapkan juga memiliki pengetahuan awal dalam membantu anak-anak mereka mendapatkan kemampuan bicara secara optimal. Juga bagaimana mengenal dan mengatasi gangguan berbicara pada anak sehingga bisa diantisipasi lebih dini (Devianty, 2016). Gangguan berbicara adalah gangguan dalam menghasilkan bunyi yang bermakna, sebagai hasil koordinasi pernapasan, fonasi, resonansi dan sistem artikulasi. Seluruh gangguan ini mempengaruhi kemampuan anak untuk memproduksi bahasa lisan yang jelas dan cerdas (Kementrian Kesehatan, 2014). Sedangkan, gangguan berbahasa adalah gangguan pemahaman, penggunaan 6|Page

bahasa lisan, tulisan dan atau pemakaian sistim symbol (Kementrian Kesehatan, 2014). 2.1.1. Jenis Gangguan Berbicara Gangguan berbicara dapat dikelompokan ke dalam tiga kategori, pertama adalah gangguan mekanisme berbicara yang berimplikasi pada gangguan organic, multi faktor, bicara psikogenik (Johan, 2016). 1. Gangguan mekanisme berbicara mekanisme berbicara

adalah suatu proses produksi ucapan

(perkataan) oleh kegiatan terpadu dari pita suara, lidah, otot-otot yang membentuk rongga mulut , kerongkongan, dan paru-paru. Gangguan bicara pada tipe ini disebabkan beberapa hal: 1. Akibat pulmonal, gangguan ini terjadi pada orang yang kena sakit paruparu. 2. Akibat faktor laringal, yaitu, ganguan yang terjadi pada pita suara. 3. Akibat fakto lingual yaitu, gangguan terjadi akibat sariawan sehingga lidah susah digerakkan dan akibatnya fonem yang terujarkan tidak sempurna. 4. Faktor resonansi, gangguan ini terjadi pada orang yang mengalami bibir sumbing, sehingga, suaranya menjadi sengau (Johan, 2016). 2. Multifaktor (Johan, 2016). 3. Gangguan Bicara Psikogenik Gangguan psikogenik itu merupakan gangguan berbicara yang tidak berasal dari kesalahan sistem organ tubuh, melainkan merupakan suatu gangguan yang hanya dipicu oleh mental seperti stres, ingin lain daripada orang pada umumnya, kurang bisa mengendalikan emosi dan sebagainya. Gangguan psikogenik ini dapat berwujud seperti berbicara kemayu, berbicara gagap, berbicara manja, dan juga berbicara latah (Putri F, 2019) 2.1.2

Jenis Gangguan Bahasa 1. Gangguan Artikulasi Anak-anak yang bicaranya tidak jelas atau sulit ditangkap dalam istilah psikologi/psikiatri disebut mengalami gangguan artikulasi atau 7|Page

