LAPORAN PENDAHULUAN POLIP NASAL
Di Susun Oleh Nur Laila Amalia 180104079
PROGRAM PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO 2019
A. PENGERTIAN Polip hidung adalah massa yang lunak, berwarna putih atau keabuabuan yang terdapat didalam rongga hidung. Polip berasal dari pembengkakan mukosa hidung yang banyak berisi cairan interseluler dan kemudian terdorong kedalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasal atau sering kali bilateral. Polip hidung sering berasal dari sinus maksila ( antrum ) dapat keluar melalui ostium sinus maksila, masuk kerongga hidung dan membesar di koana dan nasoparing. Polip ini disebut polip koana ( Antro Koana ). Secara makroskopis polip terlihat sebagai massa yang lunak berwarna putih atau ke abu-abuan secara mikroskopis tampak sub mukosa hipertropi dan sembab. Sel tidak bertambah banyak dan terutama terdiri dari sel eosinopil, limpost, dan sel plasma yang letaknya berjauhan di pisahkan oleh cairan intra seluler, pembuluh darah, saraf, dan kelenjar sangat sedikit. Polip ini dilapisi oleh epitel thorax berlapis semu. B. ETIOLOGI Polip hidung biasanya terbentuk sebagai akibat reaksi hipersensitif atau reaksi alergi pada mukosa hidung. Peranan infeksi pada pembentukan polip hidung belum diketahui dengan pasti tetapi ada keragu – raguan bahwa infeksi dalam hidung atau sinus paranasal seringkali ditemukan bersamaan dengan adanya polip. Polip berasal dari pembengkakan lapisan permukaan mukosa hidung atau sinus, yang kemudian menonjol dan turun ke dalam rongga hidung oleh gaya berat. Polip banyak mengandung cairan interseluler dan sel radang (neutrofil dan eosinofil) dan tidak mempunyai ujung saraf atau pembuluh darah. Polip biasanya ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak – anak. Pada anak – anak, polip mungkin merupakan gejala dari kistik fibrosis (mucoviscidosis). Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip, antara lain: 1.
Alergi terutama rinitis alergi
2.
Sinusitis kronik
3.
Iritasi
4.
Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum dan hipertrofi konka
C. PATOFISIOLOGI Pada tingkat permulaan ditemukan edema mukosa yang kebanyakan terdapat di daerah meatus medius. Kemudian stroma akan terisi oleh cairan interseluler, sehingga mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin membesar dan kemudian akan turun ke dalam rongga hidung sambil membentuk tangkai, sehingga terbentuk polip. Polip di kavum nasi terbentuk akibat proses radang yang lama. Penyebab tersering adalah sinusitis kronik dan rinitis alergi. Dalam jangka waktu yang lama, vasodilatasi lama dari pembuluh darah submukosa menyebabkan edema mukosa. Mukosa akan menjadi ireguler dan terdorong ke sinus dan pada akhirnya membentuk suatu struktur bernama polip. Biasanya terjadi di sinus maksila, kemudian sinus etmoid. Setelah polip terrus membesar di antrum, akan turun ke kavum nasi. Hal ini terjadi karena bersin dan pengeluaran sekret yang berulang yang sering dialami oleh orang yang mempunyai riwayat rinitis alergi karena pada rinitis alergi terutama rinitis alergi perennial yang banyak terdapat di Indonesia karena tidak adanya variasi musim sehingga alergen terdapat sepanjang tahun. Begitu sampai dalam kavum nasi, polip akan terus membesar dan bisa menyebabkan obstruksi di meatus media. D. MANIFESTASI KLINIS Gejala yang ditimbulkan oleh polip hidung adalah rasa sumbatan di hidung. Sumbatan ini menetap, tidak hilang timbul dan makin lama semakin berat keluhannya sumbatan yang berat dapat menyebabkan hilangnya indra penciuman. Gangguan drainase sinus dapat menyebabkan nyeri kepala dan keluarnya sekret hidung. Bila penyebabnya alergi, penderita mengeluh adanya iritasi hidung yang disertai bersin-bersin. Pada
Rinoskopi anterior polip hidung sering kali harus dibedakan dari konka hidung yang menyerupai polip ( Konka Polipoid ). Perbedaan antara polip dan konka : Polip bertangkai sehingga mudah digerakkan, konsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan, tidak mudah berdarah, dan pada pemakaian vasokonstriktor (kapas adrenalin) tidak mengecil. Konka Polipoid tidak bertangkai sehingga sukar digerakkan, konsistensinya keras, nyeri bila ditekan dengan pinset, mudah berdarah, dan dapat mengecil pada pemakaian vasokonstriktor E. PATHWAY Reaksi alergi
