Makalah Analisis Jurnal Askep Pada Anak Dengan Penyakit Akut.docx

  • Uploaded by: nanda wilda
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Analisis Jurnal Askep Pada Anak Dengan Penyakit Akut.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,831
  • Pages: 25
TUGAS ANALISIS JURNAL PADA ANAK DENGAN PENYAKIT AKUT DAN KEGAWATDARURATAN “MENINGITIS”

OLEH : Ns. NANDA WILDA LESTARI, S.Kep (1821312036)

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS ANDALAS 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata ajar keperawatan anak lanjut pada Pascasarjana Fakultas Keperawatan UNAND Padang. Penulis menyadari sepenuhnya makalah ini masih mempunyai kekurangan dan belum sempurna, sehingga penulis menerima kritikan, saran dan koreksi dari semua pihak untuk melengkapi dan memperbaiki makalah ini. Akhirnya penulis mengharapkan agar makalah ini bermanfaat bagi kita bersama. Terimakasih penulis ucapkan kepada pihak yang telah membantu selesainya makalah ini.

Padang, 9 Maret 2019

Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Maningitis bakteri merupakan inflamasi SSP akut. Perkembangan terapi antimikroba telah memberikan efek yang nyata pada perjalanan dan prognosis penyakit, walaupun penggunaan vaksin konjugat melawan Hemophilus influenza tipe B (Vaksin Hib) pada tahun 1990 telah menghasilkan perubahan yang paling dramatis dalam epidemiologi meningitis bakteri (Feign dan Perlman, 1998). Meningitis dianggap sebagai darurat medis yang perlu di kenali dan di obati secara dini untuk mencegah kerusakan neurologis. Disorientasi dan gangguan memori juga sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat mengalami letargi, tidak responif dan koma. Selain itu kejang juga dapat terjadi yang merupakan akibat dari area iritabilitas di otak. ICP (Intracranial Pressure) meningkat akibat perluasan pembengkakan di otak atau hidrosefalus. Tanda awal peningkatan ICP mencakup penurunan tingkat kesadaran dan defisit motorik lokal. Anak dengan meningitis bakteri akut mengalami hilang pendengaran (0,5-6,9% tipe sensorineural permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak terjadi pada anak yang telah sakit selama 24 jam (Anurogo, 2014). Infeksi fulminan akut terjadi pada sekitar 10 % pasien meningitis meningokokus yang memunculkan tanda-tanda septikemia yang berlebihan. Awitan demam tinggi, lesi purpurik ekstensif (di wajah dan ekstremitas), syok dan tanda koagulasi intravaskular diseminata (DIC) terjadi secara mendadak, kematian dapat terjadi dalam beberapa jam setelah awitan infeksi (Brunner & Suddart 2013). Data World Health Organization (WHO) (2015), melaporkan bahwa Pada tahun 2014 di Afrika ditemukan 14.317 dugaan kasus meningitis dengan jumlah kematian sebanyak 1.304 jiwa. Setiap tahun, kasus meningitis bakteri mempengaruhi lebih dari 400 juta orang yang tinggal di 26 negara (dari Senegal ke Ethiopia). Lebih dari 900.000 kasus dilaporkan dalam 20 tahun terakhir (1995-2014). kasus meningitis tersebut mengakibatkan kematian sebanyak 10%. Sedangkan 10-20% meninggalkan gejala sisa neurologis. Meningitis penyebab kematian bayi umur 29 hari - 11 bulan dengan urutan ketiga yaitu (9,3%) setelah diare (31,4%), dan pneumoni (23,8%). Proporsi meningitis penyebab kematian pada umur 1-4 tahun yaitu (8,8%)

dan

merupakan urutan ke-4 setelah Necroticans Entero Colitis (NEC) yaitu (10,7%) (Balitbangkes 2008). Di RSUP Dr. M. Djamil Padang tahun 2014 terdapat 96 orang

pasien anak dengan meningitis, tahun 2015 73 orang. Pasien meningitis perlu dilakukan pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya sering cheyneStokes. Selain itu dalam pemberian cairan harus di lakukan secara cermat untuk mencegah komplikasi kelebihan cairan seperti edema serebri. Turunkan suhu anak dengan kompres hangat dan nilai status hidrasi pada anak (Ngastiyah, 2012). Perawat sangat diperlukan perannya dalam memberikan asuhan kepada pasien. Mortalitas bergantung pada daya tahan tubuh pasien, cepatnya mendapat pengobatan, cara pengobatan dan perawatan yang diberikan.

