Laporan Pendahuluan Pada Pasien Asma.docx

  • Uploaded by: Arviansyah Mauludin
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Pada Pasien Asma.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,965
  • Pages: 18
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN ASMA

A. Konsep Dasar Asma 1. Definisi Asma Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma di manifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispneu, batuk dan mengi. Jika asma dan bronchitis terjadi bersamaan, obtruksi yang diakibatkan mejadi gabungan dan disebut bronchitis asmatik kronik. (Brunner & Suddart, 2010)

2. Etiologi Asma Sampai saat ini etiologi asma belum diketahui dengan pasti, suatu hal yang menonjol pada semua penderita asma adalah fenomena hiperreaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non-imunologi. Oleh karena sifat inilah, maka serangan asma mudah terjadi ketika rangsangan baik fisik, metabolik, kimia, alergen, infeksi, dan sebagainya. Penderita asma perlu mengetahui dan sedapat mungkin menghindari rangsangan atau pencetus yang dapat menimbulkan asma. Faktorfaktor tersebut adalah sebagai berikut. a. Alergen utama, seperti debu rumah, spora jamur, dan tepung sari rerumputan. b. Iritan seperti asap, bau-bauan, dan polutan. c. Infeksi saluran napas terutama yang di sebabkan oleh virus. d. Perubahan cuaca yang ekstrem. e. Kegiatan jasmani yang berlebihan. f. Lingkungan kerja. g. Obat-obatan. h. Emosi i. Lain-lain, seperti refluks gastroesofagus.

3. Klasifikasi Asma

Asma sering dicirikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi, atau gabungan. Adapun klasifikasi asma (Brunner & Suddart, 2010) sebagai berikut; a. Asma alergik disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal (mis., serbuk sari, binatang, amarah, makanan, dan jamur). Kebanyakan alergen terdapat di udara dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat medis masa lalu ekzema atau rhinitis alergik. Pemajanan terhadap allergen mencetuskan serangan asma. Anak-anak dengan asma alergik sering dapat mengatasi kondisi sampai masa remaja. b. Asma idiopatik atau nonalergik tidak berhubungan dengan allergen spesifik. Faktor-faktor, seperti common cold infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan. Beberapa agens farmakologi, seperti aspirin dan agens antiinflamasi nonsteroid lain, pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik, dan agens sulfit (pengawet makanan), juga mungkin menjadi faktor. Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. c. Asma gabungan adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau nonalergik. 4. Patifisiologi Asma Asma akibat alergi bergantung kepada respons IgE yang dikendalikan oleh limfosit T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berikatan dengan sel mast. Sebagian besar alergen yang mencetuskan asma bersifat airborne dan agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut harus tersedia dalam jumlah banyak untuk periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitivitasasi telah terjadi, klien akan memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga jumlah kecil alergen yang mengganggu sudah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas. Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta-adrenergik, dan bahan sulfat. Sindrom pernapasan sensitif-aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak-kanak.

Masalah ini biasanya berawal dari rhintis vasomotor perennial yang diikuti oleh rhinosinusitis hiperplastik dengan polip nasal. Baru kemudian muncul asma progresif. Klien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi silang juga akan terbentuk terhadap agen anti-inflamasi non-steroid lain. Mekanisme yang menyebabkan bronkospasme karena penggunaan aspirin dan obat lain tidak diketahui, tetapi mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh aspirin. Antagonis β-adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan napas pada klien asma, sama halnya dengan klien lain, dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan napas dan hal tersebut harus dihindarkan. Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit, kaliun dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida., yang secara luas digunakan dalam industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan obstruksi jalan napas aku pada klien yang sensitif. Pajanan biasanya terjadi setelah menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini, seperti salad, buah segar, kentang, kerang, dan anggur. Pencetus-pencetus serangan di atas ditambah dengan pencetus lainnya dari internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibodi. Reaksi antigen-antibodi ini akan mengeluarkan substansi pereda alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan peningkatan sekret mukus.

