Makalah Fiqh Ekonomi Dan Bisnis.docx

  • Uploaded by: Herida
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Fiqh Ekonomi Dan Bisnis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,556
  • Pages: 13
MAKALAH FIQH EKONOMI DAN BISNIS MURABAHAH Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Ekonomi dan Bisnis Dosen Pengampu : Bapak Arsyil Azwar Senja,L.C., M.E.I

Disusun Oleh : 1. 2.

Winna Widyowati (63010170012) Herida Dwi Fadhillah (63010170425)

Program Studi Perbankan Syariah S1 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga Tahun 2018

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan hidayahNya dan tak lupa shalawat dan salam senantiasa kita panjatkan kepada panutan alam, Nabi Muhammad SAW. Penulis bersyukur atas selesainya makalah “ Murabahah” ini. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas semester pertama dari Bapak Arsyil Azwar Senja,L.C., M.E.I Penulis menyadari bahwa untuk mewujutkan makalah ini bukan lah hal yang mudah , namun berkat bantuan dari berbagai pihak makalah ini dapat penulis wujutkan walaupun belum sepenuhnya sempurna. Dalam kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara materiil maupun moril memberikan bantuan demi terselesaikannya makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Arsyil Azwar Senja,L.C., M.E.I Fiqh Ekonomi dan Bisnis, dan tidak lupa kepada kedua Orang tua yang selalu memberi dukungan.

Hanya kepada Tuhan Maha Kuasa jualah penulis memohon doa sehingga bantuan dari berbagai pihak bernilai ibadah. Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan kekurangan sehingga hanya yang demikian sajalah yang dapat penulis berikan. Penulis juga sangat mengaharapkan kritikan dan saran dari para pembaca sehingga penulis dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan dalam penyusunan karya ilmiah selanjutnya. Demikian karya tulis ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.

Salatiga, 7 September 2018

Penulis

2

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR................................................................................................................2 DAFTAR ISI.............................................................................................................................3 BAB I 1.1 Latar belakang...............................................................................................................4 1.2 Rumusan masalah..........................................................................................................4 1.3 Tujuan makalah ............................................................................................................4 BAB II 2.1 Pengertian Ba’i al- Murabahah.....................................................................................5 2.2 landasan Syariah Ba’ al - Murabahah...........................................................................5 2.3 Syarat Ba’i al - Murabahah...........................................................................................5 2.4 Ketentuan umum Ba’i al - Murabahah..........................................................................8 2.5 Penerapan aplikasi Ba’i al – Murabahah.......................................................................9 2.6 Manfaat Ba’i al- Murabahah.........................................................................................9 BAB III 3.1 Simpulan.....................................................................................................................11 3.2 Saran ...........................................................................................................................11 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................12

3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Dewasa ini lembaga keuangan berlabel syariah berkembang dalam skala besar dengan menawarkan produk-produknya yang beraneka ragam dengan istilah-istilah berbahas Arab. Banyak masyarakat yang masih bingung dengan istilah tersebut dan masih ragu apakah benar semua produk tersebut adalah benar-benar jauh dari pelanggaran syariat Islam ataukah hanya rekayasa semata. Melihat banyaknya pertanyaan seputar ini maka dalam makalah ini penulis akan membahas salah satu produk tersebut dalam konsep perbankan syariah. Salah satu dari produk tersebut adalah Murabahah. Murabahah adalah salah satu dari bentuk akad jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yang memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. Karena keuntungan yang menjanjikan itulah sehingga semua atau hampir semua lembaga keuangan syariah menjadikannya sebagai produk fanancing dalam pengembangan modal kerja.

2.2 Rumusan Masalah  

Apa Pengertian Bai’ al-Murabahah Apa saja Landasan Syariah Bai’ al –Murabahah



Apa saja syarat Bai’ al –Murabahah



Apa saja ketentuan umum Bai’ al –Murabahah



Bagaimana penerapan aplikasi Bai’ al –Murabahah dalam perbankan



Apa manfaat Bai’ al –Murabahah

2.3 Manfaat makalah  

Mengetahui Apa Pengertian Bai’ al-Murabahah Mengetahui Apa saja Landasan Syariah Bai’ al –Murabahah



