Lp Tbc.docx

  • Uploaded by: Arviansyah Mauludin
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Tbc.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,354
  • Pages: 21
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU

Oleh kelompok 1: 1. Alya Izza Azzahra

(P17120017043)

2. Erizha Adjie Hilmida

(P17120017052)

3. Nanda Ayu Puji Astuti

(P17120017062)

4. Syifa Nabila Rahmi

(P17120017076)

Tingkat II B

JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA 1 Jl. Wijayakusuma Raya 47 Cilandak – Jakarta Selatan 12430 2019/2020

A. Definisi Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agen infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis merupakan suatu penyakit sistem pernafasan yang mengalami peradangan pada paru-paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tuberculosis merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia. TB sangat erat kaitannya dengan kemiskinan, malnutrisis, tempat kumuh, perumahan di bawah standard, dan perawatan kesehatan yang tidak adekuat. (Bachrudin & Najib, 2006). B. Etiologi Penyebab dari tuberculosis yaitu Mycobacterium tuberculosis adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet (Brunner & Suddarth, 2002). tuberculosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi melalui udara. Individu terinfeksi, melalui berbicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi, melepaskan droplet besar (lebih dari 100 µ ) dan kecil ( 1 sampai 5 µ ). Droplet yang besar menetap, sementara droplet yang kecil tertahan di udara dan terhirup oleh individu yang rentan. Risiko untuk tertular tuberkulosis juga tergantung pada banyaknya organisme yang terdapat di udara. Mycobacterium tuberculosis mempunyai sifat : basil berbentuk batang, aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 80oC), serta tahan hidup ber bulan-bulan pada suhu kamar dan ruangan yang lembab (Bachrudin & Najib, 2006).

C. Patofisiologi Individu rentan menghirup bakteri tuberculosis dan menjadi terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat dimana mereka

terkumpul dan mulai memperbanyak diri. Bakteri juga dipindahkan melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks, serebri), dan area paru-peu lainnya (lobur atas). Sistem imun tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi fagosit (neutrofil & makrofag) menelan banyak bakteri : limfosit spesifik tuberkulosis melisis (menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli. Sistem imun tubuh merespon dengan melakukan reaksi inflamasi fagosit (neutrofil dan makrofag) menelan banyak bakteri, limfosit spesifik tuberkulosis melisis atau menghancurkan basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveolus dan menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya terjadi dua sampai 10 minggu setelah pemajanan. Masa jaringan baru disebut 30 omas merupakan gumpalan basil hidup yang sudah mati dikelilingi makrofag yang membentuk dinding protektif granulomas diubah menjadi masa jaringan febro sebagian sentral nya disebut tuberkel Ghon . Bakteri dan ma'ruf menjadi mikrotik membentuk masa seperti kaiju yang dapat mengalami klasifikasi membentuk skar kolagenosa. Battery menjadi dorman tanpa perkembangan penyakit aktif. Setelah pemesanan dan infeksi awal individu dapat mengalami penyakit aktif karena gangguan yang ini adekuat dari responden sistem imun dan dapat terjadi di infeksi ulang dan aktivitas bakteri dorman. Tuberkel Ghon memecah melepaskan bahan seperti kayu dalam bronki. Bakteri menjadi tersebar di udara mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut pembentukan tuberkel dan selanjutnya. Hanya sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif (Brunner dan Suddarth, 2002).

D. Manifestasi klinis Tuberkulosis paru termasuk insidius. Sebagian besar pasien menunjukkan demam tingkat rendah, keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam nyeri dada dan batuk menetap. Batuk pada awalnya mungkin nonproduktif tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan

sputum mukopurulen dengan hemoptisis. Tuberkulosis dapat mempunyai manifestasi atipikal pada lansia, seperti perilaku tidak biasa dan perubahan status mental, demam, anoreksia, dan penurunan berat badan.basil TB dapat bertahan lebih dari 50 tahun dalam keadaan dorman. (Brunner dan Suddarth, 2002).

