LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I DENGAN PASIEN STEMI ( ST ELEVASI MIOKARD INFARK) DI RUANG ELANG RSUP DR KARIADI SEMARANG
Disusun oleh : ADE LESTIANI LIMARETHA P1337420615045
PROGRAM STUDI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES SEMARANG 2017
I.
Jenis Kasus STEMI ( ST ELEVASI MIOKARD INFARK) A. Pengertian ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang diperdarahi tidak dapat nutrisioksigen dan mati (Carpenito, 2009). STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi tergantung pada letak dan lamanya sumbatan aliran darah, ada atau tidaknya kolateral, serta luas wilayah miokard yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita, 2009). STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction) merupakan bagian dari sindrom koroner akut yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST. STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh darah koroner yang tiba-tiba (Fuster, 2007).
B. Patofisiologi STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, atau juga karena adanya emboli. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi
local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner dapat mengenai endokardium sampai epikardium, disebut infark transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam telah terjadi infark transmural. Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Hal tersebut menyebabkan suplai darah ke jantung tidak adekuat, sehingga jantung kekurangan nutrisi dan oksigen, serta mengakibatkan terjadinya iskemia, karena jantung tidak mampu menyuplai oksigen ke jaringan atau organ tubuh lainnya. Tubuh kemudian melakukan metabolisme secara anaerob sehingga produksi asam laktat meningkat dan muncul sensasi pada ujung-ujung reseptor saraf yang menimbulkan nyeri pada dada. Timbunan asam lemak juga menyebabkan gangguan fungsi ventrikel sehingga terjadi peningkatan volume intravaskuler dan tekanan vena serta atrium pulmonalis. Ketidakseimbangan aliran dalah pada arteri koroner juga berdampak pada menurunnya curah jantung pada penderita STEMI. Sehingga keadaan umum penderita biasanya lemah, edema ekstremitas dan ansietas.
C. Etiologi STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. 1) Penyempitan arteri koroner nonsklerolik 2) Penyempitan aterorosklerotik 3) Trombus 4) Plak aterosklerotik
5) Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak 6) Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium 7) Penurunan darah koroner melalui yang menyempit 8) Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur 9) Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.
D. Manifestasi Klinis 1. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat 2. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama. 3. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuktusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri). 4. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher. 5. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah. 6. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
E. Komplikasi Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah: 1. Disfungsi ventrikuler Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial dalam bentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodeling ventikuler dan
umumnya mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri mengalami dilatasi. Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel kiri yang yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor ACE dan vasodilator lain. 2. Gangguan hemodinamik Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru. 3. Gagal jantung 4. Syok kardiogenik 5. Emboli sitemik pulmonal 6. Perikardiatis 7. Kelainan septal ventrikel 8. Disfungsi katup 9. Aneurisma ventrikel 10. Sindroma infark pascamiokardias
F. Pemeriksaan Penunjang 1.
Pemeriksaan EKG Pemeriksaan EKG adalah pemeriksaan kesehatan terhadap aktivitas elektrik (listrik) jantung. Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang berdampingan atau ≥1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan EKG di IGD merupakan senter dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi perfusi.
2.
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac specific troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Pengingkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung (infark miokard). CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi
jantung,
miokarditis
dan
kardioversi
elektrik
dapat
meningkatkan CKMB. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzi mini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
3.
Pemeriksaan Enzim Jantung Lainnya Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis. Pemeriksaan enzim jantung lain : a. Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam. b. Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. c. Lactic dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari.
G. Penatalaksanaan 1. Tatalaksana di Ruang Emergensi Tujuan tatalaksana di IGD pada pasien yang dicurigai STEMI mencakup: mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI. 2. Tatalaksana Umum a)
Oksigen Tambahan oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam pertama.
b)
Nitrogliserin (NTG) Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral.
Jika nyeri dada terus berlangsung dapat diberikan NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk mngendalikan hipertensi atau edema paru. c)
Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat memicu efek hipotensi nitrat.
d)
Mengurangi/menghilangkan nyeri dada Mengurangi atau menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung. 1. Morfin Morfin sangat efektif mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%. Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi dengan pemberian atropine 0,5 mgIV. 2.
