LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS MILIER PADA ANAK
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1.
Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium sistem sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak diparu yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (Arief, 2001:459). Menurut Crofton (2002) Tuberculosis Milier disebabkan penyebaran TB dalam jumlah besar melalui aliran darah karena daya tahan pasien lemah untuk membunuh kuman-kuman tersebut (disebut “milier) karena luka-luka kecil pada paru tampak sebagai butiran gandum. Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk tuberkulosa paru dengan terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan penyakit dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji “Milet” (sejenis gandum) berdiameter 1-2 mm. (Adwin, 2008). Tuberkulosis Milier adalah jenis tuberculosis yang bervariasi dari infeksi kronis, progresif lambat sehingga penyakit fulminan akut, ini disebabkan oleh penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi kedalam aliran darah dan mengenai banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi. (Diane, 2000 ).
2.
Etiologi Diperkirakan Tuberkulosis Milier yang terjadi merupakan komplikasi infeksi primer atau TB primer dan TB kronis atau TB post primer ( Crofton ,2002 :114 ).
Infeksi Primer Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya
infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur).
Kadang-kadang
daya
tahan
tubuh
tidak
mampu
mengehentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
3.
Tanda dan Gejala Klinis Gejala TBC Milier timbul perlahan-lahan dan sifatnya tidak spesifik. Umumnya Tuberkulosis Milier terjadi dalam waktu 1 tahun setelah infeksi primer. Adapun gejala TBC Milier berupa: febris, letargi, keringat malam, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Febris yang bersifat turun naik sampai 400C dan berlangsung lama. Menurut Somantri (2008 : 61) secara umum manifestasi klinis pada penderita tuberkulosis paru: a.
Demam
b.
Batuk
: Sub febris-febris (400 – 410C) hilang timbul : Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini
membuang / mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent ( menghasilkan sputum ). c.
Sesak nafas
: Terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru. d.
Malaise
: Ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot dan keringat malam hari.
4.
Klasifikasi TBC Menurut Depkes, 2003, klasifikasi TB dibedakan atas : Berdasarkan organ yang terinvasi :
1. TB Paru : menyerang jaringan paru tidak termasuk pleura. Terdiri dari TB Paru BTA positif dan TB Paru BTA negative. 2. TB ekstra paru : Ringan menyerang kelenjar limfe, pleura, sendi. Berat menyerang meningitis. Berdasarkan tipe penderita : 1. Kasus baru : belum pernah mengkonsumsi OAT. 2. Kambuh (relapsi) : penderita yang pernah dilakukan pengobatan, setelah sembuh dinyatakan terserang kembali. 3. Pindahan (transfer in) : penderita yang pindah daerah untuk melakukan pengobatan harus membawa surat rujukan pindah. 4. Kasus berobat setelah lalai : penderita yang sudah berobat selama 1 bulan atau lebih, kemuadian menghentikan pengobatan sendiri, dan kemudian melakukan pengobatan kembali.
5.
Patofisiologi/Pathway Droplet nucler/dahak yang mengandung basil TBC (Mycobacterium Tuberculosis)
Faktor dari luar: - Faktor toksik (alkohol, rokok) - Sosial ekonomi rendah - Terpapar penderita TBC - Lingkungan buruk
Batuk, bersin
Dihirup masuk paru
Faktor dari dalam: - Usia muda/bayi - Gizi buruk - Lanjut usia
Mycobacterium menetap/dormant
Kurang informasi
Imunitas tubuh menurun
Kurang pengetahuan
Membentuk sarang TB
Resiko tinggi Penyebaran kuman
Premonia Kecil/sarang primer Bronchus
Pleura
Infiltrasi setengah bagian paru
Iritasi Menyebabkan infiltrasi pleura
Sesak napas
Peradangan pada bronkus
Malaise
Anoreksia
Pembuluh darah pecah
Batuk
Skret kental
Terjadi gesekan inspirasi dan eksperasi
Nyeri dada Resiko kerusakan pertukaran gas
Batuk darah/tidak berdarah
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Penurunan status gizi
Distres pernapasan
Gangguan tumbuh kembang
Sumber : (Corwin, 2001; Soeparman, 1998 & Doengoes, 2000)
Bersihan jalan napas tidak efektif
6.