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Meningitis 2. Tujuan Khusus 1. Memahami Definisi Meningitis 2. Memahami Etiologi Meningitis 3. Memahami Patifisiologi Meningitis 4. Memahami Manifestasi Klinis Meningitis 5. Memahami Penatalaksanaan Terapeutik Meningitis 6. Memahami asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis

BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Meningitis Meningitis adalah peradangan pada meningen, membrane yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang (Ketut & Mendri). B. Etiologi Infeksi yang paling sering terjadi pada meningitis disebabkan oleh berbagai organisme tetapi berikut ini merupakan tiga jenis yang utama : 1. Bakteri atau piogenik, disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basilus influenza 2. Tuberkulosa, disebabkan oleh basilus tuberculosis 3. Virus atau aseptic, di sebabkan oleh berbagai jenis virus Penyebab utama meningitis pada neonates adalah streptokokus group B dan Escherichia coli. Sedangkan meningokokus (serebrospinal epidemika) terjadi dalam bentuk epidemic dan merupakan satu-satunya bentuk yang mudah ditularkan ke orang lain melalui infeksi droplet dari secret nasofaring dapat terjadi pada semua usia namun infeksi meningkat sesuai dengan jumlah kontak ; oleh karena itu infeksi ini terutama terjadi pada anak usia sekolah dan remaja (Wong, Hockenberry, Wilson, & Schwartz, 2009). C. Patofisiologi Meningitis terjadi akibat perluasan berbagai infeksi bakteri, kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya resistensi yang didapat terhadap berbagai organisme penyebab infeksi. Jalur infeksi yang paling sering adalah melalui penyebaran vascular dari focus infeksi di tempat lain. Organisme juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui implantasi langsung setelah terjadinya luka tusuk, fraktur tengkorak yang membuka jalan masuk ke kulit atau sinus, pungsi lumbal, atau prosedur bedah, abnormalitas anatomi seperti spina bifida, atau benda-benda asing seperti Ventricular Shunt. Setelah Proses implantasi, organisme menyebar ke dalam cairan serebrospinal yang berfungsi sebagai saluran untuk penyebaran infeksi di seluruh ruang subaraknoid. Proses infeksi sama dengan yang terlihat pada setiap infeksi bakteri yaitu inflamasi, eksudasi, akumulasi sel darah putih, dan berbagai derajat kerusakan jaringan. Otak menjadi hiperemik dan edema, dan seluruh permukaan otak tertutup lapisan eksudat purulent. Pada saat infeksi meluas ke dalam ventrikulus otak, pus yang kental,

fibrin, atau pelengketan dapat menyumbat saluran yang sempit sehingga terjadi obstruksi aliran cairan serebrospinal (Wong, Hockenberry, Wilson, & Schwartz, 2009). D. Manifestasi Klinis Neonatus

Bayi dan anak yang masih kecil 1. Demam

Tanda-tanda spesifik : 1. Sangat

sulit

menegakkan

1. Biasanya

2. Pemberian makan buruk

diagnosis

4. Iritabilitas

penyakit samar dan tidak spesifik saat

lahir

mendadak

3. Menggigil yang

nyata 5. Serangan

awitan

2. Demam

3. Vomitus

2. Manifestasi

3. Pada

Anak-anak dan Remaja

4. Sakit kepala 5. Vomitus

kejang

6. Perubahan

yang sering (sering

sensorium

terlihat sehat, tetapi

disertai

dengan

dalam beberapa hari

tangisan

bernada

mulai terlihat dan

tinggi)

awal)

