Lp Pjk Nadya.docx

  • Uploaded by: Andryana Agrevita
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Pjk Nadya.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,440
  • Pages: 25
LAPORAN PENDAHULUAN Coronary Artery Disease (CAD) / Penyakit Jantung Koroner

OLEH : NADYA WIDIASARI 70300116025

CI LAHAN

(

CI INSTITUSI

)

(

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2019

)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA “NY. A” DENGAN DIANGNOSA CORONARY ARTERY DISEASE (CAD) / PENYAKIT JANTUNG KORONER RUANGAN POLI KARDIOLOGI RSUD LABUANG BAJIKOTA MAKASSAR

OLEH : NADYA WIDIASARI 70300116025

CI LAHAN

(

CI INSTITUSI

)

(

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN ALAUDDIN MAKASSAR 2019

)

BAB 1 KONSEP MEDIS A. Definisi

Coronary Artery Disease atau Penyakit jantung koroner terjadi karena sebab suplai darah ke otot jantung berkurang sebagai akibat tersumbatnya (obstruksi) pembuluh darah koronaria. Penyakit jantung koroner adalah suatu manifestasi khusus dari atherosclerosis pada arteri koronaria (Wijaya, Putri, 2013).. Penyakit jantung iskemik adalah sekelompok sindrom yang berkaitan erat yang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dan aliran darah. Penyebab tersering penyakit jantung iskemik adalah penyempitnya lumen arteria koronaria oleh aterosklerosis, sehingga penyakit jantung iskemik sering disebut penyakit jantung koroner atau penyakit arteria koronaria.

B. Etiologi

Menurut Sjaifoellah Noer

penyakit jantung koroner terutama

disebabkan oleh proses aterosklerosis yang merupakan suatu kelainan degeneratif, meskipun dipengaruhi oleh banyak factor, kelaianan degeneratif ini akan menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan O2

miokardium

dengan

masukan

(suplay)

nya,

sehingga

bisa

menyebabkan iskemia dan anoksia yang ditimbulkan oleh kelainan vaskuler dan kekurangan O2 dalam darah (Wijaya, Putri, 2013). 1. Faktor-faktor resiko besar (major risk factor) a. Usia Usia adalah faktor resiko terpenting dan 80% dari kematian akibat penyakit jantung koroner (PJK) terjadi pada orang dengan usia 65 tahun atau lebih. Meningkat usia seseorang akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya penyakit jantung koroner. Peningkatan usia berkaitan dengan penambahan waktu yang digunakan untuk proses pengendapan lemak pada dinding

[embuluh nadi. Di

samping itu proses kerapuhan dinding pembuluh

tersebut

semakin panjang sehingga semakin tua seseorang maka semakin besar kemungkinan terserang penyakit jantung koroner (Wijaya, Putri, 2013). b. Jenis kelamin Pria lebih mempunyai resiko lebih untuk menderita penyakit jantung koroner, kaum ibu biasanya tidak terserang oleh penyakit ini sampai setelah menopause. Peningkatan setelah menopause terjadi akibat penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid dalam darah. Pria usiah < 65 tahun kira-kira mempunyai kemungkinan meninggal akibat jantung 4 kali lebih besar dibandingkan wanita (Wijaya, Putri, 2013). c. Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi) Hubungan tekanan darah tinggi dengan penyakit jantung koroner atribut yang mempercepat proses untuk timbulnya atherosclerosis. Tambahan

lagi,

peningkatan

resisten

vaskuler

perifer

meningkatkan afterload (pasca pengisian) dan kebutuhan ventrikel. Akibatnya

adalah

peningkatan

kebutuhan

oksegen

untuk

myocardial untuk menghadapi suplai yang berkurang. Pengaruh hipertensi dapat dimodifikasi melalui kepatuhan terhadap regimen medis untuk pengendalian sistolik dan diastolic tekanan darah (Wijaya, Putri, 2013). d. HIperlipidemia Hiperlipidemia merujuk pada terjadinya peningkatan kadar cholesterol dan triglyserida di dalam darah. Orang yang kadar kolesterol melebihi 300 ml/dl memiliki resiko 4 kai untuk menderita penyakit jantung koroner dengan mereka yang kadarnya 200 mg/dl (wijaya, Putri, 2013). e. Merokok Merokok adalah faktor besar yang member kontribusi kepada penyakit jantung koroner. Para perokok sigaret mempunyai 2-3 kali untuk meninggal karena penyakit jantung koroner dari pada

