Makalah B.18.docx

  • Uploaded by: Virdan Reynaldi
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah B.18.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,543
  • Pages: 24
Asma Bronkhial dan Penatalaksanaannya pada Orang Dewasa Virdan reynaldi l 102014005 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510 Email: [email protected]

Abstrak Asma eksaserbasi akut (asma bronkial) adalah penyakit saluran nafas yang ditandai oleh serangan mendadak dyspnea, batuk, serta mengi (bunyi patologis). Serangan asma ini dapat berlangsung singkat dan ringan atau berat dan berlangsung selama berhari-hari. Penyakit ini dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu asma alergik dan non alergik. Asma alergik merupakan suatu penyakit yang paling sering ditemukan, biasanya dicetus oleh debu serbuk sari dan makanan. Sedangkan asma non alergik biasanya ini biasanya suatu penyakit berkelanjutan atau sekunder karena pernah diderita saat masih berusia muda dan mengalami relaps atau lebih dipengaruhi oleh genetik. Kata kunci : asma bronkial, patofisiologi asma, derajat asma Abstract Acute exacerbations of asthma (bronchial asthma) is a respiratory disease characterized by sudden onset of dyspnea, cough, and wheezing (sound pathological). Asthma attacks can be short-lived and mild or severe and lasts for days. This disease can be classified into two major groups, namely the allergic and non-allergic asthma. Allergic asthma is a disease that is most often found, usually is triggered by dust pollen and food. While non-allergic asthma is usually a disease usually sustained or secondary because it had suffered when he was young and relapsing or more influenced by genetics. keywords

:bronchial asthma, pathophysiology of asthma, the degree of asthma

Pendahuluan Asma dapat timbul pada berbagai usia, gejalanya bervariasi dari ringan sampai berat dan dapat dikontrol dengan berbagai cara. Gejala asma dapat ditimbulkan oleh berbagai rangsangan antara lain infeksi, alergi, obat-obatan, polusi udara, bahan kimia, beban kerja 1

atau latihan fisik, bau-bauan yang merangsang dan emosi. Penyebab pada asma sampai saat ini belum diketahui namun dari hasil penelitian terdahulu menjelaskan bahwa saluran nafas penderita asma mempunyai sifat yang sangat khas yaitu sangat peka terhadap rangsangan.

2

Anamnesa Anamnesis pada penderita asma sangatlah penting. Tujuannya, selain untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding, anamnesis juga berguna untuk menyusun srategi pengobatan pada penderita asma. Pada anamnesis akan kita jumpai adanya keluhan, batuk, sesak, mengi dan atau rasa berat di dada yang timbul secara tiba-tiba dan hilang secara spontan atau dengan pengobatan. Tetapi adakalanya juga penderita hanya mengeluhkan batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani ataupun hanya pada musim-musim tertentu saja. Disamping itu, mungkin adanya riwayat alergi baik pada penderita maupun pada keluarganya, seperti rhinitis alergi, dermatitik atopic dapat membantu menegakakan diagnosis.1 Yang perlu juga diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan, dengan mengetahui factor pencetus kemudian menghindarinya, diharapkan gejala asma dapat dicegah. Faktorfaktor pencetus pada asma, terdiri dari:Allergen, baik yang berupa inhalasi seperti debu rumah, tungau, serbuk sari, bulu binatang, kapas, debu kopi atau the, maupun yang berupa makanan seperti udang, kepiting, zat pengawet, zat pewarna dan sebagainya,Infeksi saluran napas, terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial, parainfluensa dan sebagainya, kegiatan jasmani/ olahraga, seperti lari, ketegangan atau tekanan jiwa, obat-obatan, seperti penyekat beta, salisilat, kodein, AINS dan sebagainya, polusi udara atau bau yang merangsang, seperti asap rokok, semprot nyamuk, parfum dan sebagainya.Berdasarkan halhal tersebut, maka seseorang dicurigai menderita asma apabila:Sesak atau batuk yang berkepanjangan setelah menderita influenza, batuk-batuk setelah olahraga, terutama pada anak-anak atau rasa berat atau tercekik pada dada sehabis olahraga (yang terbukti tidak ada kelainan jantung), sesak atau batuk-batuk pada waktu ruang berdebu atau berasap, batukbatuk setelah mencium bau tertentu, batuk-batuk atau sesak yang sering timbul pada malam hari dan tidak berkurang sesudah duduk.Dengan kata lain, bila seseorang mengeluh sesak, batuk atau mengi yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, kita perlu mencurigai itu suatu asma. Atau yang membedakan asma dengan penyakit paru lain yaitu pada asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa obat. Artinya, serangan asma ada yang hilang dengan sendirinya tanpa pengobatan. Tetapi, membiarkan penderita asma dalam serangan tanpa obat selain tidak etis, juga bisa membahayakan nyawa penderita.1 Pemeriksaan fisik

3

Pemeriksaan fisik dimulai dari tanda-tanda vital. Tekanan darah, nadi, frekuensi napas, dan suhu badan menentukan apakah pasien dalam keadaan gawat atau tidak, seperti pada gagal jantung atau reaksi anafilaksis.2 -

Pemeriksaan Thorax Anterior2 Inspeksi Amati bentuk dari dada, dan pergerakan dinding dada. 

Deformitas atau asimetri



Retraksi abnormal. Retraksi supraclavicular biasnya ada.



Keterlambatan atau gangguan dari gerakan respirasi.

Palpasi2 Palpasi mempunyai empat kegunaan : 

Identifkasi daerah yang sakit.



Menentukan abnormalitas yang terobservasi.



