A. Konsep Dasar Gastritis 1. Pengertian Gastritis adalah istilah yang mencakup serangkaian kondisi yang hadir dengan inflamasi mukosa lambung. Kondisi ini diklasifikasikan berdasarkan waktu perjalanan (baik akut maupun kronis), pemeriksaan histologis (biopsi), dan mekanisme patogenik yang diajukan. Insiden gatritis yah lebih tinggi pada dekade kelima dan keenam kehidupan sebagai akibat dari penipisan alami mukosa lambung karena usia; pria lebih sering terkena dari pada wanita. Gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari. Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung atau gangguan kesehatan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Hirlan, 2009). Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau peradangan mukosa lambung yang bersifat akut, kronis, difus dan lokal. Ada dua jenis gastritis yang terjadi yaitu gastritis akut dan kronik (Price dan Wilson, 2005).
2. Etiologi a. Gastritis Akut Bentuk akut dari gastritis mungkin terlihat dengan mual dan muntah, ketidaknyamanan epigastrium, perdarahan, kelesuan, dan anoreksia. Biasanya berasal dari zat korosif, erosif, atau yang infeksius. Aspirin dan obat-obatan antiinflamasi nonsteriodal lainnya (NSAID), digitalis, obat kemoterapik, terapi radiasi, steroid, alkoholisme akut dan penggunaan kokain, serta keracunan makanan (khususnya yang disebabkan oleh organisme Staphylococcus), dan HIV/AIDS adalah penyebab umumnya. Selanjutnya, zat makan, termasuk terlalu banyak mengonsumsi teh, kopi, mustard, paprika, cengkeh, dan merica, juga dapat mempercepat gastritis. Makanan dengan tekstur kasar atau yang dimakan pada suhu yang sangat tinggi dapat pula merusak mukosa lambung. Menelan zat korosif
seperti untuk analisis mungkin alkali atau pembersih saluran, juga menyebabkan gastritis akut dengan merusak/menghilangkan lapisan mukosa. Gangguan yang berhubungan dengan gastritis akut meliputi uremia, syok, lesi sistem saraf pusat, sirosis hati, hpertensi portal, dan tensi emosional yang berkepanjangan. Gastritis akut biasanya berdurasi pendek kecuali mukosa lambung telah menderita kerusakan yang luas atau tidak diobati, dalam kasus ini mungkin akan berkembang ke gastritis kronis. Perilaku dukungan kesehatan meliputi pembatasan penggunaan NSAID, alkohol, dan kafein serta penghindaran produk-produk nikotin, baik merokok maupun mengunyah. Perilaku pemeliharaan kesehatan mencakup penggunaan aspirin enterik-berlapis, zat sitoprotektif (sucralfate [Carafate], misoprostol [Cytotec], dan bismuth subsalisilat [Pepto-Bismol]) untuk melindungi lapisan lambung, reseptor histamin antagonis untuk mengurangi keasaman lambung, atau penghambat pompa proton untuk menahan produksi asam lambung. Klien dengan kelainan medis yang mungkin mengakibatkan gastritis harus mematuhi pengobatan yang diresepkan untuk meminimalkan iritasi lambung.