fonologis. Namun, gangguan ini wajar terjadi karena tergolong gangguan perkembangan. Dengan bertambahnya usia, diharapkan gangguan ini bisa diatasi. Kendati begitu, gangguan ada yang ringan dan berat. Yang ringan, saat usia 3 tahun anak belum bisa menyebut [l,], [r], dan [s]. sehingga kata mobil disebut “mobing” atau lari dibilang “lali”. Biasanya gangguan ini akan hilang dengan bertambah usia anak atau bila kita melatihnya dengan membiasakan menggunakan bahasa yang baik dan benar. Hanya saja untuk anak yang tergolong “pemberontak” atau negativistiknya kuat, umumnya enggan dikoreksi. Sebaiknya tidak memaksa meski tetap memberi tahu yang benar dengan mengulang kata yang dia ucapkan. Misal, “Ma, yuk, kita lali-lali”, segera timpali, “Oh, maksud Adek, lari-lari”. Yang tergolong berat, anak menghilangkan huruf tertentu atau mengganti huruf dan suku kata. Misal, toko jadi “toto” atau stasiun menjadi “tatun”. Pengucapan seperti ini akan sulit dimengerti orang lain. Gangguan fonologis bisa dikarenakan faktor usia yang mengakibatkan alat bicara atau otot-otot yang digunakan untuk berbicara (speech motor) belum lengkap atau belum berkembang sempurna; dari susunan gigi geligi, bentuk rahang, sampai lidah yang mungkin masih kaku (Devianty, 2016). 2. Gangguan Bahasa Dislogia Dislogia adalah gangguan komunikasi yang disebabkan gangguan psikososial dan mental intelektual. Dislogia biasanya ditemui pada anak yang menderita autis atau hiperaktif. Anak hiperaktif sulit atau tidak bisa menyimak saat belajar. Berarti masukan bahasanya tidak benar. Dengan kata lain, ia dislogia karena memiliki masalah bahasa. Beda dengan anak yang hanya memiliki gejala perilaku sementara bahasanya baik-baik saja. Berarti, si anak murni mengalami gangguan psikologis, bukan dislogia. Dislogia disebabkan gangguan pada perkembangan otak anak alias masalah neurologis. Bisa karena ada kerusakan di daerah pusat sensorik otak, bisa juga di bagian depan/dahi yang merefleksikan perilaku. Yang lebih parah, jika kerusakan terjadi pada pusat emosi sehingga menyebabkan gangguan, plus mengganggu motoriknya. Anak mengalami gangguan bahasa 8|Page

dan motoriknya. Anak yang menderita dislogia kerap memiliki perilaku motorik yang spesifik. Misalnya, belum bisa tengkurap meski sudah berumur 6-7 bulan. Atau ketika sudah besar, ia tak mampu melakukan gerakangerakan bilateral, misal menggerakkan tangan searah dan ritmik berlawanan arah. Aspek-aspek yang mendukung dislogia sudah bisa terlihat sejak dini. Misalnya, anak baru bisa tengkurap pada usia 9 bulan, padahal normalnya usia 3 bulan (Devianty, 2016). 2.1.3

Etiologi Berikut beberapa yang menyebabkan keterlambatan bicara atau gangguan bicara dan Bahasa pada anak di antaranya adalah: a. Gangguan Pendengaran Anak dengan gangguan pendengaran biasanya tidak akan memberi respon terhadap bunyibunyi yang ada di sekitarnya. Ganguan ini bisa menyebabkan anak mengalami hambatan pula dalam memahami, meniru dan menggunakan Bahasa (Johan, 2016). b. Gangguan pada Otot Bicara Ciri yang paling utama anak yang mengalami gangguan pada otot bicara adalah, lafal bicaranya tidak sempurna, kadang otaknya sudah memerintahkan untuk menjawab dengan benar, tapi yang keluar dari mulutnya tetap tidak jelas. Hal ini terjadi karena adanya gangguan neurologis atau persarafan (Johan, 2016). c. Keterbatasan Kemampuan Kognitif Keterbatasan

kemampuan

kognitif

adalah

keterbatasan

mempresentasikan objek yang dilihat dalam bentuk image. Bila kemampuan kognitif terganggu, maka image tersebut tidak akan terbentuk. Kondisi ini biasanya bisa dideteksi sendiri oleh orang tua dengan melihat kemampuan motorik anak. Misalnya, anak yang mengalami gangguan bicara biasanya juga kurang mampu melakukan aktivitas lain yang sederhana sekalipun, sepertti memakai sepatu atau mengancingkan baju (Johan, 2016). d. Mengalami Gangguan Pervasif

9|Page

Biasanya terjadi pada anak yang mengalami ADD (attention defisit disorder). Anak yang mengalami keterbatasan atensi ini mengalami masalah di pusat sarafnya, misalnya, pekerjaan tidak pernah tuntas, sulit atau tidak bisa konsentrasi (Johan, 2016). e. Kurangnya komunikasi serta interaksi dengan orang tua dan lingkungannya. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka berkomunikasi dengan si anak lah yang juga membuat anak tidak punya banyak perbendaharaan kata–kata, kurang dipacu untuk berpikir logis, membuat analisa atau kesimpulan dari kalimat – kalimat yang sangat sederhana sekali pun (Azizah, 2018). f.