Menentukkan pengembangan dada. Letakkan masing-masing ibu jari pada batas costa, dengan tangan mengikuti alur costa. Gerakan ibu jari kea rah medial membentuk lipatan kulit. Minta pasien untuk inspirasi dalam. Perhatikan seberapa jauh ibu jari bergeser dan rasakan simetritas dari gerakan pernafasan.



Menentukan tactile fremitus.

Perkusi2 Perkusi bagian anterior dan lateral dada, dan bandingkan pada kedua sisi. Jantung umumnya memberikan suara redup pada sela iga 3 sampai 5. Pada wanita, untuk memperjelas perkusi, geser payudara secara perlahan menggunakan tangan kiri, sambil melakukan perkusi dengan tangan kanan. Atau anda dapat meminta pasien menggeser payudaranya sendiri. Tentukan batas paru hepar dengan perpindahan suara dari sonor ke pekak pada linea midclavicula kanan. Bila anda meneruskan perkusi ke bawah, suara perkusi akan berubah menjadi timpani karena dilakuakn perkusi pada daerah abdominal (gastric). Auskultasi2 Dengarkan pada dada anterior dan lateral dan mintalah pasien bernafas melalui mulut, lebih dalam dari biasanya. Bandingkan simetritas kedua sisi, dengan pola yang 4

sama dengan auskultasi. Dengarkan suara nafas dan suara nafas tambahan, dan tentukan. -

Pemeriksaan Thorax Posterior Inspeksi Perhatikan bentuk thorax dan bagaimana pergerakan thorax, termasuk deformitas dan asimetri, retraksi abnormal dari intercostal space pada saat inspirasi, gangguan pergerakan respirasi pada salah satu atau kedua paru atau keterlambatan pergerakan unilateral.2 Deformitas pada thorax dapat berbentuk :2 

Barrel Chest. Terdapat peningkatan diameter anteroposterior. Bentuk ini normal pada masa bayi, dan sering dijumpai pada proses penuaan dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).



Pectus Excavatum. Depresi (masuk) pada bagian bawah sternum. Kompresi pada jantung dan pembuluh darah besar dapat mengakibatkan murmur.



Pigeon Chest (Pectus Carinatum). Terjadi perpindahan sternum ke anterior, sehingga meningkatkan diameter anteroposterior. Tulang rawan costa yang berdekatan dengan sternum yang menonjol mengalami depresi.



Thoracic Kyphoscoliosis. Lekukan vertebra yang abnormal dan rotasi dari vertebra. Pergeseran dari paru-paru di bawahnya dapat mengakibatkan interpretasi dari kelainan paru menjadi sangat susah.



Traumatic Flail Chest. Patah tulang iga multiple dapat mengakibatkan pergerakan paradox dari thorax. Penurunan tekanan intrathoracic menurun saat terjadi penurunan diafragma. Pada saat inspirasi area yang sakit melekuk kedalam, sedangkan pada saat ekspirasi area tersebut menggembung ke luar.

Palpasi Bersamaan pada saat melakukan palpasi, focus pada area yang lunak dan yang tampak abnormalitas pada kulit di atasnya, pergerakan respirasi, dan fremitus. Misalnya pelunakan intercostals space menunjukkan adanya inflamasi pada pleura.3 

Identifikasi daerah yang sakit. Palpasi dilakukan secara hati-hati dimana dilaporkan ada sakit atau dimana tampak lesi atau memar.



Menetapkan abnormalitas yang tampak, seperti massa.



Tes ekspansi thorax. Letakkan kedua tangan anda pada kurang lebih iga ke-10, meraba dengan jari yang agak longgar dan parallel terhadap lateral dari tulang 5

rusuk. Setelah meletakkan tangan pada posisi di atas, geser kedua tangan kea rah medial sampai terbentuk lipatan kulit antara vertebra dengan jempol anda. Minta pasien untuk menarik nafas dalam. Perhatikan jarak anatra kedua ibu jari anda menjauh seiring dengan inspirasi dan rasakan simetritas tulang rusuk saat meluas dan kontraksi. 

Rasakan tactile fremitus. Fremitus adalah getaran yang dapat diraba yang disalurkan melalui cabang-cabang bronchopulmonary ke dinding dada pada saat pasien berbicara. Untuk mendeteksi fremitus, mintalah pasien untuk menggulangi kata tujuh puluj tujuh. Gunakan kedua tangan untuk membandingkan fremitus pada kedua sisi paru. Bila fremitus yang terasa kurang jelas, minta pasien untuk mengulangi dengan suara yang lebih kencang. Fremitus berkurang ketika suara terlalu pelan, atau ketika transmisi vibrasi dari larynx ke permukaan dada terhambat. Causanya termasuk obstruksi bronkus, COPD, pleural effusion, fibrosis paru, pneumothorax, atau tumor.

Perkusi Perkusi adalah salah satu teknik yang sangat penting dalam pemeriksaan fisik. Perkusi mengakibatkan dinding dada dan jaringan di bawahnya bergerak, menghasilkan suara yang dapat didengar dan bervibrasi yang dapat diraba. Perkusi sangat membantu dalam menentukan apakah jaringan di bawah terisi oleh udara, air, atau jaringan yang solid. Perkusi dapat menembus 5-7 cm ke dalam dada, tetapi, tidak dapat mendeteksi lesi yang terletak di dalam.3 

Perkusi dilakukan secara “ladder-like order”. Lewatkan area di atas scapula (ketebalan otot dan tulang menganggu bunyi perkusi paru-paru). Identifikasi dan tentukan area dan suara perkusi yang abnormal. Suara redup menggantikan sonor ketika cairan atau jaringan padat menggantikan udara yang mengisi paru-paru atau terdapat efusi pleura. Misalnya pada lobar pneumonia, dimana alveoli diisi oleh cxairan dan sel darah, pleural effusion, hemothorax, empyema (diisi pus), jaringan fibrous, atau tumor. Hipersonor generalisata dapat terdengar pada paruparu yang terlalu menggembung pada COPD atau asma. Hipersonor unilateral menunjukkan adanya pneumothorax atau bulla besar yang terisi oleh udara.



