Lp Tb Paru.docx

  • Uploaded by: kadek sulastri
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Tb Paru.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,784
  • Pages: 15
TINJAUAN TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUBERCULOSIS PARU I. TINJAUAN TEORI TUBERCULOSIS PARU A. Definisi Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. (Price, 2005). Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. (Smeltzer, 2001). Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. (Bruner dan Suddart. 2002). Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran nafas bawah. Penyakit ini

disebabkan

oleh

mikrooganisme

Mycobacterium

tuberculosis.

(Elizabeth J. Corwn, 2001). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah yang menular disebabkan mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan asam baik bersifat patogen atau saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.

B. Etiologi Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dingin (dapat tahan bertaun-tahundalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya. Dalam hal ini tekanan

bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar ke kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). Keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum

tubuh

mempunyai

kekebalan

spesifik

terhadap

basil

mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut. Faktor predisposisi penyebab penyakit tuberkulosis antara lain : 1. Mereka yang kontak dekat dengan seorang yang mempunyai TB aktif. 2. Individu imunosupresif (termasuk lansia, pasien kanker, individu dalam terapi kartikoteroid atau terinfeksi HIV). 3. Pengguna obat-obat IV dan alkoholik. 4. Individu tanpa perawatan yang adekuat. 5. Individu dengan gangguan medis seperti : DM, GGK, penyimpanan gizi, by pass gatrektomi.

6. Imigran dari negara dengan TB yang tinggi (Asia Tenggara, Amerika Latin Karibia). 7. Individu yang tinggal di institusi (Institusi psikiatrik, penjara). 8. Individu yang tinggal di daerah kumuh. 9. Petugas kesehatan. (Elizabeth J. Crown, 2001)

C. Manifestasi Klinis Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacammacam atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak : 1. Demam Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadangkadang pana badan dapat mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbul demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. 2. Batuk/batuk berdarah Gejala ini bayak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah. 3. Sesak nafas Pada penyakit ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru dan takipnea.

4. Nyeri dada Gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya. 5. Malaise dan kelelahan Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, keringat malam, dll. 6. Takikardia (Price, 2005)

D. Klasifikasi Adapun klasifikasi TB paru berdasarkan petogenesisnya yaitu : Kelas Tipe 0 Tidak ada pejanan TB Tidak terinfeksi 1 Terpajan TB Tidak ada bukti infeksi 2 Ada infeksi TB Tidak timbul penyakit

3

TB, aktif secara klinis

4

TB, Tidak aktif secara klinis

5

Tersangka TB

Keterangan Tidak ada riwayat terpajan. Reaksi terhadap tes tuberculin negative. Riwayat terpajan. Reaksi tes kulit tuberkulin negative. Reaksi tes kulit tuberculin positif. Pemeriksaan bakteri negative (bila dilakukan). Tidak ada bukti klinis, bakteriologik atau radiografik Tb aktif. Biakan M. tuberkulosis (bila dilakukan). Sekarang terdapat bukti klinis, bakteriologik, radiografik penyakit. Riwayat episode TB. Ditemukan radiografi yang abnormal atau tidak berubah;reaksi tes kulit tuberkulin positif dan tidak ada bukti klinis atau radiografik penyakit sekarang. Diagnosa ditunda. (Price, 2005)

E. Patofisiologi Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter. Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit

dan

limfokinnya.

Respon

ini

desebut

sebagai

reaksi

hipersensitifitas (lambat). Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala

pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh dengan

sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.

Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.

