Makalah Gadar.docx

  • Uploaded by: Marhendrayani
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Gadar.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,621
  • Pages: 8
BAB II PEMBAHASAN A. Patah Tulang 1. Pengertian patah tulang Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan jaringan tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur (elastisitas) dengan kekuatan yang memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka terjadi fraktur (patah tulang). Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma, stres kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang abnormal. Patah tulang (fraktur) merupakan putusnya hubungan tulang yang diakibatkan karena ruda paksa/ benturan.Patah tulang merupakan salah satu jenis akibat yang paling sering dari kecelakaan lalu lintas, jatuh atau cedera akibat olahraga. Patah tulang menyebabkan ada bagian celah pada bagian tulang yang menyebabkan rasa sakit ketika disentuh. Patah tulang bisa menjadi bentuk melintang atau menjadi beberapa potongan. Tekanan atau trauma yang terlalu keras bisa menyebabkan patah tulang. Fraktur adalah patah atau gangguan kontinuitas jaringan tulang. PUSDIKNAKES DEPKES, 1995. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang, baik itu tulang rawan, sendi, tulang epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. ( Chairuddin, 2000 ) Fraktur adalah terputusnya kerusakan kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. ( Brunner dan Suddarh 2001). Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya trauma ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang Mampu menahan tekanan, namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur (Garner, 2008; Price & Wilson, 2006). Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, baik yang bersifat total maupun parsial. Secara umum patah tulang terkait dengan bagaimana

keadaan tulang yang abnormal dan keadaan yang normal, sehingga bisa membedakan bagaimana pembedaan patang tulang dan tidak patah tulang. 2. Etiologi Patah Tulang Long (2006) menjelaskan, penyebab fraktur adalah peristiwa trauma, kecelakaan, dan hal-hal patologis. Smeltzer & Bare (2006) menyebutkan bahwa fraktur terjadi akibat trauma langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan kontraksi otot yang ekstrim. 3. Klasifikasi Patah Tulang Klasifikasi fraktur menurut Rasjad (2007): a. Berdasarkan etiologi: 1) Fraktur traumatik 2) Fraktur patologis, 3) Fraktur stress terjadi karena adanya trauma terus menerus di suatu tempat b. Berdasarkan klinis: 1) Fraktur terbuka 2) Fraktur tertutup 3) Fraktur dengan komplikasi c. Berdasarkan radiologi: 1) Lokalisasi 2) Konfigurasi 3) Ekstensi 4) Fragmen 4. Tipe Patah Tulang a. Ada beberapa subtipe fraktur secara klinis antara lain: 1) Fragility fracture Merupakan fraktur yang diakibatkan oleh karena trauma minor. Misalnya, fraktur yang terjadi pada seseorang yang mengalami osteoporosis, dimana kondisi tulang mengalami kerapuhan. Kecelakaan ataupun tekanan yang kecil bisa mengakibatkan fraktur.

2) Pathological fracture Fraktur yang diakibatkan oleh struktur tulang yang abnormal. Tipe fraktur patologis misalnya terjadi pada individu yang memiliki penyakit tulang yang mengakibatkan tulang mereka rentan terjadi fraktur. Fraktur pada seseorang yang diakibatkan oleh patologi bisa menyebabkan trauma spontan ataupun trauma sekunder. 3) High-energy Fraktur High-energy fraktur adalah fraktur yang diakibatkan oleh adanya trauma yang serius, misalnya seseorang yang mengalami kecelakaan jatuh dari atap sehingga tulangnya patah. Stress fractureadalah tipe lain dari high-energy fracture, misalnya pada seorang atlet yang mengalami trauma minor yang berulang kali. Kedua tipe fraktur ini terjadi pada orang yang memiliki struktur tulang yang normal.(Garner, 2008)Beberapa ahli yang lain (Mansjoer, 2010) membagi jenis fraktur berdasarkan pada ada tidaknya hubungan antara patahantulang dengan paparan luar sebagai fraktur tertutup (closed fracture) dan fraktur terbuka (open fracture). Derajat fraktur tertutup berdasarkan keadaan jaringan lunak

sekitar

trauma, yaitu: 1) Derajat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya. 2) Derajat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. 3) Derajat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan adanya pembengkakan. 4) Derajat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman terjadinya sindroma kompartement. Derajat fraktur terbuka berdasarkan keadaan

jaringan lunak sekitar

trauma, yaitu:Derajat 1: laserasi < 2 cm, fraktur dislokasi fragmen minimal.