Identifikasi penurunan diafragma. Pertama-tama tentukan batas redup dan sonor pada saat respirasi biasa. Setelah menentukan batas tersebut, sekarang anda dapat menentukan pergeseran diafragma dengan cara menentukan suara pekak pada

6

saat pasien ekspirasi maksimum dan pekak pada saat inspirasi maksimum. Umumnya jarak ini berkisar antara 5-6 cm. Auskultasi Auskultasi adalah teknik pemeriksaan yang paling penting untuk menetapkan jalan udara melalui cabang-cabang tracheobronchial. Bersama-sama dengan perkusi, auskultasi dapat membantu anda dalam menentukan kondisi di sekitar paru-paru dan rongga pleura. Auskultasi termasuk dalam (1) mendengarkan suara yang dihasilkan dari bernafas, (2) mendengarkan suara-suara tambahan, dan (3) apabila dicurogai terdapat abnormalitas, dengarkan suara yang dikeluarkan oleh pasien saat suara ditransmisikan melalui dinding dada.3 Adapun beberapa suara nafas fisiologis, antara lain :3 

Vesicular. Suara ini terdengar pada saat inspirasi, dan berlanjut terus, lalu mulai menghilang sekitar 1/3 jalan ketika ekspirasi. Suara vesicular halus dan lemah. Suara vesicular terdengar pada hampir seluruh lapang paru.



Bronchovesicular. Suara ini terdengar hampir sama panjang pada saat inspirasi dan ekspirasi. Pada saat-saat tertentu suara ini dapat terputus sejenak. Suara ini biasanya terdengar pada sela iga 1 atau 2.



Bronchial. Suara ini terdengar lebih panjang pada ekspirasi. Pada saat selesai inspirasi, terdapat jedah sebentar sebelum terdengar suara lagi saat mulai ekspirasi. Suara bronchial terdengar lebih keras dan tinggi.

Apabila suara bronchovesicular atau bronchial terdengar pada posisi yang jauh dari yang disebutkan di atas, curiga bahwa paru-paru telah diisi oleh cairan atau jaringan padat. Dengarkan suara nafas sambil menginstruksikan pasien untuk bernafas dalam melalui mulut. Gunakan pola yang sama seperti perkusi, bergerak dari satu sisi ke sisi yang lain dan membandingkan suara yang terdengar. Apabila anda medengar suara abnormal, auskultasi di area sekitarnya supaya anda dapat secara jelas menggambarkan abnormalitas tersebut.. dengarkan setidaknya satu nafas penuh pada setiap lokasi.3 Perhatikan intensitas suara nafas. Suara nafas biasanya lebih keras pada bagian bawah paru dan mungkin berbeda dari satu area ke area yang lainnya. Apabila suara nafas tidak jelas, minta pasien untuk menarik nafas lebih dalam. Apabila pasien

7

memiliki dinding dada yang tebal, seperti pada obesitas, suara nafas bisa tetap terdengar kurang jelas.3 Suara nafas dapat berkurang ketika jalan udara terhambat (seperti pada peyakit paru obstruktif atau kelemahan otot) atau ketika transmisi suara menurun (seperti pada efusi pleura, pneumothorax dan COPD). Adapun untuk suara nafas patologis, antara lain :3 

Wheezes dan ronchi. Wheeze muncul ketika udara secara cepat melewati bronkus yang menyempit hingga hampir tertutup. Suara ini biasanya dapat terdengar pada mulut dan dinding dada. Penyebab wheezing antara lain, asma, bronchitis kronik, COPD, dan gagal jantung. Pada asma, wheezing mungkin hanya terdengar pada saat ekspirasi, atau pada kedua fase pernafasan. Ronchi menunjukkan sekresi pada jalan nafas yang lebih lebar. Pada bronchitis kronik, wheeze dan ronchi sering hilang setelah batuk. Pada keadaan penyakit paru obstruktif yang parah, pasien dapat tidak mampu mengeluarkan udara melalui jalur yang sempit. Hasilnya tidak terdengar suara pernafasan pada pasien, ini membutuhkan perhatian segera. Wheezing persisten local menunjukkan obstruksi partial dari bronkus, misalnya oleh tumor atau benda asing. Suara ini dapat terdengar pada inspirasi, ekspirasi, atau keduanya. Wheezing yang dominan pada saat inspirasi disebut sebagai stridor. Suara ini sering lebih keras pada leher dibandingkan dengan pada dinding dada. Suara ini mengindikasikan obstruksi partial dari larynx atau trakea dan membutuhkan perhatian segera.



