ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA (Cerebrovascular Accident) DI RSU DOKTER HARIOTO LUMAJANG
LAPORAN PENDAHULUAN KOMPREHENSIF
oleh Joveny Meining Tyas NIM 152310101209
FAKULTAS ILMU KEPERWATAN UNIVERSITAS JEMBER 2018
i
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Aplikasi Klinis I yang dibuat oleh:
Nama
: Joveny Meining Tyas
NIM
: 152310101209
Judul
: LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN CVA DI RUANG IGD RSU DOKTER HARIOTO LUMAJANG
telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:
Hari
:
Tanggal :
Lumajang,
Januari 2018
TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik,
Pembimbing Klinik,
__________________________
_________________________
NIP..............................................
NIP............................................
ii
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................ i PENGESAHAN. ...................................................................................... ii DAFTAR ISI ........................................................................................... iii BAB 1 KONSEP DASAR PENYAKIT ................................................. 1 1.1 Review Anatomi Fisiologi ............................................................. 1 1.2 Definisi Penyakit ............................................................................ 6 1.3 Epidemiologi................................................................................... 6 1.4 Etiologi ............................................................................................ 7 1.5 Klasifikasi ....................................................................................... 8 1.6 Patofisiologi/Patologi ..................................................................... 9 1.7 Manifestasi Klinis ........................................................................ 10 1.8 Pemeriksaan Penunjang .............................................................. 11 1.9 Penatalaksanaan .......................................................................... 12 1.10 Clinical Pathway .......................................................................... 23 BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN CVA ......................................... 24 2.1 Pengkajian ...................................................................................... 24 2.2 Diagnosa .......................................................................................... 26 2.3 Intervensi ........................................................................................ 27 2.4 Evaluasi ........................................................................................... 35 2.5 Discharge Planning ........................................................................ 35 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 36
iii
BAB I KONSEP DASAR PENYAKIT 1.1 Review Anatomi Fisiologi 1.1.1 Saraf Pusat Manusia Sistem saraf pusat merupakan pusat dari seluruh kendali dan regulasi pada tubuh, baik gerakan sadar atau gerakan otonom. Dua organ utama yang menjadi penggerak sistem saraf pusat adalah otak dan sumsum tulang belakang. Otak manusia merupakan organ vital yang harus dilindungi oleh tulang tengkorak. Otak dan sumsum tulang belakang sama-sama dilindungi oleh suatu membran yang melindungi keduanya. Membran pelindung tersebut dinamakan meninges. Meninges dari dalam keluar terdiri atas tiga bagian, yaitu piameter, arachnoid, dan durameter. Cairan ini berfungsi melindungi otak atau sumsum tulang belakang dari goncangan dan benturan. Selaput ini terdiri atas tiga bagian, yaitu sebagai berikut: a. Piamater. Merupakan selaput paling dalam yang menyelimuti sistem saraf pusat. Lapisan ini banyak sekali mengandung pembuluh darah. b. Arakhnoid. Lapisan ini berupa selaput tipis yang berada di antara piamater dan duramater. c. Duramater. Lapisan paling luar yang terhubung dengan tengkorak. Daerah di antara piamater dan arakhnoid diisi oleh cairan yang disebut cairan serebrospinal. Dengan adanya lapisan ini, otak akan lebih tahan terhadap goncangan dan benturan dengan kranium. Kadangkala seseorang mengalami infeksi pada lapisan meninges, baik pada cairannya ataupun lapisannya yang disebut meningitis.
1
Gambar 2.2 Lapisan Otak. 1.1.2 Otak Otak merupakan organ yang telah terspesialisasi sangat kompleks. Berat total otak dewasa adalah sekitar 2% dari total berat badannya atau sekitar 1,4 kilogram dan mempunyai sekitar 12 miliar neuron . Pengolahan informasi di otak dilakukan pada bagian-bagian khusus sesuai dengan area penerjemahan neuron sensorik. Permukaan otak tidak rata, tetapi berlekuk-lekuk sebagai pengembangan neuron yang berada di dalamnya. Semakin berkembang otak seseorang, semakin banyak lekukannya. Lekukan yang berarah ke dalam (lembah) disebut sulkus dan lekukan yang berarah ke atas (gunungan) dinamakan girus. Otak mendapatkan impuls dari sumsum tulang belakang dan 12 pasang saraf kranial. Setiap saraf tersebut akan bermuara di bagian otak yang khusus. Otak manusia dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Para ahli mempercayai bahwa dalam perkembangannya, otak vertebrata terbagi menjadi tiga bagian yang mempunyai fungsi khas. Otak belakang berfungsi dalam menjaga tingkah laku, otak tengah berfungsi dalam penglihatan, dan otak depan berfungsi dalam penciuman.
Gambar 2.3 Otak.