Keterbelakangan Mental Beberapa

kasus

gangguan

ini

malah

berkaitan

dengan

keterbelakangan mental. Anak yang kecerdasannya tak begitu baik, perkembangan bicaranya juga akan terganggu. Bila gangguan neurologis yang jadi penyebab, berarti ada fungsi susunan saraf yang mengalami gangguan (Devianty, 2016). 2.1.4

Komplikasi Bila gangguan bicara dan bahasa tidak diterapi dengan tepat akan terjadi gangguan kemampuan membaca, kemampuan verbal, masalah perilaku dan penyesuaian psikososial (Safitri, 2017). Keterlambatan bicara dapat merupakan gejala dari berbagai penyakit seperti retardasi mental, kelainan pada pendengaran, gangguan dalam berbahasa, autis, afasia, dan keterlambatan dalam perkembangan ( Tjandrajani dkk, 2016).

2.1.5 Penatalaksanaan Tujuan terapi untuk individu perlu diidentifikasi dengan jelas dan didefinisikan dengan hasil yang dapat diukur. Tidak ada jenis intervensi bicara/bahasa yang terbaik untuk semua anak. Jenis intervensi ditujukan langsung pada permasalahan komponen tertentu dari bahasa (seperti pengucapan dan tata bahasa), karena 10 | P a g e

perbaikan dalam satu area tidak selalu menyebabkan perbaikan pada area lainnya. Intervensi hendaknya juga memperhatikan tingkat perkembangan dan bahasa, kekuatan dan kebutuhan anak tersebut. Intervensi sebaiknya difokuskan pertama-tama pada peningkatan jumlah, variasi, dan keberhasilan komunikasi verbal dan non verbal, selanjutnya jika diperlukan pada intelligibility (kejelasan). Intervensi dini dapat mempercepat perkembangan bahasa anak secara keseluruhan dan memberikan hasil fungsional jangka panjang yang lebih baik. Evaluasi menyeluruh, termasuk uji terstandar yang tepat, penting untuk membandingkan kemajuan anak dengan perkembangan anak lain seusianya. Evaluasi menyeluruh sebaiknya dilakukan setidaknya satu kali dalam setahun. 

Melakukan pemeriksaan EEG, MRI, atau CT



Scan untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi perkembangan si anak.



Bila memang memerlukan bantuan profesi terapis, maka dokter akan merujuknya



Untuk membantu secara dini. Terapis wicara pun akan memberikan program terapi sesuai derajat dislogia yang diderita, berbekal data dari dokter (mengenai medis-Nya) psikolog untuk mengetahui fungsi emosi serta mental intelektual yang bersangkutan.

2.2

Gangguan Motorik Kasar-Halus

2.2.1

Definisi Motorik kasar yaitu gerak tubuh menggunakan otot–otot besar, atau sebagian besar dari seluruh anggota tubuh yang di pengaruhi oleh kematangan anak sebagai awal dari kecerdasan dan emosi sosial anak yang berhubungan dengan aspek kemampuan anak dalam melakukan pergerakan dan sikap tubuh yang melibatkan otot-otot besar seperti tengkurap, duduk, berjalan dan sebagainnya. Pada dasarnya perkembangan ini sesuai dengan kematangan syaraf dan otot anak. Kemampuan motorik kasar anak akan mempresentasikan keinginan anak, misalnya ketika anak melihat mainan yang beraneka ragam, anak 11 | P a g e