E. Komplikasi 1. Masukkan nutrisi tidak adekuat dan malnutrisi Hal ini mungkin terjadi karena gaya hidup pasien, kurang pengetahuan tentang nutrisi yang adekuat, keletihan atau kurang nafsu makan karena batuk dan pembentukan sputum 2. Efek samping terapi medikasi Sering menjadi alasan pasien gagal untuk mematuhi kepatuhan rencana pengobatan yang sudah dibuat. 3. Resistensi banyak obat Lamanya pengobatan seringkali menyebabkan pasien menghentikan pengobatannya.

Kegagalan

untuk

mematuhi

pengobatan

yang

diresepkan mengakibatkan resistensi banyak obat. 4. Penyebaran infeksi tuberkulosis Penyebaran infeksi tuberkulosis ke bagian tubuh nonpulmonal disebut TB milians. TB ini diakibatkan oleh invasi aliran darah oleh tuberkel Ghon. Organisme bermigrasi dari fokus infeksi ke dalam aliran darah, terbawa keseluruh tubuh dan berdiseminasi dalam semua jaringan dengan tuberkel kecil yang berkembang dalam paru-paru, limfa, hepar, meninges dan organ lainnya. (Brunner dan Suddarth, 2002).

F. Pemeriksaan penunjang Menurut Asih dan Christantie (2004) 1. Kultur sputum : positif untuk M.Tuberculosis pada tahap aktif penyakit. 2. Ziehl- Neelsen ( pewarnaan tahan asam ) : positif untuk basil tahan asam.

3. Tes kulit mantoux : reaksi signifikan pada individu yang sehat biasanya menunjukkan kuman M.Tuberculosis dorman/ infeksi yang disebabkan berbeda 4. Rontgen dada : menunjukkan infiltrasi kecil lesi dini pada dinding atau bidang atas paru, deposit kalsium dan lesi primer yang telah menyembuh, atau cairan dari suatu efusi. Perubahan yang menandakan Tuberculosis lebih lanjut mencakup kavitasi, atau fibrosa 5. Biopsi jaringan paru : positif untuk granuloma TB. Adanya sel-sel raksasa menunjukan nekrosis 6. AGD : mungkin mungkin abnormal, bergantung pada letak, keparahan, dan kerusakan padu residual.

G. Komplikasi 1. Masukan nutrisi tidak adekuat dan malnutrisi Hal ini mungkin terjadi karena gaya hidup pasien, kurang pengetahuan tentang nutrisi yang adekuat, kelihatan atau kurang napsu makan karena batuk dan pembentukan sputum 2. Efek samping terapi medikasi Sering menjadi alasan pasien gagal untuk mematuhi kepatuhan rencana pengobatan yang sudah dibuat. 3. Resistensi banyak obat Lamanya pengobatan seringkali menyebabkan pasien menghentikan pengobatannya. Kegagalan untuk mematuhi regimen pengobatan yang di resepkan mengakibatkan resistensi banyak obat. 4. Penyebaran infeksi Tuberkulosis Penyebaran infeksi tuberculosis ke bagian tubuh nonpulomonal di sebut TB miliaris. TB ini diakibatkan oleh invasi aliran daraj oleh tuberkel ghon. Organisme bermigrasi dari focus infeksi ke dalam aliran darah, terbawa ke seluruh tubuh dan berdiseminasi melalui semua jaringan,

dengan tuberkel miliaris kecil yang berkembang dalam paru-paru, limpa, hepar, meninges, dan organ lainnya. (Brunner & Suddart, 2002)