orang bukan perokok. Resiko bergantung pula kepada banyaknya rokok yang di hisap dalam sehari, lebih banyak / sering merokok maka lebih tinggi resikonya. Nicotine meningkatkan beban kerja miokardium dan terjadi dampak peningkatan kebutuhan oksigen. Karbonmonoksida mengganggu pengangkutan oksigen. Seseorang yang merokok umumnya mengalami penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) dan peningkatan kandungan LDL (Low Density Lipoprotein) sehingga resiko terjadinya penebalan dinding pembuluh darah, meningkat, keadaan inipun bukan cuman dialami oleh perokok itu sendiri, tetapi juga dengan perokok pasif / orang yang di sekeliling perokok (Wijaya, Putri, 2013). 2. Faktor-faktor resiko kecil (Minor Risk Factor) a. Obesitas Obesitas atau berat badan berlebihan yang berhubungan dengan beban kerja jantung yang meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Yang spesifik, obesitas berhubungan dengan peningkatan intake kalori dan peningkatan kadar Low Density Lipopretein (LDL). Orang yang gemuk akan cenderung menderita penyakit jantung koroner disbanding seseorang yang terbobot normal (Wijaya, Putri, 2013). b. Kurang Gerak Telah dibuktikan bahwa gerakan dapat memperbaiki efesiensi jantug dengan mengurangi kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak terhadap fisiologis yang lain dari kegiatan gerakan ialah menurunkan

kadar

kepakatan

rendah

dari

lipid

protein,

menurunkan kadar glukosa darah dan memperbaiki cardiac output dapat mengurangi kemungkinan penyakit jantung koroner (Wijaya, Putri, 2013). c. Diabetes Millitus Atherosclerosis koroner diketahui 2-3 kali lebih banyak dari orang dengan diabetes, tanpa memandang kadar lipid dalam darah.

Predisposisi degenerasi vaskulerdiketahui terjadi pada diabetes mellitus dan metabolism lipid yang tidak normal memegang peranan juga dalam pertumbuhan atheroma. Berpegang teguh pada regimen

medis

yang

dianjurkan

mengatur

glukosa

dapat

mengurangi pengaruh faktor resiko dan itu menjadi tanggung jawab individu untuk realisasinya (Wijaya, Putri, 2013).

C. Klasifikasi

1. Angina Pektoris. Atau biasa disebut angin duduk adalah nyeri dada akibat kurangnya darah dan oksigen yang menuju ke jantung. Ini bisa menjadi gejala penyakit arteri koroner, atau aterosklerosis dimana terjadi penumpukan kolesterol dan lemak (Plak) didalam arteri koroner jantung ( . 2. Akut mikart infark (AMI) / serangan jantung. Adalah suatu keadaan dimana otot jantung tiba-tiba tidak mendapat suplai darah akibat penyumbatan mendadak arteri koroner oleh gumpalan darah karena pecahnya plak. 3. Old Miokart infark (OMI) Adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh sumbatan arteri koroner (Hudak & Gallo; 1997). Sumbatan terjadi oleh karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat akiran darah ke jaringan otot jantung. 4. Gagal jantung. Adalah disaat kondisi otot jantung menjadi sangat lemah sehingga tidak bisa memompa cukup darah ke seluruh tubuh. Kondisi ini dikenal juga dengan istilah gagal jantung kongesif. Terjadinya gagal jantung biasanya dipicu oleh masalah kesehatan, seperti: penyakit jantung koroner.