Aspirin Aspirin merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan
reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin diberikan oral dengan dosis 75-162 mg. 3.
Penyekat Beta Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias adiberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam.
e) Terapi Reperfusi Reperfusi dini akan memeperpendek lamaoklusi koroner, meminimlakan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia ventricular yang maligna. Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit atau door-toballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit.
II. Syok
Fokus Assesment Merokok, hipertensi, akumulasi lipid
Jantung mengkompensasi O2 ke seluruh tubuh
Injuri vaskuler Trombus, plak arterosklerosis, emboli Infark
Suplai darah ke jantung inadekuat Defisit O2 dan nutrisi pada jantung Perubahan status kesehatan
Suplai seimbang CurahOjantung 2 tidak menurun
Iskemia
Curah jantung menurun
Metabolisme anaerob Ancaman kematian/kehilangan
Menyentuh ujung saraf reseptor
Mekanisme koping menurun Ansietas
Kelemahan
Timbunan asam laktat meningkat
Intoleransi aktivitas
Nyeri Asidosis Gg. Fungsi ventrikel Peningkatan vol intra vaskuler Tek. Vena dan atrium pulmonalis meningkat
Gg konduktivas Gg. Kontraksi Gg perfusi ginjal Aliran darah ke ginjal turun
Aliran darah ke paru terganggu
Stimulasi kortex adrenal
Pembendungan pembuluh darah kapiler
Pelepasan aldosteron
Difusi alveoli kapiler terganggu Gg Pertukaran gas
Retensi Na dan air, eksresi kalium Retensi kelebihan vol cairan Edema
III.
Masalah/Diagnosa Keperawatan 1.
Nyeri
berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard
ditandai dengan nyeri dada 2.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan infark miokard
ditandai dengan sesak napas 3.
Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ ditandai dengan edema
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas
5.
Ansietas
berhubungan
dengan
ancaman
kehilangan/kematian
ditandai dengan ketakutan, gelisah dan perilaku takut
IV.
Intervensi dan Rasionalisasi 1.
Nyeri
berhubungan dengan iskemia dan infark jaringan miokard
ditandai dengan nyeri dada No 1
Intervensi
Rasionalisasi
Kaji lokasi nyeri, karakter, Mengetahui
lokasi
dan
durasi, dan intensitas, nyeri tingkatan nyeri dengan menggunakan skala 1-10 2
Kaji dan catat TTV
Mengetahui keadaan pasien karena
infark
menurunkan jantung ventrikel
miokardium kontraktilitas
dan
compliance dan
dapat
menimbulkan disritmia. Curah jantung
menurun,
mengakibatkan tekanan darah dan perfusi jaringan menurun. Frekuansi
kerja
jantung
meningkat
sebagai
kompensasi
untuk
mempertahankan
curah
jantung
3
Anjurkan teknik distraksi Mengurangi nyeri dan relaksasi
4
Kolaborasi pemberian obat Proses analgetik
5
penyembuhan
dan
mengurangi nyeri
Lakukan pencatatan EKG Pemeriksaan 12 lead selama nyeri, sesuai nyeri yang diresepkan
EKG
selama
berguna
dalam
mendiagnosa luasnya infark miokardium
2.
Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan infark ditandai
dengan sesek napas No 1
Intervensi
Rasionalisasi
Pantau TTV
Mengetahui
perkembangan
klien 2
Observasi pola nafas
3
Posisikan
klien
Mengetahui frekuensi nafas dengan Merangsang
semifowler
pernafasan/ekspansi
fungsi paru.
Efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru. 4
Kolaborasi
pemberian Memaksimalkan pola nafas
oksigen 5
Kolaborasi pemberian obat
Proses penyembuhan
3.
Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan penurunan perfusi organ ditandai dengan edema No 1
Intervensi
Rasionalisasi
Pantau TTV
Perpindahan
cairan
meningkatkan
frekuensi
jantung, menurunkan TD, dan mengurangi volume nadi 2
Kaji turgor kulit
Mengetahui elastisitas kulit
3
Timbang berat badan
Mengetahui
keadaan
dan
perkembangan klien 4
Auskultasi paru
Mengetahui tambahan
ada
suara
seperti
crackles,
akibat peningkatan kongesti pulmonal yang mengakibatkan konsolidasi, pertukaran
gangguan gas,
dan
komplikasi, (edema paru) 5
Awasi
disritmia
jantung. Mengetahui
Auskultasi bunyi jantung, penurunan
indikasi perfusi
arteri
catat terjadinya irama gallop koroner, S3/S4 6
ketidakseimbangan elektrolit
Menghitung
intake
output cairan 7
Berikan
dan
diet
rendah/minuman
dan Memberikan informasi tentang status cairan
natrium Membantu retensi jaringan
menghilangkan garam/air
dalam
tubuh
dan
menurunkan tekanan darah 8
Kolaborasi pemberian obat Mengurangi kelebihan cairan diuresis
tubuh
melalui
mengurangi edema
urin,
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen ditandai dengan kelemahan dalam aktivitas No 1
Intervensi
Rasionalisasi
Pantau TTV
Mengetahui
perkembangan
keadaan klien 2
Bantu klien melaksanakan Mengurangi aktivitas
3
beban
jantung
klien
Anjurkan klien menghindari Aktivitas yang memerlukan peningkatan abdomen
tekanan menahan nafas dan menunduk misalnya (maneuver
mengejan saat defekasi
valsava)
dapat
mengakibatkan bradikardi dan menurunkan serta
curah
jantung
takikardi
dengan
peningkatan tekanan darah 4
Amati dan laporkan gejala Mengamati perubahan curah curah jantung menurun,
jantung,
TD
menurun,
ekstremitas dingin, oliguria, nadi perifer menurun,
HR
meningkat. 5
Palpasi nadi perifer pada Mengetahui perubahan nadi interval sering
6
5.
Kolaborasi pemberian obat
Ansietas
berhubungan
dengan
Proses penyembuhan
ancaman
kehilangan/kematian
ditandai dengan ketakutan, gelisah dan perilaku takut No
Intervensi
Rasionalisasi
1
Pantau TTV
Mengetahui keadaan klien
2
Observasi tanda verbal dan Mengobservasi tanda verbal non verbal dari kecemasan dan non verbal dari kecemasan klien
klien dapat mengetahui tingkat
kecemasan yang klien alami. 3
Catat adanya kegelisahan, Mengetahui menolak dan menyangkal terhadap
4
respon segala
klien prosedur
mengikuti program medis.
tindakan yang dilakukan
Mempertahankan
Meningkatkan kenyamanan
kepercayaan 5
Berikan periode istirahat Memberikan kenyamanan dan atau
waktu
tidur
tidak keamanan
terputus, lingkungan tenang, dengan tipe 15ontrol pasien, jumlah
rangsangan
eksternal. 6
Menganjurkan
keluarga Dukungan
keluarga
untuk tetap mendampingi memperkuat klien
dapat
mekanisme
koping klien sehingga tingkat ansietasnya berkurang
7
Mengurangi
atau Pengurangan
atau
menghilangkan rangsangan penghilangan
rangsang
yang
menyebabkan penyebab
kecemasan pada klien
kecemasan
meningkatkan
dapat
ketenangan
pada klien dan mengurangi tingkat kecemasannya 8
Menginstruksikan
klien Mengurangi ansietas
untuk menggunakan teknik relaksasi
V.
Buku Sumber Bulechek, Gloria, dkk. Nursing Outcomes Classification (NIC) 2015-2017. Indonesia : Penerbit. Carpenito. 2009. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Dafsah. 2009. Standar Pelayanan Medik (SPM) RSJPD Harapan Kita. Edisi III. Jakarta : RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Elliott,
M.Antman,Eugene
Braunwald.
2005.
Acute
Myocardial
Infarction;Harrison’s Principles of Medicine 15th edition.,page 1-17. Fuster. 2007. Epidemiology & Diagnosa of Heart Failure. USA : McGrawHill 713. Herdman, Heather. NANDA International Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. Moorhead, dkk. Nursing Outcomes Classification (NOC) 2015-2017. Indonesia : Penerbit.