H. Pemeriksaan Penunjang 1. Kultur sputum : positf untuk M.Tuberkulosis pada tahap aktif penyakit. 2. Ziehl-Neelsen (perwarnaan tahan asam) : positif untuk basil tahan asam. 3. Tes kulit mantoux : rekasi signifikan pada individu yang sehat biasanya menunjukkan TB dorman/ infeksi yang disebabkan mikobakterium yang berbeda. 4. Rontgen dada : menunjukkan infiltrasi kecil lesi dini pada dinding atau bidang atas paru, deposit kalsium dari lesi primer yang telah menyembuh, atau cairan dari suatu efusi. Perubahan yang menandakan TB lebih lanjut mencakup kavitasi, area fibrosa. 5. Biposi jarum jaringan paru : positif untuk granuloma TB. Adanya sel-sel raksasa menunjukkan nekrosis. 6. AGD : mungkin abnormal bergantung pada letak, keparahan, dan kerusakan paru residual. (Asih & Christantie, 2004)

I. Pentalaksanaan Penderitas TB harus diobati dan pengobatannya harus adekuat. Pengobatan TB memakan waktu minimal 6 bulan. Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan multidrugs regimen, hal ini bertujuan mencegah terjadi resisten basil TB terhadap obat. Obat anti TB dibagi dalam dua golongan besar, yaitu obat lini pertama dan obat lini kedua. 1. Obat lini pertama : Isoniazid (H), Etambutol (E), Streptomisin (S), Pirazinamid (Z), Rifampisin (R), dan Tiosetazon (T). 2. Obat lini kedua : Etionamide, Sikloserin, PAS, Amikasin, Kanamisin, Kapreomisisn, Siprofloksasin, Oflokasasin, Klofazimin, dan Rifabutin Terdapat dua alternative terapi pada TB paru, yaitu :

1. Terapi Jangka Panjang (Tanpa Rifampisin) Menggunakan Isoniazid, Etambutol, Streptomisin, Priazinamid dalam jangka waktu 24 bulan atau 2 tahun. 2. Terapi Jangka Pendek Menggunakan regimen rifampisin, isoniazid dan Pirazinamid dalam jangka waktu minimal 6 bulan – 9 bulan jika terapi kemungkinan di lanjutkan. Panduan obat anti TB menurut program pemberantasan TB Paru di Indonesia rekomendasi WHO ada tiga : Kategori 1 : 2HRZE/ 4H3R3 Kategori 2 : 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3 Kategori 3 : 2HRZ/ 4H3R3 (Djojodibroto, 2016)

J.

Pathway TB ( Nanda Nic-Noc, 2015)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TB PARU

A. PENGKAJIAN (Andra & Yessie, 2013) 1. Identifikasi diri klien : a. Nama b. Jenis kelamin c. Umur d. Tempat/tanggal lahir e. Alamat f. Pekerjaan 2. Riwayat kesehatan a. Kesehatan sekarang 1) Keadan pernapasan (napas pendek) 2) Nyeri dada 3) Batuk dan 4) Sputum b. Kesehatan dahulu Jenis gangguan kesehatan yang baru saja diaalami, cedera dan pembedahan c. Kesehatan keluarga Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi dan TB 3. Gejala yang berkaitan dengan masalah utama, misalnya: a.

Demam

b.

Menggigil

c.

Lemah

d.

Keringat dingin malam merupakan gejala yang berkaitan dengan TB

4. Status perkembangan, misalnya : a.

Ibu yang melahirkan bayi perlu ditanyatakan apakah sewaktu hamil mempunyai masalah masalah resiko dan apakah usia kehamilan cukup

b.

Pada usia lanjut perlu ditanya apakah ada perubahan pola pernapasan, cepat lelah sewaktu naik tangga, sulit bernapasan sewaktu berbaring atau apakah bila flu sembuhnya lama

5. Data pola pemeliharaan kesehatan, misalnya : a.

Tentang pekerjaan

b.

Obat yang tersedia di rumah

c.

Pola tidur-istirahat dan stress

6. Pola keterlambatan atau pola peranan-kekerabatan, misalnya : a.

Adakah pengaruh dari gangguan/penyakit terhadaap dirinya dan keluarga, serta

b.