1) Derajat 2: laserasi >2 cm, kontusio otot dan sekitarnya, dislokasi fragmen jelas. 2) Derajat 3: luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.Price & Wilson (2006) juga membagi derajat kerusakan tulang menjadi dua, yaitu patah tulang lengkap (complete fracture) apabila seluruh tulang patah; dan patah 15tulang tidak lengkap (incomplete fracture) bila tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Hal ini ditentukan oleh kekuatan penyebab fraktur dan kondisi kerusakan tulang yang terjadi trauma. Smeltzer & Bare (2006) membagi jenis fraktur sebagai berikut: 1) Greenstick: fraktur sepanjang garis tengah tulang. 2) Oblique: fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang. 3) Spiral: fraktur memuntir seputar batang tulang. 4) Comminutif: fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen/bagian. 5) Depressed : fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam, sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah. 6) Compression: fraktur dimana tulang mengalami kompresi, biasanya sering terjadi pada tulang belakang. 7) Patologik: fraktur pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, paget, metastasis tulang, dan tumor). 8) Avultion: tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada perlekatannya. 9) Epificial: fraktur melalui epifisis. 10) Impaction: fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainn 5. Penanganan Patah Tulang Penanganan patah tulang yang paling utama adalah pembidaian. Pembidaian adalah berbagai tindakan dan upaya untuk menghindari pergerakan, untuk melindungi serta menstabilkan bagian tubuh yang cedera. Hal ini penting dilakukan sebelum tenaga ahli (dokter atau paramedis) dapat membantu Anda.

a. Pembidaian bertujuan untuk: 1) Mencegah pergerakan atau pergeseran dari ujung tulang yang patah 2) Mengurangi terjadinya cedera baru di sekitar bagian tulang yang patah 3) Mengistirahatkan anggota badan yang patah 4) Mengurangi rasa nyeri 5) Mengurangi perdarahan 6) Mempercepat penyembuhan b. Macam-macam bidai Berikut ini adalah beberapa bidai yang dapat digunakan dalam keadaan darurat untuk patah tulang terbuka: 1) Bidai keras

Dibuat dari bahan yang keras, kaku, kuat, dan ringan untuk mencegah pergerakan bagian yang cedera. Pada dasarnya ini adalah bidai yang paling baik dan sempurna pada keadaan darurat. Bahan yang sering dipakai adalah kayu, alumunium, karton, plastik, dan lain-lain. 2) Bidai yang dapat dibentuk

Jenis bidai ini dapat diubah menjadi berbagai bentuk dan kombinasi untuk disesuaikan dengan bentuk cedera. Contohnya selimut, bantal, bidai kawat, dan lain-lain. 3) Gendongan/belat dan bebat

Pembidaian ini dilakukan dengan menggunakan kain pembalut, biasanya menggunakan mitella (kain segitiga) dan gendongan lengan. Prinsipnya adalah dengan memanfaatkan tubuh penderita sebagai sarana untuk menghentikan pergerakan bagian yang cedera. 4) Bidai improvisasi

Bila tidak tersedia bidai apaun, maka penolong dituntut untuk mampu berimprovisasi membuat bidai yang cukup kuat dan ringan untuk menopang bagian tubuh yang cedera. Misalnya majalah, koran, karton, dan lain-lain. c. Panduan pembidaian Meskipun bidai yang dipakai seadanya, tetap saja ada beberapa pedoman yang harus diikuti untuk meminimalisir kecelakaan saat pembidaian.