6. Fontanela

8. Iritabilitas

menunjukkan perilaku yang buruk 4. Menolak pemberian susu/makan 5. Kemampuan mengisap

susu

buruk

menonjol

7. Kejang

(sering

menjadi

tanda

9. Agitasi

7. Kaku kuduk dapat

10. Dapat

terjadi

terjadi atau tidak

Fotofobia,

terjadi

Delirium,

8. Tanda Brudzinski

Halusinasi,

dan kering tidak

Perilaku

6. Vomitus atau diare

membantu

Mengantuk,

7. Tonus otot buruk

penegakan

8. Penurunan gerakan

diagnosis

9. Fontanela

yang

9. Sulit

dalam

11. Kaku kuduk untuk

diperoleh

dan

menonjol

dievaluasi

pada

terlihat pada akhir perjalanan penyakit. 10. Leher

biasanya

lemas (supel)

kelompok usia ini 10. Empiema subdural (Infeksi Influenzae)

agresif,

Stupor, Koma

penuh, tegang, dan dapat

:

H

12. Dapat

berlanjut

menjadi opistotonos 13. Tanda kering dan brudzinski positif 14. Respon hiperaktif

reflex tetapi

Tanda-tanda nonspesifik: 1. Hipotermia

atau

bervariasi Tanda-tanda dan

gejala

demam (bergantung

yang khas sesuai dengan

maturitas bayi)

masing-masing organisme

2. Ikterus

:

3. Iritabilitas

1.

Ruam petekie atau

4. Mengantuk

purpurik

5. Kejang

meningokokus)

6. Pernapasan regular

khususnya

atau apnea

disertai

7. Sianosis 8. Penurunan

(infeksi

keadaan berat

badan

jika dengan mirip

syok. 2.

Kelainan

sendi

(infeksi meningokokus dan H. influenza). 3.

Telinga mengeluarkan secret yang kronis (meningitis pneumokokus).

(Wong, Hockenberry, Wilson, & Schwartz, 2009) E. Penatalaksanaan Terapeutik Meningitis bakteri akut merupakan keadaan kedaruratan medis yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan terapi yang segera untuk mencegah kematian serta disabilitas sampingan. Penatalksanaan terapeutik pertama antara lain :  Tindakan kewaspadaan terhadap isolasi  Dimulainya terapi antimikroba  Pemeliharaan hidrasi yang optimal  Pemeliharaan ventilasi  Mengurangi peningkatan TIK  Penatalaksanaan syok bakteri  Pengendalian serangan kejang

 Pengendalian suhu tubuh yang terlalu panas/dingin  Perbaikan anemia  Penanganan komplikasi (Wong, Hockenberry, Wilson, & Schwartz, 2009) F. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian 1) Riwayat keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan pada otak, cedera kepala 2) Pada neonates : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, refleks mengisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menangis lemah 3) Pada anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda kering dan Brudzinski positif, refleks fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus. 4) Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dan merintih, ubunubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan Burdzinski positif. b. Diagnosis Keperawatan 1) Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan proses inflamasi 2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan meningkatnya tekanan intra cranial 3) Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan kelemahan otot-otot pernapasan, ketidak mampuan untuk batuk, dan penurunan kesadaran 4) Tidak efektif pola napas berhubungan dengan menurunnya kemampuan untuk bernapas 5) Risiko injury berhubungan dengan disorientasi, kejang, gelisah 6) Perubahan proses berpikir berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran 7) Kurangnya volume cairan berhubungan dengan menurunnya intake cairan, kehilangan cairan yang abnormal 8) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya sekresi hormone antidiuretic

9) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, lemah, mual dan muntah 10) Kecemasan berhubungan dengan adanya situasi yang mengancam c. Perencanaan 1) Anak akan mempertahankan perfusi serebral yang adekuat 2) Diagnosa 3 dan 4 : Anak akan menunjukkan status pernapasan adekuat yang ditandai dengan jalan napas paten dan bersih, pola napas efektif dan pernapasan normal 3) Anak tidak akan mengalami injury 4) Anak akan mempertahankan kontak dengan lingkungan sekitar 5) Anak tidak memperlihatkan kekurangan volume cairan yang ditandai dengan membrane mukosa lembab dan turgor kulit elastis 6) Anak akan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat 7) Anak akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat 8) Orangtua akan mengekspresikan ketakutan/kecemasan, dan mengidentifikasi situasi yang mengancam, dan mengatasi kecemasannya. d. Implementasi 1) Mempertahankan perfusi serebral yang adekuat a) Pastikan anak tidak akan mengalami injury b) Pertahankan anak akan tetap kontak dengan lingkungan sekitar c) Mengobservasi dan mencatat tingkat kesadaran (kewaspadaan orientasi, mudah terstimulasi, letargi, respon yang tidak tepat) d) Menilai status neurologi setiap 1-2 jam (gerakan yang simetris, refleks infantile, respon pupil, kemampuan mengikuti perintah, kemampuan mengepalkan tangan, gerakan tangan, ketajaman penglihatan mata, refleks tendon dalam, kejang, respon verbal) e) Memonitor adanya peningkatan tekanan intracranial (meningkatnya lingkar kepala, fontanel menonjol, meningkatnya tekanan darah, menurunnya nadi, pernapasan tidak beraturan, mudah terstimulasi, menangis merintih, gelisah, bingung, perubahan pupil, deficit focal, kejang) f) Catat setiap kejang yag terjadi, anggota tubuh yang terkena, lamanya kejang, dan aura