Crackles. Crackles mempunyai dua penjelasan. (1) suara ini dihasilkan dari serangkaian letusan-letusan kecil yang dihasilkan ketika jalur nafas sempit, kosong pada saat ekspirasi, mengembang pada saat inspirasi. Mekanisme ini mungkin menjelaskan crackles pada akhir inspirasi akibat penyakit paru interstitial dan gagal jantung kongestif dini. (2) crackles dihasilkan dari gelembung-gelembung udara yang melalui jalur nafas yang sedikit tertutup. Mekanisme ini mungkin menjelaskan setidaknya beberapa crackles kasar. Crackles dibagi 3. (1) Late inspiratory crackles muncul ketika pertengahan inspirasi dan berlanjut sampai akhir inspirasi. Biasanya suara ini baik-baik saja, dan ada dalam setiap nafas. Suara ini pertama muncul pada basis paru dan kemudian meluas ke atas seiring dengan perburukan kondisi, dan dapat bergeser dengan perubahan posisi. Penyebabnya antara lain penyakt paru interstitial

8

(Fibrosis paru), dan gagal jantung kongesti dini. (2) Early inspiratory crackles mucul ketika awal pernafasan dan berhenti segera setelah inspirasi. Suara ini biasanya kasar dan relative sedikit. Crackles ekspirasi juga menyertai kadangkadang. Penyebabnya antara lain kronik bronchitis dan asma. (3) Midinspiratory dan expiratory crackles dapat terdengar pada bronchiectasis tetapi tidak spesifikk untuk diagnosis. Wheeze dan ronchi dapat menyertai suara ini. Pada beberapa orang normal, crackles dapat terdengar pada basis paru setelah ekspirasi maksimum. 

Pleural Rub. Suara ini dihasilkan oleh gesekan antara pleura yang mengalami inflamasi dan menjadi lebih kasar.

Pemeriksaan penunjang 

Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden

yang merupakan degranulasi dari kristal eosinophil, spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus, creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus, netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug, dan juga bias untuk melihat adanya miselium aspergillus fumigatus.4 

Pemeriksaan analisa gas darah Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia

dan hipokapnia pada fase awal serangan (PaCO2<35mmHg), kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat bisa terjadi hiperkapnia (PaCO2<45mmHg), atau asidosis respiratorik. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH, Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi, Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.4  Pemeriksaan radiologi Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah, bila terdapat komplikasi empisema, maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah, bila terdapat komplikasi, maka terdapat 9

gambaran infiltrate pada paru, dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local, bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.4 

Pemeriksaan tes kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi yaitu adanya antibody IgE spesifik dalam

tubuh dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. Uji ini hanya menyokong anamnesis, karena uji alergen yang positif tidak selalu merupakan pnyebab asma, demikian juga sebaliknya.4 

Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat

dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan denganbronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan sesudahpamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergic beta.Peningkatan VEP1 atau KVP sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosisasma, tetapi respon kurang dari 20% tidak berarti bukan asma hal tersebut dapat dijumpai pada pasien yang sudah normal atau mendekati normal. Untuk melihat reversibilitas mungkin diperlukan kombinasi obat golongan adrenergic beta, teofilin, bahkan kortikosteroid untuk jangka waktu 2-3 minggu. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.4

Diagnosis Kerja Asma eksaserbasi akut (asma bronkial) adalah penyakit saluran nafas yang ditandai oleh serangan mendadak dyspnea, batuk, serta mengi (bunyi patologis). Serangan asma ini dapat berlangsung singkat dan ringan atau berat dan berlangsung selama berhari-hari. Penyakit ini dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar, yaitu asma alergik dan non alergik.5 Asma alergik adalah suatu penyakit alergi seperti rhinitis, urtikaria, dan eczema. Pasien yang berusia muda umumnya cenderung memiliki komponen alergi yang kuat yang biasanya didasari dengan adanya riwayat atopik pada keluarga. Diferensiasi sel-T pada pasien penyakit ini memacu produksi berlebihan dari sel tipe TH2 serta IgE dan respon imun yang didominasi eosinofil. Sedangkan asma non alergik tidak memperlihatkan riwayat alergi. Pasien yang berusia tua umunya cenderung menderita penyakit ini atau memiliki etiologi campuran. Biasanya adanya infeksi saluran nafas yang mencetus aktifnya peran IgE. Asma alergik 10

merupakan suatu penyakit yang paling sering ditemukan, biasanya dicetus oleh debu serbuk sari dan makanan. Sedangkan asma non alergik biasanya ini biasanya suatu penyakit berkelanjutan atau sekunder karena pernah diderita saat masih berusia muda dan mengalami relaps atau lebih dipengaruhi oleh genetik.5 Diagnosis banding 1.

PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) Penyakit Paru Obstruksi Kronis merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang mencangkup bronkitis kronis, bronkiestasis, emfisema, dan asma. PPOK disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup. Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya yaitu sesak napas, batuk-batuk dan produksi dahak, mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari, hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, serta penurunan daya tahan tubuh.6

2.

Bronkitis Kronik Yang dimaksud dengan bronchitis kronik adalah batuk berulang dan berdahak selama lebih dari 3 bulan setiap tahun dalam periode paling sedikit tahun. Sebab utamanya adalah merokok, berbagai penyakit akibat pekerjaan, polusi udara dan usia tua, terutama pada laki-laki. Hipersekresi dan tanda-tanda adanya penyumbatan saluran napas yang kronik merupakan tanda dari penyakit ini.6 Berbagai gejala klinis yang didapatkan: 

Batuk terutama pada pagi hari pada perokok. Sputum kental dan mungkin juga purulen, terutama bila terinfeksi oleh Haemophilus influenza. Pada tingkat permulaan didapatkan adanya dispne yang sesaat.



Dispne makin lama makin berat dan sehari penuh, terutama pada musim dimana udara dingin dan berkabut. Selanjutnya sesak napas terjadi bila bergerak sedikit saja dan lama-kelamaan dapat terjadi sesak napas yang berat, sekalipun dalam keadaan istirahat.



Pada sebagian pasien sesak justru datangnya pada malam hari, terutama pada pasien yang berusia tua sehingga menyebabkan tidur pasien menjadi terganggu. 11

Keadaan ini sama seperti pada gambaran dekompensasi kordis kiri. Tanda yang paling dominan pada usia lanjut adalah sesak napas pada waktu bekerja ringandan sesak napas ini bersifat progresif. 