mempersepsikan dalam otaknya bahwa dia ingin memainkannya, persepsi tersebut akan memotivasi anak untuk melakukanm sesuatu, yaitu bergerak untuk mengambilnya. Akibat gerakan tersebut anak akan berhasil mendapatkan keinginannya dan ini akan mempengaruhi self image anak atau kepercayaan diri anak. Dengan kemampuan motorik yang baik, anak akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungannnya (Anandhita, 2017) Motorik halus merupakan keterampilan fisik yang melibatkan otot-otot ujung jari serta koordinasi mata dan tangan. Bagian tubuh lain yang terlibat dalam kegiatan motorik halus adalah pergelangan tangan, lengan, sampai pangkal lengan atas dan bagian sendi di bahu. Motorik halus dapat dilatih dan dikembangkan melalui kegiatan dan stimulasi secara rutin (Soetjiningsih, 2015). b. Etiologi Biasanya sulit membedakan apakah perkembangan motorik kasar anak termasuk normal atau tidak. Proses kematangan setiap anak memang tidak selalu sama, sehingga laju perkembangan antara anak yang satu dari yang lain sangat berbeda. Itulah sebabnya ada anak yang bisa berjalan ketika usianya mencapai 12 bulan, sementara anak lain baru bisa berjalan pada usia15 bulan. Sekalipun demikian tidak berarti bayi yang bisa cepat berjalan lebih pandai dari bayi yang relatif lebih lambat berjalan. Setiap anak pada dasarnya memiliki kecepatan perkembangan yang berbeda-beda, sehingga kemungkinan anak yang terlambat berjalan justru lebih cepat dalam perkembangan berbicaranya. Yang lebih pentmg adalah memantau perkembangan motorik anak terlambat atau sesuai dengan norma perkembangan yang ada, apabila ada keterlambatan perlu diperiksa secara saksama. Keterlambantan yang terjadi bisa bersifat fungsional yang tidak berbahaya, atau merupakan tanda adanya kerusakan pada susunan saraf, seperti cerebral palsy atau gangguan sistem motorik yang disebabkan oleh kerusakan bagian otak yang mengatur kemampuan gerak otot-otot tubuh, perdarahan otak, asfiksia atau bayi tidak langsung menangis saat lahir, benturan atau trauma kepala yang berat, serta adanya kelainan sumsum tulang belakang dan gangguan saraf tepi atau penyakit saraf tepi atau poliomielitis yang menyebabakan kelumpuhan serta penyakit otot atau distrofia muskulorum Ada beberapa gejala 12 | P a g e

yang merupakan pertanda terjadinya gangguan pada perkembangan motorik kasar anak, antara: a) Terlalu kaku atau lemah Misalnya bayi usia 5 bulan masih mengepal telapak tangannya, tubuh agak kaku saat digendong, serta cenderung membanting-banting diri ke belakang. Saat diberdirikan dengan bertopang pada ketiaknya, tungkai kecil terjulur kaku, pada waktu berbaring telentang tanpa melakukan gerakan apa pun, serta kepala tidak bisa diangkat (terkulai) saat digendong, semua menunjukkan motorik kasar anak terlalu kaku atau lemah (Suhartini, 2005). b) Ukuran bayi abnormal Apabila kepala anak terlalu besar kemungkinan menderita hidrosefalus atau menimbunnya cairan dalam otak, sementara apabila kepala terlalu kecil kemungkinan merupakan pertanda tidak maksimalnya perkembangan otak anak (Suhartini, 2005). c) Pernah kejang Kejang yang terjadi merupakan pertanda adanya kerusakan dalam sistem saraf pusat (Suhartini, 2005). d) Melakukan gerakan aneh Misalnya bayi menunjukkan gerakan seperti berputar-putar sendiri tanpa koordinasi atau tujuan yang jelas (Suhartini, 2005). e) Terlambat bicara Usia bayi menginjak satu tahun misalnya baru bisa mengucap ah atau oh (Suhartini, 2005). f) Proses persalinan tidak mulus Misalnya ibu mencoba menggugurkan kandungan, atau proses kelahiran kurang baik, misalnya bayi dipaksa lahir secara alami, sehingga terjadi trauma pada kepala. Hal-hal yang menghambat perkembangan motorik kasar, seperti kelahiran sulit, terutama apabila disertai trauma di kepala, anak dengan intelegensi rendah, lingkungan artinya orang tua terlalu protektif sehingga menghambat kebebasan anak untuk melatih keterampilan motorik kasarnya,