1. Otak depan Otak depan terdiri atas otak besar (cerebrum), talamus, dan hipotalamus. 2
a. Otak besar Merupakan bagian terbesar dari otak, yaitu mencakup 85% dari volume seluruh bagian otak. Bagian tertentu merupakan bagian paling penting dalam penerjemahan informasi yang Anda terima dari mata, hidung, telinga, dan bagian tubuh lainnya. Bagian otak besar terdiri atas dua belahan (hemisfer), yaitu belahan otak kiri dan otak kanan. Setiap belahan tersebut akan mengatur kerja organ tubuh yang berbeda.besar terdiri atas dua belahan, yaitu hemisfer otak kiri dan hemisfer otak kanan. Otak kanan sangat berpengaruh terhadap kerja organ tubuh bagian kiri, serta bekerja lebih aktif untuk pengerjaan masalah yang berkaitan dengan seni atau kreativitas. Bagian otak kiri mempengaruhi kerja organ tubuh bagian kanan serta bekerja aktif pada saat Anda berpikir logika dan penguasaan bahasa atau komunikasi. Di antara bagian kiri dan kanan hemisfer otak, terdapat jembatan jaringan saraf penghubung yang disebut dengan corpus callosum. b. Talamus Mengandung badan sel neuron yang melanjutkan informasi menuju otak besar. Talamus memilih data menjadi beberapa kategori, misalnya semua sinyal sentuhan dari tangan. Talamus juga dapat menekan suatu sinyal dan memperbesar sinyal lainnya. Setelah itu talamus menghantarkan informasi menuju bagian otak yang sesuai untuk diterjemahkan dan ditanggapi. c. Hipotalamus Mengontrol kelenjar hipofisis dan mengekspresikan berbagai macam hormon. Hipotalamus juga dapat mengontrol suhu tubuh, tekanan darah, rasa lapar, rasa haus, dan hasrat seksual. Hipotalamus juga dapat disebut sebagai pusat kecanduan karena dapat dipengaruhi oleh obatobatan yang menimbulkan kecanduan, seperti amphetamin dan kokain. Pada bagian lain hipotalamus, terdapat kumpulan sel neuron yang berfungsi sebagai jam biologis. Jam biologis ini menjaga ritme tubuh harian, seperti siklus tidur dan bangun tidur. Di bagian permukaan otak besar terdapat bagian yang disebut telensefalon serta diensefalon. Pada bagian diensefalon, terdapat banyak sumber kelenjar
3
yang menyekresikan hormon, seperti hipotalamus dan kelenjar pituitari (hipofisis). Beberapa bagian dari hemisfer mempunyai tugas yang berbeda terhadap informasi yang masuk. Bagian-bagian tersebut adalah sebagai berikut. 1). Temporal, berperan dalam mengolah informasi suara. 2). Oksipital, berhubungan dengan pengolahan impuls cahaya dari penglihatan. 3). Parietal, merupakan pusat pengaturan impuls dari kulit serta berhubungan dengan pengenalan posisi tubuh. 4). Frontal, merupakan bagian yang penting dalam proses ingatan dan perencanaan kegiatan manusia.
Gambar 2.4 Pembagian fungsi pada otak besar.
2. Otak tengah Otak tengah merupakan bagian terkecil otak yang berfungsi dalam sinkronisasi pergerakan kecil, pusat relaksasi dan motorik, serta pusat pengaturan refleks pupil pada mata. Otak tengah terletak di permukaan bawah otak besar (cerebrum). Pada otak tengah terdapat lobus opticus yang berfungsi sebagai pengatur gerak bola mata. Pada bagian otak tengah, banyak diproduksi neurotransmitter yang mengontrol pergerakan lembut. Jika terjadi kerusakan pada bagian ini, orang akan mengalami penyakit parkinson. Sebagai pusat relaksasi, bagian otak tengah banyak menghasilkan neurotransmitter dopamin. 4
Otak belakang Otak belakang tersusun atas otak kecil (cerebellum), medula oblongata, dan pons varoli. Otak kecil berperan dalam keseimbangan tubuh dan koordinasi gerakan otot. Otak kecil akan mengintegrasikan impuls saraf yang diterima dari sistem gerak sehingga berperan penting dalam menjaga keseimbangan tubuh pada saat beraktivitas. Kerja otak kecil berhubungan dengan sistem keseimbangan lainnya, seperti proprioreseptor dan saluran keseimbangan di telinga yang menjaga keseimbangan posisi tubuh. Informasi dari otot bagian kiri dan bagian kanan tubuh yang diolah di bagian otak besar akan diterima oleh otak kecil melalui jaringan saraf yang disebut pons varoli. Di bagian otak kecil terdapat saluran yang menghubungkan antara otak dengan sumsum tulang belakang yang dinamakan medula oblongata. Medula oblongata berperan pula dalam mengatur pernapasan, denyut jantung, pelebaran dan penyempitan pembuluh darah, gerak menelan, dan batuk. Batas antara medula oblongata dan sumsum tulang belakang tidak jelas. Oleh karena itu, medula oblongata sering disebut sebagai sumsum lanjutan. Pons varoli dan medula oblongata, selain berperan sebagai pengatur sistem sirkulasi, kecepatan detak jantung, dan pencernaan, juga berperan dalam pengaturan pernapasan. Bahkan, jika otak besar dan otak kecil seseorang rusak, ia masih dapat hidup karena detak jantung dan pernapasannya yang masih normal. Hal tersebut dikarenakan fungsi medula oblongata yang masih baik. Peristiwa ini umum terjadi pada seseorang yang mengalami koma yang berkepanjangan. Bersama otak tengah, pons varoli dan medula oblongata membentuk unit fungsional yang disebut batang otak (brainstem).