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan dignostik pada penderita tuberkulosis antara lain : a. Uji Tuberkulin Uji tuberkulin merupakan uji paling penting untuk menentukan apakah anak sudah terinfeksi tuberkel basilus atau tidak. Prosedur yang dianjurkan adalah Uji Mantoux, yang menggunakan derifat protein murni (PPD, Purified protein derifatif). Dosis standar adalah 5 unit tuberkulin dalam 0,1 ml larutan, di injeksi secara intradermal. Pembacaan uji tuberkulin dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan di ukur diameter melintang dari indurasi yang terjadi. Hasil dianggap positif bila terdapat indurasi dengan 5 mm keatas, bila 4 mm negatif, 59 mm masih dianggap meragukan, tetapi jika 10 mm keatas jelas positif. b. Pemeriksaan Radiologis Pada anak dengan uji tuberkulin positif dilakukan pemeriksaan radiologis. Secara rutin dilakukan foto rontgen paru, dan untuk diagnosis tidak cukup hanya pemeriksaan radiologis tetapi diperlukan juga data klinis. c. Pemeriksaan bakteriologis Ditemukannya basil tuberkulosis akan memastikan diagnosis tuberkulosis. Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan bakteriologis ialah : Bilasan lambung Sekret bronkus Sputum (pada anak yang besar) Cairan pleura
d. Uji BCG Di Indonesia BCG diberikan secara langsung tanpa didahului uji tuberkulin. Bila ada anak yang mendapat BCG langsung terdapat reaksi lokal yang besar dalam waktu kurang dari 7 hari setelah penyuntikan berarti perlu dicurigai adanya tuberkulosis. Pada anak dengan tuberkulosis BCG akan menimbulkan reaksi lokal yang lebih cepat dan besar oleh karena itu, reaksi BCG dapat dijadikan alat diagnostik. Vaksin BCG diletakkan pada ruang/tempat bersuhu 200C-80C serta pelindung dari cahaya. Pemberian vaksin BCG biasanya dilakukan secara injeksi intradermal atau intrakutan pada lengan bagian atas atau injeksi perkutan sebagai alternatif bayi usia muda yang mungkin sulit menerima injeksi terdermal. Dosis yang digunakan sebagai berikut : Untuk infant atau anak-anak kurang dari 12 bulan diberikan satu dosis vaksin
BCG sebanyak 0,05 mg. Untuk anak-anak di atas 12 bulan dan dewasa diberikan satu dosis vaksin BCG
sebanyak 0,1 mg.
Tabel 1. Diagnosis TBC pada anak dengan sistem skoring (scoring system) Parameter Kontak TB
0 Tidak jelas
Uji tuberkulin
Negatif
Berat badan/keadaan gizi (menurut KMS) Demam tanpa sebab jelas Batuk Pembesaran kelenjar limfe leher. Axila, inguinal Pembengkakan tulang/sendi, panggul, lutut, palang Poto rontgen thorak
1
2 Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak tahu, BTA tidak jelas
3 BTA (+)
Positif (> 10 mm, atau > 5 mm pada keadaan imunosupresi) Bawah garis merah (KMS) atau BB/U < 80% ≥ 2 minggu
Klinis gizi buruk (Bb/U < 60%)
≥ 3 minggu ≥ 1cm , jumlah ≥ 1, tidak nyeri Ada pembengkakan
Normal/tidak jelas
Kesan TB
Ket : Anak didiagnosis TB jika jumlah scor ≥ 6, ( scor maksimal 13)
7.