Pink puffer dan blue blotter. Baik bronchitis maupun emfisema dapat dibagi menjadi pink puffer dan blue blotter. Pada pink puffer, ditandai dengan sesak yang sangat berat dan terdapatnya hiperinflasi paru dan sianosis, sehingga muka pasien terlihat berwarna merah biru (pink) dan bengkak (puffer). Analisis darah, baik PaO2 dan PaCO2 relatif normal. hiperinflasi paru ini dapat menyebabkan terjadinya gejala-gejala dekompensasi jantung kanan, yakni berupa edema dan asites, tekanan vena jugularis yang meningkat dan berdilatasi. Pokoknya pada tipe pink puffer gambaran utamanya adalah kor pulmonale. Berbeda dengan blue blotter yang menjadi masalah utamanya justru hipoksemia dan bila kronik maka didapatkan pula hiperkapnia. Kadar O2 dalam darah menurun, terutama ketika tidur malam dan kadang-kadang penurunan kadar O2 darah yang sangat tinggi ini dapat tidak terlihat pada pink puffer. Kenapa terjadi perbedaan pada kedua tipe ini sampai sekarang tidak diketahui.

3. Bronkiektasis Bronkiektasis adalah suatu kelainan yang permanen dimana terjadi dilatasi dari bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus bagian lobus bawah (lobus inferior), terutama lobus kanan bawah. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena letak anatomis dari lobus ini yang lebih mudah terkena infeksi. Bagian yang lebih banyak mengalami ektasi adalah bronkus subsegmental.6 Pada bronkus yang rusak adalah otot bronkusnya sehingga bronkus kehilangan fleksibilitasnya. Selain itu pada bronkus dapat pula terjadi luka yang dapat menimbulkan infeksi sehingga menyebabkan fibroblast membentuk jaringan parut di bronkus. Antara bronkus dan parenkim paru dapat pula saling mempengaruhi, artinya infeksi bronkus pada bronkiektasis dapat menyebabkan pneumonia lobaris dan sebaliknya pneumonia lobaris yang berulang dapat pula menyebabkan terjadinya bronkiektasis.6 Dua tanda utama yang terdapat pada bronkiektasis, yakni batuk pada pagi hari dan sputum yang purulen, adalah merupakan tanda yang karakteristik dan selain itu dapat pula terjadi hemoptisis, pneumonia yang berulang, dan sinusitis yang dapat

12

merupakan keluhan tambahan. Separuh dari pasien dengan bronkiektasis akan mengalami batuk darah.6 Disamping itu beberapa gejala klinis yang mungkin terdapat bersamaan dengan bronkiektasis adalah clubbing fingers, poliposis, ronki basah yang terdengar keras pada inspirasi dan menghilang pada saat ekspirasi.6 Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanyakomplikasi lanjut. Cirri khas penyakit ini adalah batuk kronik disertai produksi sputum, adanya hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit yang ringan. Bronkiektasis yang mengenail bronkus pada lobus atas sering dan memberikan gejala.6 4. Emfisema Emfisema kronik adalah penyakit yang ditandai dengan pelebaran dari alveoli yang diikuti oleh destruksi dari dinding alveoli. Biasanya terdapat bersamaan dengan bronchitis kronik, akan tetapi dapat pula berdiri sendiri. Penyebabnya juga sama dengan bronchitis, antara lain pada perokok. Akan tetapi pada yang herediter, dimana terjadi kekurangan pada globulin alfa antitrypsin yang diikuti dengan fibrosis, maka emfisema muncul pada lobus bawah pada usia muda tanpa harus terdapat bronchitis kronik.6 Emfisema paru dapat pula terjadi setelah atelektasis atau setelah lobektomi, yang disebut dengan emfisema kompensasi dimana tanpa didahului dengan bronchitis kronik terlebih dahulu. Kebanyakan emfisema terjadi pada daerah distal dari bronkus, terutama pada asma bronchial. Penyempitan bronkus kadangkala menimbulkan perangkap udara (air tapering), dimana udara dapat masuk tetapi tidak dapat keluar, sehingga menimbulkan emfisemayang akut. Frekuensi emfisema lebih banyak pada pria daripada wanita.6 Yang menjadi pokok utama pada emfisema adalah adanya hiperinflasi dari paru yang bersifat ireversibel dengan konsekuensi rongga toraks berubah menjadi gembung atau barrel chest. Gabungan dari alveoli yang pecah dapat menimbulkan bula yang besar yang kadang-kadang memberikan gambaran seperti pneumotoraks. Secara klinis diagnosis emfisema didasarkan atas :6 

Pelebaran yang permanen dari sakus alveolaris. Pelebaran yang reversibel, seperti pada asma, yang disebabkan oleh karena terperangkapnya udara dan dapat kembali menjadi normal tidak digolongkan ke dalam emfisema. 13



Pelebaran dari sakus alveolaris (asinus) dan rusaknya dinding alveoli merupakan gambaran normal pada usia lanjut dan perubahan fisiologi ini bukan merupakan emfisema.



Yang terpenting pada emfisema adalah terdapatnya destruksi dari jaringan alveoli. Secara faal menyebabkan paru kehilangan recoilnya dan kehilangan pembuluh darah yang terdapat di unit paru tersebut, sehingga sebagian unit paru ini tidak berfungsi lagi dan diambil alih oleh unit paru lainnya.