13 | P a g e

misal anak tidak boleh menggunakan tungkainya karena ada ketakutan orang tua tungkai anak akan menjadi bengkok (Suhartini, 2005). c. Faktor Penyebab Faktor Risiko kelainan motoric pada bayi dan balita diantaranya ; 1. Faktor risiko kehamilan a. Usia Gestasi Kemampuan motorik anak semakin baik dengan meningkatnya usia karena kematangan fungsi tubuh dan ototnya Usia anak 24-35 bulan berisiko 3,81 kali untuk suspect motoriknya dibandingkan dengan anak yang usianya 36-59 bulan (Anandhita, 2017). b. Diabetes atau hipertiroid c. Hipertensi d. Infeksi intrauterin e. Gizi ibu buruk f.

Kejang

g. Incompetent servix h. Placenta previa i.

Teratogen (alkohol, obat-obatan, paparan radiasi )

2. Faktor risiko persalinan a. Ketuban pecah dini lebih dari 24 jam infeksi b. Gawat janin c. Multiparitas d. Letak lintang, sungsang dan letak muka e. Trauma saat persalinan 3. Faktor risiko neonatus a. Prematur (kurang dari 37 minggu gestasi) Kelahiran premature merupakan salah satu penyebab terjadinya keterlambatan motorik kasar. Pada bayi premature sering terjadi kesulitan minum dan organ pencernaan yang masih imatur menyebabkan kebutuhan nutrisi pada pada bayi premature kurang dari kebutuhan tubuhnya sehingga menyebabkan kekurangan gizi yang kemudian bisa 14 | P a g e

menimbulkan kekurangan energi, energi sangat di perlukan untuk bergerak dan melakukan aktivitas fisik juga untuk menggerakkan proses fisiologis yang lainnya, di mana sebagian besar energi lebih banyak di gunakan untuk melakukan oksidasi jaringan dan untuk mempertahankan tonus otot, tonus otot sangat di perlukan untuk aktivitas motorik kasar, sehingga bayi yang lahir premature memiliki resiko yang lebih besar untuk terjadi keterlambatan motorik kasar (Anandhita, 2017). b. Berat badan lahir rendah (kurang dari 1500 gram) c. Hipoksia or asfiksia d. Meningitis e. Perdarahan Interventricular f.

Leukomalacia Periventricular

4. Faktor risiko lain a. Sindrom genetik b. Abnormalitas kromosom c. Riwayat keterlambatan pada keluarga (Kementrian Kesehatan, 2014) d. Stimulasi Stimulasi amat penting bagi perkembangan yang optimal pada anak. Pada anak yang usianya lebih muda yaitu usia 24-35 bulan, sumber utama stimulasi adalah keluarga dekat terutama orangtua, sehingga perkembangan anak mungkin tidak terpengaruh oleh stimulasi yang lebih kompleks dari orang lain (Anandhita, 2017) e. Jenis Kelamin Pertumbuhan pada anak laki-laki dan perempuan tentu berbeda pada fungsi geraknya. Ini akan mempengaruhi kemampuan motorik kasar dan halus pada anak (Anandhita, 2017) 2.2.2