Gambar 2.5 Cerebellum, medula oblongata dan pons varoli. 5
1.2 Definisi Penyakit Cerebrovascular Accident (CVA) atau stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Brunner &Suddarth, 2002). Gangguan
peredaran darah
otak
berupa
tersumbatnya
pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011). Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah otak. Stroke dapat terjadi karena pembentukan trombus disuatu arteri serebrum, akibat emboli yang mengalir ke otak dari tempat lain di tubuh, atau akibat perdarahan otak (Corwin, 2001). Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Cerebrovascular Accident (CVA) atau stroke adalah gangguan peredaran otak yang dapat mengakibatkan fungsi otak terganggu dan bila gangguan yang terjadi cukup besar akan mengakibatkan kematian sebagian sel saraf. 1.3 Epidemiologi Tingginya angka kejadian CVA atau stroke bukan hanya dinegara maju saja, tetapi juga menyerang negara berkembang seperti Indonesia karena perubahan tingkahlaku dan pola hidup masyarakat (Hartanti, 2012). Usia merupakan salah satu faktor resiko stroke, semakin tua umurnya maka resiko terkena stroke pun semakin tinggi. Menurut data Riset Kesehatan Dasar 2013, prevalensi stroke di Indonesia 12,1% per 1000 penduduk. Angka itu naik dibandingkan Riskesda 2007 yang sebesar 8,3%. CVA atau stroke telah menjadi penyebab kematian utama di hampir semua rumahsakit di Indonesia yaitu 14,5%. Pola hidup masyarakat yang meliputi pola makan, aktifitas fisik atau olah raga, merokok, konsumsi alkohol dan
stress merupakan salah satu faktor resiko yang diduga berperan dalam
menimbulkan pemicu terjadinya stroke. Keadaan rawan stroke di Indonesia semakin meningkat, karena dikombinasi perubahan fisik, lingkungan, kebiasaan, gaya hidup dan jenis penyakit yang berkembang dengan tiba-tiba, menyebabkan 6
resiko masyarakat terkena stroke, di Indonesia secara kumulatif bisa meningkat menjadi 10 sampai 15 kali atau yang pasti jauh lebih besar dibandingkan di masa-masa sebelumnya (Yayasan stroke indonesia, 2007). Prevalensi stroke di indonesia ditemukan sebesar 8,3 per 1000 penduduk. Hal ini menunjukan sekitar 72,3 % kasus stroke dimasyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi stroke tertinggi dijumpai di nangro aceh darussalam (16,6%) dan terendah di papua (3,8%). 1.4 Etiologi CVA atau stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian, yaitu: (1). Trombosit (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher). (2). Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawah ke otak dari bagian tubuh yang lain. (3). Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak). (4). Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan kedalam jaringan otak atau ruang sekitar otak). Akibatnya adalah penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berpikir memori, bicara atau sensasi. Faktor resiko stroke meliputi resiko yang tidak dapat diubah seperti umur, suku, jenis kelamin, dan genetik. Bila faktor resiko ini ditanggulangi dengan baik,
maka
kemungkinan
mendapatkan
stroke
dikurangi
atau
ditangguhkan, makin banyak faktor resiko yang dipunyai makin tinggi pula kemungkinan mendapatkan stroke sedangkan faktor resiko yang dapat diubah merupakan faktor resiko terjadinya stroke pada seseorang yang keberadaannya dapat dikendalikan ataupun dihilangkan sama sekali, gaya hidup merupakan tindakan atau perilaku seorang yang biasa dilakukan sehari-hari atau sudah menjadi kebiasaan. Faktor resiko yang dapat diubah yang memiliki kaitan erat dengan kejadian stroke berulang diantaranya hipertensi, diabetes mellitus, kelainan jantung, kebiasaan merokok, aktifitas fisik/olahraga, kepatuhan kontrol, obesitas, minum alkohol, diit, pengelolaan faktor resiko ini dengan baik akan mencegah terjadinya stroke berulang (Smeltzer & Bare, 2002).
7
1.5 Klasifikasi CVA atau stroke dibagi menjadi dua yaitu stroke hemoragik dan non hemragik. Stroke Non Hemoragik adalah Stroke terjadi akibat adanya kelumpuhan fungsi bagian tubuh yang disebabkan terganggunya sirkulasi darah ke otak. Gangguan sirkulasi darah ini disebabkan adanya sumbatan pada pembuluh darah . Stroke Hemoragik adalah pecahnya pembuluh darah (hemoragik stroke).Berat atau ringannya kondisi stroke tergantung pada luas daerah otak yang mengalami gangguan aliran darah.
Stroke Hemoragik adalah Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak dan juga oleh hematom (kumpulan darah tidak normal di luar pembuluh darah) yang menyebabkan iskemia (ketidakcukupan suplai darah ke jaringan atau organ tubuh) pada jaringan sekitarnya. Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan otak dan menekan batang otak. Stroke Non Hemoragik (Stroke Iskemik, Infark Otak, Penyumbatan) Iskemia jaringan otak timbul akibat sumbatan pada pembuluh darah hipoperfusi (penurunan aliran darah) jaringan otak oleh berbagai faktor seperti aterotrombosis, emboli, atau ketidakstabilan hemodinamik.
8
Aterotrombosis terjadi pada arteri-arteri besar dari daerah kepala dan leher dan dapat juga mengenai pembuluh arteri kecil atau percabangannya. Trombus yang terlokalisasi terjadi akibat penyempitan pembuluh darah oleh plak aterosklerotik sehingga menghalangi aliran darah pada bagian distal dari lokasi penyumbatan. Gejala neurologis yang muncul tergantung pada lokasi pembuluh darah otak yang terkena. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan gangguan pembuluh darah otak diantaranya adalah tekanan darah tinggi, diabetes, kolesterol tinggi, obesitas, merokok, minum alkohol berlebihan, dan gangguan irama jantung. 1.6 Patofisiologi/Patologi CVA atau stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu. Stroke bukan merupakan penyakit tunggal tetapi merupakan kumpulan dari beberapa penyakit diantaranya hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus dan peningkatan lemak dalam darah atau dislipidemia. Penyebab
utama
stroke
adalah
thrombosis
serebral, aterosklerosis dan
perlambatan sirkulasi serebral merupakan penyebab utama terjadinya thrombus. Stroke hemoragik dapat terja di di epidural, subdural dan intraserebral (Smeltzer & Bare, 2002). Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya pembuluh darah sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa mendorong struktur otak dan merembes kesekitarnya bahkan dapat masuk kedalam ventrikel atau ke ruang intracranial. Ekstravasi darah terjadi di daerah otak dan subaraknoid, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan penekanan pada arteri disekitar perdarahan. Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil karena terjadi penekanan maka daerah otak disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis karena kerja enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga (Smeltzer & Bare, 2002).