Komplikasi a. Penyakit paru primer pogresif Komplikasi infeksi tuberkulosis serius tetapi jarang terjadi pada anak bila fokus primer membesar dengan mantap dan terjadi pusat perkejuan yang besar. Pencarian dapat menyebabkan pembentukan kaverna primer yang disertai dengan sejumlah besar basili. Pembesaran fokus dapat melepaskan debris nekrotik kedalam bronkus yang berdekatan, menyebabkan penyebaran intrapulmonal lebih lanjut. b. Efusi pleura Efusi pleura tuberkulosis yang dapat lokal dan menyeluruh, mula-mula keluarnya basili kedalam sela pleura dari fokus paru sub pleura atau limfonodi. c. Perikarditis Perikarditis biasanya berasal dari infasi langsung atau aliran limfe dari limponodi subkranial. d. Meningitis Meningitis tuberkulosa mengkomplikasi sekitar 0,3% infeksi primer yang tidak diobati pada anak. Kadang-kadang meningitis tuberkulosa dapat terjadi
beberapa tahun setelah infeksi primer, bila robekan satu atau lebih tuberkel subependimal menegeluarkan basil tuberkel kedalam ruang subarakhnoid. e. Tuberkulosis Tulang Infeksi tulang dan sendi yang merupakan komplikasi tuberkulosis cenderung menyerang vetebra. Manifestasi klasik spondilitis tuberculosa berkembang menjadi penyakit Pott, dimana penghancuran corpus vertebra menyebabkan gibbus dan kifosis. Tuberkulosis skeletona adalah komplikasi tuberkulosis lambat dan menjadi perwujudan yang jarang sejak terapi antituberkulosis tersedia. 8.
Penatalaksanaan a. Farmakologi 1) Rifampisin, dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari, diberikan satu kali sehari per oral, diminum dalam keadaan lambung kosong, diberikan selama 6-9 bulan. 2) INH (isoniazid), bekerja bakterisidal terhadap basil yang berkembang aktif ekstraseluler dan basil didalam makrofag. Dosis INH 10-20/kgBB/hari per oral, lama pemberian 18-24 bulan. 3) Pirazinamid, bekerja bakterisidal terhadap basil intraseluler, dosis 30-35 mg/kgBB/hari per oral, 2 kali sehari selama 4-6 bulan. 4) Etambutol, dosis 20 mg/kgBB/hari dalam keadaan lambung kosong, 1 kali sehari selama 1 tahun. 5) Kortikosteroid, diberikan bersama-sama dengan obat antituberkulosis yang masih sensitif, diberikan dalam bentuk kortison dengan dosis 10-15 mg/kgBB/hari. Kortikosteroid di berikan sebagai antiflogistik dan ajuvan pada tuberkulosis milier, meningitis serosa tuberkulosa, pleuritis tuberkulosa, penyebaran bronkogen, atelektasis, tuberkulosis berat atau keadaan umum yang buruk. b. Non farmakologi 1)
Melakukan postural drainase
2)
Melakukan suction untuk mengeluarkan dahak
3)
pemberian nutrisi yang adekuat, untuk menjaga daya tahan tubuh klien agar tidak terjadi penyebaran infeksi ke organ tubuh yang lainnya
4)
memantau kepatuhan ibu dalam memberikan obat kepada anaknya
B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA 1. Kebutuhan Oksigenasi Reaksi inflamasi/peradangan alveoli mengakibatkan produksi mukus meningkat, upaya batuk (+), terjadi penumpukan secret pada alveoli, mengakibatkan bersihan jalan napas tidak efektif. Jika infiltrasi meluas mengakibatkan terjadinya gangguan pertukaran gas.
2. Kebutuhan Nutrisi Respon gastrointestinal terhadap reaksi inflamasi terjadi mual dan anoreksia, menyebabkan terjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan. 3. Kebutuhan Aktifitas Kelemahan fisik mengakibatkan terjadinya keterbatasan dalam beraktifitas. 4. Kebutuhan Rasa Aman Kurangnya informasi mengakibatkan kurangnya pengetahuan keluarga tentang pengelolaan penyakit TBC. 5. Pertumbuhan dan Perkembangan Adanya mual dan anoreksia menyebabkan terjadinya penurunan status gizi, dan penurunan imunitas yang mengakibatkan klien menjadi rentan terhadap infeksi, sehingga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.
C. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas Selain identitas klien : nama tempat tanggal lahir, usia, agama, jenis kelamin, juga identitas orangtuanya yang meliputi : nama orangtua, pendidikan, dan pekerjaan. b. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan utama a. Saat masuk Rumah Sakit Keluhan utama penyebab klien sampai dibawa ke rumah sakit. b. Saat pengkajian Keluhan yang dialami pasien saat dilakukan pengkajian meliputi PQRST (palliative, quantitatif, region, scale, timing) c. Keluhan penyerta Keluhan yang dialami oleh pasien selain keluhan utama. Tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan/bisul pada tempat-tempat kelenjar seperti : leher, inguinal, axilla dan sub mandibula
2. Riwayat Kehamilan a. Pre Natal Prenatal : kurang asupan nutrisi , terserang penyakit infeksi selama hamil. b. Intra Natal Intranatal : Bayi terlalu lama di jalan lahir, terjepit jalan lahir, bayi menderita caput sesadonium, bayi menderita cepal hematom. c. Post Natal Kurang asupan nutrisi, bayi menderita penyakit infeksi, asfiksia, icterus.
3. Riwayat Masa Lalu a. Penyakit waktu kecil Penyakit yang pernah diderita (tanyakan, apakah klien pernah sakit batuk yang lama dan benjolan bisul pada leher serta tempat kelenjar yang lainnya dan sudah diberi pengobatan antibiotik tidak sembuh-sembuh? Tanyakan, apakah pernah berobat tapi tidak sembuh? Apakah pernah berobat tapi tidak teratur?) b. Pernah di rawat di Rumah Sakit Tanyakan apakah sakit yang dialami di waktu kecil sampai membuat pasien dirawat dirumah sakit, jika ia, apakah keadaannya parah atau seperti apa.
c. Obat-obatan yang pernah digunakan Obat-obatan yang pernah diberikan sangat penting untuk diketahui, agar kerja obat serta efek samping yang timbul dapat di ketahui. Pemberian antibiotik dalam jangka panjang perlu diidentifikasi. d. Tindakan (operasi) Apakah sebelumnya pernah melakukan tindakan operasi, pada bagian apa, atas indikasi apa. e. Alergi Apakah mempunyai riwayat alergi terhadap obat-obatan, udara atau makanan. f. Kecelakaan Pernah mengalami kecelakaan ringan sampai hebat sebelumnya, apabila mengalami kecelakaan apakah langsung di beri tindakan, atau di bawa berobat ke dokter atau hanya di diamkan saja. g. Imunisasi Imunisasi aktif : merupakan imunisasi yang dilakukan dengan cara
menyuntikkan antigen ke dalam tubuh sehingga tubuh anak sendiri yang akan membuat zat antibody yang akan bertahan bertahun-tahun lamanya. Imunisasi aktif ini akan lebih bertahan lama daripada imunisasi pasif Imunisasi pasif : disini tubuh tidak membuat sendiri zat anti akan tetapi
tubuh mendapatkannya dari luar dengan cara penyuntikkan bahan atau serum yang telah mengandung zat anti. Atau anak tersebut mendapatkannya dari ibu pada saat dalam kandungan
c. Pemeriksaan fisik 1.
Keadaan umum : pada umumnya pasien tuberkulosis anak yang berobat sering ditemukan sudah dalam keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak bergairah
2.
Tanda-tanda vital : sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat lama atau naik turun, nafas cepat dan pendek, saat badan demam atau panas biasanya tekanan nadi anak menjadi tachicardi.
3.
Antropometri Mengukur lingkar kepala, lengan, dada dan panjang badan serta berat badan.
4.