b. Gastritis Kronik Gastritis kronis diklasifikasikan menjadi dua tipe menurut daerah yang terlibat. 1) Tipe A (gastritis autoimun) merujuk pada gastritis fundus dan kardiak lambung, serta sering dikaitkan dengan hilangnya sel parietal dan anemia pernisiosa. 2) Tipe B adalah bentuk paling umum gastritis dan disebabkan oleh infeksi H.pylori. Penyakit ulkus peptik (PUD) atau bedah lambung mungkin mengakibatkan gastritis kronis, Faktor- faktor risiko lain sama dengan gastritis akut. Setelah reseksi dengan gastrojejunostomi, mungkin terjadi refluks empedu asam empedu ke sisa lambung, sehingga menyebabkan gastritis. Infeksi H. pylori telah diketahui sebagai faktor risiko independen untuk kanker lambung, karena bakteri ini dapat mengakibatkan gastritis atrofi kronis. Penelitian epidemiologi di seluruh dunia telah mengidentifikasi peningkatan insiden infeksi H. pylori pada klien dengan
adenokarsinoma lambung dan juga peningkatan risiko kanker lambung sebesar tiga sampai enam kali. Usia juga merupakan faktor risiko; dengan demikian gastritis kronis lebih umum terjadi pada orang tua. 3. Klasifikasi Klasifikasi gastritis (Mansjoer, 2001): a. Gastritis Akut Gastritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan kerusakan erosi pada bagian superfisial. Pada gastritis ditemukan sel inflamasi akut dan neutrofil mukosa edema, merah dan terjadi erosi kecil dan perdarahan (Price danWilson, 2005). Gastritis akut terdiri dari beberapa tipe yaitu gastritis stres akut, gastritis erosif kronis, dan gastritis eosinofilik. Semua tipe gastritis akut mempunyai gejala yang sama. Episode berulang gastritis akut dapat menyebabkan gastritis kronik (Wibowo, 2007).
b. Gastritis kronik Gastritis kronik adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang bersifat menahun sering bersifat multifaktor dengan perjalanan klinik bervariasi (Wibowo, 2007). Gastritis kronik ditandai dengan atropi progresif epitel kelenjar disertai hilangnya sel parietal dan chief cell di lambung, dinding lambung menjadi tipis dan permukaan mukosa menjadi rata. Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan gastritis hipertropi (Price dan Wilson, 2005). 1) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan, edema, serta perdarahan dan erosi mukosa; 2) Gastritis atropi, dimana peradangan terjadi pada seluruh lapisan mukosa. Pada perkembangannya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung, serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan jumlah sel parietal dan sel chief; 3) Gastritis hipertropi, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul-nodul pada mukosa lambung yang bersifat irregular, tipis dan hemoragik.
4. Patofisiologi a. Gastritis Akut Penyebab yang paling umum gatritis akut adalah infeksi. Patogen termasuk Helicobacter pylori, Escherichia coli, Proteus, Haemophilus, streptokokus, dan stafilokokus. Infeksi bakteri lambung jarang terjadi tetapi dapat mengancam kehidupan. Lapisan mukosa lambung normalnya melindunginya dari asam lambung, sementara asam lambung melindungi lambung dari infeksi. Jika asam lambung tersebut ditembus dengan inflamasi dan nekrosis, maka terjadilah infeksi, sehingga terdapat luka pada mukosa. Ketika asam hidroklorida (asam lambung) mengenai mukosa lambung, maka terjadi luka pada pembuluh kecil yang diikuti dengan edema, perdarahan, dan mungkin juga terbentuk ulkus. Kerusakan yang berhubungan dengan gastritis akut biasanya terbatas jika diobati dengan tepat.
b. Gastritis Kronik Perubahan patofisiologis awal yang berhubungan dengan gastritis kronis adalah sama dengan gastritis akut. Mulanya lapisan lambung menebal dan eritematosa lalu kemudian menjadi tipis dan atrofi. Deteriorasi dan atrofi yang berlanjut mengakibatkan hilangnya fungsi kelenjar lambung yang berisi sel parietal. Ketika sekresi asam menurun, sumber faktor intrinsik hilang. Kehilangan ini mengakibatkan ketidakmampuan untuk menyerap vitamin B12 dan perkembangan anemia pernisiosa. Atrofi lambung dengan metaplasia telah diamati pada gastritis kronis dengan infeksi H. pylori. Perubahan ini mungkin mengakibatkan peningkatan risiko adenokarsinoma lambung.