Penatalaksanaan Tidak ada pendekatan intervensi atau strategi tunggal yang sesuai untuk semua anak yang memiliki gangguan motorik. Anak yang teridentifikasi selama periode neonatus bisa mendapatkan intervensi pada usia yang sangat muda. Anak lain dapat tidak teridentifikasi selama periode neonatus atau 15 | P a g e

mereka dapat memiliki indikator dini dari masalah motorik potensial yang membutuhkan pemantauan dan surveilans perkembangan sebelum menetapkan kebutuhan intervensi. Dengan tidak mempertimbangkan kapan intervensi dimulai, penting agar keputusan intervensi untuk seorang anak berhubungan erat dengan kebutuhan anak yang ditetapkan pada proses pengkajian. Penting pula untuk mempertimbangan sumber daya, prioritas, dan kekhawatiran keluarga. Karena anak yang memiliki gangguan motorik biasanya memiliki masalah pada area perkembangan yang berbeda, kerja sama tim dan kolaborasi di antara para ahli merupakan komponen yang penting untuk intervensi yang sukses (Kementrian Kesehatan, 2014). 1. Memilih Intervensi Terdapat banyak jenis program dan pendekatan jenis intervensi yang dapat dipertimbangan untuk anak

yang memiliki gangguan motorik.

Beberapa pendekatan, seperti terapi fisik, terapi okupasi, dan terapi bicara/bahasa, dapat dipertimbangkan sebagai terapi standar atau tradisional. Terdapat pula teknik terapeutik bervariasi (seperti terapi air atau terapi menunggang kuda) yang biasanya merujuk pada komplementer atau alternatif. Pendekatan ini bervariasi dalam bagaimana mereka digunakan, komitmen waktu yang dibutuhkan (intensitas), bahasa, ketersediaan, dan bahaya dan keuntungan potensial. Orang tua cenderung untuk mencari banyak informasi mengenai pilihan intervensi, termasuk tuntutan bahwa intervensi tertentu bisa memberikan perubahan dramatis pada kondisi anak mereka. (Kementrian Kesehatan, 2014). Orang tua perlu memahami bagaimana mengevaluasi informasi ini dan para ahli perlu untuk memahami bagaimana membantu mereka membuat keputusan intervensi. Beberapa intervensi anak dalam masalah motorik mungkin tidak memberikan dampak untuk meningkatkan keterampilan motorik namun dapat tetap bermanfaat bagi anak jika intervensi menyediakan aktivitas fisik, interaksi sosial, atau kesempatan untuk meningkatkan perkembangan secara keseluruhan. Direkomendasikan penggunaan intervensi apapun termasuk program di rumah dari aktivitas 16 | P a g e

dan latihan terapeutik, didasarkan pada pengkajian kekuatan spesifik dan kebutuhan anak dan keluarga (Kementrian Kesehatan, 2014). 2. Mempertimbangan Status Kesehatan Anak Sebelum memulai intervensi terhadap anak dengan gangguan motorik, penting untuk mengkonsultasikan dengan dokter primer sang anak untuk mendapat seluruh informasi mengenai status kesehatan anak dan kondisi kesehatan yang berhubungan yang mungkin mempengaruhi aktivitas motorik dan untuk meyakinkan bahwa tidak ada kontraindikasi terhadap intervensi. Penting untuk memonitor status kesehatan anak dan toleransi terhadap aktivitas motoric sepanjang intervensi (Kementrian Kesehatan, 2014). 3. Memilih Target dan Strategi Intervensi Model dari strategi intervensi yang komperhensif direkomendasikan untuk anak

yang memiliki gangguan motorik. Model ini mencakup

penerapan intervensi dalam berbagai situasi dan menyediakan jasa dukungan keluarga. Sebaiknya strategi, tujuan, dan obyektif intervensi dikembangkan dengan partisipasi orang tua, sesuai dengan budaya keluarga, dan membantu integrasi anak dan keluarganya ke dalam

komunitas.