5. Pathway Asma

6. Manifestasi Klinis Asma Manifestasi Klinis Asma (Brunner & Suddart, 2010) adalah sebagai berikut; a. Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispneu, dan mengi. Serangan biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi, dan laborious

b. Sering terjadi pada malam hari. Penyebabnya mungkin karena variasi sirkadian yang mempengaruhi ambang reseptor jalan nafas c. Ekspirasi selalu lebih sulit dan panjang dibanding inspirasi d. Bernafas lebih baik ketika posisi fowler dan terlihat menggunakan otototot bantu pernafasan e. Sputum yang terdiri atas sedikit mucus mengandung masa gelatinosa bulat kecil yang sulit dibatukkan f. Sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat dan gejala-gejala retensi karbon dioksida (berkeringat, tekikardia, dan pelebaran tekanan nadi) g. Terjadi selama 30 menit atau lebih dan dapat hilang secara spontan h. Jika kondisi berat menyebabkan terjadinya “status asmatikus” yang dapat mengancam jiwa i. Reaksi yang berhubungan. Kemungkinana reaksi alergik (ekzema, ruam, edema temporer), allergen spesifik, obat-obatan tertentu, latihan fisik dan emosi. 7. Pemeriksaan Penunjang Asma Pemeriksaan Penunjang Asma (Brunner & Suddart, 2010) adalah sebagai berikut; a. Rontgen dada b. Pemeriksaan sputum c. Gas darah arteri 8. Penatalaksanaan Medis Asma Terdapat lima kategori pengobatan yang digunakan dlam mengobati asma; agonis beta, metilsantin, antikolinergik, dan inhibitor sel mast. a. Agonis Beta ; mendilatasi otot-otot polos bronkial b. Metilsantin ; merilekskan otot-otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mucus dalam jalan nafas, dan meningkatkan kontraksi diagfragma. c. Antikolinergik ; d. Kortikosteroid ; mengurangin inflamasi dan bronkokonstriksi. e. Inhibitor sel mast ; mencegah pelepasan mediator kimiawi anafilaktik, bronkodilatasi dan penurunan inflamasi jalan nafas.

B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien Asma

1. Pengkajian a. Biodata Asma bronnkial terjadi dapat menyerang segala usia tetapi lebih sering dijumpai pada usia dini. Separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Predisposisi laki-laki dan perempuan di usia dini sebesar 2 : 1 yang kemudian sama pada usia 30 tahun.

b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan Utama Keluhan yang timbul pada klien dengan asma bronkial adalah dyspnea

( bisa

sampai berhari-hari atau berbulan-bulan ), batuk, dan mengi ( pada beberapa kasus lebih banyak paroksimal ). 2) Riwayat Kesehatan Dahulu Terdapat data yang menyatakan adanya faktor predisposisi timbulnya penyakit ini, di antaranya adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran napas bagian bawah ( rhinitis, urtikaria, dan eksim ). 3) Riwayat Kesehatan Keluarga Klien dengan asma bronkial sering kali didapatkan adanya riwayat penyakit keturunan, tetapi pada beberapa klien lainnya tidak ditemukan aadana penyakit yang sama pada anggota keluarganya.

c. Pemeriksaan Fisik 1) Objektif a) Batuk produktif/non produktif. b) Respirasi terdengar kasar dan suara mengi ( wheezing ) pada kedua fase respirasi semakin menonjol. c) Dapat disertai batuk dengan sputum kental yang sulit dikeluarkan. d) Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan. e) Sianosis, takikardi, gelisah, dan pulsus parodoksus. f) Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing ( di apeks dan hilus )

g) Penurunan berat badan secara bermakna.

2) Subjektif Klien merasa sukar bernapas, sesak, dan anoreksia.

3) Psikososial a) Cemas, takut, dan mudah tersinggung. b) Kurangnya pengetahuan klien terhadap situasi penyakitnya. c) Data tambahan ( medikal terapi ).

4) Bronkodilator Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi didapat secara inhalasi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin secara parenteral, sebab mekanisme yang berlainan, demikian pula sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan Teofilin oral, maka sebaiknya diberikan obat golongan simpatomimetik secara aerosol atau parenteral.

