Lp Stemi Kuuu.doc

  • Uploaded by: Anonymous eDon4w
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Stemi Kuuu.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 4,913
  • Pages: 25
LAPORAN PENDAHULUAN ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI) A. KONSEP DASAR STEMI 1. Pengertian IMA diklasifikasikan berdasarkan EKG 12 lead dalam dua kategori, yaitu ST-elevation infark miocard (STEMI) dan non ST-elevation infark miocard (NSTEMI). STEMI merupakan oklusi total dari arteri koroner yang menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG. Sedangkan NSTEMI merupakan oklusi sebagian dari arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium, sehingga tidak ada elevasi segmen ST pada EKG (Muttaqin, A. 2009). STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) merupakan bagian dari sindrom koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST. STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba (Fuster, 2007). Ketinggian ST terutama terlokalisasi untuk sadapan I dan aVL disebut sebagai STEMI lateral yang tinggi. Biasanya dikaitkan dengan depresi ST timbal balik dan inversi gelombang T pada sadapan inferior (Cadogan, 2018) Lokasi infark miokard berdasarkan perubahan gambaran EKG : No Lokasi 1 Anterior 2

Anteroseptal

3

Anterolateral

4

Lateral

Gambaran EKG Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V4/V5 Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V3 Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V1-V6 dan I dan aVL Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di V5-V6 dan inversi gelombang T/elevasi ST/gelombang Q di I dan aVL

5

Inferolateral

6

Inferior

7

Inferoseptal

8

True posterior

9

RV Infraction

Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, dan V5-V6 (kadang-kadang I dan aVL). Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, dan Avf Elevasi segmen ST dan/atau gelombang Q di II, III, aVF, V1-V3 Gelombang R tinggi di V1-V2 dengan segmen ST depresi di V1-V3. Gelombang T tegak di V1V2 Elevasi segmen ST di precordial lead (V3RV4R). Biasanya ditemukan konjungsi pada infark inferior. Keadaan ini hanya tampak dalam beberapa jam pertama infark.

2. Etiologi Infark miokard disebabkan oleh oklusi arteri koroner setelah terjadinya rupture vulnerable atherosclerotic plaque. Pada sebagian besar kasus, terdapat beberapa faktor presipitasi yang muncul sebelum terjadinya STEMI, antara lain aktivitas fisik yang berlebihan, stress emosional, dan penyakit dalam lainnya. Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko terjadinya IMA pada individu. Faktor-faktor resiko ini dibagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dirubah dan faktor resiko yang dapat dirubah. a) Faktor yang tidak dapat dirubah : 1) Usia Walaupun akumulasi plak atherosclerotic merupakan proses yang progresif, biasanya tidak akan muncul manifestasi klinis sampai lesi mencapai ambang kritis dan mulai menimbulkan kerusakan organ pada usia menengah maupun usia lanjut. Oleh karena itu, pada usia antara 40 dan 60 tahun, insiden infark miokard pada pria meningkat lima kali lipat (Kumar, et al., 2007). 2) Jenis kelamin Infark miokard jarag ditemukan pada wanita premenopause kecuali jika terdapat diabetes, hiperlipidemia, dan hipertensi

berat. Setelah menopause, insiden penyakit yang berhubungan dengan atherosclerosis meningkat bahkan lebih besar jika dibandingkan dengan pria. Hal ini diperkirakan merupakan pengaruh dari hormon estrogen (Kumar, et al., 2007). 3) Ras Amerika-Afrika lebih rentan terhadap aterosklerosis daripada orang kulit putih. 4) Riwayat keluarga Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit jantung koroner (saudara, orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya IMA. b) Faktor resiko yang dapat dirubah : 1) Hiperlipidemia merupakan peningkatan kolesterol dan/atau trigliserida serum di atas batas normal. Peningkatan kadar kolesterol di atas 180 mg/dl akan meningkatkan resiko penyakit arteri koronaria, dan peningkatan resiko ini akan lebih cepat terjadi bila kadarnya melebihi 240 mg/dl. Peningkatan kolosterol LDL dihubungkan dengan meningkatnya resiko penyakit arteri koronaria, sedangkan kadar kolesterol HDL yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit ini (Muttaqin, A. 2009). 2) Hipertensi merupakan faktor risiko mayor dari IMA, baik tekanan darah systole maupun diastole memiliki peran penting. Hipertensi dapat meningkatkan risiko ischemic heart disease (IHD) sekitar 60% dibandingkan dengan individu normotensive. Tanpa perawatan, sekitar 50% pasien hipertensi dapat meninggal karena IHD atau gagal jantung kongestif, dan sepertiga lainnya dapat meninggal karena stroke (Kumar, et al., 2007). 3) Merokok merupakan faktor risiko pasti pada pria, dan konsumsi rokok mungkin merupakan penyebab peningkatan insiden dan keparahan atherosclerosis pada wanita. Penggunaan rokok dalam jangka waktu yang lama meningkatkan kematian karena IHD