Mengetahui Apa saja syarat Bai’ al –Murabahah



Mengetahui Apa saja ketentuan umum Bai’ al –Murabahah



Mengetahui Bagaimana penerapan aplikasi Bai’ al –Murabahah dalam perbankan



Mengetahui manfaat Ba’i al – Murabahah

4

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Bai’ al-Murabahah Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ al-murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahaannya. Misalnya, pedagang eceran membeli komputer dari grosir dengan harga Rp 10.000.000,00, kemudian ia menambahakan keuntungan sebesar Rp750.000.000,00 dan ia menjual kepada si pembeli dengan harga Rp 750.000.000,00. Pada umumnya, si pedagang eceran tidak akan memesan dari grosir sebelum ada pesanan dari calon pembeli dan mereka sudah menyepakati tentang lama pembiayaan, besar keuntungan akan diambil pedagang eceran, serta besarnya angsuran kalau memang akan dibayar secara angsuran. Bai’al murabahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa disebut sebagai murabahah kepada pemesan pembelian (KPP). Dalam kitab al-Umm, Imam Syafi’i menamai transaksi sejenis ini dengan istilah al-aamirr bisy-syira (asy-syafi'i, 1982). 2.2 Landasan Syariah Bai’ al –Murabahah Al-Qur’an

‫ب‬ ‫الربَا َوأ َ َح َّل ه‬ ‫ّللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ِّ ه‬ ‫ِّ ه‬ َ ‫الر‬ “...Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”(alBaqarah:275) Al-Hadist

ٌ َ‫ ثَال‬:‫سلَّ َم قَا َل‬ ‫ث فِّ ْي ِّه َّن‬ َ ‫ى هللاُ َعلَ ْي ِّه َوآ ِّل ِّه َو‬ َ ‫أ َ َّن النَّبِّي‬ َّ ‫صل‬ :‫البَ َر َكة‬ ُ ‫ َو خ َْل‬، ‫ضة‬ َّ ‫ط البُ هر ِّبال‬ ‫ت‬ ِّ ‫ش ِّعي ِّْر ِّل ْلبَ ْي‬ َ ‫ار‬ َ َ‫ َوال ُمقـ‬، ‫لى أَ َجل‬ َ ِّ‫البَ ْي ُع إ‬ ‫الَ ِّل ْلبَيْعِّ ۔‬ (‫(ر َواهُ اب ُْن َما َجه‬ َ Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang didalmnya terdapat keberkahan :jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mengatur mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.”(HR Ibnu Majah) 5

2.3 Syarat Bai’ al –Murabahah a. Penjual memberi tahu biaya modal kepada nasabah. b. Kontrak pertama harus sak sesuai dengan rukun yang diterapkan c. Kontrak harus bebas dari riba d. Kontrak harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian e. Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Secara prinsip, jika syarat (a),(d),atau (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan: a. Melakukan pemebelian seperti apa adanya, b. Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual, c. Membatalkan kontrak. Jual beli secara al-murabahah di atas hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki penjual, sistem yang digunakan adalah murabahah kepada pemesan pembelian (murabahah KPP). Hal ini dimakan demikian karena si penjual semata-mata mangadakan barang untuk memenuhi kebutuhan si pembeli yang memesannya. Secara lengkap, sistem jual beli ini dapat dijelaskan sebagai berikut. a. Tujuan Murabahah kepada Pemesan Pembelian (KPP) Ide tentang jual beli murabahah KPP tempaknya berakar pada dua alasan berikut. Pertama, mencari pengalaman. Satu pihak yang berkontrak (pemesan pembelian) meminta pihak lain (pembeli) untuk membeli sebuah aset. Pemesan berjanji untuk ganti membeli aset tersebut dan memberinya keuntungan. Pemesan memilih sistem pembelian ini, yang biasanya dilakukan secara kredit, lebih karena ingin mencari informasi dibanding alasan kebutuhan yang mendesak terhadap aset tersebut Kedua, mencari pembiayaan. Dalam operasi perbankan syariah, motif pemenuhan pengadaan aset atau modal kerja merupakan alasan utama yang mendorong datang ke bank. Pada gilirannya, pembiayaan yang diberikan akan membantu memperlancar arus kas (cash flow) yang bersangkutan. Cara menjual kredit sebenarnya bukan bagian dari syarat sistem murabahah atau murabahah KPP. Meskipun demikian, transaksi secara angsuran ini mendominasi praktik pelaksanaan kedua jenis murabahah tersebut. Hal ini karena memang seseorang tidak akan datang ke bank kecuali untuk mendapat kredit dan membayar secara angsur. 6