9
Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan. Pembuluh darah yang mengalami gangguan biasanya arteri yang berhubungan langsung dengan otak. Timbulnya penyakit ini mendadak dan evolusinya dapat secara cepat dan konstan, berlangsung beberapa menit bahkan beberapa hari.Gambaran klinis yang sering muncul antara lain: pasien mengeluh sakit kepala berat, leher bagian belakang kaku, muntah penurunan kesadaran dan kejang. Sembilan puluh persen menunjukan adanya darah dalam cairan serebrospinal, dari semua pasien ini 70-75 % akan meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya perdarahan sampai ke sistem ventrikel, herniasi lobus temporal dan penekanan mesensefalon atau mungkin disebabkan karena perembesan darah ke pusat-pusat yang vital. Penimbunan darah yang cukup banyak di bagian hemisfer serebri masih dapat ditolerir tanpa memperlihatkan gejala-gejala klinis yang nyata sedangkan adanya bekuan darah dalam batang otak sebanyak 5 ml saja sudah dapat mengakibatkan kematian (Smeltzer & Bare, 2002). 1.7 Manifestasi Klinis CVA atau stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat
membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke
menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain: defisit lapang pandang, defisit motorik, defisit sensorik, defisit verbal, defisit kognitif dan defisit emosional. 1. Defisit Lapang Pandangan a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan b. Kesulitan menilai jarak c. Diplopia 2. Defisit Motorik a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama). b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama). c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
10
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara. e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan) 3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh 4. Defisit Verbal a. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami) b. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan) c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif) 5. Defisit Kognitif a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang b. Penurunan lapang perhatian c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi d. Perubahan penilaian 6. Defisit Emosional a. Kehilangan kontrol diri b. Labilitas emosional c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres d. Depresi e. Menarik diri f. Rasa takut, bermusuhan dan marah g. Perasaan isolasi 1.8 Pemeriksaan Penunjang 1. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik misalnya perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler 2. CT scan Memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
11
3. Lumbal pungsi Tekanan yang menngkat dan di sertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukan adanya hemoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada intrakranial. 4. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya di dapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik. 5. USG Doppler Mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem arteri karotis) 6. EEG Melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak 7. Sinar tengkorak Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pienal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada trombosis serebral, kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaraknoid. (Batticaca, 2008) 1.9 Penatalaksanaan 1. Penatalaksanaan umum a. Pada fase akut 1) Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan ventilator 2) Monitor peningkatan tekanan intrakranial 3) Monitor fungsi pernapasan : analisa gas darah 4) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG 5) Evaluasi status cairan dan elektrolit 6) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah resiko injuri 7) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi lambung dan pemberian makanan
12
8) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan 9) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial, dan refleks b. Fase rehabilitasi 1) Pertahankan nutrisi yang adekuat 2) Program management bladder dan bowel 3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dengan rentang gerak sendi (ROM) 4) Pertahankan integritas kulit 5) Pertahankan komunikasi yang efektif 6) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari 7) Persiapan pasien pulang c. Pembedahan Di lakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3cm atau volume lebih dari 50ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikuloperitoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut. d. Terapi obat-obatan Terapi pengobatan tergantung dari jenis stroke : Stroke hemoragik 1) Antihipertensi : captropil, antagonis kalsium 2) Diuretik
: manitol 20%, furosemide
3) Antikonvulsan : fenitolin(Tarwoto, 2007). 1. Piracetam Mengobati kondisi mioklonus, gejala involusi pada lansia, mengatasi alkoholisme kronik dan kecanduan, serta membantu dalam memulihkan gejala pasca trauma. Mioklonus adalah Fungsi
kelainan
kontraksi
otot
yang
terjadi
tanpa
disadari,
misalnya cegukan, tremor dan kedutan. Mioklonus bisa disebabkan oleh gangguan pada sistem saraf (misalnya epilepsi, stroke dan tumor otak), penyakit metabolism, gagal ginjal,
13
gagal hati, kondisi autoimun, keracunan dan reaksi terhadap obat-obatan. Nama Obat Generik
Piracetam Piracetam, Antikun, Benocetam, Brenaris, Cetoros, Chepamed, Ciclobrain, Dexpira, Encebion, Ethopil, Ethroxa, Fepiram,
Nama Obat Dagang
Gotropil, Gracetam, Ineuron, Latopril, Lutrotam, Mersitropil, Neurocet,
Neurotam,
Neutrop,
Noocephal,
Nootropil,
Notrotam, Nufacetam, Piratrof, Pratropil, Primatam, Procetam, Resibron, Revolan, Scantropil, Sotropil, Tropilex, Zetropil a. Dosis standar untuk anak-anak adalah antara 40-100mg per kilogram berat badan. Dosis ini dimaksudkan untuk pengobatan gangguan pernapasan, meskipun juga telah digunakan untuk anak-anak dengan disleksia. Batas dosis Dosis
bawah kisaran (40-50 mg / kg) paling sering digunakan. b. Dosis standar untuk orang dewasa adalah antara 1,2004,800mg hari. Dosis efektif terbesar adalah 1,600mg, dikonsumsi tiga kali sehari untuk total dosis harian 4,800mg. c. Dosis yang dianjurkan : 1 gram 3 x sehari, intravena. a. Membantu dalam terapi kognitif. b. Mengendalikan kelainan kontraksi otot yang terjadi tanpa disadari, disebut mioklonus. c. Penyakit serebrovaskular dan insufisiensi sirkulasi serebral. d. Mengatasi alkoholisme kronis dan kecanduan alkohol, seperti predelirium, delirium, defisit intelektual akibat
Indikasi
alkoholisme kronik, terapi detoksifikasi. e. Mengatasi involusi yang terkait dengan usia lanjut, seperti asthenia, gangguan adaptasi, gangguan reaksi psikomotor, kemunduran perilaku sosial, kemunduran daya pikir. f. Membantu mengatasi gejala pasca trauma, misalnya sakit kepala, vertigo, astenia, dan kegelisahan.
14
g. Mengatasi gangguan tingkah laku pada anak, misalnya gangguan belajar, disleksia, hyperkinesia dan enuresis.
a. Gangguan ginjal berat (bersihan kreatinin kurang dari 20 Kontraindikasi
mL/menit). b. Hipersensitif terhadap piracetam dan komponen obat ini. Injeksi: Intramuskular dan intravena, dapat juga diberikan bersama
infus.Larutan
injeksi piracetam dapat
diberikan
bersamaan dengan Glukosa 5%, 10%, 20%. Fruktosa 5%, 10%, 20%, Levulosa 5%, NaCl Isotonik (0,9%). Dekstran 40 10% dalam NaCl 0,9%. Dekstran 75,6% dalam larutan NaCl 0,9%. Rute
Ringer, Ringer-laktat. Manitol - Rheo Macrodex dalam larutan HES (Hydroxyethyl
Starch) 6%.