sekitar 200%. Berhenti merokok dapat menurunkan risiko secara 4)

substansial (Kumar, et al., 2007). Diabetes mellitus menginduksi hiperkolesterolemia dan juga meningkatkan

predisposisi

atherosclerosis.

Insiden

infark

miokard dua kali lebih tinggi pada seseorang yang menderita diabetes daripada tidak. Juga terdapat peningkatan risiko stroke pada seseorang yang menderita diabetes mellitus 5) Gaya hidup monoton, berperan pada timbulnya penyakit jantung 6)

koroner. Stres Psikologik, stres menyebabkan peningkatan katekolamin yang bersifat aterogenik serta mempercepat terjadinya serangan.

3. Manifestasi Klinis a) Nyeri Nyeri merupakan manifestasi yang paling umum ditemukan pada pasien dengan STEMI. Karakteristik nyeri yang dirasakan yaitu dalam dan visceral, yang biasa dideskripsikan dengan nyeri terasa berat dan seperti diremas, seperti ditusuk, atau seperti terbakar. Karakteristik nyeri pada STEMI hampir sama dengan pada angina pectoris, namun biasanya terjadi pada saat istirahat, lebih berat, dan berlangsung lebih lama. Nyeri biasa dirasakan pada bagian tengah dada dan/atau epigastrium, dan menyebar ke daerah lengan. Penyebaran nyeri juga dapat terjadi pada abdomen, punggung, rahang bawah, dan leher. Nyeri sering disertai dengan kelemahan, berkeringat, nausea, muntah, dan ansietas (Fauci, et al., 2008). b) Temuan fisik Sebagian besar pasien mengalami ansietas dan restless yang menunjukkan ketidakmampuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pallor yang berhubungan dengan keluarnya keringat dan dingin pada ekstremitas juga sering ditemukan pada pasien dengan STEMI. Nyeri dada substernal yang berlangsung selama >30 menit dan diaphoresis menunjukkan terjadinya STEMI. Meskipun sebagian besar pasien menunjukkan tekanan darah dan frekuensi nadi yang normal selama satu jam pertama STEMI, sekitar 25% pasien dengan infark anterior

memiliki manifestasi hiperaktivitas sistem saraf simpatik (takikardia dan/atau hipertensi), dan 50% pasien dengan infark inferior menunjukkan

hiperaktivitas

parasimpatis

(bradikardi

dan/atau

hipotensi). 4. Patofisiologi STEMI biasa terjadi ketika aliran darah koroner menurun secara tiba-tiba setelah oklusi trombotik dari arteri koroner yang sebelumnya mengalami atherosclerosis. STEMI terjadi ketika thrombus pada arteri koroner berkembang secara cepat pada tempat terjadinya kerusakan vascular. Kerusakan ini difasilitasi oleh beberapa faktor, seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar kasus, STEMI terjadi ketika permukaan plak atherosclerotic mengalami ruptur sehingga komponen plak tersebut terekspos dalam darah dan kondisi yang mendukung trombogenesis (terbentuknya thrombus). Mural thrombus (thrombus yang menempel pada pembuluh darah) terbentuk pada tempat rupturnya plak, dan terjadi oklusi pada arteri koroner. Setelah platelet monolayer terbentuk pada tempat terjadinya ruptur plak, beberapa agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) menyebabkan aktivasi platelet. Setelah stimulasi agonis platelet, thromboxane A2 (vasokonstriktor local yang kuat) dilepas dan terjadi aktivasi platelet lebih lanjut. Selain pembentukan thromboxane A2, aktivasi platelet oleh agonis meningkatkan perubahan konformasi pada reseptor glikoprotein IIb/IIIa. Ketika reseptor ini dikonversi menjadi bentuk fungsionalnya, reseptor ini akan membentuk protein adhesive seperti fibrinogen. Fibrinogen adalah molekul multivalent yang dapat berikatan dengan dua plateet secara simultan, menghasilkan ikatan silang patelet dan agregasi. Kaskade koagulasi mengalami aktivasi karena paparan faktor jaringan pada sel endotel yang rusak, tepatnya pada area rupturnya plak. Aktivasi faktor VII dan X menyebabkan konversi protrombin menjadi thrombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner

seringkali mengalami oklusi karena thrombus yang terdiri dari agregat platelet dan benang-benang fibrin. Pada sebagian kecil kasus, STEMI dapat terjadi karena emboli arteri koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner, dan berbagai penyakit sistemik, terutama inflamasi. Besarnya kerusakan myocardial yang disebabkan oklusi koroner tergantung: a) Daerah yang disuplai oleh pembuluh darah yang mengalami oklusi b) Apakah pembuluh darah mengalami oklusi total atau tidak c) Durasi oklusi koroner d) Kuantitas darah yang disuplai oleh pembuluh darah kolateral pada jaringan yang terkena e) Kebutuhan oksigen pada miokardium yang suplai darahnya menurun secara tiba-tiba f) Faktor lain yang dapat melisiskan thrombus secara dini dan spontan g) Keadekuatan perfusi miokard pada zona infark ketika aliran pada arteri koroner epikardial yang mengalami oklusi telah dikembalikan. Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengelami infark atau nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila pinggir daerah infark mengalami nekrosis maka besar dearah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah nekrosis. Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan, mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya alioran darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul edema pda sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini, menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan

penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah terbentuk dengan jelas. Akibat yang terjadi karena infark miokardiun adalah daya kontraksi menurun, gerakan dinding abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup, pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolok dan akhir diastolik ventrikel serta peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri. 5. Komplikasi a. Disfungsi ventrikel Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang b.

terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi infark. Gagal pemompaan (pump failure) Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan

c.

rontgen dijumpai kongesti paru. Aritmia Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi ketidakseimbangan

d.

sistem

saraf

otonom,

ketidakseimbangan

elektrolit, iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik. Gagal jantung kongestif Hal ini terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti

vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal e.

jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik. Syok kardiogenik Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan

f.

fungsi miokardium. Edema paru akut Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran

melalui

dinding

kapiler,

merembes

keluar,

dan

menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi g.

hipoksia berat. Disfungsi otot papilaris Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris

akan

mengganggu fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan h.

peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis. Defek septum ventrikel Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding

i.

septum sehingga terjadi defek septum ventrikel. Rupture jantung Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum

pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung. Aneurisma ventrikel Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks

j.

jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada k.

setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup. Tromboembolisme Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi

l.

sistemik. Perikarditis Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan

pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan. m. Gangguan Hemodinamik Gagal pemompaan merupakan penyebab utama kematian di RS pada STEMI. Perluasan iskemia nekrosis mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas baik pada awal (10 hari infak) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronki basah di paru-paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop pada pemeriksaan rontgen sering dijumpai kongesti paru. 6. Pemeriksaan penunjang Nilai pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi diagnosis STEMI dapat dibagi menjadi 4, yaitu: ECG, serum cardiac biomarker, cardiac imaging, dan indeks nonspesifik nekrosis jaringan dan inflamasi. a) Electrocardiograf (ECG) Adanya elevasi segmen ST pada sadapan tertentu 1) Lead II, III, aVF : Infark inferior 2) Lead V1-V3 : Infark anteroseptal 3) Lead V2-V4 : Infark anterior