D. Patofisiologi

Atherosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria, sehingga secara progratif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka penyempitan lumen akan diikuti perubahan vaskuler yang mengurangi kemampuan pembuluh untuk melebar. Dengan demikian keseimbangan antara suplai dan kebutuha oksigen menjadi genting, membahayan miokardium (Wijaya, Putri, 2013). Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil, monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel), dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteriarteri sereberal. (Ariesty, 2011:hal 6). Langkah pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida, sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak pembuluh darah. (Ariesty, 2011:hal 6). Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi dan imun, termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit, serta trombosit ke area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang mengaktifkan siklus inflamasi,pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area cedera, sel darah putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial yang bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama

terhadap sel darah putih, pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai berimigrasi di antara sel-sel endotel keruang interstisial. Di ruang interstisial, monosit yang matang menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori juga merangsan ploriferasi sel otot polos yang mengakibatkan sel otot polos tumbuh di tunika intima. (Ariesty, 2011:hal 6). Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada tahap indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan

kebutuhan

oksigen,

dan

kemudian

terjadi

iskemia

(kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-sel miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi kebutuhan energinya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel otot jantung berkepanjangan dan iskemia miokard yang tidak tertasi maka terjadilah kematian otot jantung yang di kenal sebagai miokard infark. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner zat masuk arteri Arteri Proinflamatori Permeabelitas Reaksi inflamasi Cedera sel endotel Sel darah putih menempel di arteri imigrasi keruang interstisial pembuluh kaku & sempit Aliran darah Pembentukan Trombus monosit makrofag Lapisan lemak sel otot polos tumbuh Nyeri Asam laktat terbentuk MCI Kematian. (Ariesty, 2011:hal 6).

E. Manifestasi Klinis:

1.

Iskemia

Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat sementara dan reversible. Iskemia yang lama akan menyebabkan kematian otot atau necrosis. Secara klinis maka necrosis miokardium dikenal dengan nama infak miokardium. 2.

Palpitasi

Palpitasi merupan menifestasi pjk meskipun tidak spesifik. Ia bisa timbul spontan ataupun atas faktor pencetus yang menambah iskemia seperti aktivitas fisik, stress dll. Mungkin ia timbul primer atau sebagai permulaan menifestasi gagal jantung. 3.

Sesak Nafas

Sesak nafas berawal dari nafas yang sesak sewaktu melakukan aktivitas yang cukup berat, yang biasanya tak minimbulkan keluhan. Makin lama sesak makin bertambah, sekalipun melakukan aktivitas ringan, seperti naik tagga 1-2 lantai ataupun berjalan terburu-buru atau berjalan datar agak jauh. Pada keadaan lanjut dapat terjadi gagal jantung kiri, yang jelas terdapat manivestasi difusi ventrikal kiri. 4.

Angina Pektoris

Istilah angina pektorismemiliki arti nyeri dada intermiten yang disebabkan oleh iskemia miokardiumyang reversible dan sementara. Diketahui terdapat tiga varian utama angina pectoris: angina pectoris tipikal (stabil), angina prinzmental (varian), dan angina pectoris pectoris tak-stabil. Angina Pektoris yang spesifik merupakan gejala utama dank has bagi PJK. Memang Angian pectoris merupakan gejala yang paling gejala timbul sehingga layak juga di pandang sebagai pembeda antara PJK asimtomatik dan simtomatik (Wijaya, Putri, 2013). Menurut Lily Ismudiati angina pectoris adalah “jeritan” otot jangtung yang merupakan sakit dada kekurangna oksigen; suatu gejala klinik yang disebabkan oleh iskemia miokard yang sementara. Ini adalah akibat dari tidak adanya keseimbangan antara kebutuhan oksigen miokard dan kemampuan pembuluh darah koroner menyediakan oksigen secukupnya untuk kontraksi miokard. Gejalanya adalah sakit dada sentral atau restrosentral yang dapat menyebar ke

salah satu atau kedua tangan, leher atau punggung. Sakit sering timbul pada kegiatan fisik maupun emosi atau dapat timbul spontal saat istirahat. penderita dalam angina pectoris dapat dibagi dalam beberapa subset klinik. Penderita dengan angina pectoris stabil, pola sakit dadanya dapat dicetuskan kembali oleh satu kegiatan dan oleh faktor-faktor pencetus tertentu, dalam 30 hari terakhir tidak ada perubahan dalam hal frekuensi, lama dan faktor-faktor pencetusnya (sakit dada tidak lebih lama dari 15 menit). Pada angina pectoris tidak stabil, umumnya terjadi perubahan-perubahan pola: meningkatnya frekuensi parahnya dan atau lama sedikitnya dan faktor pencetusnya. Sering amsuk disisni sakit waktu istirahat, pendeknya terjadi crescendo kearah perburukan gejalagejalanya. Subst ketiga adalah angina prinzmental ( variant) yang terjadi karena spasme arteri koronaria (Wijaya, Putri, 2013). 5.