Rhinitis alergi
iritasi
Sinusitis kronik
Sumbatan hidung
peradangan Sumbatan hidung
Edema mukosa polipoid MK : Risiko infeksi
Menurunnya indra penciuman
MK : Ketidakefektifan pola napas b.d sindrom hipoventilasi
polip
Suara sengau
MK : Nyeri akut b.d agen cedera biolog
MK Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi
is (mis, infeksi, iskemia ,neoplasma)
kurang dari kebutuhan b.d penurunan
F. DIAGNOSTIK TEST proses penciuman Karena polip menyebabkan
Nyeri kepala
sumbatan
hidung,
maka
harus
dikeluarkan, tetapi sumbatan karena polip tidak hanya ke dalam rongga hidung yang menghalangi aliran udara , tetapi juga aliran sinus paranasal
sehingga infeksi di dalam sinus mudah terjadi. Apabila sewaktu polip dikeluarkan terjadi infeksi yang tidak diketahui, maka dapat terjadi perdarahan sekunder. Atas alasan ini maka sebelum setiap operasi dilaksanakan, perlu diadakan pemeriksaan rontgen sinus dan pembuatan biakan hapus dari hidung. Sehingga setelah polip dikeluarkan dan dilakukan pemeriksaan histologi, sebaiknya klien dikirim ke ahli alergi untuk mencari penyebabnya serta pengobatan. G. PENGOBATAN Polip yang masih kecil mungkin dapat diobati secara konservatif dengan pemberian kortikosteroid per oral. Lokal disuntikkan ke dalam polip atau topical sebagai semprotan hidung. Polip yang sudah besar dilakukan ekstraksi polip / polipeptomi dan menggunakn senar polip. Apabila terjadi infeksi sinus, irigasi perlu dilakukan dan cara ini dilakukan dengan perlindungan antibiotic Pada kasus polip yang berulang-ulang perlu dilakuka operasi etmoidektomi karena pada umumnya polip berasal dari sinus etmoid. Etmoidektomi ada 2 cara, yaitu : Intra nasal Ekstra nasal Polip bisa tumbuh kembali oleh karena itu pada pengobatan perlu ditujukan pada penyebabnya, misalnya alergi.
H. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Biodata Nama, jenis kelamin, umur, agama, suku/bangsa, status perkawinan, pekerjaan alamat, tanggal MRS, diagnosa medis, dan keluarga yang mudah dihubungi. b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Penyakit Sekarang Apa keluhan utama, bagaimana sifat keluhan (terus menerus, kadangkadang), apakah keluhan bertambah berat pada waktuwaktu tertentu atau kondisi tertentu. Usaha apa yang dilakukan di rumah untuk mengatasi keluhan tersebut 2) Riwayat Penyakit Dahulu Apakah pasien pernah menderita penyakit hidung sebelumnya seperti rhinitis, alergi pada hidung 3) Riwayat Penyakit Keluarga Apakah ada keluarga klien yang menderita penyakit ini seperti klien saat ini dan pakah pernah / mengalami alergi / bersin 4) Pengkajian Psikososial dan Spiritual - Psikologis Bagaimana perasaan pasien terhadap penyakit yang -
dialaminya Sosial Bagaimana hubungan pasien dengan tim medis dan orang-
orang - Spiritual Bagaimana cara beribadah pasien sebelum dan saat sakit 5) Pola Fungsi Kesehatan - Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping -
Pola Nutrisi dan Metabolisme Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung
-
Pola Istirahat dan Tidur Biasanya pasien tidak dapat tidur karena pilek yang dideritanya
-
Pola Persepsi dan Konsep Diri Biasanya konsep diri pasien menjadi menurun karena pilek terus menerus dan berbau
-
Pola Sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu
akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen) 6) Pemeriksaan Fisik -
Status Kesehatan Umum Keadaan umum, tanda-tanda vital, dan kesadaran
-
Pemeriksaan Fisik Data Fokus Hidung Inspeksi : Inspeksi lubang hidung, perhatikan adanya cairan atau bau, pembengkakan atau ada obstruksi kavum nasi. Apakah terdapat peradangan, tumor. Inspeksi dapat menggunakan alat Rinoskopi. Palpasi : Lakukan penekanan ringan pada cuping hidung, bila konsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan, tak mudah berdarah; maka dapat dipastikan klien menderita polip pada hidung
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN a. Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan Adanya Obstruksi Pada Hidung (Polip) Tujuan
: Jalan nafas menjadi lebih efektif
Kriteria Hasil
: * Frekuensi nafas normal * Tidak ada suara nafas tambahan * Tidak terjadi dispnoe dan sianosis
No 1.