F. Pathway

G. Penatalaksanaan Prinsip pengobatan TBC adalah harus kombinasi, tidak boleh terputusputus dan jangka waktu yang lama. Di samping itu maka perkembangan ekonomi tersebut dikenal2 (dua) macam alternatif pengobatan. 1. Paduan obat jangka panjang dengan lama pengobatan 18 - 24 bulan, obat relatifmurah. a. Pengobatan intensif : setiap hari 1 – 3 bulan INH+ Rifampicin + Streptomicyn. b. Pengobatan intermitten dua kali seminggu sampai satu tahun INH + Rifampicin atau Ethambutol. 2. Paduan obat jangka panjang dengan lama pengobatan 6 - 9 bulan, obat relatifmurah. a. Pengobatan intensif : tiap hari 1 – 2 bulan INH+ Rifampicin + Streptomicyn atau Pirazinamid. b. Pengobatan intermitten 2 - 3 kali seminggu selama 4 – 7 bulan : INH + Rifampicin atau Ethambutol atau Streptomicyn.

II. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TB A. Pengkajian 1. Aktivitas/istirahat Gejala : Kelemahan dan kelelahan umum. Napas pendek karena kerja. Kesulitan tidur pada malam atau demam malam hari, menggigil dan/atau berkeringat. Mimpi buruk. Tanda

: Takikardia, takipnea/dispnea pada kerja. Kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut).

2. Integritas Ego Gejala : Adanya/faktor stress lama. Masalah keuangan, rumah. Perasaan tak berdaya/tak berperasaan. Tanda

: Menyangkal (khususnya selama tahap dini). Ansietas, ketakutan, mudah terangsang.

3. Makanan/cairan Gejala : Kehilangan nafsu makan. Tidak dapat mencerna. Penurunan BB. Tanda

: Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik. Kehilangan otot/hilang lemak subkutan.

4. Nyeri/kenyamanan Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang. Tanda

: Berhati-hati pada area yang sakit. Perilaku distraksi, gelisah.

5. Pernapasan Gejala : Batuk, produktif atau tak produktif. Napas pendek. 6. Keamanan Tanda

: Demam rendah atau sakit panas akut.

7. Interaksi Sosial Gejala : Perasaan isolasi/penolakan karena penyakit menular. Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran. 8. Penyuluhan/Pembelajaran Gejala : Riwayat keluarga TB. Ketidakmampuan umum/status kesehatan buruk. (Doengoes, 2000)

B. Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2005) 1. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya infeksi kuman tuberkulosis 2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau

sekret

darah,

kelemahan,

upaya

batuk

buruk,

edema

berhubungan

dengan

trakeal/faringeal. 3. Resiko

tinggi

terhadap

pertukaran

gas

berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret yang kental, edema bronchial. 4. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kelelahan, batuk yang sering, adanya produksi sputum, dispnea, anoreksia, ketidakcukupan sumber keuangan. 5. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru, batuk menetap. 6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan tidak ada yang menerangkan, informasi yang tidak akurat, terbatasnya pengetahuan/kognitif

C. Rencana Tindakan (Doengoes, 2000) Dx 1 Tujuan: Tidak terjadi penyebaran infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu …x…. jam. Kriteria hasil : 1. Klien

mampu

mengidentifikasi

intervensi

mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi

untuk

2. Klien mampu menunjukkan teknik untuk melakukan perubahan pola hidup dalam melakkan lingkungan yangnyaman. 3. TB yang diderita klien berkurang/sembuh. Intervensi a. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa ataupun menyanyi. b. Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah, sahabat karib, dan tetangga. c. Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, contoh masker/isolasi pernapasan.

d. Observasi TTV (suhu tubuh). e. Dorong memilih / mencerna makanan seimbang, berikan sering makanan kecil dan makanan besar dalam jumlah yang tepat. f. Kolaborasi dalam pemberian pengobatan dan terapi.

Rasional a. Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berrulang/komplikasi. b. Orang-orang yang terpajan ini perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi. c. Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien dan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular. d. Reaksi demam indikator adanya infeksi lanjut. e. Adanya anoreksia dan malnutrisi sebelumnya merendahkan tahanan terhadap proses infeksi dan mengganggu penyembuhan. f. Untukmempercepatpenyembuhan infeksi.