Infrak Miokard

Istilah infark miokardium menunjukkan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemia lokal. MI akut yang sering disebut “serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian dinegara industri (Amerika). Infrak miokard biasanya disebabkan oleh thrombus arteri koroner. Terjadinya thrombus disebabkan oleh plakyang kemudian di ikuti oleh pembelahan thrombus oleh trombosit. Lokasi dan luas miokard infark tergantung pada arteri yang kualitas dan aliran darah kolateral. Kebutuhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas dan ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan kepunggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris biasa dan tak responsive terhadap nitrogliserin (Wijaya, Putri, 2013).

F. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan pemeriksaan penunjang diantaranya: a. EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari EKG adalah :

1. Depresi segmen ST > 0,05 mV

2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang T yang simetris di sandapan prekordial.

Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya perubahan segmen ST, namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut dengan berbagai ciri dan katagori: 1. Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri, tidak dijumpai gelombang Q

2. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam (Kulick, 2014: hal 42). b.

Chest X-Ray (foto dada) Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal jantung kongestif) atau aneurisma ventrikiler (Kulick, 2014: hal 42).

c.

Latihan tes stres jantung (treadmill) Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak jantung, irama jantung, dan tekanan darah terus-menerus dipantau, jika arteri koroner mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan maka ditemukan segmen depresi ST pada hasil rekaman (Kulick, 2014: hal 42).

d.

Ekokardiogram Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua bagian dari dinding jantung berkontribusi normal dalam aktivitas memompa. Bagian yang bergerak lemah mungkin telah rusak selama serangan jantung atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin menunjukkan penyakit arteri koroner (Mayo Clinik, 2012 hal 43).

e.

Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif minimal

dengan

memasukkan

kateter

(selang/pipa

plastik)

melaluipembuluh darah ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi jantung, prosedur ini disebut kateterisasi jantung. Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau intravena ini dikenal sebagai angiogram, tujuan dari tindakan kateterisasi ini adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus sebagai tindakan terapi bila ditemukan adanya suatu kelainan (Mayo Clinik, 2012: hal 43). f.

CT

scan

(Computerized

tomography

Coronary

angiogram)

Computerized tomography Coronary angiogram/CT AngiografiKoroner adalah pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna kontras disuntikkan melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat menghasilkan gambar arteri jantung, ini juga disebut sebagai ultrafast CT scan yang berguna untuk mendeteksi kalsium dalam deposito lemak yang mempersempit arteri koroner. Jika sejumlah besar kalsium ditemukan, maka memungkinkan terjadinya PJK (Mayo Clinik, 2012: hal 43). g.

Magnetic resonance angiography (MRA) Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan dengan penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna untuk mendiagnosa adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun pemeriksaan ini tidak sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung (Mayo Clinik, 2012: hal 44).

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Menurut, Hermawatirisa,2014: hal 12 a. Hindari makanan kandungan kolesterol yang tinggi Kolesterol jahat LDL di kenal sebgai penyebab utana terjadinya proses aterosklerosis, yaitu proses pengerasan dinding pembuluh darah, terutama di jantung, otak, ginjal, dan mata. b. Konsumsi makanan yang berserat tinggi c. Hindari mengonsumsi alcohol. d. Merubah gaya hidup, memberhentikan kebiasaan merokok e. Olahraga

dapat

meningkatkan

kadar

HDL

kolesterol

dan

memperbaiki kolateral koroner sehingga PJK dapat dikurangi, olahraga bermanfaat karena f. Memperbaiki fungsi paru dan pemberian O2 ke miokard g. Menurunkan berat badan sehingga lemak lemak tubuh yang berlebih berkurang bersama-sama dengan menurunnya LDL kolesterol h. Menurunkan tekanan darah i. Meningkatkan kesegaran jasmani