4) Lead 1, aV L, V5-V6 : Infark anterolateral 5) Lead I, aVL : Infark high lateral 6) Lead I, aVL, V1-V6 : Infark anterolateral luas 7) Lead II, III, aVF, V5-V6 : Infark inferolateral 8) Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu b) Serum Cardiac Biomarker Beberapa protein tertentu, yang disebut biomarker kardiak, dilepas dari otot jantung yang mengalami nekrosis setelah STEMI. Kecepatan pelepasan protein spesifik ini berbeda-beda, tergantung pada lokasi intraseluler, berat molekul, dan aliran darah dan limfatik local. Biomarker kardiak dapat dideteksi pada darah perifer ketika kapasitas limfatik kardiak untuk membersihkan bagian interstisium dari zona infark berlebihan sehingga ikut beredar bersama sirkulasi. CKMB: Creatinine phosphokinase (CK) meningkat dalam 4-8 jam dan umumnya kembali normal setelah 48-72 jam. Pengukuran penurunan total CK pada STEMI memiliki spesifisitas yang rendah, karena CK juga mungkin meningkat pada penyakit otot skeletal, termasuk infark intramuscular. Pengukuran isoenzim MB dari CK dinilai lebih spesifik untuk STEMI karena isoenzim MB tidak terdapat dalam jumlah yang signifikan pada jaringan ekstrakardiak. Namun pada miokarditis, pembedahan kardiak mungkin didapatkan peningkatan kadar isoenzim MB dalam serum. c) Cardiac Imaging 1) Echocardiography Abnormalitas pergerakan

dinding

pada

two-dimentional

echocardiography hampir selalu ditemukan pada pasien STEMI. Walaupun STEMI akut tidak dapat dibedakan dari scar miokardial sebelumnya atau dari iskemia berat akut dengan echocardiography, prosedur ini masih digunakan karena keamanannya. Ketika tidak terdapat ECG untuk metode diagnostic STEMI, deteksi awal aka nada atau tidaknya abnormalitas pergerakan dinding dengan echocardiography dapat digunakan untuk mengambil keputusan, seperti apakah pasien harus mendapatkan terapi reperfusi. Estimasi echocardiographic untuk fungsi ventrikel kiri sangat berguna dalam

segi

prognosis,

menunjukkan

deteksi

indikasi

penurunan terapi

fungsi

dengan

ventrikel

inhibitor

kiri

RAAS.

Echocardiography juga dapat mengidentifikasi infark pada ventrikel kanan, aneurisma ventrikuler, efusi pericardial, dan thrombus pada ventrikel kiri. Selain itu, Doppler echocardiography juga dapat mendeteksi dan kuantifikasi VSD dan regurgitasi mitral, dua komplikasi STEMI. 2) High resolution MRI Infark miokard dapat dideteksi secara akurat dengan high resolution cardiac MRI. 3) Angiografi Tes diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri. 7. Penatalaksanaan a) Medis Time is muscle semboyan dalam penanganan STEMI, artinya semakin cepat tindakan maka kerusakan otot jantung semakin minimal sehingga fungsi jantung kelak dapat dipertahankan. Terapi STEMI hanyalah REPERFUSI, yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik). PCI walaupun terkesan lebih menyeramkan ketimbang terapi dengan sekedar obat per infuse, sebenarnya memiliki efek samping yang lebih kecil ketimbang terapi obat per infuse tersebut selain itu efektivitasnya jauh lebih baik, bahkan mendekati sempurna. Tindakan PCI yang berupa memasukkan selang kateter langsung menuju jantung dari pembuluh darah di pangkal paha dapat berupa pengembangan ballon maupun pemasangan cincin/stent.

Walaupun terkesan mudah saja untuk dilakukan (hanya seperti obatobat per infuse seperti umumnya), fibrinolitik menyimpan efek samping yang sangat berbahaya yaitu perdarahan. Resiko paling buruk adalah terjadinya stroke perdarahan (sekitar 1,4 % pasien. Efektivitas fibrinolitik adalah baik, walaupun tidak sebaik PCI.. b) Farmakoterapi 1) Nitrogliserin (NTG) Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh darah koroner yang terkena infark atau pembuluh darah kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung, dapat diberikan NTG intravena. NTG IV juga dapat diberikan untuk mengendalikan hipertensi dan edema paru. Terapi nitrat harus dihindarkan pada pasien dengan tensi sistolik <90 mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan. 2) Morfin Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulangi dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mg IV. 3) Aspirin

Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI

dan

efektif

siklooksigenase

pada

trombosit

spektrum yang

SKA.