Intervensi yang membantu orang tua yang mendapat pemahaman lebih luas dari perkembangan kognitif, sensorik, dan motorik anak mereka dapat memampukan mereka meningkatkan interaksi orang tua – anak. Ketika memilih

strategi,

tujuan,

dan

obyektif

intervensi,

penting

untuk

mempertimbangkan status kesehatan anak dan kebutuhan dan keterampilan perkembangan, seperti juga bahaya dan risiko potensial yang berhubungan dengan intervensi. Direkomendasikan pula target perilaku untuk tiap anak diidentifikasikan secara jelas dengan kriteria yang sesuai dan dapat diukur. Penting untuk berkerja dengan orang tua untuk menemukan cara melibatkan anggota keluarga dan pengasuh lain dalam membantu anak mencapai tujuan intervensi (Kementrian Kesehatan, 2014). 4. Menetapkan Suasana Intervensi 17 | P a g e

Dalam menetapkan suasana yang paling tepat untuk intervensi penting untuk mempertimbangkan: a. Bagaimana lingkungan alami anak mendukung obyektif intervensi b. Kesesuaian suasana untuk mendukung kebutuhan orang tua dan keluarga c. Respon anak dalam intervensi saat ini d. Perkembangan (kemampuan

kognitif,

sosial,

komunikasi,

dan

motorik

anak

untuk mengikuti petunjuk, duduk tetap, berinteraksi

dengan teman, dan sebagainya) e. Status kesehatan anak dan kondisi kesehatan yang berhubungan. Penting untuk mengenali bahwa anak yang sudah cukup berkembang dan siap berinteraksi dengan teman sebaya lebih bermanfaat jika terlibat dalam program perkembangan motorik dalam kelompok (Kementrian Kesehatan, 2014). 5. Menentukan Frekuensi dan Intensitas Intervensi Dalam memutuskan frekuensi dan intensitas intervensi motorik, penting untuk mempertimbangkan kondisi keparahan anak dan kemampuan anak untuk terlibat dan bertoleransi terhadap terapi (yang berakibat dalam panjangnya sesi). Kebutuhan anak, dan tujuan bagi anak, juga harus dipertimbangkan, sejalan dengan kemajuan yang diperoleh. Situasi intervensi juga harus dipertimbangkan. Menyeimbangkan intervensi dengan jadwal dan rutinitas anak dan keluarga juga penting (Kementrian Kesehatan, 2014). 2.2.3

Jenis Gangguan Motorik Kasar, Motorik Halus Kelainan motorik mencakup abnormalitas tonus otot, postur, pergerakan dan kemahiran dalam keterampilan motorik, dari yang ringan sampai berat. Gangguan perkembangan motorik mencakup keterlambatan motorik yang merupakan bagian dari keterlambatan perkembangan umum, keterlambatan motorik yang dapat timbul dari hipotonia, dan disfungsi neuromotorik ringan (Kementrian Kesehatan, 2014). 1. Keterlambatan perkembangan global/umum

18 | P a g e

Secara umum, tolak ukur motorik dapat lebih mudah dikenali disbanding tolak ukur kognitif dalam setahun pertama kehidupan. Keterlambatan dalam keterampilan motorik atau perbedaan kualitatif dalam pergerakan bisa menjadi tanda pertama masalah pada anak yang kemudian didiagnosis dengan kelainan kognitif. Karena beberapa sindrom bersifat genetik, penting untuk mengidentifikasi anak sedini mungkin untuk konseling perencanaan keluarga. Keterlambatan perkembangan motorik awal kadang menunjukkan suatu disfungsi neurologis tersamar, yang akan muncul dikemudian hari berupa keanehan gerakan, ADHD, dan/atau gangguan belajar (Kementrian Kesehatan, 2014). 2. Hipotonia Hipotonia muskular membuat anak sulit untuk mempertahankan postur terhadap

gravitasi,

karenanya

mengurangi

kekuatan

otot

dan

memperlambat kemahiran keterampilan motorik. Beberapa anak dengan hipotonia bias memiliki kesulitan koordinasi persisten atau kesulitan berlajar nantinya (Kementrian Kesehatan, 2014). 3. Disfungsi neuromotorik ringan Disfungsi neuromotorik ringan merupakan gangguan koordinasi motorik yang bukan sekunder terhadap retardasi mental atau gangguan neurologis lain sepert palsi serebral. Kondisi ini bisa merujuk pada gangguan perkembangan koordinasi, clumsy child syndrome, gangguan perkembangan spesifik dari fungsi motorik, dan palsi serebral minimal (Kementrian Kesehatan, 2014).