5. Pathway
6. Manifestasi klinis Manifestasi klinik gastritis terbagi menjadi yaitu gastritis akut dan gastritis kronik (Mansjoer, 2001): a. Gastritis akut Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung, muntah, merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu. 1) Gastritis Akute Eksogen Simple a) Nyeri epigastrik mendadak. b) Nausea yang disusul dengan vomitus. c) Saat serangan pasien kelihatan berkeringat, gelisah, sakit perut, dan kadang disertai panas serta takikardi. d) Biasanya dalam 1-2 hari sembuh kembali. 2) Gastritis Akute Eksogen Korosiva a) Pasien kolaps dengan kulit dingin. b) Takikardi dengan sianosis. c) Perasaan seperti terbakar pada epigastrium. d) Nyeri hebat (kolik). 3) Gastritis Infeksiosa Akute a) Anoreksia. b) Perasaan tertekan pada epigastrium. c) Vomitus. d) Hematemesis. 4) Gastritis Hegmonos Akute a) Nyeri hebat mendadak di epigastrium, Neusia. b) Rasa tegang pada epigastrium, vomitus. c) Panas tinggi dan lemas, takipnea. d) Lidah kering sedikit ektrik, takikardi.
e) Sianosis pada ektermitas. f) Abdomen lembek, leukositosis.
b. Gastritis kronik Bagi sebagian orang gastritis kronis tidak menyebabkan gejala apapun (Jackson, 2006). Hanya sebagian kecil mengeluh nyeri ulu hati, anoreksia, nausea dan pada pemeriksaan fisik tidak dijumpai kelainan. Gastritis kronis yang berkembang secara bertahap biasanya menimbulkan gejala seperti sakit yang tumpul atau ringan (dull pain) pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera setelah makan beberapa gigitan. 1) Gastritis superfisialis a) Rasa tertekan yang samar pada epigastrium. b) Penurunan BB. c) Kembung atau rasa penuh pada epigastrium. d) Nousea. e) Rasa perih sebelum dan sesduah makan. f) Terasa pusing. g) Vomitus. 2) Gastritis Atropikan a) Rasa tertekan pada epigastrium, anoreksia. b) Rasa penuh pada perut, nousea. c) Keluar angin pada mulut, vomitus. d) Mudah tersinggung, gelisah. e) Mulut dan tenggorokan terasa kering. 3) Gastritis Hypertropik Kronik a) Nyeri pada epigastrium yang tidak selalu berkurang setelah minum susu. b) Nyeri biasanya timbul pada malam hari. c) Kadang disertai melena.
7. Pemeriksaan penunjang a. Gastritis Akut 1) Anamnesis 2) Endoscopy dilanjutkan pemeriksaan biopsy
b. Gastritis Kronik Pemeriksaan kadar asam lambung perlu dilakukan karena berhubungan dengan pengobatan. Pada gastritis kronik hipotropik dan atrofi gaster, kadar asam lambung menurun, sedang pada gastritis kronik superfisialis oleh hipertrofikan, kadar asam lambung normal atau meninggi. Foto rontgen dapat membantu yaitu dengan melihat gejala benda-benda sekunder yaitu hipersekresi, mukosa yang tebal dengan lipatan-lipatan tebal dan kasar, dll. Tetapi hal ini tidak memastikan diagnosis. Gastritis tipe A dihubungkan dengan aklorhidria atau hipoklorhidria (kadar asam lambung klorida tidak ada atau rendah), sedangkan gastritis tipe B dihubungkan dengan hiperklorhidria (kadar tinggi dari asam hidroklorida). Diagnosis dapat ditegakkan dengan endoskopi, serangkaian pemeriksaan sinar-x gastrointestinal (GI) atas dan pemeriksaan histologis. Tindakan diagnostik untuk mendeteksi H. pylory mencakup tes serologis untuk antibody terhadap antigen H. pylory dan tes pernapasan
8. Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan gastritis secara umum adalah menghilangkan faktor utama yaitu etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering, serta Obat-obatan. Namun secara spesifik dapat dibedakan sebagai berikut : a. Gastritis Akut 1) Kurangi minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala menghilang, ubah menjadi diet yang tidak mengiritasi. 2) Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan intravena. 3) Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan netralkan asam dengan antasida umum, misalnya aluminium hidroksida,
antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan sukralfat (untuk sitoprotektor). 4) Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang encer atau cuka yang di encerkan. 5) Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya perforasi. 6) Antasida Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis ringan. Antasida menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat. 7) Penghambat asam Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa sakit tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti cimetidin, ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam lambung yang diproduksi. b. Gastritis Kronis Modifikasi diet, reduksi stress, dan farmakoterapi. 1) Cytoprotective agents Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi jaringanjaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS secara teratur (karena suatu sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk meminum obat-obat golongan ini. Cytoprotective agents yang lainnya adalah bismuth subsalicylate yang juga menghambat aktivitas H. Pylori. 2) Penghambat pompa proton Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam lambung adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung penghasil asam. Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara menutup kerja dari “pompa-pompa” ini.
Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazole, lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat golongan ini juga menghambat kerja H. pylori. 3) H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis, tetrasiklin atau amoxicillin) dan garam bismuth (pepto bismol) atau terapi H.Phylory. Terapi terhadap H. Pylori. Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik. Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas. Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.
B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Keperawatan a. Identitas Pasien : 1) Nama 2) Usia 3) Jenis kelamin: tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin 4) Jenis pekerjaan : tidak dipengaruhi jenis pekerjaan 5) Alamat
6) Suku/bangsa 7) Agama 8) Tingkat pendidikan: bagi orang yang tingkat pendidikan rendah/minim mendapatkan pengetahuan tentang gastritis, maka akan menganggap remeh penyakit ini, bahkan hanya menganggap gastritis sebagai sakit perut biasa dan akan memakan makanan yang dapat menimbulkan serta memperparah penyakit ini.
b. Riwayat sakit dan kesehatan: 1) Keluhan utama 2) Riwayat penyakit saat ini 3) Riwayat penyakit dahulu
c. Pemeriksaan Fisik 1) Aktivitas/Istirahat Gejala: kelemahan, kelelahan Tanda: takikardia, takipnea/hiperventilasi (respons terhadap aktivitas) 2) Sirkulasi Gejala:
hipotensi
(termasuk
postural),
takikardia,
disritmia
(hipovolemia/hipoksemia), kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler lambar / perlahan (vasokonstriksi), warna kulit: pucat, sianosis (tergantung pada jumlah kehilangan darah), kelemahan kulit/membran mukosa = berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respons psikologik). 3) Integritas ego Gejala: faktor stress akut atau kronis (keuangan, hubungan kerja), perasaan tak berdaya. Tanda: tanda ansietas, misal: gelisah, pucat, berkeringat, perhatian menyempit, gemetar, suara gemetar. 4) Eliminasi Gejala: riwayat perawatan di rumah sakit sebelumnya karena perdarahan gastro interitis (GI) atau masalah yang berhubungan dengan GI, misal: luka
peptik/gaster, gastritis, bedah gaster, iradiasi area gaster. Perubahan pola defekasi/karakteristik feses. Tanda: nyeri tekan abdomen, distensi Bunyi usus: sering hiperaktif selama perdarahan, hipoaktif setelah perdarahan. Karakteristik feses: diare, darah warna gelap, kecoklatan atau kadang-kadang merah cerah, berbusa, bau busuk (steatorea). Konstipasi dapat terjadi (perubahan diet, penggunaan antasida). Haluaran urine: menurun, pekat. 5) Makanan/Cairan Gejala: Anoreksia, mual, muntah (muntah yang memanjang diduga obstruksi pilorik bagian luar sehubungan dengan luka duodenal). Masalah menelan: cegukan, Nyeri ulu hati, sendawa bau asam, mual/muntah Tanda: muntah dengan warna kopi gelap atau merah cerah, dengan atau tanpa bekuan darah. Membran mukosa kering, penurunan produksi mukosa, turgor kulit buruk (perdarahan kronis). 6) Neurosensori Gejala: rasa berdenyut, pusing/sakit kepala karena sinar, kelemahan. Status mental: tingkat kesadaran dapat terganggu, rentang dari agak cenderung tidur, disorientasi/bingung, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume sirkulasi/oksigenasi). 7) Nyeri/Kenyamanan Gejala: nyeri, digambarkan sebagai tajam, dangkal, rasa terbakar, perih, nyeri hebat tiba-tiba dapat disertai perforasi. Rasa ketidaknyamanan/distres samarsamar setelah makan banyak dan hilang dengan makan (gastritis akut). Nyeri epigastrum kiri sampai tengah atau menyebar ke punggung terjadi 1-2 jam setelah makan dan hilang dengan antasida (ulus gaster). Nyeri epigastrum kiri sampai / atau menyebar ke punggung terjadi kurang lebih 4 jam setelah makan bila lambung kosong dan hilang dengan makanan atau antasida (ulkus duodenal). Tak ada nyeri (varises esofegeal atau gastritis). Faktor pencetus: makanan, rokok, alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu (salisilat, reserpin, antibiotik, ibuprofen), stresor psikologis.