Obat-obatan bronkodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adrenoreseptor ( Orsiprendlin, Salbutamol, Terbuatalin, Ispenturin, Fenoterol ) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non-selektif ( Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin ). a) Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak napas berat pada anakanak dan dewasa. Mula-mula diberikan dua sedotan dari Metered Aerosol Defire

( Afulpen Metered Aerosol ). Jika menunjukkan perbaikan dapat

diulang setiap empat jam, jika tidak ada perbaikan dalam 10 – 15 menit setelah pengobatan, maka berikan Aminophilin intravena. b) Obat-obat bronkodilator simpatomimetik memberi efek samping takikardi, penggunaan parenteral pada orang tua harus hat-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, karsiovaskular,

dan serebrovaskular Pada dewasa

dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1 : 1000 secara subkutan. Pada anakanak 0,01 mg/KgBB subkutan ( 1 mg per mil ) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai kebutuhan.

c) Pemberian Aminophilin secara intravena dengan dosis awal 5-6 mg/KgBB dewasa/anak-anak, disuntikkan perlahan dalam 5-10 menit untuk dosis penunjang dapat diberikan sebanyak 0,9 mg/KgBB/Jam secara intravena. Efek sampingnya tekanan darah menurun bila tidak dilakukan secara perlahan.

5) Kortikosteroid Jika pemberian obat-obat bronkodilator tidak menunjukkan perbaikan, maka bisa dilanjutkan dengan pengobatan kortikosteroid, 200 mg hidrokortison secara oral atau dengan dosis 3-4 mg/KgBB intravena sebagai dosis permulaan dan dapat diulang 2-4 jam secara parenteral sampai serangan akut terkontrol, dengan diikuti pemberian 30-60 mg Prednison atau dengan dosis 1-2 mg/KgBB/hari secara oral dalam dosis terbagi, kemudian dosis dikurangi secara bertahap.

6) Pemberian Oksigen Oksigen dialirkan melalui kanul hidung dengan kecepatan 2-4 liter/menit, menggunakan air ( humidifier ) untuk memberikan kelembapan, Obat ekspektoran seperti Gliseroguaiakolata juga dapat digunakan untuk memperbaiki dehidrasi, oleh karena itu intake cairan per oral dan infus harus cukup, sesuai dengan prinsip rehidrasi, sedangkan antibiotik diberikan bila ada infeksi.

7) Beta Agonis Beta agonis ( β-adrenergic agents ) merupakan pengobatan awal yang digunakan dalam penatalaksanaan penyakit asma, dikarenakan obat ini bekerja dengan cara mendilaktasikan otot polos ( vasodilator ). Adrenergic agent juga meningkatkan pergerakan siliari, menurunkan mediator kimia anafilaksis, dan dapat meningkatkan efek bronkodilatasi dari kortikosteroid. Adrenergik yang sering digunakan antara lain epinefrin, albuterol, metaproterenol, isoproterenol, isoetarin, dan terbutalin. Biasanya diberikan secara parenteral atau inhalasi. Jalan inhalasi merupakan salah satu pilihan dikarenakan dapat memengaruhi secara langsung dan mempunyai efek samping yang lebih kecil.

2. Diagnosa Keperawatan a. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Spasme jalan napas, Hipersekresi jalan napas, Sekresi yang tertahan, Proses infeksi, Respon alergi, Efek agen farmakologis, Merokok aktif, Merokok pasif, dan Terpajan polutan. b. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi. c. Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Depresi pusat pernapasan dan Hambatan upaya napas d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. e. Resiko Defisit Nutrisi dibuktikan dengan Ketidakmampuan menelan makanan.

3. Intervensi dan evaluasi keperawatan

a. DX : Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Spasme jalan napas, Hipersekresi jalan napas, Sekresi yang tertahan, Proses infeksi, Respon alergi, Efek agen farmakologis, Merokok aktif, Merokok pasif, dan Terpajan polutan. Kriteria hasil, klien akan : 1) Mencari posisi yang nyaman untuk membantu pertukaran gas 2) Mendemonstrasikan batuk efektif 3) Menyebutkan strategi untuk menurunkan kekentalan sekret

Intervensi : 1) Ajarkan metode batuk efektif dan terkontrol R : Batuk tidak terkontrol dan melelahkan klien 2) Anjurkan untuk meningkatkan hidrasi R : Mengencerkan mukus saluran napas 3) Lakukan perawatan mulut yang baik R : Meningkatkan rasa nyaman