Larutan
injeksi piracetam stabil dalam infus di atas kurang dari 24 jam. Sediaan oral : Gejala involusi yang berhubungan dengan usia lanjut, alkoholisme kronik dan adiksi; dan gejala pasca trauma. Agitasi, rasa gugup, iritabilitas, rasa lelah, gangguan tidur. Gangguan gastrointestinal (mual, muntah, diare, gastralgia), Efek Samping
pusing, sakit kepala, tremor, peningkatan libido, kegelisahan ringan.
2. Citicolin Mengurangi kerusakan jaringan otak saat otak cedera. Citicolin adalah obat yang diduga dapat digunakan untuk Fungsi
menangani beberapa penyakit, seperti: glaukoma, demensia, Alzheimer, Trauma kepala, Stroke, Pikun akibat usia., Penyakit Parkinson, ADHD. Nama Obat Generik
Citicoline
15
Brainact, Brainolin, Bralin, Cholinaar, Cibren, Neuciti, Nama Obat Dagang
Neulin, Nicholin , Serfac, Soholin, Strolin, Takelin, Takelin, Seraxon. a. Infus : Dokter akan memberikan citicolin melalui infus ke pembuluh darah untuk menangani penurunan kemampuan berpikir akibat penuaan dan penyakit serebrovaskular kronis. b. Suntik : Suntikan citicolin akan diresepkan oleh dokter untuk pasien penyakit serebrovaskular kronis. c. Tablet dan kapsul
:
Untuk mengatasi
penurunan
kemampuan berpikir, konsumsilah Citicolin 1000 sampai 2000 miligram per hari. Untuk mengobati penyakit pada pembuluh darah otak konsumsi 600 miligram per hari. Dosis
Untuk penanganan cepat penanggulaangan stroke akibat penggumpalan darah, konsumsi 500 – 2000 miligram per hari sesegera mungkin dalam waktu 24 jam setelah serangan stroke. d. Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak : 1 – 2 kali sehari 100 – 500 mg secara intra vena drip atau injeksi. e. Gangguan kesadaran karena infark selebral : 1 kali sehari 1000 mg, secara injeksi Intra Vena. f. Hemiplegia apopleksi : 1 kali sehari 1000 mg secara oral atau injeksi Intra Vena. a. Meningkatkan aliran darah dan oksigen otak. b. Meningkatkan metabolisme glukosa di otak.
Indikasi
c. Mencegah degenerasi saraf dan melindungi kerusakan mata akibat degenerasi saraf optik. d. Meningkatkan phosphatidylcholine.
16
Jangan digunakan bagi penderita yang memiliki riwayat Kontraindikasi
hipersensitif (Alergi) terhadap obat ini Keadaan akut Biasanya 250-500 mg, 1-2 kali sehari secara drip IV atau bolus IV. Keadaan kronik
Rute
Biasanya 100-300 mg, 1-2 kali sehari secara IV atau IM. Gangguan serebrovaskular dapat diberikan IV atau IM sampai 1000 mg. Pemberian IV harus selambat mungkin.
Untuk penggunaan untuk jangka waktu kurang dari 90 hari, citicolin cukup aman. Namun bahaya penggunaan citicolin untuk jangka waktu lebih dari 90 hari tidak diketahui. Reaksi orang terhadap sebuah obat berbeda-beda. Beberapa efek Efek Samping
samping citicolin yang umumnya terjadi adalah:insomnia, sakit kepala, diare, tekanan darah rendah atau hipotensi, tekanan darah tinggi atau hipertensi, mual, penglihatan terganggu, sakit di bagian dada.
3. Manitol Membantu pengeluaran natrium dan air dari dalam tubuh sehingga kadar cairan yang beredar di pembuluh darah akan Fungsi
menurun. Memperlancar diuresis dan ekskresi material toksik dalam urin. Mengurangi TIK, pada masa otak dan TIO yang tinggi. Nama Obat Generik Nama Obat Dagang
Manitol Infusan M-20, Otsu-Manitol 20, Manniol, Tutofusin 15.
17
Dosis
a. Manitol hanya bisa diberikan melalui infus oleh dokter dan petugas medis. Dokter akan mempertimbangkan jenis kondisi yang diidap, riwayat kesehatan, usia, serta berat badan pasien sebelum memberikan obat ini. b. Secara umum, dosis infus manitol untuk pasien dewasa dan remaja adalah 500 hingga 2.000 ml per hari. Dosis maksimal dalam sekali pemberiannya adalah 500 ml. c. Bagi pasien yang mengalami oliguria atau gangguan ginjal, dokter akan memberikan dosis manitol sebanyak 2 ml per kg berat badan selama 3-5 menit. Dosis awal ini bertujuan untuk menguji reaksi tubuh pasien terhadap obat. Bila hasil tampungan urine setelah minum obat ini masih dengan volume normal, maka sisa obat akan diberikan. d. Untuk menurunkan tekanan dalam tempurung kepala dan bola mata, dosis umum manitol yang diberikan adalah 1520 ml per kg berat badan pasien. Infus ini akan dijalani oleh pasien selama 30 menit hingga 1 jam. e. Sementara, pasien yang mengalami keracunan dan membutuhkan proses pembuangan senyawa berbahaya dari ginjalnya akan dianjurkan untuk menerima manitol sebanyak 250 ml pada pemberian infus awal. Terapi dan profilaksis oliguria pada gagal ginjal akut, edema
Indikasi
otak, peningkatan tekanan intrakranial.