g) Menyiapkan peralatan jika terjadi kejang (pinggiran tempat tidur dinaikkan, tempat tidur dalam posisi rata, peralatan penghisapan lender, bel mudah dijangkkau, peralatan emergensi, obat anti kejang) h) Meninggikan bagian kepala tempat tidur 30° i) Mempertahankan kepala dan leher dalam satu garis lurus untuk memudahkan venous return j) Memberikan antibiotic sesuai order/mempertahankan lingkungan yang tenang dan menghindari rangsang yang berlebihan (cahaya lampu tidak terlalu terang, anak dalam posisi yang nyaman, hindari melakukan tindakan yang tidak penting) k) Mengajarkan

kepada

anak

untuk

menghindari

valsava

manuver

(mengedan, batuk, bersin) dan jika merubah posisi anak lakukan secara perlahan l) Melakukan latihan pasif/aktif (ROM) m) Hindari dilakukannya pengikatan jika memungkinkan n) Memonitor tanda-tanda septic syok (hipotensi, meningkatnya temperature, meningkatnya pernapasan, kebingungan, disorientasi, vasokonstriksi perifer) o) Memonitor hasil analisa gas darah p) Memberikan terapi untuk mengurangi edema otak sesuai order q) Memberikan oksien sesuai order 2) Mempertahankan oksigenasi yang adekuat 3) Mencegah injury 4) Mempertahankan fungsi sensori 5) Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit yang adekuat 6) Mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat 7) Orangtua akan mengekspresikan ketakutan/kecemasan terhadap kemungkinan kehilangan anak dan mencari solusi untuk mengatasinya e. Perencanaan Pemulangan 1) Anjurkan bagaimana mempertahankan nutrisi yang adekuat ; makanan rendah lemak 2) Jelaskan pentingnya istirahat 3) Ajarkan cara mencegah infeksi

4) Jelaskan tanda dan gejala hepatitis fulminant : perubahan status neurologis, perdarahan, retensi cairan.

BAB III ANALISIS JURNAL NO 1

JUDUL JURNAL METODOLOGI Prevalence and antibiotic  Penelitian ini dilakukan resistance

profiles

of

HASIL  Dalam studi

ini,

di Rumah Sakit Anak

organisme

cerebrospinal fluid pathogens

Universitas

sering diisolasi dari CSF

in children with acute bacterial

Kunming

meningitis

Medis

pasien

meningitis

yang merupakan rumah

provinsi

Yunnan,

province, China, 2012-2015

sakit anak terbesar dan

selama 2012 hingga 2015

Author : Hungchao Jiang,

satu-satunya di provinsi

adalah

Min Su, Liyue kui, Hailin

Yunnan, Cina. CHKMU

Streptococcus

Huang, Lijuan Qiu, Li Li, Jing

kira-kira terdapat seribu

pneumoniae

Ma, Tingyi Du, Mao Fan,

tempat

tidur

Staphylococcus

Qiangming Sun, Xiaomei Liu

medis

tersier

Year : 2017

in

Yunnan

(CHKMU),

yang paling

fasilitas

Cina

(28,5%),

(17,8%),

epidermidis

(10,0%),

berlokasi di Kunming,

Haemophilus

influenza

ibu

Provinsi

type b (9,5%) ), dan

Sebagai

streptokokus kelompok B

jembatan penting dalam

(7,2%). Dalam beberapa

Kerja Sama Ekonomi

tahun

Sub-regional

perubahan

kota

Yunnan.