Etiologi Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.Faktor predisposisnya seperti : Genetik dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.7 Faktor presipitasinya seperti : Alergen, dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasancontoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi, ingestan, yang masuk melalui mulut, contoh: makanan dan obat-obatan, Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, contoh: perhiasan, logam dan jam tangan, perubahan cuaca, cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhuhgbungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu, Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati, lingkungan kerjamempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti, olahraga/ aktifitas jasmani yang berat, sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang

14

berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.7 Epidemiologi Terdapat kesulitan dalam mengetahui sebab dan cara mengontrol asma. Pertama-tama timbul akibat perbedaan perspektif mengenai definisi asma serta metode dan data penelitiannya. Ke dua. Diagnosis asma biasanya berdasarkan hasil kuesioner tentang adanya serangan asma dan mengi raja tanpa disertai hasil tes faal paru untuk mengetahui adanya hiperreaksi bronkus (HRB). Ke tiga, untuk penelitian dipakai definisi asma berbeda-beda. Menyebut asma akut (current asthma) bila telah ada serangan dalam 12 bulan terakhir dan terdapat HRB: asma persisten, bile terus menerus terdapat gejala dan HRB: sedangkan asma episodik bila secara episodik dijumpai gejala asma tanpa adanya HRB pada tes provokasi.Ke empat, angka kejadian dari penelitian dipengaruhi oleh berbagai faktor dan objek penelitian yaitu faktor lokasi (negara, daerah. kota atau desa), populasi pasien (masyarakat atau sekolah/rumah sakit, rawat inap atau rawat jalan) usia (anak, dewasa) cuaca (kering atau lembab), predisposisi (atopi, pekerjaan), pencetus (infeksi, emosi, suhu, debu dingin, kegiatan fisik), dan tingkat berat serangan asma.8 Patofisiologi Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, penyumbatan mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah berat selama ekspirasi karena secara fisioiogis saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini menyebabkan udara distal tempat terjadinya obstruksi terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Keadaan hiperinflasi ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan hiperinflasi ini diperlukan otot bantu napas.1 Gangguan yang berupa obstruksi saluran napas dapat dinilai secara obyektif dengan VEP1 (Volume Ekspirasi Paksa detik pertama) atau APE (Arus Puncak Ekspirasi), sedang penurunan KVP (Kapasitas Vital Paksa) menggambarkan derajat hiperinflasi paru. Penyempitan saluran napas dapat terjadi, baik pada saluran napas besar, sedang maupun kecil. Gejala mengi (wheezing) menandakan adanya penyempitan disaluran napas besar, sedangkan penyempitan pada saluran napas kecil gejala batuk dan sesak lebih dominan dibanding mengi.7 15

Efek gabungan dari semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.7,9

Gambar 1. Patofisiologi Asma.10 Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru. Ada daerahdaerah yang kurang mendapatkan ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah 16

tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan PaO2 mungkin merupakan kelainan pada asma subklinis. Untuk mengurangi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi, agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga PaCO2 menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan saluran napasa dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas. Hiposekmia yang berlangsung lama menyebabkan asidosis metabolik dan konstriksi pembuluh darah paru yang kemudian menyebabkan shunting yaitu peredaran darah tanpa melalui unit pertukaran gas yang baik, yang akibatnya memperburuk hiperkapni. Dengan demikian penyempitan saluran napas pada asma akan menimbulkan hal-hal sbb : 1). Gangguan ventilasi berupa hipoventilasi, 2). Ketidakseimbangan ventilasi perfusi dimana distribusi ventilasi tidak setara dengan sirkulasi darah paru, 3). Gangguan disfungsi gas di tingkat alveoli.7Ketiga faktor tersebut akan mengakibatkan : hipoksemia, hiperkapnia, asidosis respiratorik pada tahap yang sangat lanjut.7,9 Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.7,9 Gejala Klinis Pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan pada waktu serangan tampak penderita bernapas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyangga ke depan serta tampak otot-otot bantu pernapasan bekerja dengan 17

keras.Gambaran klinis asma klasik adalah serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas. Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meskipun pada mulanya batuk tanpa disertai sekret, tetapi pada perkembangan selanjurnya pasien akan mengeluarkan sekret baik yang mukoid, putih kadang-kadang purulen. Ada sebagian kecil pasien asma yang gejalanya hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant asthma. Bila hal yang terakhir ini dicurigai, perlu dilakukan pemeriksaan spirometri sebelum dan sesudah bronkodilator atau uji provokasi bronkus dengan metakolin.7,11 Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan alergen dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap faktor pencetus non-alergik seperti asap rokok, asap yang merangsang, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca. Gejala asma memburuk pada malam hari , puncaknya antar jam 3-4 dini hari. Lain halnya dengan asma akibat pekerjaan. Gejala biasanya memburuk pada awal minggu dan membaik menjelang akhir minggu. Pada pasien yang gejalanya tetap memburuk sepanjang minggu. gejalanya mungkin akan membaik bila pasien dijauhkan dari lingkungan kerjanya, seperti sewaktu cuti misalnya. Pemantauan dengan alat peakflow meter atau uji provokasi dengan bahan tersangka yang ada di lingkungan kerja mungkin diperlukan untuk