Dx 2 Tujuan:Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …x…menit, diharapkan bersihan jalan napas pasien efektif dengan kriteria hasil : 1. Pasien melaporkan sesak berkurang. 2. Pernafasan teratur. 3. Ekspandi dinding dada simetris. 4. Ronchi tidak ada. 5. Sputum berkurang atau tidak ada. 6. Frekuensi nafas normal (16-24)x/menit.

Intervensi Rasional a. Auskultasi suara nafas, perhatikan a. Untuk mengidentifikasi kelainan bunyi nafas abnormal. pernafasan berhubungan dengan obstruksi jalannapas. b. Pantau tanda-tanda vital terutama b. Untuk menentukan intervensi frekuensi pernapasan. yang tepat dan mengidentifikasi derajat kelainan pernapasan. c. Monitor usaha pernafasan, c. Dapat membantu menurunkan pengembangan dada, dan rasa terisolasi pasien dan keteraturan. membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular. d. Berikan posisi semifowler jika d. Meningkatkan ekspansi paru tidak ada kontraindikasi. optimal. e. Ajarkan klien napas dalam dan e. Batuk efektif akan membantu batuk efektif jika dalam keadaan dalam pengeluaran secret sadar. sehingga jalannapas klien kembali efektif. f. Kolaborasi dalam melakukan f. Fisioterapi dada terdiri dari fisioterapi dada sesuai indikasi. postural drainase, perkusi dan fibrasi yang dapatmembantu dalam pengeluaran sekret agar jalan napas kembali efektif. g. Berikan obat sesuai indikasi g. Membantu membebaskan jalan misalnya bronkodilator, mukolitik, napas secara kimiawi. antibiotik, atau steroid. Dx 3 Tujuan: Setelah diberikan askep selama ...x... menit diharapkan pertukaran gas kembali efektif dengan kriteria : 1. Pasien melaporkan keluhan sesak berkurang. 2. Pasien melaporkan tidak letih atau lemas. 3. Napas teratur. 4. Tanda vital stabil. Intervensi Rasional a. Kaji dispnea, takipnea, tak a. TB paru menyebabkan efek luas normal/menurunnya bunyi napas, pada paru dari bagian kecil peingkatan upaya pernapasan, bronkopneumonia sampai terbatasnya eskpansi dinding dada, inflamasi difusi luas, nekrosis,

dan kelemahan. efusi pleura, dan fibrosis luas. b. Mengkaji frekuensi dan kedalaman b. Berguna dalam evaluasi derajat pernafasan. Catat penggunaan otot distress pernapasan atau aksesori, napas bibir, ketidak kronisnya proses penyakit. mampuan berbicara / berbincang. c. Mengobservasi warna kulit, c. Sianosis kuku menggambarkan membran mukosa dan kuku, serta vasokontriksi/respon tubuh mencatat adanya sianosis perifer terhadap demam. Sianosis (kuku) atau sianosis pusat cuping hidung, membran (circumoral). mukosa, dan kulit sekitar mulut dapat mengindikasikan adanya hipoksemia sistemik. d. Tingkatkan tirah baring/batasi d. Menurunkan konsumsi oksigen / aktivitas dan bantu aktivitas kebutuhan selama periode perawatan diri sesuai keperluan. penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala. e. Memberikan terapi oksigen sesuai e. Oksigen yang diberikan sesuai kebutuhan, misalnya: nasal kanul dengan toleransi dengan pasien. dan masker. Dx 4 Tujuan:Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria hasil: 1. Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. 2. Melakukan

perubahan

pola

hidup

untuk

meningkatkan

dan

mempertahankan berat badan yang tepat. Intervensi Rasional a. Catat status nutrisi pasien: turgor a. Berguna dalam mendefinisikan kulit, timbang berat badan, derajat masalah dan intervensi integritas mukosa mulut, yang tepat. kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare. b. Kaji ulang pola diet pasien yang b. Membantu intervensi kebutuhan disukai/tidak disukai. yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien. c. Monitor intake dan output secara c. Mengukur keefektifan nutrisi periodik. dan cairan.