Pemeriksaan fisik a. Kepala : kaji bentuk kepala, kebersihan rambut b. Mata : kaji bentuk mata, konjungtiva, sklera, pupil d. Hidung : terdapat cuping hidung atau tidak, ada penumpukkan sekret atau tidak, simetris tidak.
e. Mulut : kaji kebersihan mulut, apakah ada stomatitis, gigi yang tumbuh f. Telinga : kaji kebersihan telinga, bentuk sejajar dengan mata, ada cairan atau tidak, uji pendengaran anak g. Leher : Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula. h. Dada : Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk ini membuang/ mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk purulen (menghasilkan sputum). Sesak nafas: terjadi bila sudah lanjut, dimana infiltrasi radang sampai
setengah paru. Nyeri dada: ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura. Malaise: ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun, sakit
kepala, nyeri otot dan kering diwaktu malam hari. Pada tahap dini sulit diketahui. Ronchi basah, kasar dan nyaring. Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada
auskultasi memberi suara limforik. Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis. Bila mengenai pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara
pekak) i. Perut : kaji bentuk perut, bising usus j. Ekstermitas : kaji kekuatan ekstermitas atas dan bawah, apakah ada kelemahan k. Kulit : Pembesaran kelenjar biasanya multipel. Benjolan/pembesaran kelenjar pada leher (servikal), axilla, inguinal dan sub mandibula. Kadang terjadi abses.
l. Genetalia : kaji apakah ada disfungsi pada alat genitalia, kaji bentuk, skrotum sudah turun atau belum, apakah lubang ureter ditengah. 5.
Pemeriksaan tingkat perkembangan anak usia 18-24 bulan Motorik
Berjalan tanpa ditopang, menaiki tangga/peralatan rumah tangga (seperti kursi) Sosial
Ingin bermain dengan anak-anak lain, meminta minum, mengenal gambargambar binatang, mengenal beberapa bagian tubuhnya. Bahasa
Telah menggunakan 20 kata-kata yang dapat dimengerti.
Manipulatif
Mencoret-coret, membali-balik halaman, bermain dengan balok-balok bangunan secara konstruktif.
2.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul 1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan secret kental, upaya batuk buruk. DS : ibu mengatakan anak masih batuk >3 minggu DO : batuk +, ronchi + paru atas kanan dan kiri, sesak +, nyeri dada + 2) Hiperthermia berhubungan dengan proses peradangan. DS : ibu mengatakan anak panas DO : S > 37,5 akral hangat, tubuh teraba panas 3) Perubahan nurisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia DS : ibu mengatakan anak muntah-muntah swbanyak …x/hari DO : muntah +, nafsu makan berkurang 4) Resiko tinggi penyebaran infeksi pada diri sendiri maupun orang lain berhubungan dengan virulensi kuman, pertahanan primer tidak adekuat, kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen. DS : DO : S > 37,5 WBC > normal
3. Intervensi keperawatan Diagnosis
Tujuan
Keperawatan Bersihan
jalan
napas
Setelah
dilakukan
tidak
efektif
keperawatan
berhubungan
dengan
bersihan jalan napas efektif dengan
secret
kental,
upaya
selama
tindakan .......x24
jam,
kriteria :
Rasional
1. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas,
1. Untuk mengetahui tingkat sakit dan tindakan
kecepatan,
kedalaman
dan
apa yang harus dilakukan
penggunaan otot aksesori. 2. Catat
Sekret berkurang sampai dengan
batuk buruk.
Intervensi
kemampuan
mengeluarkan
secret
untuk atau
batuk
2. Untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien
efektif, catat karakter, jumlah sputum,
hilang
Pernafasan dalam batas normal : 0-2 bulan : 50 s/d < 60 x/menit 2 bln-12 bln : 40 s/d < 50 x/menit 12 bln-60bln : 30 s/d < 40 x/menit
adanya hemoptisis. 3. Berikan pasien posisi semi atau fowler, 4. Bersihkan sekret dari mulut dan
3. Semi fowler memudahkan pasien untuk bernafas 4. Untuk mencegah penyebaran infeksi
trakea, suction bila perlu. 5. Berikan obat : agen mukolitik, bronkodilator sesuai indikasi
Hiperthermia berhubungan
Setelah dengan
proses peradangan
dilakukan
tindakan
1. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
keperawatan selama ......x24 jam, suhu tubuh kembali normal, dengan kriteria
5. Untuk
membantu
mengencerkan
sehingga mudah untuk dikeluarkan.
1. Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2. Berikan kompres hangat
hasil :
2. merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
Suhu tubuh 36-37,5 C o
secret
3. Kolaborasi pemberian antipirektik
3. Kolaborasi pemberian antipirektik
Diagnosis
Tujuan
Keperawatan
Intervensi
Rasional
Perubahan nurisi kurang
setelah dilakukan tindakan perawatan
1. Ukur dan catat berat badan pasein
1. BB menggambarkan status gizi pasien
dari kebutuhan tubuh
selama ........x 24 jam, kebutuhan nutrisi
2. Sajikan makanan dalam porsi kecil
2. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit
berhubungan
terpenuhi, dengan kriteria hasil :
dengan
tapi sering
Nafsu makan meningkat
anoreksia
3. Sajikan
BB meningkat atau normal sesuai
dan mencegah muntah makanan
yang
dapat
menimbulkan selera makan
kalori tinggi protein)
meningkatkan
nafsu
4. Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah
5. Jelaskan kepada keluarga tentang penyebab
alternatif
makan pasien
4. Berikan makanan tinggi TKTP (tinggi
umur
3. Sebagai
malnutrisi,
5. Meningkatkan pemahaman keluarga tentang
kebutuhan
penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk
nutrisi pemulihan, susunan menu dan
pemulihan klien sehingga dapat meneruskan
pengolahan makanan sehat seimbang,
upaya terapi diet yang telah diberikan selama
tunjukkan
hospitalisasi.
contoh
jenis
sumber
makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien. 6. Laksanakan pemberian roboransia
6. Roborans,
meningkatkan
nafsu
makan,
proses absorbsi dan memenuhi defisit yang menyertai keadaan malnutrisi.
sesuai program terapi. Resiko
tinggi
Setelah dilakukan tindakan perawatan
penyebaran infeksi pada
selama
diri
infeksi tidak terjadi, dengan kriteria
sendiri
maupun
.........x24
orang lain berhubungan
hasil :
dengan virulensi kuman,
Klien
pertahanan primer tidak adekuat,
kurang
jam,
penyebaran
1. Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet 2. Identifikasi orag lain yang beresiko (anggota keluarga/teman)
/
keluarga
dapat
mengidentifikasi tindakan untuk
3. Anjurkan klien untuk batuk / bersin pada tisu dan menghindari meludah
1. Membantu klien/keluarga agar mau mengerti dan menerima terhadap terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi. 2. Pengetahuan dan terapi dapat meminimalkan kerentanan terjadinya penyebaran 3. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.
pengetahuan
untuk
menghindari pemajanan pathogen.
mencegah/menurunkan
resiko
infeksi.
pencegahan
Klien/keluarga perubahan
menunjukkan
pola
meningkatkan aman.
4. Lakukan tindakan isolasi sebagai
hidup
lingkungan
untuk yang
5. Pertahankan
susceptible host teknik
aseptic
saat
melakukan tindakan perawatan
pentingnya pengobatan yang tuntas
tuberculosis
pemberian
obat
5. Mencegah terjadinya cross infection 6. Pengobatan tuntas sangat penting untuk
6. Beritahu klien dan keluarga tentang
7. Kolaborasi
4. Mencegah infeksi yang bersumber dari
anti
mencegah resistensi kuman terhadap abat 7. Untuk membunuh kuman TBC
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC; 2001. Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. Nursing care plans: Guidelines for planning and documenting patients care. Alih bahasa: Kariasa,I.M. Jakarta: EGC; 1999. Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical-surgical nursing. Alih bahasa : Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001. Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s textbook of medical-surgical nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000. Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001.