yang

E.coli

di

Mekong

terakhir, utama

dua telah

Besar, perbatasan antara

diamati

Provinsi Yunnan dan

epidemiologi

Myanmar,

Laos

bakteri akut pada anak-

Vietnam

memanjang

4061

km.

dan

Selain

dalam

anak.  Perubahan pertama adalah

menyediakan perawatan

bahwa

untuk

Streptococcus

pasien

berlokasi

di

yang

meningitis

prevalensi

wilayah

pneumoniae,

barat daya Cina, rumah

Haemophilus

influenza

sakit

type

Neisseria

pendidikan

ini

b

dan

juga menangani kasus

meningitides

rujukan

secara

dari

negara-

menurun

signifikan

di

negara

Asia

(Vietnam,

selatan

Laos

dan

Thailand).

beberapa

negara

maju

karena pemberian vaksin. Demikian pula, kejadian

 Subjek penelitian dan pengumpulan

data

meningitis bakteri akut yang

disebabkan

oleh

Penelitian ini dilakukan

Streptococcus

dari

pneumoniae,Haemophilus

Januari

2012

hingga Desember 2015.

influenza

Kasus meningitis yang

Neisseria

dikonfirmasi di Rumah

juga menurun di provinsi

Sakit

Yunnan, Cina, di mana

Anak

di

type

b

dan

meningitides

Universitas Kedokteran

vaksinasi

Kunming diidentifikasi

sebagian terhadap bakteri

sesuai dengan definisi

ini. Dalam penelitian ini,

kasus untuk meningitis

Neisseria meningitides di

bakteri

Secara

identifikasi dalam 0% dari

keseluruhan, 179 pasien

isolat yang diuji. Temuan

meningitis akut yang

ini

dikonfirmasi yang orang

penelitian yang dilakukan

tua atau wali sahnya

di negara maju di mana

memberikanpersetujuan

vaksin meningitis telah

tertulis terdaftar dalam

diberikan.

akut.

penelitian ini. Informasi

dilakukan

sesuai

 Perubahan kedua dalam

pasien, termasuk usia,

epidemiologi

jenis

kelamin,

bakteri

gejala

klinis,

dan dicatat

dengan

akut

peningkatan

meningitis adalah strain

pada saat masuk. Semua

resisten pneumokokus di

diagnosa klinis pasien

seluruh dunia. Salah satu

dan karier dan profil

faktor

kerentanan

antibiotik

berkontribusi

organisme

terisolasi

meningkatnya prevalensi

dan

meningitis yang resisten

dianalisis sesuai dengan

terhadap antibiotik adalah

dikumpulkan

yang

mungkin terhadap

pedoman komite etik

penggunaan

rumah sakit.

sebelum

 Pengumpulan spesimen klinis

Hanya

sampel

satu

representatif

antibiotik

masuk

rumah

sakit, suatu praktik umum di

banyak

negara

berkembang.

CSF dari setiap pasien yang dimasukkan, dan sampel CSF berturutturut dari pasien yang sama diabaikan untuk tujuan

penelitian

ini.

Situs

tusukan

didesinfeksi

dengan

alkohol 70% dan 2% tingtur yodium sebelum mengumpulkan sekitar 3 ml CSF dari pasien. Tusukan

lumbal

dilakukan secara aseptik pada pasien, dan sampel cairan

serebrospinal

(CSF)

dikumpulkan

dalam

wadah

yang

tertutup sekrup steril. 2

Asuhan

keperawatan

pada  Penelitian

anak dengan kasus meningitis

merupakan

di ruang rawat anak irna

kualitatif

kebidanan dan anak

ini  Pengkajian

:

An.Z

penelitian

perempuan berusia 7 tahun

dengan

melalui IGD rujukan dari

rancangan studi kasus

RSI Yarsi Bukit Tinggi.

M. Djamil padang

menggunakan

Pasien

Author : Tisnawati, Alfinia

pendekatan

Yulita

keperawatan

Year : 2017

rsup dr.

proses

penelitian

ini

dengan

keluhan demam selama 2 minggu,

 Populasi

datang

kejang

seluruh

dalam

tubuh sejak 6 jam sebelum

adalah

masuk, frekuensi 1 kali,

anak yang mengalami

lamanya

10

meningitis.

mengalami

menit

dan

penurunan

 Sampelnya adalah An.

kesadaran setelah kejang.

