LAPORAN PENGANTAR PEMROSESAN CITRA
OLEH : LENNY CHEN H011171305
PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2019
BAB I PENGENALAN CITRA
1.1
Pengertian Citra
Citra adalah kombinasi antara titik, garis, bidang, dan warna untuk menciptakan suatu imitasi dari suatu objek–biasanya objek fisik atau manusia. Citra bisa berwujud gambar (picture) dua dimensi, seperti lukisan, foto, dan berwujud tiga dimensi, seperti patung. Sedangkan citra digital adalah gambar dua dimensi yang bisa ditampilkan pada layar komputer sebagai himpunan nilai digital yang disebut pixel / picture elements. Dalam tinjauan matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f(x,y), dimana harga x dan harga y adalah koordinat spasial. Harga fungsi tersebut di setiap titik (x,y) merupakan tingkat kecemerlangan citra pada titik tersebut. Citra digital merupakan suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya (yang disebut sebagai elemen gambar/ pixel/ piksel/ pels/ picture element) menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut. 1.2
Jenis-jenis citra digital 1. Citra biner Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai pixel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra B&W (black and white) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap pixel dari citra biner. Setiap titik (pixel) hanya bernilai 0 atau 1 dan mempunyai satu bit sebagai media penyimpanan.
Pada model citra cahaya, jika ada cahaya (1) maka warna putih sedangkan jika tidak ada cahaya (0) maka warna hitam Pada model citra tinta / cat, jika ada cat (1) maka warna hitam, sedangkan jika tidak ada cat (0) maka warna putih
Citra biner 11011011 11011011 11000011 11011011 11011011
Gambar 1.1 Citra Biner
2. Citra Grayscale Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pixelnya, dengan kata lain nilai bagian RED = GREEN = BLUE. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan putih. Tingkatan keabuan di sini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Citra grayscale berikut memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan).
Skala keabuan 4 bit 15 0 6 0 15 12 15 15 15 5 0 12 15 8 15 15 15 10 0 13
13 15 0 15 0
15 15 15 15 15
Gambar 1.2 Citra Grayscale
3. Citra Warna 8 bit Setiap pixel dari citra warna (8 bit) hanya diwakili oleh 8 bit dengan jumlah warna maksimum yang dapat digunakan adalah 255 warna. Citra warna 8 bit dengan menggunakan palet warna 255 dengan setiap paletnya memiliki pemetaan nilai (colormap) RGB tertentu lebih sering digunakan.
4. Citra Berindeks Kebanyakan citra warna hanya memiliki sebagian kecil dari 16 juta warna yang mungkin. Untuk kenyamanan dalam menyimpan dan
penanganan berkas file, citra warna berindeks mempunyai sebuah peta warna yang terkait indeks warna , yang hanya menyimpan daftar semua warna yang digunakan pada citra tersebut. Setiap piksel pada citra warna berindeks mempunyai nilai yang tidak mewakili warna yang diberikan (seperti pada citra warna RGB), tetapi nilai tersebut hanya mewakili sebuah indeks warna yang mana representasi warna tersebut tersimpan pada peta warna (palet warna). Jumlah bit yang dibutuhkan oleh setiap titik pada citra bergantung pada jumlah warna yang tersedia dalam palet warna. 1.3
Resolusi Citra