menegakkan diagnosis.11 Gambar 2. Klasifikasi Derajat Asma12

18

Pada penyakit ini sering kali timbul dyspnea, ortopnea, batuk yang tersering pada malam hari disertai sputum kental dan lengket, mengi, sesak dada, penurunan bising nafas, hiperonans, hipoksia, takikardi, sulit saat bernafas, kelainan kulit, retraksi interkostal, dan biasanya disertai dehidrasi. Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan ataupun dengan pengobatan. Gejalanya bersifat paroksismal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari. Gejala-gejala tersebut tidak selalu terlihat bersama-sama. Ada penderita yang hanya batuk tanpa rasa sesak, atau sesak dan mengi saja. Beratnya derajat serangan asma dibagi dalam serangan derajat ringan, sedang dan berat berdasarkan persentase APE. Nilai dugaan sesuai kriteria yaitu serangan derajat ringan bila APE > 60% nilai dugaan. Serangan asma ringan antara lain: Sesak nafas waktu berjalan, bisa berbaring, berbicara dalam kalimat penuh, frekuensi nafas meningkat, pemakaian alat bantu nafas biasanya ada, mengi lemah sampai sedang, nadi <100x/menit, pulsus paradoksus tidak ada, APE sesudah terapi awal >0%, P O2 normal, P CO2<45 mmHg, saturasi O2 (udara biasa) >95%.11 Penatalaksanaan Penatalaksanaan asma secara garis besar dapat dibagi dua yaitu tindakan pengobatan dan usaha pencegahan. Tindakan pengobatan dilakukan pada keadaan serangan, dapat dilakukan dengan atau tanpa pengobatan. Pencegahan bertujuan agar serangan yang berikut menjadi berkurang atau berkurang sama sekali. Suatu serangan yang ringan kadang-kadang dapat menjadi berat dan berkepanjangan serta membutuhkan penanganan yang khusus. Keadaan ini disebabkan oleh karena penderita asma sering mempunyai pandangan yang salah terhadap penyakitnya.13 Tabel 1. Pengobatan asma jangka panjang berdasarkan berat penyakit13 Derajat

Obat pengontrol (Harian)

Obat Pelaga

Tidak Perlu



Asma Asma Persisten

Bronkodilator aksi singkat, yaitu inhalasi agonis beta 2 bila perlu



Intensitas

pengobatan

tergantung berat eksaserbasi 

Inhalasi agonis beta 2 atau

19

kromolin

dipakai

sebelum

aktivitas atau pajanan alergen  Inhalasi

Asma

Kortikosteriod

200-500 

Inhalasi agonis beta 2 aksi

Persisten

μg/kromolin/nedokromil atau teofilin

singkat bila perlu dan tidak

Ringan

lepas lambat

melebihi 3-4 kali sehari

 Bila perlu ditingkatkan sampai 800 μg atau ditambahkan bronkodilator aksi lama terutama untuk mengontrol asma malam. Dapat diberikan agonis beta 2 aksi lama inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat. Asma



Inhalasi kortikosteroid 800-2.000 μg

Persisten



Bronkodilator aksi lama terutama

singkat bila perlu dan tidak

untuk

melebihi 3-4 sehari

Sedang

mengontrol

asma

malam,



Inhalasi agonis beta 2 aksi

berupa agonis beta 2 aksi lama inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat 

Asma Persisten

Inhalasi kortikosteroid 800-2.000 μg atau lebih



Berat

Bronkodilator

aksi

lama,

berupa

agonis beta 2 inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat 

Kortikosteroid oral jangka panjang

Tabel 2. Serangan Asma Akut13 BERATNYA SERANGAN RINGAN Aktivitas

Terbaik :

 Di rumah

diulangi 1 jam kemudian atau tiap 20 dalam

kalimat penuh Denyut

LOKASI

hampir  Agonis beta-2 isap (MDI) 2 isap boleh

normal Bicara

TERAPI

menit dalam 1 jam Alternatif :

nadi  Agonis beta-2 oral dan atau 3x > -1 20

tablet (2mg) oral

<100/menit

 Teofilin 75-150 mg

(APE > 60%)

 Lama terapi menurut kebutuhan  Puskesmas

Terbaik :

SEDANG

mampu  Agonis beta-2 secara nebulisasi 2,5-5  Klinik rawat jalan

 Hanya berjalan

jarak

mg, dapat diulangi sampai dengan 3 kali  Unit gawat darurat dalam

dekat  Bicara

dalam

1

jam

pertama

dan

dapat  Praktek dokter umum  Dirawat RS bila tidak

dilanjutkan setiap 1-4jam kemudian

kalimat terputus- Alternatif :

respons dalam 2-4 jam

 Agonis beta 2 i.m/adrenalin s.k.

putus

 Denyut nadi 100-  Teofilin iv 5 mg/kg BB/iv pelan – pelan dan

120/menit

 Steroid

 (APE 40 – 60%)

iv/

kortison

100-200

mg,

deksametason 5 mg iv  Oksigen 4 liter/menit Terbaik :

BERAT

pada  Agonis beta-2 secara nebulisasi dapat  Rawat

 Sesak istirahat  Bicara

dalam

kata-

kata

nadi

120 L/menit

bila

tidak

diulangi s.d. 3 kali dalam 1 jam pertama

respons dalam 2 jam

selanjutnya dapat diulang setiap 1-4jam

maksimal 3 jam

kemudian  Teofilin iv dan infus

terputus  Denyut

 Unit gawat darurat

>  Steroid iv dapat diulang/8-12 jam

 Pertimbangkan ICU

bila

rawat

cenderung

memburuk progresif

 Agonist beta-2 sk/iv/6 jam

 (APE < 40% atau  Oksigen 4 liter/menit 100 L/menit)

 Pertimbangkan nebulisasi ipratropium bromide 20 tetes

MENGANCAM

Terbaik :

JIWA

 Lanjutkan terapi sebelumnya

 Kesadaran

 Pertimbangkan intubasi dan ventilasi

menurun  Kelelahan  Sianosis

 ICU

mekanik  Pertimbangkan anestesi umum untuk terapi pernapasan intensif. Bila perlu

21

 Henti napas

dilakukan

kurasan

bronko

alveolar

(BAL)