Kontraindikasi Gagal jantung, edema paru, gagal ginjal dan dehidrasi. IV bolus Rute Sistem peredaran darah yang kelebihan beban, gagal jantung kongestif (CHF), sakit kepala, convulsions, kedinginan, Efek Samping
kepeningan, ruam, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, instoksikasi air, dehidrasi dan hipovolemia sekunder hingga diuresis cepat, N/V, pulmonary edema, reaksi alergi.
4. Kortikosteroid
18
Obat ini digunakan untuk meredakan gejala pembengkakan, Fungsi Nama Obat Generik Nama Obat Dagang
kemerahan, gatal-gatal, dan reaksi alergi. Kortikosteroid Kenalog in orabase, oralog a. Dosis kortikosteroid untuk tiap pasien berbeda-beda. Dosis biasanya ditentukan oleh dokter berdasarkan tingkat keparahan penyakit dan respons tubuh tiap pasien. b. Selain tingkat keparahan dan respons tubuh, dosis serta durasi pengobatan kortikosteorid juga tergantung pada:
Dosis
c. Jenis dan bentuk kortikosteroid yang berbeda kekuatan kerjanya dan efek sampingnya. d. Jenis penyakit yang diidap penderita. e. Berkonsultasilah dengan dokter guna menentukan dosis kortikosteroid untuk anak-anak, yang biasanya disesuaikan dengan berat badan mereka. a. Artritis reumatoid, b. Bursitis (radang kandung sega) akut dan subakut, c. Dermatitis eksfoliatif,
Indikasi
d. Rinitis alerigka, e. Asma bronkhial, f. Dermatitis kontak, g. Konjungtivitis alergika (radang selaput ikat mata karena Gangguan hati, gangguan mental atau perilaku, memiliki luka,
Kontraindikasi menderita infeksi lain akibat jamur-bakteri-virus, penyakit jantung, HIV Rute Efek Samping
Hirup, oral, intavena Reaksi orang terhadap sebuah obat berbeda-beda. Beberapa hal yang memengaruhi risiko mengalami efek samping kortikosteroid adalah:
19
Jenis kortikosteroid. Kortikosteroid berbentuk tablet lebih sering menyebabkan efek samping daripada bentuk suntik atau hirup. Dosis kortikosteroid. Makin tinggi dosisnya, makin berisiko mengalami efek samping. Durasi pengobatan. Pasien yang menjalani durasi pengobatan lebih dari 3 minggu lebih berisiko mengalami efek samping. Usia pasien. Anak-anak dan orang tua lebih rentan mengalami efek samping. Beberapa efek samping kortikosteroid yang umumnya terjadi adalah: Kortikosteroid hirup Sariawan pada mulut atau tenggorokan.
Mimisan.
Suara serak dan parau.
Batuk.
Jamur di rongga mulut (oral trush). Risiko pneumonia pada penderita penyakit paru obstruktif kronik (COPD) Kortikosteroid suntik Infeksi
Nyeri dan pembengkakan pada bagian tubuh yang disuntik.
Otot melemas.
Kulit berwarna kemerahan, pucat, dan menipis di sekitar bagian tubuh yang disuntik.
Kortikosteroid tablet Meningkatnya nafsu makan.
Jerawat.
Perubahan mood tiba-tiba. Kulit tipis mudah memar.
Otot melemas.
20
Luka sulit untuk sembuh.
Diabetes atau bertambah parahnya diabetes yang sudah ada.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Glaukoma.
Tukak lambung.
Katarak.
Melemahnya tulang atau penegeroposteoporosis
Sindrom Cushing.
Gangguan mental.
Menghambat pertumbuhan pada anak.
Meningkatkan risiko infeksi.
5. Asam Traneksamat Digunakan untuk menghentikan pendarahan pada sejumlah kondisi, misalnya pendarahan pascaoperasi, mimisan, pendarahan akibat menstruasi berlebihan, dan pendarahan Fungsi
pada penderita angio-edema turunan. Bekerja dengan cara menghambat pecahnya gumpalan darah sehingga pendarahan tidak terjadi lagi.
Nama Obat Generik
Kortikosteroid Asam traneksamat, asamnex, clonex, ethinex, ethinex forte,
Nama Obat Dagang
haemostop, intermic, kalnex, lexatrans, lunex, nexamin, Nexitra, Plasminex, Pytramix, Ronex, Trinaxid, Tranex, Tranxa, Transamin, tranfib.
Dosis
a. Oral, fibrinolisis lokal, 15-25 mg/kg bb 2-3 kali sehari.
21
b. Menoragia (diawali bila menstruasi telah mulai), 1-1,5 g 34 kali sehari selama 4 hari; maksimal 4 g sehari. Angioedema turunan, 1-1,5 g 2-3 kali sehari. c. Injeksi intravena lambat, fibrinolisis lokal 0,5 -1 g 3 kali sehari. Indikasi
fibrinolisis lokal; menoragia.
Kontraindikasi gangguan ginjal yang berat; penyakit tromboembolik. Oral dan Intravena. Rute Sama seperti obat-obat lain, asam traneksamat juga berpotensi menyebabkan efek samping. Beberapa efek samping yang Efek Samping
umum terjadi setelah mengonsumsi obat anti-fibrinolitik ini adalah diare, mual, badan terasa lelah.
22
1.10
Pathway
23
BAB II KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN CVA/STROKE 2.1 Pengkajian 1.
Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2.
Keluhan utama Sering menjadi alasan kleien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggita gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi,dan penurunan tingkat kesadaran
3.
Data riwayat kesehatan a. Riwayat kesehatan sekarang Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. b. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan. c. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
4.
Riwayat psikososial dan spiritual Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
24
5.
Aktivitas sehari-hari a. Nutrisi Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung lemak, makanan apa yang ssering dikonsumsi oleh pasien, misalnya : masakan yang mengandung garam, santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan klien. b. Minum Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang mengandung alkohol. c. Eliminasi Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK apakah ada kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien stroke mungkn mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.