Z dan By. F. Teknik

An.Z di rawat di ruang

sampel yang digunakan

Akut IRNA Kebidanan dan

adalah

anak

purposive

dengan

diagnosa

medis Meningitis TB. Data

sampling.  Penelitian dilakukan di

subjektif:

ayah

ruang IRNA anak dan

mengatakan anak demam,

Kebidanan RSUP Dr.M.

batuk

berdahak,

refleks

Djamil

Padang

batuk

lemah,

batuk

bulan

Mei

mampu

Pengelolaan

pada 2017,

berdahak

tidak

kasus

bicara

dan

hanya

dilakukan selama 5-7

mengerang, , refleks batuk

hari,

I

lemah dan tampak sesak.

mulai

anak demam dan badannya

mengelola dari tanggal

panas. Data objektif: GCS

24 - 30 Mei 2017. Pada

9 (E4V2M3), badan teraba

kasus II di tanggal 25-

panas T 37,8oC, TD 110/70

31 Mei 2017.

mmHg, HR 87x/i, P 30x/i,

pada

peneliti

 Pengumpulan dilakukan wawancara,

kasus

data

Hb 10,7 gr/dl, ada tarikan

dengan

dinding dada, auskultasi

observasi,

terdengar

bronkial

dan

pengukuran dan studi

ronkhi, TD 110/70 mmHg,

dokumentasi. Instrumen

P 30 x/i, T 37,80C, HR

penelitian

87x/i.

berupa

kulit pasien teraba

peneliti sendiri dengan

panas, TD 110/70 mmHg,

alat

P 30 x/i, T 37,80C, HR

bantu

sphygmomanometer, stetoskop, termometer,

87x/i.  Diagnosa

penlight, serta pedoman

Keperawatan :

pengkajian.

dilakukan pengkajian, maka

 Pendekatan

proses

selanjutnya

Setelah

peneliti

keperawatan

yang

melakukan analisa data dan

dilakukan

peneliti

dapat dirumuskan diagnosa

meliputi

tahapan

keperawatan sebagai berikut:

sebagai

berikut:

:

pengkajian,

Diagnosis

Resiko

perfusi

ketidakfektifan

jaringan

serebral

keperawatan, Intervensi

berhubungan dengan proses

keperawatan,

inflamasi di selaput otak,

Implementasi

Ketidakefektifan

keperawatan, keperawatan.

Evaluasi

jalan

nafas

bersihan

berhubungan

dengan penumpukan sekret di jalan nafas, Hipertermi berhubungan

dengan

peningkatan

laju

metabolisme.  Intervensi Keperawatan 1. Tujuan untuk masalah Resiko

ketidakfektifan

perfusi jaringan serebral, setelah 5 x

24 jam

masalah berkurang atau teratasi dengan kriteria hasil:penurunan TIK dan menghentikan terjadinya kejang.

Intervensinya

adalah 1) terapi oksigen dengan aktivitas; Periksa mulut, hidung, dan sekret trakea, pertahankan jalan napas

yang

paten,

berikan oksigen sesuai kebutuhan, aliran

monitor

oksigen.

manajemen

2) edema

serebral,

dengan

kegiatan; monitor tandatanda

vital,

monitor

status

pernapasan,

Monitor

karakteristik

cairan

serebrospinal

(warna,

kejernihan,

konsistensi), Berikan anti kejang sesuai kebutuhan dorong

keluarga/orang

yang

penting

untuk

bicara pada pasien dan posisikan tinggi kepala 30o

atau

lebih.

3)

monitoring peningkatan intrakranial,

dengan

kegiatan; jumlah,

Monitor nilai

dan

karakteristik pengeluaran cairan

serebrispinal

(CSF), monitor intake dan output, monitor suhu dan jumlah leukosit dan berikan antibiotik. 2. Tujuan untuk masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas, setelah 5 x 24

jam

masalah

berkurang atau teratasi dengan

kriteria:

Frekuensi normal pernapasan

pernapasan ,

irama reguler,

adanya

kemampuan

untuk

mengeluarkan

sekret

dan

tidak

ada

penggunaan otot bantu pernapasan.