Komplikasi Komplikasi yang paling sering ditimbulkan oleh penyakit ini adalah kelelahan dan dehidrasi, merupakan kurangnya cairan dalam tubuh yang dapat menyebabkan hilangnya kesadaran, infeksi jalan napas, merupakan suatu gejala yang ditandai dengan adanya penyumbatan pada saluran nafas oleh bakteri, virus, dan sebagainya, cor pulmonale merupakan hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang disebabkan penyakit parenkim paru atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan dengan kelainan jantung kiri. Gagal napas adalah ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial normal O2 dan atau CO2 didalam darah. Pneumotoraks (jarang), merupakan penumpukan dari udara yang bebas dalam dada diluar paru yang menyebabkan paru untuk mengempis, dan yang terakhir adalah PPOK, yang merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas dan biasanya disebabkan infeksi saluran nafas serta bronkospasme.Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema dan mengakibatkan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan memanjang. Pada asma kronik dapat terjadi bentuk dada burung dara dan tamak sulkus harison. Bila secret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi atelektasis pada lobus segmen yang sesuai, Atelektasis merupakan kondisi paru-paru yang mengerut baik sebagian atau keseluruhan akibat penyumbatan saluran udara di bronkus atau bronkiolus, Bisa juga disebabkan oleh pernapasan yang sangat dangkal. Bila atelektasis berlangsung lama dapat menjadi bronkiektasis, dan bila ada infeksi menjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus menerus dan berlangsung beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan yang biasa disebut status asmatikus. Bila tidak ditolong dengan semestinya dapat menyebabkan kematian, kegagalan pernapasan, dan kegagalan jantung.7,11 Pencegahan Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan penyakit asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan meminum obat sebelum melakukan olah raga. Ada usaha-usaha pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya serangan penyakit asma, antara lain : 1.

Menjaga kesehatan 22

2.

Menjaga kebersihan lingkungan

3.

Menghindarkan faktor pencetus serangan penyakit asma

4.

Menggunakan obat-obat antipenyakit asma

Prognosis Sulit untuk meramalkan prognosis dari asma bronkial yang tidak disertai komplikasi. Hal ini akan tergantung pula dari umur, pengobatan, lama observasi dan definisi. Prognosis selanjutnya ditentukan banyak faktor. Dari kepustakaan didapatkan bahwa asma pada anak menetap sampai dewasa sekitar 26% - 78%.14 Umumnya, lebih muda umur permulaan timbulnya asma, prognosis lebih baik, kecuali kalau mulai pada umur kurang dari 2 tahun. Adanya riwayat dermatitis atopik yang kemudian disusul dengan rinitis alergik, akan memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk menetapnya asma sampai usia dewasa. Asma yang mulai timbul pada usia lanjut biasanya berat dan sukar ditanggulangi. Smith menemukan 50% dari penderitanya mulai menderita asma sewaktu anak. Karena itu kasus asma pada anak harus diobati dan jangan ditunggu serta diharapkan akan hilang sendiri.14 Kesimpulan Asma eksaserbasi akut (asma bronkial) merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang ditandai dengan mengi, sesak napas, sputum kental, dan batuk terutama pada malam atau dini hari.Asma adalah penyakit saluran napas kronik yang masih menjadi masalah kesehatan serius di seluruh dunia. Asma adalah penyakit inflamasi kronik saluran napas yang berhubungan dengan hambatan jalan napas yang reversible, inflamasi alergi dan hiperesponsif jalan napas. Semua tingkatan umur dapat mengalami gangguan saluran napas ini dan dapat ditemukan pada negara maju atau berkembang. Untuk mengetahui diagnosis pasti bahwa penyakit yang diderita pasien adalah asma bronchial haruslah kita melakukan berbagai pemeriksaan dari mulai anamnesa, pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang. Asma bronkial sendiri dapat diobati dengan bermacam-macam obat, namun jika tidak diobati asma dapat menimbulkan beberapa komplikasi serta prognosisnya menjadi buruk jika sudah mengalami komplikasi berat.

23

Daftar Pustaka 1. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2009. h. 83-8. 2. Setiati S, Purnamasari D, Rinaldi I, Ranitya R, Pitoyo CW. Lima puluh masalah kesehatan di bidang ilmu penyakit dalam. Edisi 1. Jakarta; FKUI; 2008.h.202-5. 3. Bickley LS. Guide to phisical examination. 10th ed. Philadelphia:Wolters Kluwer Lippincott Williams & Wilkins, 2009.p.296-319. 4. Kowalaks JP, Welsh W. Buku pegangan uji diagnostik. Edisi ke-3. Jakarta: EGC; 2009.h.651-745. 5. Mitchell, Kumar, Abbas, Fausto. BS Dasar patologis penyakit. Edisi ke-7. Jakarta: EGC;2006. h. 435-7. 6. Rab HT. Bronkitis kronik. Ilmu penyakit paru, Jakarta: EGC, 1996.h.181-3,20710,213-5. 7. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ke-5. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 59-64, 405-6. 8. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. 6thed. Thomson, Wets Virginia, 2007.h.430-2. 9. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2013. h. 776-7. 10. Gambar 1. Diunduh dari:http://yishower.com/patofisiologi-asma/ 11. Isselbacher, Kurt J. Harrison. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam edisi 13 volume 5. Jakarta : EGC ; 2000.h.1557-82 12. Gambar 1. Diunduh dari:https://www.mysciencework.com/publication/read/ 13. Setiawati A, Gan S. Obat adrenergik . Dalam: sulistia gan gunawan, editor. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta : Departermen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran – Universitas Indonesia; 2008.h.71-81. 14. Maitra A, Kumar V. Paru dan saluran napas atas. Dalam: Kumar V, Cotran RZ, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 2. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2003.h. 515-8.

24

Related Documents

Makalah
June 2020 40
Makalah
July 2020 39
Makalah
October 2019 94
Makalah
July 2020 62
Makalah
November 2019 85
Makalah
October 2019 95

More Documents from ""