6.
Pemeriksaan fisik a. Kepala Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi. b. Mata Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI). c. Hidung Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus I).
25
d. Mulut Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya kesulitan dalam menelan. e. Dada -
Inspeksi
: Bentuk simetris
-
Palpasi
-
Perkusi
: Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup
-
Auskultasi
: Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara jantung I dan
: Tidak adanya massa dan benjolan
II murmur atau gallop f. Abdomen -
Inspeksi
: Bentuk simetris, pembesaran tidak ada
-
Auskultasi
: Bising usus agak lemah
-
Perkusi
: Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada
g. Ekstremitas Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5 Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008) -
Nilai 0
: Bila tidak terlihat kontraksi sams sekali
-
Nilai 1
: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada
sendi. -
Nilai 2
: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
grafitasi. -
Nilai 3
: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan -
Nilai 4 tetapi
-
Nilai 5
: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan kekuatanya berkurang. :bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan
penuh 2.2 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual/potensial
26
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan. Dari pengkajian yang dilakukan maka didapatkan diagnosa keperawatan yang muncul seperti : 1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak. 2. Penurunan kapasitas
adaptif intracranial
yang berhubungan dengan
peningkatan tekanan intracranial (TIK) tidak proporisonal setelah terjadi stimulus Kerusakan serebrovaskuler berupa penyakit neurologis 3. Risiko Sindrom Disuse yang berhubungan dengan Paralisis, imobilisasi mekanik, nyeri, perubahan tingkat kesadaran, program imobilisasi 2.3 Intervensi NO
DX
NOC
NIC
RASIONAL
DX
00201 Resiko
Tujuan: Setelah 1. Berikan penjelasan
1. Agar keluarga
ketidakefekt
dilakukan
kepada keluarga klien
mengerti tentang
ifan perfusi
tindakan
tentang sebab
konsep dasar penyakit
jaringan
keperawatan ..x24
peningkatan TIK dan
dan bisa mengontrol
otak
diharapkan
akibatnya
penyakit tersebu
perpusi
jaringan 2. Baringkan klien ( bed
tercapai
secara
optimal
dengan
kriteria hasil : 1. klien
2. tidak
rest ) total dengan
pada salah satu sisi
posisi tidur telentang
menekan
vena
tanpa bantal
jugularis
dan
tidak 3. Monitor tanda-tanda
gelisah
vital. ada 4. Bantu pasien untuk
keluhan nyeri
menghindari/membat
kepala
asi batuk, muntah,
3. mual
dan
kejang 4. GCS 4, 5, 6 5. pupil isokor
2. Kepala yang miring
pengeluaran feses yang dipaksakan/mengejan. 5. Pantau ketat pemasukan dan
27
menghambat darah
aliran
vena
yang
selanjutnya
akan
meningkatkan TIK. 3. Memantau
keadaan
umum pasien 4. Aktivitas
ini
akan
meningkatkan tekanan intra toraks dan intra
6. refleks cahaya (+) 7. TTV normal.
pengeluaran cairan,
abdomen yang dapat
turgor kulit dan
meningkatkan TIK.
keadaan membran
5. berrmanfaat
mukosa.
sebagai
indikator dari cairan
6. Ciptakan lingkungan
total
tubuh
yang
yang tenang dan
terintegrasi
batasi pengunjung
perfusi jaringan.
7. Kolaborasi:
dengan
6. Agar pasien merasa
pemberian terapi
lebih nyaman
sesuai intruksi dokter
7. Agar keluhan yang
untuk pemberian obat
dirasakan tambah
tidak parah
dan
mengurangi gejala
00049 Penurunan
Tujuan: Setelah Intrakranial
Pressure 1.
kapasitas
dilakukan
(ICP) Monitoring
adaptif
tindakan
(monitor
intracranial
keperawatan ..x24 intracranial) : diharapkanpenuru 1. Berikan nan
kapasitas
adaptif
diatasi optimal
kriteria hasil :
kepada keluarga
dan
diastole dalam
terhadap stimulasi
merupaka
otak
yang tindakan
tekanan medis segera dan 3. Mengetahui neurology keseimbangan cairan
output cairan
28
serebrospinal
memerlukan
terhadap aktivitas
120/80 mmHg
tekanan
adanya potensi herniasi
yang 5. Monitor intake dan
diharapkan
dilakukan
perubahan
cairan
perfusi serebral
respon
akan
tekanan mungkin
intracranial
systole
rentang
informasi 2.
4. Monitor
1. Tekanan
perawatan
kepada pasien
secara 3. Catat respon pasien batang dengan
keluarga
mengeahui
tekanan yang
2. Monitor
intracranialdapat
Agar
2. Tidak
ada 6. Monitor
ortostatik
suhu
angka WBC
hipertensi
7. Kolaborasi pemberian
3. Tidak
ada
tanda-tanda peningkatan
antibiotik 8. Minimalkan stimulus dari lingkungan
tekanan
Peripheral
intrakranial
management
(tidak
dan
sensation
lebih (manajemen
sensasi
dari 15 mmHg) perifer) : 4. Berkomunikas 1. Monitor
adanya 1. Memantau adanya
i dengan jelas
daerah tertentu yang
perubahan pada
dan
hanya peka terhadap
tingkat kesadaran atau
dengan
panas
respon pasien
kemampuan
tajam atau tumpul
sesuai
5. Menunjukkan perhatian, konsentrasi dan orientasi 6. Memproses informasi 7. Membuka keputusan dengan benar
atau
2. Monitor
dingin,
terhadap rangsangan.
adanya
paretese 3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada isi atau laserasi 4. Gunakan
sarung
tangan untuk proteksi 5. Monitor kemampuan BAB Kolaborasi pemberian analgesik
00040 Risiko
Tujuan:
Terapi
Latihan
Sindrom
Setelah ...x24 jam Kontrol Otot
Disuse
diharapkan klien 1. Tentukan dapat melakukan
: 1. untuk meningkatkan kekuatan
otot
pasien
kesiapan dengan mengikuti latihan
pasien untuk terlibat secara teratur sehingga
29
terapi kontrol otot
dalam aktivitas atau fungsi otot dapat kembali
dengan
protokol latihan.