Inhibisi

cepat

dilanjutkan

reduksi

kadar

tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di UGD. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg. 4) Beta-adrenoreceptor blocker Pemberian beta blocker intravena secara akut dapat memperbaiki hubungan supply-demand oksigen, menurunkan nyeri, menurunkan ukuran infark, dan menurunkan insiden ventricular aritmia. 5) Terapi reperfusi Terapi reperfusi yaitu menjamin aliran darah koroner kembali menjadi lancar. Reperfusi ada 2 macam yaitu berupa tindakan kateterisasi (PCI) yang berupa tindakan invasive (semi-bedah) dan terapi dengan obat melalui jalur infuse (agen fibrinolitik). B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN Pengkajian 1. Identitas Klien Nama, usia, jenis kelamin, alamat, no.telepon, status pernikahan, agama, suku, pendidikan, pekerjaan, lama bekerja, No. RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian, sumber informasi, nama keluarga dekat yang bias dihubungi, status, alamat, no.telepon, pendidikan, dan pekerjaan. 2. Status kesehatan saat ini Keluhan utama: nyeri dada, perasaan sulit bernapas, dan pingsan. 3. Riwayat penyakit sekarang (PQRST) a) Provoking incident: nyeri setelah beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat. b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan. c) Region, radiation, relief: lokasi nyeri di daerah substernal atau nyeri di atas pericardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta ketidakmampuan bahu dan tangan.

d) Severity (scale) of pain: klien bias ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan. Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5). e) Time: sifat mulanya muncul (onset), gejala timbul mendadak. Lama timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit. Nyeri oleh infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih parah dan berlangsung lebih lama. Gejala-gejala yang menyertai infark miokardium meliputi dispnea, berkeringat, amsietas, dan pingsan. 4. Riwayat kesehatan terdahulu Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul. 5. Riwayat keluarga Menanyakan penyakit yang pernah dialami oleh keluarga serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, tanyakan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan factor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya. 6. Aktivitas/istirahat Gejala: kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur. Tanda: takikardia, dispnea pada istirahat/kerja. 7. Sirkulasi Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung koroner, masalah TD, DM. Tanda:

a) TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri b) Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi. c) Bunyi

jantung

ekstra

(S3/S4)

mungkin

menunjukkan

gagal

jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel. d) Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar e) Friksi; dicurigai perikarditis. f) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur. g) Edema, edema

perifer, krekels mungkin ada dengan gagal

jantung/ventrikel. h) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa. 8. Integritas ego Gejala: menyangkal gejala penting, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’, khawatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan. Tanda: menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri/nyeri. 9. Eliminasi: bunyi usus normal atau menurun 10. Makanan/cairan Gejala:

mual,

kehilangan

napsu makan,

bersendawa, nyeri

ulu

hati/terbakar. Tanda: penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat, muntah, dan perubahan berat badan 11. Hygiene: kesulitan melakukan perawatan diri 12. Neurosensori Gejala: pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat) Tanda: perubahan mental dan kelemahan 13. Nyeri/ketidaknyamanan

Gejala: a) Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin. b) Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher c) Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat. d) Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami. e) Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia. Tanda: a) Wajah meringis, perubahan postur tubuh. b) Menangis, merintih, meregang, menggeliat. c) Menarik diri, kehilangan kontak mata d) Respon

otonom:

perubahan

frekuensi/irama

jantung,

TD,

pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran. 14. Pernapasan Gejala:

dispnea

dengan/tanpa

kerja,

dispnea

nocturnal,

batuk

produktif/tidak produktif, riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis Tanda: peningkatan frekuensi pernapasan, pucat/sianosis, bunyi napas bersih atau krekels, wheezing, sputum bersih, merah muda kental. 15. Interaksi social Gejala: stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga) dan kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi) Tanda: kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat, dan menarik diri dari keluarga 16. Penyuluhan/pembelajaran Gejala: riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, stroke, hipertensi, penyakit vaskuler perifer, dan riwayat penggunaan tembakau

Pengkajian fisik Penting untuk mendeteksi komplikasi dan harus mencakup hal-hal berikut:  Tingkat kesadaran  Nyeri dada (temuan klinik yang paling penting)  Frekwensi dan irama jantung: Disritmia dapat menunjukkan tidak mencukupinya oksigen ke dalam miokard  Bunyi jantung: S3 dapat menjadi tanda dini ancaman gagal jantung  Tekanan darah: Diukur untuk menentukan respons nyeri dan pengobatan, perhatian tekanan nadi, yang mungkin akan menyempit setelah serangan miokard infark, menandakan ketidakefektifan kontraksi ventrikel  Nadi perifer: Kaji frekuensi, irama dan volume  Warna dan suhu kulit  Paru-paru: Auskultasi bidang paru pada interval yang teratur terhadap tandatanda gagal ventrikel (bunyi krakles pada dasar paru)  Fungsi gastrointestinal: Kaji motilitas usus, trombosis arteri mesenterika merupakan potensial komplikasi yang fatal  Status volume cairan: Amati haluaran urine, periksa adanya edema, adanya tanda dini syok kardiogenik merupakan hipotensi dengan oliguria (Wilkinson. 2012) Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang sering terjadi antara lain: 1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri koroner 2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di dalam paru akibat sekunder dari edema paru akut 3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi elektri, penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik, otot infark, kerusakan struktural 4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah, misalnya vasikonstriksi,hipovolemia, dan pembentukan troboemboli