Rencana

keperawatannya

adalah

1) Kepatenan jalan nafas dengan

kegiatan;

Pastikan kebutuhan oral suctioning, status

Monitor

oksigen

pasien,

Berikan oksigen dengan menggunakan untuk

nasal

memfasilitasi

suction. 2) Manajemen jalan

nafas,

dengan

kegiatan;

Posisikan

pasien

untuk

memaksimalkan ventilasi,

Auskultasi

suara nafas dan catat adanya suara tambahan, perhatikan gerakan dada saat

inspirasiekspirasi,

monitor

respirasi

dan

status O2. 3. Tujuan untuk masalah hipertermi, setelah 5 x 24 jam masalah berkurang atau

teratasi

dengan

kriteria:

Suhu

tubuh

normal,

tidak

terjadi

perubahan warna kulit,

mencegah

terjadinya

kejang dan sakit kepala. Intervensi nya adalah; 1) Perawatan

demam,

dengan aktivitas; Pantau suhu

dan

tanda-tanda

vital

lainya,

monitor

warna kulit dan suhu, beri obat atau cairan IV, berikan

oksigen

yang

sesuai dan turunkan suhu tubuh dengan kompres air hangat (2) Pengaturan suhu dengan aktivitas, monitor suhu setiap 3 jam sesuai kebutuhan, monitor

dan

laporkan

adanya tanda

gejala

hipotermia

dan

hipertermia,

tingkatkan

intake cairan dan nutrisi adekuat

dan

pengobatan

berikan antipiretik

sesuai kebutuhan. ImplementasiKeperawatan Tindakan sesuai

yang

dilakukan

dengan

rencana

tindakan yang telah disusun untuk

masing-masing

masalah keperawatan.  Evaluasi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 5 hari didapatkan tiga masalah

keperawatan yang muncul belum sepenuhnya teratasi, maka semua intervensi tetap dilanjutkan. 3

Prevalens meningitis neonatal  Penelitian dan

faktor-faktor

ini  Pada penelitian ini terdapat

yang

merupakan

penelitian

32 bayi dengan klinis sepsis

bayi

potong lintang dengan

yang dirawat di Ruang NICU

klinis sepsis di ruang NICU

rancangan

RSUP

RSUP Sanglah Denpasar

analitik.

mempengaruhi

pada

diskriptif

Sanglah

Denpasar

sejak 1 Juli 2015 sampai 15

Author : Alissya Rachman,*  Penelitian dilakukan di

Juni 2016 dan 22 (68,8%)

Wayan Dharma Artana, Made

ruang

diantaranya

Sukmawati

Sanglah Denpasar pada

Year : 2017

bulan Juli 2015 sampai  Meningitis

NICU

RSUP

bulan Juni 2016

menderita

meningitis neonatal. neonatal

lebih

banyak didapatkan pada bayi

 Populasi

target

lelaki

(68,2%),

usia

adalah

kehamilan < 37 minggu

bayi usia 0-28 hari yang

(90,9%) dan berat lahir <

menderita klinis sepsis

2500 gram (86,4%). Gejala

 Kriteria inklusi adalah

dominan yang ditunjukkan

bayi usia 0-28 hari yang

adalah letargi. Komorbiditas

menderita klinis sepsis

lain yang paling banyak

yang dirawat di ruang

menyertai adalah pneumonia

NICU RSUP Sanglah

neonatal.

penelitian

ini

Denpasar dan orang tua Sebanyak 2 bayi dari 22 bayi dengan meningitis neonatal

menandatangani informed

consent

didapatkan

penelitian.

Kriteria

CSS

dengan positif,

kultur yaitu

eksklusi adalah infeksi

Strepthomonas malthophilia

kongenital

dan

toxoplasmosis, rubella,

paucimobilis sedangkan 20

cytomegalovirus,

dan

lainnya dengan kultur CSS

herpes

simplex

dan pengecatan gram tidak

(TORCH),

anomali

ditemukan

Sphingomonas

kuman.

Pada

sistem saraf pusat, dan

analisis

perdarahan intrakranial.

jumlah sel >20 leukosit/mm3

 Bayi

dengan

klinis

<50

kriteria

kasus

dilakukan

prosedur

didapatkan

pada 86,4% kasus, glukosa

sepsis yang memenuhi inklusi

CSS

mg/dL

pada

77,4%

dan

protein

>100

mg/dL pada 90,9% kasus.

untuk

Tiga kasus (13,6%) dengan

mengetahui

adanya

jumlah sel <20 sel/mm3

meningitis.