d. Anjurkan makan sedikit dan d. Memaksimalkan intake nutrisi sering dengan makanan tinggi dan menurunkan iritasi gaster. protein dan karbohidrat. e. Anjurkan istirahat yang sering. e. Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik. f. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk f. Memberikan bantuan dalarn menentukan komposisi diet. perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet. Dx 5 Tujuan:Setelah diberikan tindakan keperawatan rasa nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan kriteria hasil : 1. Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol. 2. Pasien tampak rileks. Intervensi Rasional a. Observasi karakteristik nyeri, mis a. Nyeri merupakan respon tajam, konstan, ditusuk. Selidiki subjekstif yang dapat diukur. perubahan karakter / lokasi / intensitas nyeri. b. Pantau TTV. b. Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk perubahan tanda vital telah terlihat. c. Berikan tindakan nyaman mis, c. Tindakan non analgesik pijatan punggung, perubahan diberikan dengan sentuhan posisi, musik tenang, relaksasi / lembut dapat menghilangkan latihan nafas. ketidaknyamanan. d. Anjurkan dan bantu pasien dalam d. Alat untuk mengontrol teknik menekan dada selama ketidaknyamanan dada episode batuk. sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk. e. Kolaborasi dalam pemberian e. Obat ini dapat digunakan untuk analgesik sesuai indikasi. menekan batuk non produktif, meningkatkan kenyamanan.

Dx 6 Tujuan:Setelah diberikan tindakan keperawatan tingkat pengetahuan pasien meningkat, dengan kriteria hasil: 1. Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosisdan kebutuhan pengobatan. 2. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. 3. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. 4. Menerima perawatan kesehatan adekuat. a.

b.

c.

d.

e.

Intervensi Rasional Kaji ulang kemampuan belajar a. Kemampuan belajar berkaitan pasien misalnya: perhatian, dengan keadaan emosi dan kelelahan, tingkat partisipasi, kesiapan fisik. Keberhasilan lingkungan belajar, tingkat tergantung pada kemarnpuan pengetahuan, media, orang pasien. dipercaya. Berikan informasi yang spesifik b. Informasi tertulis dapat dalam bentuk tulisan misalnya: membantu mengingatkan jadwal minum obat. pasien. Anjurkan pasien untuk tidak c. Kebiasaan minurn alkohol minurn alkohol jika sedang terapi berkaitan dengan terjadinya INH. hepatitis. Berikan gambaran tentang d. Debu silikon beresiko pekerjaan yang berisiko terhadap keracunan silikon yang penyakitnya misalnya: bekerja di mengganggu fungsi pengecoran logam, paru/bronkus. pertambangan, pengecatan. Kolaborasi dalam menreview e. Pengetahuan yang cukup dapat tentang cara penularan mengurangi resiko penularan/ Tuberkulosis dan resiko kambuh kambuh kembali. Komplikasi lagi. Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, ulserasi gastro, instestinal, fistula bronkopleural, tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta; EGC

Doengoes, Marylinn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed. 3. Jakarta; EGC

Elizabeth J. Crown. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta; EGC

Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Jakarta; Prima Medika

Price, S.A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta; EGC

Smeltzer, C.S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8. Jakarta; EGC

Related Documents

Lp Tb Paru.docx
December 2019 32
Lp Tb Paru Fix.docx
December 2019 45
Lp Tb Paru.docx
December 2019 36
Lp Tb Paru.docx
November 2019 28
Lp Tb Iif Fix.docx
May 2020 12
Askep Lp Tb Paru.docx
December 2019 23

More Documents from "Hakim Abdul"

Lp Tb Paru.docx
December 2019 32
Lp Cks Edit.docx
November 2019 32
Dx.doc
November 2019 27