H. Prognosis

Pasien dilihat secara keseluruhan (holistic) dan diperlukan individual mengingat PJK adalah penyakit multifaktorial dengan manifestasi yang bermacam-macam. Menurut Sjaifoellah Noer penatalaksanaannya yaitu : 1. Mengatasi Iskemia a) Medikamentosa Obat-obat untu ini sama saja dengan yang dipakai untuk mengatasi angina pectoris dan sudah dibicarakan pada topic itu. Seperti diketahui obat-obat tersebut adalah: 1) Nitrat (N), yang dapat di berikan parenteral, sublingual, buccal, oral, transdermal dan ada yang dibuat lepas lambat. reparatnya ada gliseril trinitrat (GTN), isosorbid dinitrat (ISDN) dan isosorbid 5 monomitrat (ISMN). Kerugiannya adalah efek samping seperti

flushing, hipotensi postural, dan toleransi. Untuk mengatasi toleransi diberikan periode bebas nitrat lebih kurang 10 jam. 2) Berbagai jenis penyakit beta (BB), mengurangi kebutuhan oksigen. Ada yang bekerja cepat seperti pindolol dan propranolol, bekerja lambat seperti satalol dan nadolol; ada beta 1 selektif seperti asebutolol, metoprolol, dan atenolol; ada yang ISA + seperti oksprenolol dan pindolol; ada yang larut dalam lemak sehingga menembus blood brain barier seperti propranalol, metaprolol, pindolol. Yang harus di ingat pada pemakaiannya adalah bahwa ia dapat

mengurangi

kontraktilitas

(awal

pada

difusi

LV),

menimbulkan spasme bronkus (asma/ PPOK) dan menurunkan HR, sehingga harus waspada terhadap bradikardia dan blockade jantung. Efek samping misalnya mimpi-mimpi, efek dingin pada kaki, rasa lelah, efek metabolic (gula darah dan lipid) dan withdrawal effect yang bisa menimbulkan angina pectoris lebih berat pada waktu menghentikan obat. 3) Antagonis calcium (ca A), juga terdiri dari beberapa jenis, cara pemakaian

obat

dan

perenteral.

Umumnya

obat-obat

ini

mengurangi kebutuhan O2 dan menambah masukannya (dibatasi koroner). Ada yang menurunkan HR seperti verapamil dan diltiazem, tetapi ada yang menimbulkan takikardi seperti nifedipin. Kebanyakan inotropik negative, kecuali beberapa yang vasodilator kuat sehingga menurunkan afterload dan dapat dipakai pada difungsi LV, misalnya amlidipin. Efek samping utama seperti sakit kepala, edema kaki, bradikardi sampai blockade jantung, konstipasi, dll. Obat-obat tersebut dapat diberikan sendiri-sendiri atau kombinasi (K) (2 atau 3 macam) bila di perlukan. Hanya harus di perhatikan keuntungan-keuntungan yang diperoleh dengan kombinasi tersebut (saling menguatkan atau menutupi kekurangan/ efek samping) dan kerugiannya (saling menambah efek samping misalnya bradikardi, inotropik

negative,

metabolic,

dll),

ataupun

kemungkinan

mengubah / mengganti obat-obatan dari yang satu kelainan untuk menghindari toleransi (Wijaya, Putri, 2013). b) Revaskularisasi Menurut Sylvia price revaskularisasi dapat dilaksanakan dengan cara: 1) Pemakaian trombolitik, biasanya pada PJK akut IJA. Rekanalisasi dengan trombolik paling sering dilakukan pada PJK akut, terutama IJA. 2) Prosedur invasive (PI), non operatif. Prosedur