Setiap jenis citra memiliki keunggulan masing-masing dalam hal resolusi. Citra tertentu dapat unggul untuk resolusi tertentu namun lemah untuk jenis resolusi yang lain. Untuk lebih jelasnya, masing-masing kualitas citra dalam berbagai resolusi dapat diterangkan sebagai berikut : 1. Resolusi spasial Resolusi spasial adalah ukuran objek terkecil yang masih dapat disajikan dibedakan, dan dikenali pada citra. Semakin kecil ukuran objek yang dapat direkam, semakin baik resolusi spasialnya. Begitupun sebaliknya, semakin besar ukuran obyek yang dapat direkam, semakin buruk resolusi spasialnya. 2. Resolusi Temporal Resolusi temporal adalah kemampuan sensor untuk merekam ulang objek yang sama. Semakin cepat suatu sensor merekam ulang objek yang sama, semakin baik resolusi temporalnya. 3. Resolusi Spektral Resolusi spektral merupakan ukuran kemampuan sensor dalam memisahkan objek pada beberapa kisaran panjang gelombang. Prahasta (2008) menyatakan bahwa resolusi spektral merujuk pada batas-batas spektral, domain atau lebar band (radiasi elektromagnetik) yang direkam oleh sistem sensor satelit yang bersangkutan. Dengan kata lain, resolusi ini merujuk pada kemampuan sensor dalam mendefinisikan interval panjang gelombang elektromaknetik secara halus. Oleh karena itu, citra digital high spectral resolution merupakan hasil rekaman dari suatu batas-batas spektral tertentu dan bandwidth yang cukup sempit untuk (diharapkan)
memperoleh spectral signature yang lebih akurat pada obyek-obyek diskrit (daripada bandwith yang lebih lebar atau kasaran). 4. Resolusi Radiometrik Resolusi radiometrik yaitu ukuran kemampuan sensor dalam merekam atau mengindera perbedaan terkecil suatu objek dengan objek yang lain (ukuran kepekaan sensor). Resolusi radiometrik berhubungan dengan kekuatan sinyal, kondisi atmosfir (hamburan, serapan dan tutupan awan), dan saluran spektral yang digunakan. 1.4
Elemen Dasar Citra Digital 1. Kecerahan (Brightness) : intensitas cahaya rata-rata dari suatu area yang melingkupinya. 2. Kontras (Contrast) : sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) di dalam sebuah citra. 3. Kontur (Contour) : keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada pixel-pixel tetangga, sehingga kita dapat mendeteksi tepi objek di dalam citra. 4. Warna (Color) : persepsi yang dirasakan oleh sistem visual manusia terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek. Warna-warna yang dapat ditangkap oleh mata manusia merupakan kombinasi cahaya dengan panjang berbeda. Kombinasi yang memberikan rentang warna paling lebar adalah red (R), green (G) dan blue (B). 5. Bentuk (Shape) : properti intrinsik dari objek tiga dimensi, dengan pengertian bahwa bentuk merupakan properti intrinsik utama untuk visual manusia. Umumnya citra yang dibentuk oleh manusia merupakan 2D, sedangkan objek yang dilihat adalah 3D. 6. Tekstur (Texture) : distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan pixel-pixel yang bertetangga.
1.5
Tujuan Pengolahan Citra Digital 1. Pengolahan Citra / Image Processing : Proses memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau komputer. Teknik pengolahan citra dengan mentrasfor-masikan citra menjadi citra lain, contoh : pemampatan citra (image compression). Pengolahan citra merupakan proses awal (preprocessing) dari komputer visi. 2. Pengenalan pola (pattern recognition) :
Pengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara otomatis oleh komputer agar suatu objek dalam citra dapat dikenali dan diinterpreasi. Pengenalan pola adalah tahapan selanjutnya atau analisis dari pengolahan citra
BAB II PENGOLAHAN CITRA SEDERHANA
2.1
Membaca Citra Pada Matlab, syntax yang digunakan untuk membaca citra adalah: A=imread(‘namafile.type’)
Syntax di atas berlaku jika file yang dipilih telah berada di current folder. Jika file berada dalam folder lain, maka sebaiknya pindahkan dulu ke dalam current folder.