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard, efek obat depresan jantung 6. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan kematian 7. Resiko ketidakpatuhan terhadap program perawatan

diri

yang

berhubungan dengan penolakan terhadap diagnosis miokard infark (Wilkinson. 2012) Rencana keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap oklusi arteri koroner Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang Kriteria hasil:  Nyeri dada hilang/terkontrol  Mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi  Klien tampak rileks,mudah bergerak Intervensi: a) Kaji keluhan pasien mengenai nyeri dada, meliputi : lokasi, radiasi, durasi dan faktor yang mempengaruhinya. Rasional: Data tersebut membantu menentukan penyebab dan efek nyeri dada serta merupakan garis dasar untuk membandingkan gejala pasca terapi. b) Berikan istirahat fisik dengan punggung ditinggikan atau dalam kursi kardiak. Rasional: Untuk mengurangi rasa tidak nyaman serta dispnea dan istirahat fisik juga dapat mengurangi konsumsi oksigen jantung. c) Kaji ulang riwayat angina sebelumnya, nyeri menyerupai angina Rasional: Untuk membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya, sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru, atau perikarditis d) Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera Rasional : Untuk memberi intervensi secara tepat sehingga mengurangi kerusakan jaringan otot jantung yang lebih lanjut e) Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan, dan tindakan nyaman Rasional: Menurunkan rangsang eksternal f) Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan,perilaku distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi

Rasional: Membantu dalam menurunkan persepsi/respon nyeri g) Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik Rasional: Hipotensi /depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian narkotik. Dimana keadaan ini dapat meningkatkan kerusakan miokardia pada adanya kegagalan ventrikel h) Kolaborasi dengan tim medis pemberian: Antiangina (NTG)  Rasional: Untuk mengontrol nyeri dengan efek vasodilatasi koroner, yang meningkatkan aliran darah koroner dan perfusi miokardia Penyekat β (atenolol)  Rasional: Untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis, sehingga menurunkan fungsi jantung, TD sistolik dan kebutuhan oksigen miokard Preparat analgesik (Morfin Sulfat)  Rasional: Untuk menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi dan mengurangi kerja miokard Pemberian oksigen bersamaan dengan analgesik  Rasional: Untuk memulihkan otot jantung dan untuk memastikan peredaan maksimum nyeri (inhalasi oksigen menurunkan nyeri yang berkaitan dengan rendahnya tingkat oksigen yang bersirkulasi). 2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama, konduksi

elektri,

penurunan

preload/peningkatan

tahanan

vaskuler

sistemik, otot infark, kerusakan struktural Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam curah jantung adekuat Kriteria Hasil: 

TD, curah jantung dalam batas normal



Haluaran urine adekuat



Tidak ada disritmia



Penurunan dispnea, angina



Peningkatan toleransi terhadap aktivitas

Intervensi : a) Pantau tanda vital: frekuensi jantung, TD,nadi

Rasional: Untuk mengetahui adanya perubahan TD,nadi secara dini sehingga memudahkan dalam melakukan intervensi karena TD dapat meningkatkan rangsangan simpatis, kemudian turun bila curah jantung dipengaruhi. b) Evaluasi adanya bunyi jantung S3,S4 Rasional: Untuk megetahui adanya komplikasi pada GJK gagal mitral untuk S3, sedangkan S4 karena iskemia miokardia, kekakuan ventrikel, dan hipertensi pulmonal /sistemik c) Auskultasi bunyi napas Rasional: Untuk mengetahui adanya kongesti paru akibat penurunan fungsi miokard d) Berikan makanan porsi makan kecil dan mudah dikunyah, batasi asupan kafein,kopi, coklat, cola Rasional: Untuk menghindari kerja miokardia, bradikardi,peningkatan frekuensi jantung Kolaborasi: a) Berikan oksigen sesuai indikasi Rasional: Untuk memenuhi kebutuhan miokard, menurunkan iskemia dan disritmia lanjut b) Pertahankan cairan IV Rasional: Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat pada disritmia/nyeri dada c) Kaji ulang seri EKG Rasional: memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan atau perbaikan infark, fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit, dan efek terapi obat d) Pantau laboratorium (enzim jantung, GDA, elektrolit) Rasional: Untuk mengetahui perbaikan/perluasan infark adanya hipoksia, hipokalemia/hiperkalsemia e) Berikan obat antidisritmia