mandiri
normal
atau dibantu oleh 2. Kolaborasikan keluarga
dengan
ahli
terapi lebih parah
Kriteria Hasil :
rekreasional
1) Klien
mengembangkan dan
dalam
melakukan
menerapkan program
terapi
latihan,
latihan
terkait dengan mobilitas sendi 2) Klien
mampu
sesuai
kebutuhan. 3. Konsultasikan dengan ahli terapi fisik untuk
melakukan
menentukan
ADL
optimal bagi pasien
secara
aktif. 3) Klien
jumlah pengulangan
mengandalikan
untuk
nyeri yang di
gerakan.
alami.
posisi
selama latihan dan mampu
setiap
4. Evaluasi
pola
fungsi
sensori ( misalnya, penglihatan,pendenga ran dan perabaan). 5. Jelaskan protokol dan rasionalisasi pada
pasien
latihan dan
keluarga 6. Sediakan
privasi
selama latihan, jika diinginkan 7. Sesuaikan pencahayaan,
30
untuk
mencegah cidera yang
fisik, okupasional dan
mampu
atau
suhu
ruangan, dan tingkat kebisingan
untuk
meningkatkan kemampuan
pasien
berkonsentrasi
pada
saat latihan. 8.
Urutkan
aktivitas
perawatan
harian
untuk meningkatkan efek
dari
terapi
latihan tertentu. 9. Inisiasi
pengukuran
kontrol nyeri sebelum memulai
latihan/
aktivitas 10. Berikan pakaian yang tidak
menghambat
pergerakan pasien. 11. Bantu
menjaga
stabilitas sendi tubuh dan atau proksimal selama
latihan
motorik. 12. Evaluasi kebutuhan
ulang terhadap
alat bantu saat jeda rutin
dengan
berkolaborasi dengan ahli terapi fisik, terapi okupasional terapi pernafasan.
31
atau
13. Ulangi instruksi yang dilakukan paa pasien mengenai cara yang tepat
dalam
melakukan
latihan
untuk meminimalisir cedera
dan
memaksimalkan efeknya. 14. Pertimbangkan akurasi citra tubuh. 15. Latih pasien secara visual untuk melihat bagian tubuh yang sakit
ketika
melakukan
ADL
(
Kegiatan sehari-hari) atau latihan , jika diinginkan. 16. Berikan
petunjuk
langkah demi langkah untuk setiap aktivitas motorik
selama
latihan atau ADL. 17. Sediakan lingkungan yang
baik
beristirahat
untuk bagi
pasien setelah periode latihan. 18. Bantu pasien untuk membuat
32
protokol
latihan
untuk
meningkatkan kekuatan, ketahanan dan kelenturan. 19. Bantu
pasien
menyusun kebutuhan yang realistis
dan
bisa diukur. 20. Dorong pasien untuk mempraktikkan latihan
secara
mandiri,
sesuai
indikasi. 21. Bantu
pasien
mempersiapkan membuat
dan
catatan
perkembangan untuk memotivasi kepatuhan
terhadap
protokol latihan. 22. Monitor
emosi
pasien, kardiovaskuler respon
dan
fungsional
terhadap
protokol
latihan. 23. Monitor
latihan
mandiri
pasien
terhadap penampilan yang benar.
33
24. Evaluasi perkembangan pasien terhadap peningkatan atau restorasi fungsi dan pergerakan tubuh. 25. Berikan
dukungan
positif terhadap usaha pasien dalam latihan dan aktivitas fisik. 26. Kolaborasikan dengan
pemberi
perawatan di rumah terkait
protokol
latihan dan kegiatan sehari-hari. 27. Bantu
pasien
caregiver
atau untuk
membantu perbaikan terhadap
rencana
latihan
dirumah
sesuai indikasi.
34
2.4 Evaluasi No 1
Diagnosa Resiko
Evaluasi S: Klien mengatakan sudah
ketidakefektifan
tidak ada nyeri yang dirasakan
perfusi jaringan otak
O: GCS normal dan TTV nomal
Paraf JMT
A: Tujuan tercapai P: Hentikan intervensi 2
Penurunan kapasitas
S:
Klien
mengatakan
bisa
adaptif intracranial
berkomunikasi dengan jelas dan
JMT
mampu berkonsenrasi O:
TTV
normal,
tekanan
intracranial normal (tidak lebih dari 15 mmHg) A: Tujuan tercapai P: Hentikan intervensi 3
Risiko Sindrom
S: Klien mampu melakukan
Disuse
terapi latihan terkait dengan
JMT
mobilitas sendi O: TTV normal A : Tujuan tercapai P: Hentikan intervensi 2.5 Discharge Planning 1. Pelajari tentang apa saja yang dapat menyebabkan stroke untuk mengantisipasi adanya stroke berulang 2. Melakukan latihan ROM 3. Jalankan terapi obat secara teratur dan jangan sampai putus tanpa instruksi 4. Hindari makanan yang berlemak dan menyebabkan darah tinggi 5. Hindari stress yang berlebihan 6. Berhenti merokok dan minum alkohol 7. Olahraga teratur, makan makanan yang bergizi dan istirahat cukup
35
DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, Jakarta. : EGC. Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh AgungWaluyo…(dkk), Jakarta : EGC, Bulechek, G.M., Butcher, H & Dochterman, J M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) sixth edition.United States of America. Elsevier Corwin, Elizabeth J, 2001, Buku Saku Patofisiologi, Alih bahasa, Brahm U.Pendit, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta : EGC, Moorhead, Sue. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima Bahasa Indonesia. Yogyakarta : Moco Media Nanda International. 2015. Diagnosa Keperawatan : Definisi & Klasiikasi 20152017 Ed 10. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
36