4) Lakukan terapi fisik dada jika tidak ada komplikasi R : Membantu pengeluaran sekret dari area paru bagian bawah 5) Lakukan pengisapan ( suction ) jika tidak ada komplikasi R : Membantu mengeluarkan sekret dari jalan napas bagian atas 6) Lakukan evaluasi auskultasi suara napas R : Mengevaluasi keefektifan tindakan, lakukan sebelum dan sesudah pelaksanaan prosedur

Evaluasi : Evaluasi Setelah dilakukan tindakan selama 3× 24 jam Bersihan jalan napas menjadi efektif ditandai dengan : S : Klien mengatakan dapat bernafas dengan nyaman lagi O : Ronchi (-) Sekret (-) Batuk efektif (+) RR = 24 x/menit N = 83 x/menit Suhu = 36,8 oC TD = 120/80 mmHg A : Masalah bersihan jalan napas tidak efektif Teratasi P : intervensi dihentikan

b. Gangguan Pertukaran Gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan ventilasi – perfusi.

Kriteria hasil, klien akan : a. Mencapai fungsi paru yang maksimal b. Mengutarakan pentingnya latihan paru setiap hari

Intervensi : a. Kaji penurunan nyeri yang optimal dengan periode keletihan atau depresi pernapasan yang minimal R : kedalaman pernapasan dipengaruhi oleh situasi nyeri saat bernapas, keletihan, dan depresi b. Dorong klien untuk melakukan ambulasi dengan segera setelah konsisten dengan rencana perawatan medis R : ambulasi sebagai bagian dari aktivitas diharapkan dapat merangsang terjadinya pernapasan optimal. Ambulasi sebaiknya dilakukan dengan memerhatikan toleransi klien terhadap aktivitas c.

Tingkatkan aktivitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan meningkat dengan aktivitas R : mengoptimalkan fungsi paru sesuai dengan kemampuan aktivitas individu

d. Bantu reposisi setiap jam mungkin R : Membantu drainase potural, mencegah depresi jaringan paru/dada untuk pernapasan e.

Dorong klien melakukan latihan napas dalam dan latihan batuk terkontrol lima kali setiap jam

R : meningkatkan ekspansi paru dan asupan oksigen ke dalam paru dan sistem peredaran darah f. Ajarkan individu menggunakan botol tiup atau spirometer insentif setiap jam saat bangun ( pada kerusakan neuromuskular berat sebaiknya individu dibangunkan pada malam hari) R : Meningkatkan kemampuan ekspansi paru dan peningkatan kekuatan inspirasi secara terkontrol

Evaluasi : Evaluasi Setelah dilakukan tindakan selama 3× 24 jam Gangguan Pertukaran Gas belum teratasi ditandai dengan : S : pasien masih merasakan sesak napas O : PO2 = 46 mmHg, PCO2 = 75 mmHg Sianosis (+)

A : Masalah gangguan pertukaran gas belum teratasi P : intervensi dilanjutkan -

Auskultasi bunyi napas : wheezing

-

Awasi TTV dan irama jantung

-

Berikan O2 tambahan sesuai indikasi

-

Auskultasi setiap bidang paru (setiap 8 jam )

c. DX : Pola Napas Tidak Efektif berhubungan dengan Depresi pusat pernapasan dan Hambatan upaya napas

Kriteria hasil ( untuk hiperventilasi), klien akan : 1) Memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif dan mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru 2) Menyebutkan faktor penyebab dan cara adaptif untuk mengetasi ketidakefektifan pola napas

Intervensi : 1) Anjurkan klien untuk tidak memikirkan hal yang menyebabkan ansietas R : Salah satu faktor penyebab hiperventilasi adalah ansietas akibat respons sistem saraf simpatis 2) Ajarkan napas dalam R : Memungkinkan pernapasan terkontrol, efektif 3) Pertimbangkan penggunaan kantung kertas saat ekspirasi R : Meningkatkan kemampuan kontrol individu terhadap proses ekspirasi 4) Latih individu bernapas perlahan dan efektif R : Memungkinkan pernafasan efektif 5) Jelaskan bahwa seseorang dapat mengatasi masalah yang dihadapi dengan belajar mengatasi hiperventilasi melalui kontrol pernapasan sadar jika penyebabnya tidak diketahui R : Memberi pemahaman bahwa hiperventilasi dapat dikontrol dan sangat dipengaruhi oleh individu ; meningkatkan kerja sama untuk mengatasi masalah, memfasilitasi pembukaan diri klien