b. Jenis Murabahah kepada Pemesan Pembelian (KPP) Janji pemesan untuk membeli barang dalam bai’i al murabahah bisa merupakan janji yang mengikat, bisa juga untuk mengikat. Para ulama syariah terdahulu bersepakat bahwa pemmesan tidak boleh diikat untuk memenuhi kewajiban membeli barang yang telah dipesan itu. Dewasa ini, The Islamic Fiqih Academy juga menetapkan hukum yang sama. Alasannya, pembeli barang pada saat awal telah memberikan pilihan kepada pemesan untuk tetap membeli barang itu atau menolaknya. Penawaran untuk nantinya tetap membeli atau menolak dilakukan karena pada saat transaksi awal orang tersebut tak memiliki barang yang hendak dijualnya. Menjual barang yang tidak dimilik adalah tindakan yang dilarang syariah karena termasuk bai’ al-fudhuli. (Sabiq, 1987) Para ulama syariah terdahulu telah memberikan alasan secara rinci menganai pelanggaran tersebut. Akan tetapi, beberapa ulama syariah modern menunjukan bahwa konteks jual beli murabahah jenis ini dimana “belum ada barang” berbeda dengan “menjual tanpa kepemilikan barang”, merekan berpendapat bahwa janji untuk membeli barang tersebut bisa mengikat pemesan. Terlebih lagi bila si nasabah bisa “pergi” begitu saja akan sangat merugikan pihak bank tau penyedia barang. Barang sah dibeli sesuai dengan pemesannya, tetapi ia meninggalkan begitu saja. Oleh karena itu, para ekonom dan ulama kontemporer menetapkan bahwa si nasabah terikat hukumnya. Hal ini menghindari “kemudharatan”. Murabahah KPP yang Disertai Kewajiban dan Memiliki Dampak Hukum Jika pembeli menerima permintaan pemesan suatu barang atau aset, ia harus membeli aset yang dipesan tersebut serta menyempurnakan kontrak jual beli yang sah antara dia dan pedagang barang itu. Pembelian ini dianggap pelaksanaan janji yang mengikat secara hukum antara pemesan dan pembeli. Pembeli menawarkan aset itu kepada pemesan yang harus menerimanya demi janji yang mengikat secara hukum. Kedua belah pihak, pembeli dan pemesan, harus membuat sebuah kontrak jual beli. Dalam jual beli ini, pembeli dibolehkan meminta pemesan membayar uang muka atau tanda jadi saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. Uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pemesan yang menunjukan bahwa ia bersungguh-sungguh atas pemesanannya tersebut. Bila kemudian pemesan menolak untuk membeli aset tersebut, biaya rill pembeli harus dibayar dari muka. Bila nilai uang muka tersebut lebih sedikit dari kerugian yang harus ditanggung pembeli, pembeli dapat meminta kembali sisa kerugiannya pada pemesan. Beberapa bank Islam menggunakan istilah arboun sebagai kata lain dari uang muka. Dalam yurisprudensi Islam, arboun adalah jumlah uang yang dibayar di muka 7

kepada penjual. Ringkasnya, arboun adalah uang muka untuk sebuah pembelian. Bila pembelian memutuskan untuk tetap membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. Bila ia batal membeli, uang muka tersebut akan hangus dan menjadi milik penjual. Dengan demikian, seluruh uang arboun akan menjadi milik pembeli uang muka akan diperhitungkan sesuai besar kerugian aktual pembeli. Bila uang muka melebihi kerugian, pembeli (penerima pesanan) harus mengembalikan kelebihan itu kepada pemesan. (Antonio, 1987)

2.4 Ketentuan umum Bai’ al –Murabahah 1. Jaminan Pada dasarnya, jaminan bukanlah satu rukun atau syarat yang mutlak dipenuhi dalam bai’ al-murabahah, demikian juga dalam murabahah KPP. Jaminan dimaksudkan untuk menjaga agar si pemesan tidak mainmain dengan pesanan. Si pembeli (penyedia pembiayaan/ bank) dapat meminta si pemesan (pemohon/nasabah) suatu jaminan (rahn) untuk dipegangnya. Dalam teknis operasionalnya, barang-barang yang dipesan dapat menjadi salah satu jaminan yang bisa diterima untuk pembayaran utang. 2.

Utang dalam Murabahah KPP Secara prinsip, penyelesaian utang si pemesan dalam transaksi murabahah KPP tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan si pemesan kepada pihak ketiga atas barang pesanan tersebut apakah si pemesan menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban menyelesaikan utangnya kepada si pembeli. Jika pemesan menjual barang tersebut sebelum masa angsurannya berakhir, ia tetap wajib segera melunasi seluruh angsurannya. Seandainya penjualan aset tersebut merugi, contohnya kalau nasabah adalah pedagang juga, pemesan tetap harus menyelesaikan pinjamannya sesuai dengan kesepakatan awal. Hal ini karena transaksi penjualan kepada pihak ketiga yang dilakukan nasabah merupakan akad yang benar-benar terpisah dari akad al-murabahah pertama dengan baik

3.