Tanda: wajah berkerut, berhati-hati pada area yang sakit, pucat, berkeringat, perhatian menyempit. 8) Keamanan Gejala: alergi terhadap obat/sensitif misal : ASA Tanda: peningkatan suhu, Spider angioma, eritema palmar (menunjukkan sirosis/hipertensi portal) 9) Penyuluhan Pembelajaran Gejala: adanya penggunaan obat resep/dijual bebas yang mengandung ASA,alkohol, steroid. NSAID menyebabkan perdarahan GI. Keluhan saat ini dapatditerima karena (misal: anemia) atau diagnosa yang tak berhubungan (misal: trauma kepala), flu usus, atau episode muntah berat. Masalah kesehatan yang lamamisal: sirosis, alkoholisme, hepatitis, gangguan makan (Doengoes, 1999, hal: 455). d. Pemeriksaan Diagnostik 1) Pemeriksaan darah Tes ini digunakan untuk memeriksa apakah terdapat H. Pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunujukkan bahwa pasien pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya tapi itu tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga dilakukan untuk memeriksa anemia yang terjadi akibat perdarahan lambung karena gastritis. 2) Uji napas urea Suatu metode diagnostik berdasarkan prinsip bahwa urea diubah oleh urease H. Pylori dalam lambung menjadi amoniak dan karbondioksida (CO2). CO2 cepat diabsorbsi melalui dinding lambung dan dapat terdeteksi dalam udara ekspirasi. 3) Pemeriksaan feces Tes ini memeriksa apakah terdapat bakteri H. Pylori dalam feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya pendarahan dalam lambung.
4) Endoskopi saluran cerna bagian atas Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna bagian atas yang mungkin tidak terlihat dari sinar-X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esofagus, lambung dan bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dianestesi sebelum endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari anestesi menghilang kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resioko akibat tes ini. Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan endoskop. 5) Rontgen saluran cerna bagian atas Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit pencernaan lainnya. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dirontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen. 6) Analisis Lambung Tes ini untuk mengetahui sekresi asam dan merupakan tekhnik penting untuk menegakkan diagnosis penyakit lambung. Suatu tabung nasogastrik dimasukkan ke dalam lambung dan dilakukan aspirasi isi lambung puasa untuk dianalisis. Analisis basal mengukur BAO (Basal Acid Output) tanpa perangsangan. Ini bermanfaat untuk menegakkan diagnosis sindrom Zolinger- Elison (suatu tumor pankreas yang menyekresi gastrin dalam jumlah besar yang selanjutnya akan menyebabkan asiditas nyata). 7) Analisis stimulasi Dapat dilakukan dengan mengukur pengeluaran asam maksimal (MAO, Maximum Acid Output) setelah pemberian obat yang merangsang sekresi asam
seperti histamin atau pentagastrin. Tes ini untuk mengetahui teradinya aklorhidria atau tidak. 8) Psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya, kecemasan terhadap penyakit.