Apakah gangguan yang dialami mempunyai pengaruh terhadap peran sebagai istri/suami dan dalam melakukan hubungan seksual

7. Pola aktivitas/istirahat Gejala : a.

Kelelahan umum dan kelemahan

b.

Napas pendek karena kerja

c.

Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari. Menggigil dan atau berkeringat, mimpi buruk

8. Pola integritas ego a.

Gejala : 1) Adanya / faktor stress lama 2) Masalah keuangan, rumah 3) Perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan 4) Populasi budaya / etnik

b.

Tanda : 1) Menyangkal ( khususnya tahap dini ) 2) Ansietas, ketakutan, mudah terangsang

9. Makanan/ cairan a.

Gejala : 1) Kehilangan nafsu makan tidak dapat mencerna 2) Penurunan berat badan

b. Tanda : 1) Turgor kulit, buruk, kering / kulit bersisik 2) Kehilangan otot / hilang lemak subkutan 10. Nyeri / kenyamanan a.

Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang

b.

Tanda : Perilaku distraksi, gelisah

11. Pernapasan a. Gejala : 1) Batuk prroduktif atau tidak produktif 2) Napas pendek 3) Riwayat TB / terpajan pada individu terinfeksi b. Tanda : 1) Peningkatan frekuensi pernapasan ( penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura ) 2) Perkusi pekak dan penurunan fremitus. Bunyi napas menurun / tidak ada secara bilateral / uniateral. Bunyi napas tubuler dan atau bisikan pektoral diatas lesi luas. Krekels tercatat diatas apek paru selama inspirasi cepat setelahbatuk pendek ( krekel pusttussic ) 3) Karakteristik sputum adalah hijau / purulen, mukoid kuning atau bercak darah 4) Deviasi trakeas (penyebaran bronkogenik) 5) Tidak perhatian, mudah terangsang yang nyata, perubahan mental (tahap lanjut) 12. Kemanan a. Gejala : Adanya kondisi penekanan umum, contoh : AIDS, kanker b. Tanda : Demam rendah atau sakit panas akut 13. Interaksi sosial Gejala : a.

Perasaan isolasi / penolakkan karena penyakit menular

b.

Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab / perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

14. Penyuluhan dan pembelajaran a. Gejala : 1) Riwayat keluarga TB 2) Ketidakmampuan umum / status kesehatan buruk 3) Gagal untuk membaik /kambuhnya TB 4) Tidak berpartisipasi dalam terapi 15. Pertimbangan : menunjukkan rerata lama dirawat adalah 6,6 hari 16. Rencana pemulangan : Memerlukan bantuan dengan / gangguan dalam terapi obat dan bantuan perawatan diri dan pemeliharaan/ perawatan rumah 17. Pemeriksaan penunjang a. Rontgen dada b. Usap basil tahan asam BTA c. Kultur sputum d. Tes kulit tuberculin

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman tuberkulosis. 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau sekret darah 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-kapiler 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia 5. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi (Nanda Nic-Noc, 2015)

C. RENCANA KEPERAWATAN 1. Dx 1 : Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman tuberkulosis. Tujuan: Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 3x 24 jam. Kriteria Hasil : a.

Klien mengidentifikasi

interfensi

untuk mencegah

resiko penyebaran infeksi b.

Klien menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup dalam melakkan lingkungan yangnyaman.

c.

TB yang diderita klien berkurang/ sembuhIntervensi

Intervensi a.

Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin,meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi. R :Untuk Membantu pasien menyadari/ menerima perlunya mematuhi program pengobatan

untukmencegah

pengaktifan berulang. Pemahaman penyakit

disebarkan

bagaimana

dan kesadaran kemungkinan

tranmisi membantu pasien / orang terdekat untuk mengambil langkah mencegah infeksike orang lain. b.

Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib, dan tetangga. R : Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/ terjadinya infeksi.

c.