Gambar 2.1 Tampilan citra dalam bentuk matriks Cara untuk mengetahui ukuran matriks: 1. Definisikan matriks terlebih dahulu 1 2 Misalkan: A = [3 4] 5 6 2. Syntax untuk mengetahui ukuran matriks adalah: size(A) atau whos A
Gambar 2.2 Menampilkan ukuran matriks
2.2
Menampilkan Citra
Sebelum mengetahui cara menampilkan citra, ada baiknya jika kita menampilkan dalam bentuk matriks terlebih dahulu. Cara untuk menampilkan matriks: 1. Definisikan matriks terlebih dahulu 1 2 3 Misalkan: A = [4 5 6] 7 8 9 2. Syntax untuk menampilkan matriks adalah: imagesc(A)
Gambar 2.3 Menampilkan matriks
Dengan cara yang sama, syntax tersebut dapat pula digunakan untuk menampilkan citra: imshow(‘namafile.type’) Syntax ini berlaku jika file telah berada di current folder.
Gambar 2.4 Menampilkan citra
Atau dapat pula dilakukan dengan mengetik syntax: A=imread(‘namafile.type’); imshow(A)
Gambar 2.5 Menampilkan citra
Jika ingin menampilkan file citra 2 dalam figure yang berbeda, maka syntaxnya adalah: A=imread(‘namafile.type’);
B=imread(‘namafile2.type’); imshow(A),figure,imshow(B)
Gambar 2.6 Tampilan 2 citra sekaligus
Dapat pula kita menampilkan 2 atau lebih citra dalam 1 figure yang sama, dengan menggunakan syntax: subplot(x,y,z)
dimana: x = banyak baris y = banyak kolom z = posisi citra
Menampilkan matriks dalam bentuk citra dapat dilakukan dengan syntax berikut ini:
Gambar 2.7 Tampilan 2 matriks dalam 1 figure Menampilkan 2 atau lebih citra sederhana dalam 1 figure dapat dilakukan dengan syntax berikut ini:
Gambar 2.8 Tampilan 2 citra dalam 1 figure
2.3
Membalikkan Citra
Pada Matlab, dapat pula mencerminkan citra dan merotasi citra dengan cara menukar baris dan atau kolom citra tersebut. Kolom matriks terbalik : A(end: -1 : 1 , : , : ); Baris matriks terbalik : A(:, end: -1 : 1 , : ); Kolom dan matriks terbalik : A(end: -1 : 1 , end: -1 : 1, : );
Gambar 2.9 Tampilan matriks terbalik
Membalik matriks terbalik dalam citra dapat dilakukan dengan syntax berikut ini:
Gambar 2.10 Tampilan citra matriks terbalik
Menampilkan citra terbalik dapat dilakukan dengan syntax berikut ini:
Gambar 2.11 Tampilan citra terbalik
2.4
Memotong Citra
Sebelum meng-crop, terlebih dahulu kita harus mengetahui ukuran dari citra dengan menggunakan perintah size atau whos. Syntax untuk memotong matriks atau citra: A( x:y, p:q ,:); dimana : x:y adalah interval baris citra p:q adalah interval kolom citra
Gambar 2.12 Tampilan matriks terpotong
menampilkan matriks terpotong dalam citra dapat dilakukan dengan syntax berikut ini:
Gambar 2.13 Tampilan citra matriks terpotong
Menampilkan citra terpotong dapat dilakukan dengan syntax berikut ini:
Gambar 2.14 Tampilan citra terpotong
2.5
Menyisipkan Citra
Pada Matlab, dapat pula menyisipkan citra dengan cara mengambil suatu bagian citra kemudian meletakkannya pada bagian lain. Syntax yang digunakan untuk menyisipkan citra: A(:, [x:y p:q], : ); dimana : x:y adalah rentang citra yang akan diambil. p:q adalah rentang tempat citra yang akan disisipkan.
Gambar 2.15 Tampilan matriks yang disisipkan
Menampilkan matriks sisipan dalam citra dapat dilakukan dengan syntax berikut ini:
Gambar 2.16 Tampilan citra matriks yang disisipkan
Menampilkan citra terpotong dapat dilakukan dengan syntax berikut ini:
Gambar 2.17 Tampilan citra sisipan
2.6
Menampilkan informasi Untuk menampilkan informasi, syntax yang digunakan adalah: imfinfo (‘namafile.type’)
Gambar 2.18 Tampilan informasi citra