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran darah,

misalnya

vasikonstriksi,

hipovolemia,

dan

pembentukan

tromboemboli Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam perfusi jaringan efektif Kirteria Hasil:  Kulit hangat dan kering  Nadi perifer kuat  Tanda vital dalam batas normal  Kesadran compos mentis  Keseimbangan pemasukan dan pengeluaran  Tidak edema dan nyeri Intervensi: a) Observasi adanya perubahan tingkat kesadaran secara tiba-tiba Rasional: Untuk mengetahui adanya penurunan curah jantung b) Observasi adanya pucat, sianosis, kulit dingin/lembab da raba kekuatan nadi perifer Rasional: Vasokontriksi sistemik diakibatkan oleh penurunan curah jantung c) Observasi adanya tanda Homan, eritema, edema Rasional: Untuk mengetahui adanya trombosis vena dalam d) Anjurkan klien untuk latihan kaki aktif/pasif Rasional: Menurunkan stasis vena, meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan risiko tromboflebitis e) Pantau pemasukan dan perubahan keluaran urine Rasional: Penurunan/mual terus menerus dapat megakibatkan penurunan volume sirkulasi, yang berdampak negatif pada perfusi dan fungsi organ f) Pantau laboratorium, kreatinin, elektrolit Rasional: Indikator dari perfusi atau fungsi organ g) Beri obat sesuai indikasi

 Heparin: Untuk menurunkan resiko tromboflebitis atau pembentukan trombus mural  Cimetidine untuk menetralkan asam lambung dan iritasi gaster 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dengan kebutuhan, adanya iskemia/nekrotik jaringan miokard, efek obat depresan jantung Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam klien

menunjukkan peningkatan aktivitas secara bertahap Kriteria Hasil:  Klien dapat melakukan peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur dengan frekuensi jantung/irama jantung dan TD dalam batas normal  Kulit teraba hangat, merah muda dan kering Intervensi : a) Pantau frekuensi jantung, irama, dan perubahan TD sebelum, selama, dan sesudah beraktivitas sesuai indikasi Rasional: Untuk menentukan tingkat aktivitas klien yang tidak memberatkan curah jantung b) Tingkatkan

istirahat,

batasi

aktivitas

pada

dasar

nyeri/respon

hemodinamik, berikan aktivitas senggang yang tidak berat Rasional: Menurunkan kerja miokard, sehingga menurunkan risiko komplikasi c) Anjurkan pasien untuk tidak mengejan saat defekasi Rasional: Dengan mengejan dapat mengakibatkan manuver valsava sehingga terjadi bradikardi, menurunnya curah jantung, takikardi dan peningkatan TD d) Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat akyivitas Rasional: Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan e) Observasi gejala yang menunjukkan tidak toleran terhadap aktivitas

Rasional: Palpitasi, nadi tidak teratur, adanya nyeri dada atau dispnea dapat mengindikasikan kebutuhan perubahan program oalahraga atau diet

DAFTAR PUSTAKA

Fauci, et.al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. Kumar, et.al. 2007. Robbin’s Basic Pathology. Elsevier Inc. Muttaqin, A. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika Price, S. A., & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Edisi 8. Jakarta : EGC. Wilkinson, judith. 2012. Buku saku diagnosa keperawatan: diagnosis, NANDA, NIC, NOC 2012-2015. Jakarta: ECG

LAPORAN PENDAHULUAN ST ELEVASI MIOKARD INFARK (STEMI) DI RUANG ICVCU RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

Disusun: Dyah Isna Romadani J230145052

PROGRAM PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA 2015

Related Documents

Lp Stemi Fix.docx
May 2020 16
Lp-stemi-pci Siti.docx
November 2019 13
Lp Stemi Kuuu.doc
May 2020 15
Stemi
April 2020 24

More Documents from ""