6) Diskusikan penyebab ( fisik atau emosi) dan metode penanganan yang efektif R : Mengetahui masalah yang timbul dan pola penangan masalah secara efektif

Evaluasi : Evaluasi Setelah dilakukan tindakan selama 3× 24 jam Pola nafas menjadi efektif ditandai dengan : S : Klien mengatakan dapat bernapas dengan normal dan tidak sesak O : -Sianosis (-) -Gelisah (-) - Takipnea (-) -CRT = < 2 detik - RR = 24 x/menit -BGA = PH = 7,40, PO2 = 75 mmHg, PCO2 = 37 mmHg A : Masalah ketidakefektifan pola nafas teratasi P : Intervensi dihentikan

d. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. Kriteria hasil, klien akan : 1) Memeragakan metode batuk, bernafas, dan penghemetan energi yang efektif 2) Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat dicapai atau dipertahankan secara realistis

Intervensi 1) Jelaskan aktivitas dan faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan oksigen R : Merokok, suhu ekstrem, dan stres menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan meningkatkan beban jantung 2) Ajarkan program hemat energi untuk beraktivitas R: Mencegah penggunaan energi berlebihan saat beraktivitas 3) Buat jadwal aktivitas harian, tingkatkan secara bertahap R: Mempertahankan pernapasan lambat dengan tetap memerhatikan latihan fisik yang memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan 4) Ajarkan teknik nafas efektif R: Meningkatkan oksigenasi tanpa mengorbankan banyak energi 5) Pertahankan terapi oksigen tembahan R : Mempertahankan, memperbaiki, dan meningkatkan konsentrasi oksigen darah 6) Kaji respons abnormal setelah aktivitas R : Respon abnormal meliputi peningkatan nadi, tekanan darah, dan pernafasan yang cepat 7) Beri waktu istirahat yang cukup R : Meningkatkan daya tahan klien, mencegah kelelahan

Evaluasi : Evaluasi Setelah dilakukan tindakan selama 3× 24 jam intoleransi aktivitas dapat teratasi ditandai dengan : S : Klien mengatakan merasa lebih segar dan mulai bisa melakukan aktivitas

O :- Kelelahan (-) -Lemah (-) -Aktivitas Klien (+) 555

555 - Dapat melakukan posisi miring kanan dan kiri - Dapat berlatih ROM selam 2 kali/ hari A : Masalah intoleransi aktivitas teratasi P : Intervensi dihentikan

e. Resiko Defisit Nutrisi dibuktikan dengan Ketidakmampuan menelan makanan. Kriteria hasil : a. Nutrisi terpenuhi secara adekuat. b. Berat badan dalam batas normal sesuai IMT.

Intervensi : a.

Kaji status nutrisi klien. R : Klien dengan distress pernafasan sering anoreksia dikarenakan dyspnea, produksi sputum dan obat-obatan.

b. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh. R: Kegagalan pernafasan membuat status hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan kalori. c.

Auskultasi bising usus.

R : Penurunan bising usus menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi yang berhubungan dengan penurunan aktivitas. d. Hindarkan makanan yang menghasilkan sisa gas dan karbonat. R : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu pernafasan abdomen. e. Beri makanan porsi kecil dan sering. R : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.

Evaluasi : Evaluasi Setelah dilakukan tindakan selama 3× 24 jam Nutrisi klien sudah memenuhi kebutuhan ditandai dengan : S : klien mengatakan nafsu makannya bertambah dan berat badannya naik O :-Nafsu makan (+) - Nutrisi tercukupi -Berat badan (+) -Bising usus : 15 x/ mnt -Klien makan porsi kecil tapi sering BB : 67 Tb : 165 IMT : 24.6 A : Masalah Resiko defisit Nutrisi teratasi P : Intervensi dihentikan

SUMBER : ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASMA | profesi angkatan7 Academia.edu Brunner and Suddarth’s. Text Book Medical Surgical Nursing. Buku I. Philadelphia: JB Lippincott Company, 2000. Rab, Tabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : CV. Trans Info Media. Somantri, Irman. 2012. Asuhan keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika. Tamsuri, anas. 2008. Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan pernapasan. Jakarta : EGC

Related Documents


More Documents from "apriani"