Anjurkan pasien untuk batuk/ bersin dan mengeluarkan dahak pada tisu, menghindari meludahsembarangan, kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik mencuci tangan yang tepat. Dorong untukmengulangi demonstrasi. R : Perilaku yang diperlukan untuk melakukan pencegahan penyebaran infeksi.

d.

Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/ isolasi pernafasan. R : Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien an membuang stigma sosial sehubungandengan penyakit menular.

e.

Observasi TTV (suhu tubuh). R: Untuk mengetahui keadaan umum klien karena reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut.

f.

Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengaktifan berulang tuberkolusis, contoh tahanan bawah gunakan obat penekan imun adanya dibetes militus, kanker, kalium. R : Pengetahuan tentang faktor ini membantu pasien untuk mengubah pola hidup dan menghindarimenurunkan insiden eksaserbasi.

g.

Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat. R : Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga/ penyakitluas sedang, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

h.

Dorong memilih/ mencerna makanan seimbang, berikan sering makanan kecil dan makanan besardalam jumlah yang tepat. R : Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap proses infeksi danmengganggu penyembuhan.

i.

Kolaborasi dengan dokter tentang pengobatan dan terapi. R : Untuk mempercepat penyembuhan infeksi.

2. Dx 2 : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x30 menit, diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil :

a. Pasien

melaporkan

sesak

berkurang b. Pernafasan teratur c. Ekspandi dinding dada simetris d. Ronchi tidak ada e. Sputum berkurang atau tidak ada f. Frekuensi

nafas

normal

(16-

24)x/menit Intervensi : a.

Mandiri 1) Auskultasi suara nafas, perhatikan bunyi nafas abnormal R : Untuk mengidentifikasi kelainan pernafasan berhubungan dengan obstruksi jalan napas 2) Monitor usaha pernafasan, pengembangan dada, dan keteraturan R : Untuk

menentukan

intervensi

yang

tepat

dan

mengidentifikasi derajat kelainan pernafasan 3) Observasi produksi sputum, muntahan, atau lidah jatuh ke belakang R : Merupakan indikasi dari kerusakan jaringan otak 4) Pantau tanda-tanda vital terutama frekuensi pernapasan R : Untuk mengetahui keadaan umum pasien 5) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontraindikasi R : Meningkatkan ekspansi paru optimal 6) Ajarkan klien napas dalam dan batuk efektif jika dalam keadaan sadar R : Batuk efektif akan membantu dalam pengeluaran secret sehingga jalan nafas klien kembali efektif 7) Berikan klien air putih hangat sesuai kebutuhan jika tidak ada kontraindikasi

R : Untuk meningkatkan rasa

nyaman

pasien

dan

membantu pengeluaran sekret 8) Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi R : Fisioterapi dada terdiri dari postural drainase, perkusi dan fibrasi yang dapat membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas klien kembali efektif 9) Lakukan suction bila perlu R : Membantu dalam pengeluaran sekret klien sehingga jalan nafas klien kembali efektif secara mekanik 10)

Lakukan pemasangan selang orofaringeal sesuai indikasi

R : Membantu membebaskan jalan napas

b.

Kolaborasi 1) Berikan O2 sesuai indikasi R : Memenuhi kebutuhan O2 2) Berikan

obat

sesuai

indikasi

misalnya

bronkodilator,

mukolitik, antibiotik, atau steroid R : Membantu membebaskan jalan napas secara kimiawi

3. Dx 3 : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan berkurangnya keefektifan kerusakan membran alveolar kapiler. Tujuan:

Setelah diberikan asuhan selama 2x30 menit diharapkan

pertukaran gas kembali efektif dengan kriteria : a.

Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang

b.

Pasien melaporkan tidak letih atau lemas

c.

Napas teratur

d.

Tanda vital stabil

e.

Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 : 35-45 mmHg, PO2 : 95-100 mmH

Intervensi : a.