1) Sebisa mungkin beri tahu rencana yang akan Anda lakukan pada penderita. 2) Pastikan bagian yang cedera dapat dilihat, dan hentikan perdarahan (bila ada) sebelum melakukan pembidaian. 3) Siapkan alat seperlunya seperti bidai dan kain segitiga (mitella). 4) Jangan mengubah posisi yang cedera. 5) Jangan memasukkan bagian tulang yang patah. 6) Bidai harus meliputi dua sendi dari tulang yang patah (sebelum dipasang, bidai harus diukur terlebih dahulu pada anggoda badan penderita yang tidak mengalami patah tulang). 7) Jika ada tulang yang keluar, Anda dapat menggunakan mitella dan membentuknya seperti donat atau menggunakan benda apapun yang lunak dan memiliki lubang, lalu masukkan tulang di dalam lingkaran donat tersebut agar tulang tidak tersenggol (sesuaikan lingkaran dengan diameter tulang yang keluar). 8) Lapisi bidai dengan bahan yang lunak bila memungkinkan. 9) Gunakan beberapa mitella untuk mengikat bidai (jika di bagian kaki, masukkan mitella melalui celah di bawah lutut dan di bawah pergelangan kaki). 10) Ikat juga “donat” yang telah Anda pakai pada tulang yang keluar dengan mitella. 11) Ikatan jangan terlalu keras dan terlalu longgar. 12) Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sendi yang banyak melakukan gerakan, kemudian sendi atas dari tulang yang patah. 13) Jangan membidai berlebihan, jika anggota tubuh penderita yang mengalami patah tulang sudah tidak dapat melakukan gerakan itu berarti Anda sudah melakukan pembidaian dengan baik. 14) Bawa penderita ke rumah sakit untuk tindakan lebih lanjut d. Syarat Pembidaian 1) Bidai harus meliputi dua sendi, sebelum dipasang diukur terlebih dahulu pada anggota badan yang tidak sakit; 2) Ikatan jangan terlalu ketat dan jangan terlalu kendor;

3) Bidai dibalut/ dilapisi sebelum digunakan; 4) Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tempat yang patah; 5) Jika mungkin naikkan anggota gerak tersebut setelah dibidai; 6) Sepatu, cincin, gelang, jam dan alat yang mengikat tubuh lainnya perlu dilepas.

6. Proses Pemulihan Patah Tulang a. Peradangan Patah tulang pasti akan menyebabkan adanya peradangan, sekecil apapun itu. Peradangan akan ditandai dengan beberapa gejala pada jaringan di sekitar patah tulang, di antaranya bengkak, memerah, dan terasa hangat ketika diraba serta sudah pasti akan terasa sakit. Tahap ini akan dimulai ketika patah tulang itu terjadi dan akan berlangsung selama 2 sampai 3 minggu. b. Pembentukan Kalus Halus Setelah proses peradangan selesai, pada kedua ujung tulang yang patah akan terbentuk kalus halus sebagai cikal bakal yang akan menjembatani penyambungan tulang yang patah. Akan tetapi, kalus halus ini belum bisa terlihat melalui pemeriksaan sinar rontgen. Tahap ini akan berlangsung selama 4 hingga 8 minggu setelah mengalami cedera. c. Pembentukan Kalus Keras Setelah pembentukan kalus halus berlangsung, antara 4 sampai 8 minggu setelah mengalami cedera akan terbentuk kalus keras atau tulang baru yang mulai menjembatani fraktur atau kedua ujung tulang yang patah. Dalam tahapan ini, kalus halus berubah menjadi kalus keras. Berbeda pada kalus halus, kalus keras sudah bisa dilihat melalui pemeriksaan sinar rontgen. Dalam waktu 8 sampai 12 minggu setelah cedera, tulang baru sudah bisa mengisi fraktur. d. Remodeling Tulang Tahapan ini akan dimulai pada 8 sampai 12 minggu setelah mengalami cedera. Sisi fraktur akan mulai mengalami remodeling, yaitu proses

memperbaiki atau merombak diri. Tahap ini merupakan tahap akhir pada proses penyembuhan patah tulang an mampu bertahan hingga beberapa tahun. Lamanya tahap remodeling ini bisa berbeda pada setiap orang, bergantung pada usia, kesehatan, jenis fraktur, dan tulang yang terlibat dalam insiden tersebut. Umumnya, tulang anak-anak memiliki kemampuan yang lebih cepat dalam proses penyembuhan dibandingkan pada orang dewasa

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62
Makalah
November 2019 85
Makalah
October 2019 95

More Documents from ""