invasive

(PTCA

(percutaneus

transluminal

coronary

angiosplasty, PTCA) dipopulerkan gruntzig pada tahun 1976, ketika ia melakukan pelebaran a. koronaria dengan balon. Sampai sekarang prosedur ini telah mengalami banyak kemauan baik teknik maupun peralatannya, sehingga indikasinya yang terjadi terbatas pada 1-2 pembuluh darah dengan kelainanyang sederhana saja, sekarang telah mungkin pula dilakukan pada kelainan-kelainan yang kompleks dari berbagai pembuluh darah sekaligus. Di samping PTCA memakai balon, sekarang telah dikembangkan pula alat-alat baru seperti rotablator, atheroctomy dan pemasangan stent. Dengan bantuan alatalat ini PTCA lebih banyak dilakukan dan lebih aman. Di sub bagian kardiologi penyakit dalam oleh T. santoso dkk sampai sekarang prosedur invasive ini telah dikerjakan pada 1000 kasus dengan hasil yang cukup baik. komplikasi dapat ditekan serendah-rendahnya. Beberapa kasus mungkin memerlukan operasi (CAS) segera, dan hal ini hendaknya selalu dapat dilakukan (persyaratan untuk melakukan PI) . masalah rentenosis masih tetap menjadi kelemahan prosedur ini. 3) Operasi (coronary artery surgery) Operasi (CAS) juga mengalami banyak kemajuan terutama dalam mengusahkan agar pembuluh darah tetap paten cukup lama dan menemukan alternative untuk kasus-kasus yang sukar untuk di lakukan prosudur invansive dan funsin LV yang amat rendah . beberapa macan operasinya antara lain adalah sebagai berikut : a) Operasi pintas koroner (CABG)

1) Vena saphena (saphenous vein) 2) Arteria mammaria interna 3) A. Radialis 4) A. Gastroepiploika b) Transmyovadial (laser) rencanalization (TMR) c) Trasplantasi untuk jantung untuk kordiomiopati iskemik

I. Komplikasi

1. Gagal jantung kongestif 2. Syok kardiogenik 3. Disfungsi otot papilaris 4. Defek teptum ventrikel 5. Rupture jantung 6. Aneurisme ventrikel 7. Tromboembolisme 8. Perikarditik 9. Sindrom dressler 10. Aritmia

BAB II KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian a) Biodata b) Riwayat kesehatan dahulu 1)

Penyakit pembuluh darah artri.

2)

Riwayat serangan jantung sebelumnya.

3)

Terapi estrogen pada wanita pasca menopause.

4)

Diet rutin dengan tinggi lemak.

5)

Riwayat merokot.

6)

Kessbiasaan merokot tidak teratur.

7)

Riwayat DM ,hipertensi,gagal jantung kongestif.

8)

Riwayat pernafasan kronis.

c) Riwayat kesehatan sekarang Riwayat

keluarga

penyakit

jantun/

infark

miokard,

DM,

stroke,nhipertensi penyakit vaskuler periver. d) Riwayat kesehatan sekarang 1) Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur. 2) Faktor perangsan nyeri yang spontan. 3) Kualitas nyeri: rasa nyeri menggarkan dengan rasa sesak yang berat /mengcekik. 4) Lokasi nyeri: di bawah atau sejkitar leher ,dengan dagu belakang, bahu atau lengan. 5) Beratnya nyeri: dapat dilakukang dengan istirahat atau pemberian nitrat. 6) Waktu nyeri: berlangsun beberapa waktu/hari selama serangan pasien memegan dada atau menggosok lengan kiri. 7) Diafoerasi, muntah, mual, kadang-kadang lemah, dispnea. 8) Syndrom syock dalam berbagai tingkatan e) Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum

a) TD dapat normal/naik/turung, perubahan postural di catat dari tidur sampai duduk atau berdiri. b) Nadi dapat normal ,penuh/tidak kuat ,lemah/kuat, teratur/ tidak. c) Respiratory rate meningkat. d) Suhu dapat menormal, meningkat/deman. 2) Kepala: pusing, wajah meringis mukosa bibiri sianosis, menangis, merintih, kehilangan kontak mata. 3) Leher dan thorax a) Distensi vena jugularis. b) Dada : bungi jantung:

bungi jantung extra S3/S4

menungjukan gagal jantung / penurungan kontraktilitas atau complain vartikel murmur menunjukan gagal katup jantung /disfunsi otot papilar friksi perikarditis .irama jatung: dapat dapat

teratur/tidak,

paru-paru:

bunyi

nafas

bersih/krekels/mengi. Frekuensi nafas meningkat , nafas sesak,

spuntun

bersih,

merah

muda

kental.