Faktor-

didiagnosis

pungsi

lumbal

sebagai

faktor yang berpengaruh

meningitis partial treatment

terhadap

karena

terjadinya

disertai

dengan

meningitis diinvestigasi

peningkatan

pada rekam medis atau

penurunan glukosa CSS serta

melalui anamnesis pada

terdapat riwayat pemberian

ibu.

antibiotik lama.

Temuan

klinis

protein

secara  Penelitian ini juga mencari

dievaluasi

langsung atau melalui

faktor-faktor

catatan

mempengaruhi

medis.

dan

pada

rekam

yang

meningitis

terjadinya

neonatal

pada

bayi dengan klinis sepsis. Faktor-faktor didapat

risiko

adalah

yang usia

kehamilan, berat lahir, jenis kelamin, asfiksia, ketuban pecah dini, ketuban hijau dan pneumonia neonatal. Hasil analisis

bivariat

menunjukkan bayi kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu), berat lahir rendah (<2500

gram)

dan

pneumonia

neonatal

berpengaruh

terhadap

kejadian meningitis neonatal pada klinis sepsis dengan nilai

P

masing-masing

adalah 0,019, 0,042 dan 0,085.

Jenis

kelamin,

asfiksia, ketuban pecah dini dan

ketuban

hijau

tidak

berpengaruh terhadap kurang bulan dan 86,4% bayi berat lahir < 2500 g mengalami meningitis. Pada penelitian ini bayi kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu) berhubungan kuat dengan meningitis neonatal. Neonatus terutama neonatus kurang bulan memiliki risiko tinggi menderita meningitis oleh

karena

imunitas dan

defisiensi

humoral,

fungsi

seluler

fagositosis,

integritas di seluruh barrier pertahanan

rendah,

mekanisme pertahanan yang masih imatur dan rendahnya kadar immunoglobulin yang didapat dari ibu.  Penyakit

penyerta

berupa

penyakit

membran

hialin,

pneumonia,

enterokolitis

nekrotikan,

displasia

bronkopulmoner, penyakit

lainnya

dan yang

menyebabkan

perawatan

lama di

NICU memiliki

risiko

tinggi

untuk

berkembang

menjadi

meningitis.  Pungsi

lumbal

prosedur menegakkan

adalah

utama

untuk diagnosis

meningitis oleh karena gejala klinis tidak spesifik.

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Meningitis merupakan peradangan pada meningen, membrane yang menutupi otak dan sumsum tulang belakang. 2. Meningitis terjadi akibat perluasan berbagai infeksi bakteri, kemungkinan disebabkan oleh berkurangnya resistensi yang didapat terhadap berbagai organisme. 3. Meningitis memerlukan penanganan sedini mungkin untuk mencegah terjadinya kerusakan pada neurologis. B. Saran Perawat sangat diperlukan perannya dalam memberikan asuhan kepada pasien denganmeningitis. Mortalitas bergantung pada daya tahan tubuh pasien, cepatnya mendapat pengobatan, cara pengobatan dan perawatan yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2. Jakarta EGC Jiang Hongchao. (2017). Prevalence and antibiotic resistance profiles of cerebrospinal fluid pathogens in children with acute bacterial meningitis in Yunnan province, China, 2012-2015. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0180161. Ketut, M., & Mendri, N. K. (n.d.). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit & Resiko Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press. Ngastiyah. (2012) .Perawatan anak sakit.Edisi II.Jakarta: EGC Rachman Alissya. (2017). Prevalens meningitis neonatal dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada bayi klinis sepsis di ruang NICU RSUP Sanglah Denpasar. Volume 48, Number 2: 113-117. Tisnawati, Alfinia Yulita. (2017). ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN KASUS MENINGITIS DI RUANG RAWAT ANAK IRNA KEBIDANAN DAN ANAK RSUP DR. M. DJAMIL PADANG. Vol XI Jilid 2 No 77. Journal Menara. WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015. Wong, D. L., Hockenberry, M., Wilson, D., & Schwartz, P. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (6 ed., Vol. 1). (E. K. Yudha, Ed.) Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Related Documents


More Documents from "Nada Heni Winari"