2. Diagnosa Keperawatan a. Defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan output cair yang berlebih (mual dan muntah). b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake asupan gizi. c. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi mukosa gaster d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. e. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya informasi.
3. Intervensi Keperawatan No.
Tujuan dan Kriteria
Diagnosa
Hasil
1.
Tujuan :
Intervensi Keperawatan
Rasional
1. Penuhi kebutuhan
1. Mengganti
Mencegah output
individual. Anjurkan
kehilangan cairan
yang berlebih dan
klien untuk minum
dan memperbaiki
mengoptimalkan
(Dewasa : 40-60
keseimbangan
intake cair.
cc/kg/jam).
cairan dalam fase
2. Berikan cairan
segera.
Kriteria Hasil :
tambahan Intravena
Mempertahankan
sesuai indikasi.
yang hilang
3. Awasi tanda-tanda
melalui vena
volume cairan adekuat dengan dibuktikan oleh
vital, evaluasi turgor
2. Mengganti cairan
3. Mengetahui adanya dehidrasi
mukosa bibir lembab,
kulit, pengisian kapiler
turgor kulit baik,
dan membran mukosa.
pengisian kapiler
4. Kolaborasi pemberian
4. Menunjukkan status dehidrasi atau kemungkinan
berwarna merah
cimetidine dan
kebutuhan untuk
muda, input dan
ranitidine. Intake cairan
peningkatan
output seimbang.
yang adekuat akan
penggantian cairan.
mengurangi resiko
Cimetidine dan
dehidrasi pasien.
ranitidine berfungsi untuk menghambat sekresi asam lambung
2.
Tujuan : Gangguan nutrisi teratasi Kriteria Hasil : 1. Antoprometri : Berat badan, lingkar lengan atas kembali normal. 2. Albumin, hemoglobin normal. 3. Klinis : terlihat segar. 4. Porsi makan habis.
1. Reduksi stress dan
1. Stress
farmakoterapi seperti
menyebabkan
cytoprotective agent,
peningkatan
penghambat pompa
produksi asam
proton, anatasida.
lambung, untuk
2. Kolaborasi transfusi albumin.
klien dengan gastritis
3. Konsultasi dengan ahli
penggunaan
diet untuk menentukan
penghambat
kalori / kebutuhan
pompa proton
nutrisi.
membantu untuk
4. Tambahkan vitamin seperti B12. 5. Batasi makanan yang
mengurangi asam lambung dengan cara menutup
menyebabkan
pompa asam dalam
peningkatan asam
sel lambung
lambung berlebih,
penghasil asam.
dorong klien untuk
Kemudian untuk
menyatakan perasaan
penggunaan
masalah tentang makan
cytoprotective
diet.
agent membantu
6. Berikan nutrisi melalui
untuk melindungi
Intravena sesuai
jaringan yang
indikasi.
melapisi lambung dan usus kecil. pada klien dengan gastritis antasida berfungsi untuk menetralisir asam lambung dan dapat mengurangi rasa sakit. 2. Dengan tranfusi albumin diharapkan kadar albumin dalam darah kembali normal sehingga kebutuhan nutrisi kembali normal. 3. Pemasukan individu dapat dikalkulasikan dengan berbagai perhitungan yang berbeda, perlu bantuan dalam perencanaan diet
yang memenuhi kebutuhan nutrisi. 4. Mencegah terjadinya anemia. 5. Keragu-raguan untuk makan mungkin diakibatkan oleh takut makanan yang menyebabkan terjadinya gejala. Program ini mengistirahatkan saluran pencernaan sementara, dan memenuhi nutrisi sangat penting dan dibutuhkan. 3.