Penundaan Pembayaran oleh Debitor Mampu Seseorang nasabah yang mempunyai kemampuan ekonomis dilarang menunda penyelesaian utangnya dalam al-murabahah ini. Bila seorang pemesan menunda peneyelesaian utang tersebut, pembeli dapat mengambil tindakan: mengambil prosedur hukum untuk mendapatkan kembali utang itu dan mengklaim kerugian finansial yang terjadi akibat penundaan. Rasulullah SAW. Pernah mengingatkan pengutang yang mampu tetapi lalai dalam salah satu haditsnya, 8

“Yang melalaikan pembayaran utang (padahal ia mampu) maka dapat dikenakan sanksi dan dicemarkan nama baiknya (semacam black list-pen)” Prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa antara bank syariah Dan nasabahnya telah diatur melalui Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI), suatu lembaga yang didirikan bersama antara Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan MUI.

4.

Bangkrut Jika pemesan yang berutang dianggap pailit dan gagal menyelesaikan utangnya karena benar-benar tidak mampu secara ekonomi dan bukan karena lalai sedangkan ia mampu, kreditor harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup kembali. Dalam hal ini, Allah SWT telah berfirman “Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, berilah tangguh sampai dia berkelapangan. . . .” (al-Baqarah: 280).

2.5 Penerapan aplikasi Bai’ al –Murabahah dalam perbankan Murabahah KPP umumnya dapat diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri, seperti melalui letter of credit (L/C). Skema ini paling banyak digunakan karena sederhana dan tidak terlalu asing bagi yang sudah biasa bertransaksi dengan dunia perbankan pada umumnya. Kalangan perbankan syariah di Indonesia banyak menggunakan almurabahah secara berkelanjutan (roll over/evergeen) seperti untuk modal kerja, padahal sebenarnya, al-murabahah adalah kontrak jangka pendek dengan sekali akad (one short deal). Al-murabahah tidak tepat diterapkan untuk skema modal kerja. Akad mudharabah lebih sesuai untuk skema tersebut. Hal ini mengingat prinsip mudharabah memiliki fleksibilitas yang sangat tinggi. Adapun contoh akad murabahah antara bank syariah dengan nasabah yaitu: “Pak Budi ialah seorang karyawan disebuah perusahaan swasta, Pak Budi ingin membeli mobil baru dengan harga Rp115.000.000, tetapi Pak Budi hanya mempunyai uang Rp60.000.000 kemudian Pak Budi mendatangi Bank Syariah untuk mengajukan pembiayaan dengan akad murabahah. Setelah dievaluasi bank syariah menyetujui permintaan Pak Budi dan Bank syariah akan membeli mobil tersebut di supplier dengan harga Rp120.000.000, kemudian mengirim mobil tersebut kepada Pak Budi. Jadi,

9

Pak Budi membayar angsuran kepada Bank Syariah selama 2 Tahun dengan angsuran perbulannnya Rp- 5.000.000,

2.6 Manfaat Bai’ al-Murabahah Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi bai’ al-murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga risiko yang harus diantisipasi. Bai’ al-murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem bai’ almurabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah. Di antara kemungkinan risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut: a. Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran b. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang dipasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual tersebut. c. Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai risiko untuk menjualnya kepada pihak lain. d. Dijual; karena bai’ al-murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar. Secara umum, aplikasi perbankan dari bai; al-murabahah dapat digambarkan dalam skema ini.

10

11

BAB III PENUTUP

3.1 SIMPULAN Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalil yang menjadi landasan Murabahah adalah QS An – Nissa : 29, Al – Baqarah : 275 dan beberapa hadits Rasulullah SAW. Dalam perbakan syariah, murabahah mendominasi pendapatan bank dan produk-produk yang ada disemua bank islam. Dan di negara indonesia sendiri dikenla dengan jual beli murabahah kepada pemesanan pembelian (KPP), Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. 3.2 SARAN Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari masih terdapat banyak kekurangan dan tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan tentunya masih sangat jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu penyusun berharap kepada para pembaca untuk bersedia memberikan kritik ataupun saran yang sifatnya konstruktif agar bisa lebih baik lagi dalam menyusun makalah yang serupa di masa yang akan datang.

12

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, M. S. (1987). Bank Syariah Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press. asy-syafi'i, M. I. (1982). Maktabah Kuliyyat al-Azhariyyah , 1961 M. Kairo. Sabiq, S. (1987). Beirut: Darul-Kitab al-Arabi, 1987.

13

Related Documents

Makalah Ekonomi
April 2020 46
Makalah-ekonomi
May 2020 40
Makalah Fiqh Sosial
August 2019 31

More Documents from "nurrufaida"