19 | P a g e

BAB III PENUTUP 3.1

Kesimpulan Usia paling kritis anak adalah sampai dengan usia anak lima tahun. Usia emas atau Golden Age berada pada masa paling kritis yaitu usia 0 sampai 2 tahun, karena 80% pertumbuhan otak terjadi pada masa usia emas tersebut. Pada tahap ini anak harus diberikan intervensi-intervensi yang tepat agar otak anak bisa berkembang dengan optimal. Intervensi yang diberikan bisa dalam bentuk stimulasi-stimulasi. Stimulasi yang diberikan harus merangsang 4 aspek kemampuan dasar, yaitu: Kemampuan motorik Kasar ; Kemampuan Motorik Halus; Kemampuan berbicara dan bahasa ; dan Kemampuan bersosialisasi dan kemandirian. Dalam melakukan stimulasi sebaiknya harus memperhatikan prinsip stimulasi perkembangan.

3.2.

Saran Sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan, kita harus mampu untuk memberikan konseling pada orang tua bayi balita terkait jika adanya masalah pada gangguan bicara-bahasa dan motorik kasar-halus pada bayi balita sehingga orang tua dapat menentukan tindakan tepat yang akan dilakukan untuk pemeriksaan lebih lanjut serta tindakan medis segera untuk menangani masalah tersebut.

20 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA Ananditha, Aries Chandra. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Toddler. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 2 (1) Azizah, U. (2018). Kerlambatan Bicara Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Anak Usia Dini. Hikmah: Jurnal Pendidikan Islam, 6(2), 281-297. Devianty, Rina. 2016. Pemerolehan Bahasa Dan Gangguan Bahasa Pada Anak Usia Batita. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumatera Utara. RAUDHAH: Vol. IV, No. 1, ISSN: 2338 – 2163 Dwi Astyorini, Yuyun. (2014). Hubungan Status Gizi Terhadap Kemampuan Motorik Kasar Anak Sekolah Dasar Kelas 1 Di SDN Krembangan Utara I/56. Jurnal Kesehatan Olahraga, 2(2). Indraswari, L. (2012). Peningkatan Perkembangan Motorik Halus Anak Usia Dini Melalui Kegiatan Mozaik di Taman Kanak-kanak Pembina Agam. Jurnal Pesona PAUD, 1(1), 1-13. Johan, M. (2016). Gangguan Pelafalan Fonem Terhadap Anak-Anak (Balita) Suatu Kajian: Neurolinguistik. Kementrian Kesehatan RI. 2014 Kurikulum dan Mode Pendukung Pedoman Penanganan Kasus Rujukan Kelainan Tumbuh Kembang Balita. Putri Fatmawati, N. 2019. Gangguan Berbahasa Jenis Psikogenik Latah: Studi Kasus Di Desa Tropodo Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo. Jurnal Sapala, 5(1). Sari, D. W., Nur, W., & Purwanto, S. (2012). Hubungan Antara Status Gizi Dengan Perkembangan Motorik Kasar Anak Usia 1–5 Tahun Di Posyandu Buah Hati Ketelan Banjarsari Surakarta. Soetjiningsih dan Ign. N. Gede Ranuh. 2015. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Suhartini, B. 2005. Deteksi Dini Keterlambatan Perkembangan Motorik Kasar Pada Anak Medikora, 1(2). Susanto, ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada. Media Group

21 | P a g e

Tjandrajani, A., Dewanti, A., Burhany, A. A., & Widjaja, J. A. (2016). Keluhan utama pada keterlambatan perkembangan umum di klinik khusus tumbuh kembang RSAB Harapan Kita. Sari Pediatri, 13(6), 373-7.

22 | P a g e

Related Documents


More Documents from "Aida Affandi"