Tujuan : Pasien
1. Anjurkan puasa pada
mengatakan rasa
pasien pada 6 jam
inflamasi pada
nyeri berkurang.
pertama.
mukosa lambung.
2. Berikan makanan lunak Kriteria Hasil : Tidak terjadi iritasi berlanjut.
1. Mengurangi
2. Dilatasi gaster
sedikit demi sedikit dan
dapat terjadi bila
beri minum yang
pemberian makan
hangat.
terlalu cepat setelah
3. Identifikasi dan batasi makanan yang
periode puasa. 3. Dapat
menimbulkan
menyebabkan
ketidaknyamanan.
distres pada
bermacam-macam 4. Observasi keluhan nyeri,
individu / dispepsia.
catat lokasi, lamanya, intensitasnya, (skala 0-10),
4. Perubahan
serta perubahan
karakteristik nyeri
karakteristik nyeri.
dapat menunjukan penyebaran penyakit / terjadinya komplikasi.
3.
Tujuan : Intoleransi
1. Tingkatkan tirah baring 1. Tirah baring dapat
aktivitas akibat
atau duduk dan berikan
meningkatkan
kelemahan fisik
obat sesuai dengan
stamina tubuh
teratasi.
indikasi.
pasien sehinggga
2. Berikan lingkungan
pasien dapat
Kriteria Hasil :
yang tenang dan
beraktivitas
1) Klien tampak
nyaman.
kembali.
lebih mudah
3. Ajarkan klien metode
2.
Lingkungan yang
aktivitas.
penghematan energi
nyaman dan tenang
2) Klien merasa
untuk aktivitas (lebih
dapat mendukung
nyaman dengan
baik duduk daripada
pola istirahat
posisinya.
berdiri saat melakukan
pasien.
3) Klien tidak
aktivitas).
3. Klien dapat
dibantu oleh
beraktivitas secara
keluarga dalam
bertahap sehingga
beraktifitas.
tidak terjadi kelemahan.
4.
Tujuan :
1. Beri pendidikan
Pengkajian / evaluasi
Informasi tepat dan
kesehatan (penyuluhan) secara periodik
efektif.
tentang penyakit, beri
meningkatkan
kesempatan klien atau
pengenalan /
Kriteria Hasil :
keluarga untuk
pencegahan dini
Klien dapat
bertanya, beritahu
terhadap komplikasi
menyebutkan
tentang pentingnya
seperti ulkus peptikum
pengertian, penyebab,
obat-obatan untuk
dan pendarahan pada
tanda dan gejala,
kesembuhan klien.
lambung.
perawatan,
2. Evaluasi tingkat
pencegahan dan
pengetahuan pasien.
pengobatan.
Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pilihan informasi tentang kontrol masalah kesehatan. Keterlibatan orang lain yang telah menerima masalah yang sama dapat meningkatkan koping , dapat meningkatkan terapi dan proses penyembuhan.
4. Evaluasi Keperawatan a. Klien mampu mempertahankan volume cairan adekuat dengan dibuktikan oleh mukosa bibir lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler berwarna merah muda, input dan output seimbang. b. Klien tidak mual lagi, klien menghabiskan porsi makanan , peningkatan BB mencapai berat badan ideal, conjungtiva ananemis c. Klien mampu bergerak tanpa bantuan. Klien dan keluarga klien bersedia menerima edukasi yang diberikan. d. Klien mengatakan nyeri berkurang, klien tampak rileks, tanda-tanda vital : TD, nadi dalam batas normal
DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 2 .Jakarta: EGC. Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 1999. Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC. PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan III, 2017. DPP PPNI Mansjoer Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : FKUI. Bruner & Sudart, (2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi ke8. Singapore: Elsevier Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses penyakit. Edisi 6, hal 1271; Huriawati H, Natalia S, Pita Wulansari, Dewi Asih (eds). Buku Kedokteran, EGC: Jakarta Hirlan. 2009. Gastritis dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Internal Publishing. Mansjoer Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI