Format Laporan Hasil Analisis Sintesis Sistem Urinary.docx

  • Uploaded by: Andryana Agrevita
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Format Laporan Hasil Analisis Sintesis Sistem Urinary.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,635
  • Pages: 10
FORMAT LAPORAN HASIL ANALISIS SINTESIS SISTEM KARDIOVASKULER A. KASUS PEMICU SISTEM URINARI PADA ANAK Anak laki-laki usia 5 tahun diantar ke UGD karena lemas setelah beberapa mengalami muntah- muntah. Hasil inspeksi anak tampak pucat dan terdapat edema palpebra. Hasil pemeriksaan lab diperoleh Hb 8 gr/dl, LFG 30 mL/menit, ureum dan kreatinin meningkat. Pengukuran tanda vital didapatkan tekanan darah meningkat diatas batas normal. B. DAFTAR ISTILAH 1. Sistem Urinari 2. Inspeksi 3. Edema palpebra 4. Pemeriksaan LFG 5. Ureum dan Kreatinin C. LEARNING OBJEKTIF 1. Memahami struktur anatomi dan fisiologi sistem urinary pada anak 2. Memahami mekanisme tanda dan gejala yang biasa timbul pada anak dengan gangguan ginjal 3. Memahami

perbedaan

penyakit

tumor

wilms,

sindroma

nefrotik

dan

glomerulonephritis kronis 4. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang di perlukan pada kasus gangguan ginjal 5. Mengetahui mekanisme pencegahan dan pengobatan pada kasus gangguan ginjal 6. Mengetahui diagnosa dan intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada anak dengan gangguan ginjal. D. HASIL ANALISIS SINTESIS 1. Anatomi dan Fisiologi Sisfem Perkemihan Sistem perkemihan merupakan suatu sistem dimana terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh larut dalam air dan dikeluarkan berupa urin (air kemih) Susunan sistem perkemihan terdiri dari: a) dua ginjal (ren) yang

menghasilkan urin, b) dua ureter yang membawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung kemih), c) satu vesika urinaria tempat urin dikumpulkan, dan d) satu uretra urin dikeluarkan dari vesika urinaria (Panahi, 2010). a. Ginjal (Ren) Ginjal terletak pada dinding posterior di belakang peritoneum pada kedua sisi vertebra torakalis ke-12 sampai vertebra lumbalis ke-3. Bentuk ginjal seperti biji kacang. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri, karena adanya lobus hepatis dextra yang besar. b. Fungsi ginjal Fungsi ginjal adalah memegang peranan penting dalam pengeluaran

zat-zat

toksis

atau

racun,

mempertahankan

suasana

keseimbangan cairan, mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. c. Fascia renalis Fascia renalis terdiri dari: a) fascia (fascia renalis), b) jaringan lemak perirenal, dan c) kapsula yang sebenarnya (kapsula fibrosa), meliputi dan melekat dengan erat pada permukaan luar ginjal. d. Stuktur ginjal Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat korteks renalis di bagian luar, yang berwarna cokelat gelap, medulla renalis di bagian dalam yang berwarna cokelat lebih terang dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut piramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil yang disebut papilla renalis (Panahi, 2010). Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corrong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga calices renalis minores. Struktur halus ginjal terdiri dari banyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal. Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari: glomerulus, tubulus proximal, ansa henle, tubulus distal dan tubulus urinarius (Panahi, 2010). e. Proses pembentukan urin Tahap pembentukan urin

Proses filtrasi, di glomerulus. Terjadi penyerapan darah yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll diteruskan ke tubulus ginjal. Cairan yang disaring disebut filtrat glomerulus. Proses reabsorbsi Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida fosfat dan beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi) di tubulus proximal. Sedangkan pada tubulus distal terjadi kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. Proses sekresi Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar (Rodrigues, 2008). f. Pendarahan Ginjal mendapatkan darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteri renalis, arteri ini berpasangan kiri dan kanan. Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobularis kemudian menjadi arteri akuarta. Arteri interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang manjadi arteriole aferen glomerulus yang masuk ke gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disebut arteriole eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena cava inferior (Barry, 201l). g. Persarafan ginjal. Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal (Barry, 2011). h. Ureter Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika urinaria. Panjangnya ±25-34 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih. Lapisan dinding ureter terdiri dari: a) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)

b) Lapisan tengah lapisan otot polos c) Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa i. Vesika urinaria (kandung kemih) Vesika urinaria bekerja sebagai penampung urin. Organ ini berbentuk seperti buah pir (kendi). Letaknya di belakang simfisis pubis di dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat mengembang dan mengempis seperti balon karet. j. Uretra Merupakan saluran sempit yang berpangkal pada vesika urinaria yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki-laki panjangnya kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari: a) Uretra pars prostatika b) Uretra pars membranosa c) Uretra pars spongiosa. Uretra pada wanita panjangnya kira-kira 3,7-6,2 cm. sphincter uretra terletak di sebelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan uretra disini hanya sebagai saluran ekskresi (Panahi, 2010). k. Urin. Sifat fisis air kemih, terdiri dari: a) Jumlah ekskresi dalam 24 jam ±1.500 cc tergantung dari pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya. b) Warna bening kuning muda dan bila dibiarkan akan menjadi keruh. b) Warna kuning tergantung dari kepekatan, diet, obat-obatan dan sebagainya. c) Bau, bau khas air kemih bila dibiarkan lama akan berbau amoniak. d) Berat jenis 1,015-1,020. e) Reaksi asam, bila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung daripada diet (sayur menyebabkan reaksi alkalis dan protein member reaksi asam). Komposisi air kemih, terdiri dari: a) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air. b) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak dan kreatinin. c) Elektrolit natrium, kalsium, NH3, bikarbonat, fosfat dan sulfat. d) Pigmen (bilirubin dan urobilin).

e) Toksin. f. Hormon (Velho, 2013) Sumber : Panahi A., Bidaki R., Rezahosseini O. 2010. Validity and Realibility of Persian Version of IPSS. Iran: Galen Medical Journal, Vol.2; No.l, 2010 Rodrgues P., Hering F. P., Campagnari J. C. 2008. I;mpact of Urodynamic Learning on the Management of Benign Prostate Hyperplasia Issue. Canada : Canadian Medical Journal Velho I. M., Bachmann A., Descazeaud A., Micheal M., N'Dow J.2013. Guidelines on the Treatment of Non-neurogenic Male LWS. European Association of Urology (2013). Available from: www.uroweb.orglgls/pdf/12_Male_LUTS.pdf [Accessed 24 April 2013].

2. Memahami mekanisme tanda dan gejala yang biasa timbul pada anak dengan gangguan ginjal. Penyakit ginjal dan gagal ginjal kronis tidak menunjukkan gejala penyakit yang jelas pada stadium awalnya. Gejala ini bisa mencakup: a. Darah dalam urin / urin berwarna seperti teh atau gelap (hematuria) Urin berbusa (albuminuria) Urin berwarna keruh (infeksi saluran kemih) b. Rasa nyeri saat buang air kecil c. Kesulitan untuk buang air kecil (tidak lancar) d. Pasir/batu dalam urin e. Peningkatan atau penurunan produksi urin secara signifikan, nokturia (sering buang air pada malam hari) f. Nyeri di pinggang/perut g. Pembengkakan pergelangan kaki atau kelopak mata, wajah bengkak h. Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi) Jika fungsi ginjal memburuk hingga stadium gagal ginjal berat (kurang dari 25% fungsi ginjal normal), bisa terjadi gejala uremia: a. Sering buang air kecil pada malam hari, penurunan jumlah urin b. Kehilangan nafsu makan, mual, muntah c. Kelelahan, wajah pucat (anemia) d. Kulit terasa gatal

e.

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

f.

Sesak napas

g. Edema (pembengkakan pergelangan kaki atau kelopak mata) h. Mengantuk, tidak sadar, kejang, koma (Nahas & Levin.2010) Nahas, Levin. 2010. guidelines for management of chronic kidney disease. canadian medical assosiation journal

3. Memahami perbedaan

penyakit tumor wilms, sindroma nefrotik dan

glomerulonephritis kronis. a. Tumor wilm adalah kanker ginjal yang di temukan pada anak-anak. Tumor wilm biasanya di temukan pada anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun, tetapi kadang ditemukan pada anak yang lebih besar atau orang dewasa.(scrib) b) sindroma

nefrotik

adalahpenyakit

dengan

gejala

edema,

proteinuria,

hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (Nurarif & kusuma, 2013). c) glomerulonephritis adalah suatu kondisi peradangan yang lama dari sel-sel glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomeloronefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan. (Muttaqin Arif & Sari, Kumala. 2011)

sumber : https://www.pdfcoke.com/doc/90093697/Askep-Anak-Dengan-Tumor-Wilms rarif, Amin Huda & Kusuma, Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 2. Jakarta:EGC Muttaqin dan Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Salemba Medika, Jakarta.

4. Mengetahui pemeriksaan penunjang yang di perlukan pada kasus gangguan ginjal Pemeriksaan penunjang yang penting pada pasien dengan dugaan glomerulonefritis mencakup : a. Penilaian fungsi ginjal dengan kreatinin serum dan bersihan kreatinin, b. Tes dipstik urin dan pemeriksaan mikroskopik terutama untuk mencari seldarah merah dan silinder, c. Ekskresi protein 24 jam,

d. USG ginjal untuk mengetahui ukuran ginjal. e. Tes-tes imunologis penting untuk menemukan apakah glomerulonefritis tersebut bersifat sekunder atau tidak, dan tes ini harus mengikutsertakan antibodi sitoplasmik antineurotrofil (antineurotrophil cytoplasmic antibodies [ANCA]), faktor antinuklear (antinuclear factors [ANF]), komplemen C3 dan C4, antibodi anti-membran basal glomerulus (anti-glomerular basal membran [anti-GMB]), dan titer antistreptolisin O (ASO) f. Biopsi ginjal dibutuhkan untuk menegakan diagnosis yang akurat, namun biasanya tidak dilakukan apabila ginjalnya berukuran kecil. g. Urinalisis (UA) menunjukan hematnya gross, protein dismonfik dan bentuk tidak serasi Sdm, leusit dan gips hialin. h. Laju filtrasi glomerulus menurun, klerins kreatinin pada urin digunakan sebagai pengukur dal LFG spesine urin 24 jam dikumpulkan. Sampel darah untuk kreatinin juga ditampung dengan cara arus tengah (midstream). i. Nitrogen Urea Darah (BUN) dan kreatinin serum meningkat bila fungsi ginjal mulai menurun. j. Albumin serum dan protein total mungkin normal atau sedikit menurun (karena hemodilusi). k. Contoh urin acak untuk eletrokoresisi protein mengidentifikasi jenis protein urin yang dikeluarkan dalam urin. l. Elektrolit serum menunjukan peningkatan natrium dan peningkatan atau normal kadar-kadar kalium dan klorida. Baradero, Marry dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Ginjal. Jakarta : EGC

5. Mengetahui mekanisme pencegahan dan pengobatan pada kasus gangguan ginjal TERAPI a.

Apabila kelainan disebabkan oleh glomerulus pasca streptococcus akut, maka diperlukan terapi antibiotik profilaksis obat pilihan (penicilin).Terapi profilaksis harus dilanjutkan sampai beberapa bulan walaupun tahap akut sudah berlalu. b. Terapi diuretik juga diberikan apabila ada kelebihan beban cairan yang berat (edema berat). Apabila kelebihan cairan tidak dapat dikendalikandengan diuretik dan diet, kemudian terjadi hipertensi, obat antihipertensi harus diberikan. c. Kerusakan glomerulus akibat proses otoimune dapat diobati dengan kortikosteroid untuk immunospresi. d. Inhibitor ACL (Enzim Pengubah Angiotensin) dapat mengurangi kerusakan pada individu dengan hipertensi kronis. DIET

Karena adanya retensi cairan, diet yang pasien lakukan harus rendah garam. Apabila BUN dan kretinin meningkat, supan protein juga dibatasi pada 1-1,2 g/kg per hari. Diet pasien harus mengandung cukup karbohidrat agar tubuh tidak menggunakan protein sebagai sumber energi untuk mencegah mengecilnya otot (pelisutan otot) dan ketidakseimbangan nitrogen. Pasien ini memerlukan 2.500-3.500 kalori per hari. Berat badan ditimbang setiap minggu untuk memantau penurunan berat badan karena edema berkurang atau berat badan menurun akibat ada pelisutan otot. Asupan kalium juga dibatasi apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 19 ml/menit.Kontrol glukosa yang ketat pada penderita diabet terbukti memperlambat atau mengurangi progres glomerulonefritis. AKTIVITAS Selama masih ada tanda-tanda klinis glomerulonefritis, pasien harus melakukan tirah baring/ bed rest sampai manifestasi klinis hilang Baradero, Marry dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Ginjal. Jakarta : EGC

7. Mengetahui diagnose dan intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada anak dengan gangguan ginjal. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan perfusi jaringan b/d retensi air dan hipernatremia 2. Resiko kelebihan volume cairan b/d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium 3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d anorexia 4. Gangguan istirahat/tidur b/d edema

C. Intervensi 1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan retensi air dan hipernatremia Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukkan perfusi jaringan serebral normal ditandai dengan tekanan darah dalam batas normal, penurunan retensi air, tidak ada tanda-tanda hipernatremia. Intervensi : a. Monitor dan catat Tekanan Darah setiap 1 – 2 jam perhari selama fase akut. Rasional: untuk mendeteksi gejala dini perubahan Tekanan Darah dan menentukan intervensi selanjutnya. b. Jaga kebersihan jalan nafas, siapkan suction.

c.

d.

e.

f. 2.

a.

b.

c.

d.

e.

f.

3.

a.

Rasional: serangan dapat terjadi karena kurangnya perfusi oksigen ke otak Atur pemberian anti Hipertensi, monitor reaksi klien. Rasional: Anti Hipertensi dapat diberikan karena tidak terkontrolnya Hipertensi yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal Monitor status volume cairan setiap 1 – 2 jam, monitor urine output (N : 1 – 2 ml/kgBB/jam). Rasional: Monitor sangat perlu karena perluasan volume cairan dapat menyebabkan tekanan darah meningkat. Kaji status neurologis (tingkat kesadaran, refleks, respon pupil) setiap 8 jam. Rasional: Untuk mendeteksi secara dini perubahan yang terjadi pada status neurologis, memudahkan intervensi selanjutnya. Atur pemberian diuretic : Esidriks, lasix sesuai order. Rasional: Diuretic dapat meningkatkan eksresi cairan. Resiko kelebihan volume cairan b/d penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium Kriteria Evaluasi: Klien dapat mempertahankan volume cairan dalam batas normal ditandai dengan urine output 1 - 2 ml/kg BB/jam. Intervensi: Timbang BB tiap hari, monitor output urine tiap 4 jam. Rasional: Peningkatan BB merupakan indikasi adanya retensi cairan, penurunan output urine merupakan indikasi munculnya gagal ginjal. Kaji adanya edema, ukur lingkar perut setiap 8 jam, dan untuk anak laki-laki cek adanya pembengkakan pada skrotum Rasional: Peningkatan lingkar perut dan Pembengkakan pada skrotum merupakan indikasi adanya ascites. Monitor reaksi klien terhadap terapi diuretic, terutama bila menggunakan tiazid/furosemide. Rasional: Diuretik dapat menyebabkan hipokalemia, yang membutuhkan penanganan pemberia potassium. Monitor dan catat intake cairan. Rasional: Klien mungkin membutuhkan pembatasan pemasukan cairan dan penurunan laju filtrasi glomerulus, dan juga membutuhkan pembatasan intake sodium. Kaji warna warna, konsentrasi dan berat jenis urine. Rasional: Urine yang keruh merupakan indikasi adanya peningkatan protein sebagai indikasi adanya penurunan perfusi ginjal. Monitor hasil tes laboratorium Rasional: Peningkatan nitrogen, ureum dalam darah dan kadar kreatinin indikasi adanya gangguan fungsi ginjal. Perubahan status nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan anorexia. Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan peningkatan intake ditandai dengan porsi akan dihabiskan minimal 80%. Intervensi : Sediakan makan dan karbohidrat yang tinggi. Rasional: Diet tinggi karbohodrat biasanya lebih cocok dan menyediakan kalori essensial.

b. Sajikan makan sedikit-sedikit tapi sering, termasuk makanan kesukaan klien. Rasional: Menyajikan makan sedikit-sedikt tapi sering, memberikan kesempatan bagi klien untuk menikmati makanannya, dengan menyajikan makanan kesukaannya dapat menigkatkan nafsu makan. c. Batasi masukan sodium dan protein sesuai order. Rasional: Sodium dapat menyebabkan retensi cairan, pada beberapa kasus ginjal tidak dapat memetabolisme protein, sehingga perlu untuk membatasi pemasukan cairan 4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan fatigue. Kriteria / Evaluasi: Klien akan menunjukan adanya peningkatan aktivitas ditandai dengan adanya kemampuan untuk aktivitas atau meningkatnya waktu beraktivitas. Intervensi : a. Buat jadwal/periode istirahat setelah aktivitas. Rasional: Dengan periode istirahat yang terjadual menyediakan energi untuk menurunkan produksi dari sisa metabolisme yang dapat meningkatkan stress pada ginjal. b. Sediakan / ciptakan lingkungan yang tenang, aktivitas yang menantang sesuai dengan perkembangan klien. Rasional: Jenis aktivitas tersebut akan menghemat penggunaan energi dan mencegah kebosanan. c. Buat rencana / tingkatan dalam keperawatan klien agar tidak dilakukan pada saat klien sementara dalam keadaan istirahat pada malam hari. Rasional: Tingkatan dalam perawatan/pengelompokan dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan tidurnya. 5. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan immobilisasi dan edema. Kriteria / Evaluasi: Klien dapat mempertahankan integritas kulit ditandai dengan kulit tidak pucat, tidak ada kemerahan, tidak ada edema dan keretakan pada kulit/bersisik. Intervensi: a. Sediakan kasur busa pada tempat tidur klien Rasional: Menurunkan resiko terjadinya kerusakan kulit. b. Bantu merubah posisi tiap 2 jam. Rasional: Dapat mengurangi tekanan dan memperbaiki sirkulasi, penurunan resiko terjadi kerusakan kulit. c. Mandikan klien tiap hari dengan sabun yang mengandung pelembab. Rasional: Deodoran / sabun berparfum dapat menyebabkan kulit kering, menyebabkan kerusakan kulit. d. Dukung / beri sokongan dan elevasikan ekstremitas yang mengalami dema. e. Rasional: Meningkatkan sirkulasi balik dari pembuluh darah vena untuk mengurangi pembengkakan. Muttaqin, Arif. Sari, kumala.2011. ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN. Jakarta: Salemba Medika

Related Documents


More Documents from ""