Mandiri 1) Mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. Catat penggunaan

otot aksesori, napas bibir, ketidak mampuan berbicara / berbincang R : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan atau kronisnya proses penyakit 2) Mengobservasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, serta mencatat adanya sianosis sianosis

perifer (kuku) atau

pusat (circumoral).

R : Sianosis kuku menggambarkan vasokontriksi/respon tubuh terhadap demam. Sianosis cuping hidung, membran mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik 3) Mengobservasi kondisi yang memburuk. Mencatat adanya hipotensi,pucat, cyanosis, perubahan dalam tingkat kesadaran, serta dispnea berat dan kelemahan. R : Mencegah kelelahan dan mengurangi komsumsi

oksigen

untuk memfasilitasi resolusi infeksi. 4) Menyiapkan untuk dilakukan tindakan keperawatan kritis

jika

diindikasikan R : Shock dan oedema paru-paru merupakan penyebab yang sering menyebabkan kematian memerlukan intervensi medis secepatnya. Intubasi dan ventilasi mekanis dilakukan pada kondisi insufisiensi respirasi berat. b. Kolaborasi

1) Memberikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul dan masker R : Pemberian terapi oksigen untuk menjaga PaO2 diatas 60 mmHg, oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dengan pasien 2) Memonitor ABGs, pulse oximetry. R : Untuk

memantau

memfasilitasi perubahan

perubahan

proses

penyakit

dan

4.

Dx 4 : Gangguan

keseimbangan

nutrisi,

kurang

dari

kebutuhan

berhubungan dengan mual muntah dan intake tidak adekuat. Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil: a. Menunjukkan

berat

badan meningkat

mencapai

tujuan

dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. b. Melakukan

perubahan

pola

hidup

untuk

meningkatkan

dan

mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi:

a. Mandiri 1) Catat status nutrisi pasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare. R : Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat 2) Kaji ulang pola diet pasien yang disukai/tidak disukai. R : Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien. 3) Monitor intake dan output secara periodik. R : Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan. 4) Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB). R :Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi. 5) Anjurkan bedrest. R : Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik. 6) Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan. R : Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.

7) Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. R : Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

b. Kolaborasi:

1) Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet. R : Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet. 2) Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin). R : Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

5. Dx 5 : Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi aktif. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan hipertermi dapat diatasi, dengan kriteria hasil : a. Pasien melaporkan panas badannya turun. b. Kulit tidak merah. c. Suhu dalam rentang normal : 36,5-37,70C. d. Nadi dalam batas normal : 60-100 x/menit. e. Tekanan darah dalam batas normal : 120/110-90/70 mmHg. f. RR dalam batas normal : 16-20x/menit. Intervensi : a. Mandiri 1) Pantau TTV R : Untuk mengetahui keadaan umum pasien 2) Observasi suhu kulit dan catat keluhan demam R : Untuk mengetahui peningkatan suhu tubuh pasien 3) Berikan masukan cairan sesuai kebutuhan perhari, kecuali ada kontraindikasi. R : Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi

4) Berikan kompres air biasa/hangat

R : Untuk menurunkan suhu tubuh b. Kolaborasi 1) Kolaborasi pemberian cairan IV. R : Untuk menanggulangi terjadinya syok hipovolemi 2) Kolaborasi pemberian obat antipiretik R: Untuk menurunkan suhu tubuh yang bekerja langsung di hipotalamus (Nanda Nic-Noc, 2015)

D. EVALUASI 1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman tuberkulosis. 2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental atau sekret darah teratasi 3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-kapiler teratasi 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia teratasi 5. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi teratasi (Nanda Nic-Noc, 2015)

DAFTAR PUSTAKA

Andra, S. W., & Yessie, M. P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika. Asih & Christine. 2004. Keperawatan Medikal Bedah Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta : EGC Brunner & Suddart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Djojodibroto, R. Darmnto. 2016. Respirologi (Respiratory Medicine) Ed.2. Jakarta : EGC Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. 2015.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"