Batu

dengan/tampa produksi spuntun. Dispnea dengan/tampa bekerja, disnea noktural. 4) Abdomen a) Penurunan turgor kulit, nyeri ulu hati / terbakar. b) Perubahan BB, bising usus normal/ menurung . 5) Exktresnitas a) Kelemahan, kelelahan. b) Edema perifer/ edema umum. c) Kulit dingin/ berkeringat kering. d) Menggeliat. e) Pemeriksaan diaknosik. f) EKG menyatatakan peninggian gelombang ST, iskemia penurunan atau datarnya gelombang T menunjukan cedera, gelombang Q berarti neksrosis.

g) Sel darah putih: leokosit (10000-20000) biasanya tampak pada hari kedua setelah IMA sehubungan dengan proses inflamasi. h) Foto dada: mungkin normal/ menunjukkan jantung di duga gagal jantung kongestif atau anueresma vertikel . i) Elekrolit:

ketidakseimbangan

dapat

mempengaruhi

kontraktilitas: hipo/hiperkelemia. j) Analisa gas darah /oksimeter nadi: dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut / kronis k) Kolestrol/trigliserida

serum

meningkat,

menunjukkan

arteriokslerosis sebagai penyebab IMA . l) Emzin jantung: 1. CKMB (Creatinin kinase-isoenzim MB ) mulai naik dalam 6 jam, memuncak dalam 18-24 jam dan kembali normal antara 3-4 hari, tampa terjadinya nekrosis baru. enzi m CK-MB sering terjadinya sebagai indicator IMA, sebab di produksi hanya saat terjadi kerusakan jaringan miokard. 2. Lancet dehirogenese (LDH) mulai meningkat mulai meningkat dalam 6-12 jam memuncak dalam 304 hari dan normal 6-12 hari. 3. Aspartat aminotransaminase serum (ASI) memulai meningkat dalam dalam 8-12jam dan bertambah pekat dalam 1-2 hari. Ensim ini akn muncul dengan kerusakan hebat dari otot tubuh (Wijaya, Putri, 2013). B. Diagnosa keperawatan a. Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut) berhungan dengan askemia jaringan sekunder terhadap sumbatan anteri karoner. b. Resiko tinggi terhadap menurunya curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi, irama kondusi elektrika. c. Intoleransi aktivitas sehungan dengan ketidakseimbangan antara supaly oksigen miokard dan kebutuhan.

d. Ansietas sehubungan dengan ancaman atau perubahan kesehahatan . e. Resiko tinggi peruban perfusi jaringan berhubungan dengan dengan dengan/ penghentian alira darah (vasokontriksi, hipovolemia / kebocoran, dan pembentukan tronboemboemboli). f. Resiuko tinggi kelebihan volume cairan sehubungan dengan peningkatan natrium /retensi air (Wijaya, Putri, 2013).

C. Intervensi DX l : ganguan rasa nyaman : nyeri (akut) berhubungan dengan iskemia ajaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner. Tujuan: setelah dialkaukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tak ada nyeri dada, nyeri dada terkontrol. Intervensi : a. Pantau / catat karakteristik nyeri, verbal non verbal dan respon hemodinamik. b. Ambil gambaran lengkap terhadap nyeri dari pasien termasuk lokasi, intensitas, lama dan penyebarannya. c. Kaji ulang riwayat angin sebelumnya, nyeri menyerupai angina, atau nyeri IM. Diskusikan riwayat keluarga. d. Anjurkan pasien melaporkan nyeri dengan segera. e. Berikan lingkungan yang tenang, aktivitas perlahan dan tindakan nyaman. f. Bantuan melakukan teknik relaksasi (nafas dalam, perilaku distraksi, bombing imajinasi, visualisasi) g. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik. h. Variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri terjadi sebagai temuan pengkajian. i. Nyeri sebagai pengalaman subjektif dan harus digambarkan oleh pasien.

Bantuan

pasien

untuk

menilai

membandingkannya dengan pengalaman yang lain.

nyeri

dengan

j. Dapat membandingkan nyeri yang ada dari pola sebelumnya sesuai dengan identifikasi komplikasi seperti meluasnya infark, emboli paru atau perikarditis. k. Penundaan pelaporan nyeri menghambat perbedaan nyeri / memerlukan peningkatan dosis obat. l. Menurunkan rangsangan eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan kemampuan koping dan keputusan terhadap situasi saat ini. m. Membantu penurunan persepsi / respon nyeri. Memberikan control situasi, paningkatan perilaku positif. n. Hipotensi / depresi pernapasan dapat terjadi sebagai akibat pemberian.

DX2: intoleransi aktivitas berhubungan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, adanya jarring yang nekrotik dan iskemi pada miokard. Tujuan: setelah dilaksanakan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan klien menunjukkan peningkatan kemampuan dalam melakuakan aktivitas (tekanan darah, nadi, irama dalam batas normal) tidak adanya angina. Intervensi: a. Catatan irama jantung, tekanan darah dan nadi sebelum, selama dan sesudah melakukan aktivitas. b. Anjurkan pada pasien agar lebih bayak beristirahat terlebih dahulu. c. Anjurkan pada pasien agar tidak “ngeden” pada saat buang air besar. d. Jelaskan pada pasien tentang tahap-tahap aktivitas yang boleh dilakukan pasien. e. Tunjukkan pada pasien tentang tanda-tanda fisiki bahwa aktivitas melebihi batas.

DX3: resiko terjadinya penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan dalam rate, irama, kondisi jantung, menurutnya preload atau peningkatan SVR, myocardial infark. Tujuan: setelah dialkaukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak terjadi penurunan cardioc output selama dilakukan tindakan keperawatan. Rencana: a. Lakukan pengukuran tekanan darah (bandingkan kedua lengan pada posisi berdiri, duduk dan tiduran jika memungkinkan). b. Kaji kualitas nadi. c. Catat perkembangan dari adanya S3 dan S4 d. Aukultasi suara nafas. e. Damping pasien pada saat melakukan aktivitas. f. Sajikan makanan yang mudah dicerna dan kurangi konsumsi kafeine. g. Kolaborasi dalam: pemeriksaan serial ECG, foto torax, pemberian obat-obatan anti distritmia. DX4:resiko terjadinya penurunan perfusi jaringang berhubungan dengan penurunan tekanan darah, hipovolemia. Tujuan: setelah dialkaukan intervensi kerperawatan selama 3x 24 jam diharapkan terjadi penurunan perfusi jaringan. Rencana: a. Kaji adanya perubahan kesadaran. b. Inspeksi adanya pucat, cyanosis, kulit yang dingin dan penurunan kualitas nadi perifer. c. Kaji adanya tanda humans (pain in calf on dorseflextion), erythema, edema. d. Kaji respirasi (irama, kedalam dan usaha pernapasan). e. Kaji fungsi gastrointestinal (bising usus, abdominal distensi, constipasi). f. Monitor intake dan out put.

g. Kolaborasi dalam: pemeriksaan ABG, BUN, serum ceratinin dan elektrolit. DX5: resiko tinggi kelebihanvolume cairan berhubungan dengan peningkatan natrium / rentesis air. Tujuan: setelah dialkaukan intervensi keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak terjadi kelebihan cairan di dalam tubuh klien selama dalam keperawatan. Rencana: a. Auskultasi suar nafas (kaji adanya creckless) b. Kaji adanya jugular vein distension, peningkatan terjadinya edema. c. Ukur intake dan output (balance cairan). d. Kaji berat badan setiap hari. e. Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi total cairan maksimal 2000 cc / 24 jam. f. Sajikan makanan dengan diet rendah garam. g. Kolaborasi dalam pemberian deuritika (Wijaya, Putri, 2013).

DAFTAR PUSTAKA Wijaya, Putri. (2013). KMB 1. Yogyakarta: Nuha Medika Smeltzer, Bare. (2008). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku kedokteran EGC. Risa Hermawati, Haris Candra Dewi.2014. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: Kandas media (Imprint agromedia pustaka). Annisa dan anjar.Jurnal GASTER Vol. 10 No. 1/Februari 2013 Judith.M.Wilkison dan Nancy.R.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed 9.Jakarta: EGC Putra S, Panda L, Rotty. 2013. Profil penyakit jantung koroner. Manado: fakultas kedokteran. Rochmayanti, 2011. Analis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan penyakit jantun koroner. Jakarta: fakultas ilmu keperawatan A.Fauzi Yahya.2010.Penaklukan No.1: Mencegah dan mengatasi penyakit jantung koroner.Bandung:Qanita

Related Documents

Lp Pjk Nadya.docx
April 2020 8
Pjk
June 2020 17
Emosi Pjk
June 2020 21
Pjk Tahun5
June 2020 19
Minit Pjk
May 2020 19
Pjk 1
June 2020 14

More Documents from ""