Intervensi Rasional Kaji bunyi kedalaman dan Penurunan bunyi nafas dapat gerakan dada
menyebabkan atelektasis, ronchi
dan 2.
Pertahankan
jalan
wheezing
menunjukkan
akumulasi sekret nafas Posisi
membantu
klien, tempatkan klien pada memaksimalkan ekspansi paru posisi yang nyaman dengan dan
menurunkan
upaya
kepala tempat tidur tinggi pernafasan 3.
4.
(posisi semi fowler) Catat kemampuan Sputum berdarah kental atau mengeluarkan
cerah dapat diakibatkan oleh
mukosa/batuk efektif
kerusakan
paru
atau
luka
bronchial Berikan obat sesuai dengan - Mukolitik untuk menurunkan indikasi
mukolitik,
ekspektoran,
batuk
dan - ekspektoran untuk membantu
bronkodilator
memobilisasi secret - bronkodilator
menurunkan
spasme bronkus - bronkodilator
menurunkan
spasme bronkus b. Nyeri Akut berhubungan dengan Kerusakan Mukosa Hidung Akibat Pembesaran Mukosa Tujuan
: Nyeri berkurang atau hilang
Kreiteria Hasil
: * Klien mengungkapkan nyeri yang dialaminya
berkurang/hilang * Wajah klien tidak menyeringai No 1.
Intervensi Kaji tingkat nyeri klien
Rasional Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan
2.
Jelaskan sebab dan akibat
selanjutnya Dengan sebab dan akibat nyeri
nyeri pada klien serta
diharapkan klien berpartisipasi
keluarganya 3.
dalam perawatan untuk
mengurangi nyeri Ajarkan tehnik relaksasi dan - Relaksasi : distraksi
Membantu pasien tetap tenang dan mengurangi rasa sakit - Distraksi : Mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri yang
4.
Lanjutkan program dokter
dialaminya Mengurangi rasa nyeri dan
dalam pemberian obat
mempercepat proses
analgetik
penyembuhan
c. Resiko Tinggi Terjadi Gangguan Persepsi Sensori (Penciuman) berhubungan dengan Menurunnya Kemampuan Dalam Penciuman Sekunder Terhadap Polip Tujuan
:
Tidak
terjadi
gangguan
persepsi
sensori
Intervensi Rasional derajat ketajaman Mengetahui sejauh
mana
(penciuman) No 1 2
Kaji
penciuman ketajaman penciuman pasien Bersihkan keadaan mukosa Membantu pasien untuk hidung
3
Persiapkan polipeptomi
bernapas
dan
meningkatkan
indra penciuman pasien untuk Mencegah terjadinya gangguan pernciuman
resiko
DAFTAR PUSTAKA Soepardi, M Efiaty Arsyad, Sp. THT. 2000. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Edisi Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal : 97 – 99 Syaifuddin, H, AMK. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.Jakarta : EGC. Hal : 334