MAKALAH PERJUANGAN RASULLAH SAW DAN PELETAKAN DASAR DASAR ISLAM disusun guna memenuhi tugas mata kuliah : Sejarah Peradaban Islam Dosen Pengampu: naili anafah
Oleh: Salvataro Djibran Edwiarka
(1602026049)
Syarif Hidayatullah
(1602026047)
HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN WALISONGO SEMARANG TAHUN 2017
BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang. Nikah merupakan hubungan yang tidak mungkin lepas dari kehidupan manusia. Tindakan itu senantiasa menjadi kebutuhan dan tetap dilakukan orang, disemua tempat, pada setiap masa, dan semua keadaan. Akan tetapi, dalam menjalani kehidupan setelah perkawinan tidak semua pasangan mampu memelihara keharmonisan dalam keluarganya, sehingga diperlukan pula penceraian sebagai jalan keluar dari perkawinan yang tidak bahagia. Sehingga muncullah hadanah yaitu hak asuh anak dan menjaga anak. Namun, di antara pasangan yang telah bercerai kadang-kadang timbul pula penyesalan yang mendalam sehingga diperlukan jalan untuk kembali ke status perkawinan semula. Sebagai syariat allah yang maha bijaksana, islam memberikan aturan-aturan yang cukup lengkap tentang perkawinan, penceraian, hadanah dan rujuk. Untuk itu dalam makalah ini , kami akan membahas tentang rujuk, dan hadanah.
B. Rumusan Masalah. 1. Bagaimana Pengertian mut’ah, mut’ah menurut hukum islam, mut’ah menurut hukum positif 2. Apa Pengertian rujuk, macam rujuk, syarat dan rukun rujuk dan prosedur rujuk. 3. Bagaimana Pengertian Hadhanah, dasar hukum hadhanah , yg lebih layak melakukan hadhanah, dan syarat-syarat bagi yang melakukan hadhanah .
BAB II PEMBAHASAN A. Mut’ah
a) Definisi Nikah Mut’ah Secara istilah, yang dimaksud nikah mut’ah adalah, seseorang yang menikah dengan seorang wanita dalam batas waktu tertentu, dengan sesuatu pemberian kepadanya berupa harta, makanan, pakaian atau yang lainnya. Jika masanya telah selesai, maka dengan sendirinya mereka berpisah
tanpa
kata
thalaq
dan
tanpa
warisan.1 b) Nikah mut’ah menurut hukum islam Nikah mut’ah dinamakan juga nikah sementara (kontrak), yaitu menikah untuk satu hari, satu minggu, enam minggu, satu tahun, atau berapa saja sesuai perjanjiannya. Keempat madzhab sepakat bahwa nikah mut’ah haram hukumnya. Bila dalam akad nikah disebut jangka waktu, akad itu menjadi batal dan tidak sah. Hubungan yang dinikahkan menjadi hubungan pezinahan. Nikah mut’ah telah diharamkan oleh Islam dengan dalil kitab, sunnah, ijma’, dan akal. c) Nikah mut’ah menurut hukum Positif Dalam hal ini setidak-tidaknya dapat dikutip empat aturan perundang-undangan yang berlaku secara legal (positif) di Indonesia sebagai berikut: 1.
Pancasila, terutama sila I, ”Ketuhanan Yang Maha Esa” dan sila II, ”Kemanusiaan yang adil dan
2. 3.
beradab”; Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen, bab 31 tentang agama, Pasal 29 ayat (1) dan (2); Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan, ”Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
4.
Ketuhanan Yang Maha Esa”; Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI), menyebutkan, ”Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan galizan untuk mentaati perintah 1 Armen Halim Naro, Nikah Mut’ah (Nikah Kontrak), 2006, hlm: 2
Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. Juga Pasal 3 yang menegaskan, ”Perkawinan bertujuan un tuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”. Berdasarkan 4 hal di atas, semakin jelas arah kebijakan dan kepentingan pemerintah dalam mewujudkan suatu keluarga yang harmonis dan sejahtera dengan membuat seperangkat aturan perundang-undangan yang bertujuan untuk melindungi seluruh rakyat Indonesia; dengan suatu teori bahwa suatu negara dikatakan memiliki stabilitas yang kuat bila ditunjang oleh keberadaan keluarga-keluarga atau rumah tangga yang mantap. Hal ini sulit terwujud bila pondasi keluarga dibangun dengan perkawinan semacam nikah mut’ah. Karena itu, pemerintah hendaknya mengambil langkah tegas terhadap para pelaku nikah mut’ah dan oknum-oknum dari instansi pemerintah atau di luar instansi pemerintah yang terlibat atas terjadinya nikah mut’ah dan yang sejenisnya. B. Hadhanah 1. Pengertian Hadhanah Hadhanah berasal dari Bahasa arab yang mempunyai arti yaitu : Hal mendidik, memelihara, mengatur, mengurus segala kepentingan/urusan anak-anak yang belum mummayiz. Hadhanah menurut Bahasa, berarti meletakan sesuatu di dekat tulang rusuk atau di pangkuan, karena ibu waktu menyusukan anaknya meletakan anak itu di pangkuanya, seakan ibu di saat itu melindungi dan memelihara anaknya sehingga hadhanah dijadikan istilah yang maksudnya “ pendidikan dan pemeliharaan anak sejak lahir sampai sanggup berdiri sendiri mengurus dirinya yang dilakukan oleh kerabat anak itu.” 2. Dasar hukum hadhanah Dasar hukum hadhanah (pemeliharaan anak) adalah firman allah Q.S Al-Tahrim “Hai orangorang yang beriman, perihalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu…” Pada ayat ini, orang tua di perintahkan allah untuk memelihara keluarganya dari api neraka, mengasuh anak-anak yang masih kecil hukumnya wajib, sebab mengabaikanya berarti menghadapkan anak-anak yang masih kecil kepada bahaya kebinasaan. Dalam kaitan ini, terutama, ibunyalah yang berkewajiban melakukan hadhanah. Rasulullah bersabda, yang artinya : ”Engaulah (ibu) yang berhak terhadap anaknya” 3.
.
Kesimpulan Nikah mut’ah merupakan nikah yang waktunya dibatasi untuk memenuhi hasrat nafsu atau
bersenang-senang. Nikah mut’ah hukumnya haram menurut empat imam madzhab, walaupun sebelumnya pernah berstatus halal. Akan tetapi hal tersebut telah dinasakh. Begitu juga jumhur ulama yang berairan sunni. Hukum positif di Indonesia juga senada dengan hukum Islam.