LAPORAN PENDAHULUAN Hemorroid/Wasir
Disusun Oleh : Heny Agustina CKR0170016
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN TAHUN AJARAN 2019
A. Konsep Penyakit I. Pengertian Hemoroid adalah dilatasi vena hemoroid interior atau superior. Hemoroid (“wasir”) adalah pembengkakan submukosa pada lubang anus yang mengandung pleksus pada lubang vena, dan arteri kecil. Hemoroid interna hanya melibatkan jaringan lubang anus bagian atas (Grace. Pierce A: 2004). Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Hemoroid eksterna adalah pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) dibawah atau luar linea dentate. Hemoroid interna adalah pelebaran vena yang berada di bawah mukosa (submukosa) diatas atau didalam linea dentate. (Sudoyo Aru,dkk 2009). II.
Etiologi
Menurut Sylvia Anderson P. (1994), Hemorroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena hemorroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor resiko/pencetus, seperti 1. Konstipasi/diare 2. Sering mengejan pada buang air besar yang sulit. 3. Kongesti pelvia pada kehamilan 4. Pola buang air besar yang salah (lebih banyak menggunakan jamban duduk, terlalu lama duduk, merokok) 5. Pembesaran prostat 6. Fibroama uteri 7. Tumor rectum 8. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal. 9. Kurang minum air dan kurang makan makanan berserat 10.
Kurang berolahraga/imobilisasi.
III.
Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada hubungannya dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid intern dan hanya timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami trombosis. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yag keluar berwarna merah segar dan tidak bercampur dengan feces. Dapat hanya berupa gejala pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya akan zat asam. Perdarahan luas dan intensif dipleksus hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan ”darah arteri”. Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awalnya penonjolan ini hanya terjadi pada saat defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut hemoroid intern ini perlu didorong masuk lagi. Akhirnya, hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan udem dan radang. Menurut Sudoyo Aru, dkk 2009, mengatakan bahwa Manifestasi Klinis hemorroid yaitu : 1. Timbul rasa gatal dan nyeri 2. Perdarahan berwarna merah terang saat defekasi. 3. Pembengkakan pada area anus. 4. Nekrosis pada area sekitar anus. 5. Perdarahan atau prolaps. IV.Penatalaksanaan Untuk derajat I dan II 1.
Diet tinggi serat untuk melancarkan BAB.
2.
Obat – obat suposituria untuk membantu pengeluaran BAB dan untuk melunakan feces.
3.
Anti biotik bila terjadi infeksi.
4.
Ijeksi skloretika ( Dilakukan antara mokosa dan varises dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid lalu mengecil).
5.
“ Rubber Band Ligation “ yaitu mengikat hemoroid dengan karet elastic kira – kira I minggu, diharapkan terjadi nekrosis.
Untuk derajat III dan IV
Dapat dilakukan sebagai berikut:
Pembedahan
Dapat dilakukan pengikatan atau ligation.
Dapat dilakukan rendam duduk.
Dengan jalan suntikan”Sklerotika” ujntuk mengontrol pendarahan dan kolaps (keluar) hemoroid interna yang kecil sampai sedang.
Bila seorang datang dengan derajat IV tidak boleh langsung di lakukan oprasi, harus di usahakan menjadi derajat III dulu. Dengan cara duduk berendam dengan cairan PK 1/10.000 selama 15 menit, kemudian di kompres dengan larutan garam hipertonik sehingga edema keluar dan kotoran keluar. Biasanya setelah dua minggu akan menjadi derajat III. Pada wanita hamil, karena akan sembuh setelah kehamilan berakhir, maka tidak perlu di adakan oprasi karena akan membahayakan janin dan varisesnya pun juga akan hilang. Bila ada perdarahan lakukan pengikatan sementara, setelah partus baru di adakan tindakan defenitif.
Bedah Konvensional
Saat ini ada tiga teknik yang biasa digunakan yaitu: 1. Teknik Milligan – Morgan Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Basis massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus. Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang
dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana. Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan. 2. Teknik Whitehead Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas mukosa kembali. 3. Teknik Langenbeck Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan parut sekunder yang biasa menimbulkan stenosis. Dalam melakukan operasi diperlukan narkose yang dalam karena sfingter ini harus benarbenar lumpuh.
Bedah Laser
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan konvensional, hanya alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga tidak banyak mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal. Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena saraf rasa nyeri ikut terpatri. Di anus, terdapat banyak saraf. Pada bedah konvensional, saat post operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong jaringan, serabut saraf terbuka akibat serabut saraf tidak mengerut sedangkan selubungnya mengerut. Sedangkan pada bedah laser, serabut saraf dan selubung saraf menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak terbuka. Untuk hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 – 14 watt. Setelah jaringan diangkat, luka bekas operasi direndam cairan antiseptik. Dalam waktu 4 – 6 minggu, luka akan mengering. Prosedur ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.
Bedah Stapler
Alat yang digunakan sesuai dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m.sfingter ini untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua. Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke atas dengan alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut. Bagian jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler. Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat, maka alat akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan sendirinya. Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi anatomis, tidak mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge, nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif, tindakan berlangsung cepat sekitar 20 – 45 menit, pasien pulih lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat. V. Komplikasi Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah perdarahan, trombosis, dan stranggulasi. Hemoroid yang mengalami stranggulasi adalah hemoroid yang mengalami prolapsus dimana suplai darah dihalangi oleh sfingter ani.
B. PENGKAJIAN Pengkajian adalah pemikiran dasar dan proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan lingkungan (Nasrul Efendy,1995). Maksud dari pengkajian ini adalah untuk mendapatkan informasi atau data tentang pasien. Data tersebut berasal dari pasien( data primer ),data dari keluarga (data sekunder), data dari catatan yang ada (data tersier), melalui wawancara, observasi langsung dan melihat secara medis. I. Wawancara 1. Identitas pasien meliputi : nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat, agama, suku bangsa, tanggal masuk rumah sakit, no register/MR, serta penanggung jawab. 2. Riwayat kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Pada umumnya klien mengeluh perih saat buang air besar, feses yang keluar keras, saat BAB terdapat darah setelah feses keluar , dan rasa panas di sekitar rektum.
Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
Kaji penyakit yang dapat menyebabkan hemoroid seperti (Sembelit, genetic predisposisi, infeksi anal, pembedahan rektal atau episiotomi, hipertensi portal (sirosis), gatal – gatal disekitar rektum.) Pasien pernah menderita penyakit hemoroid sebelumnya, sembuh atau terulang kembali. Dan pada pasien waktu pengobatan terdahulu tidak dilakukan pembedahan sehingga akan kembali kambuh.
II.
Riwayat Kesehatan Keluarga (RKK) Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik 2. Keadaan umum dan tanda-tanda vital pasien 3. Tingkat kesadaran : Biasanya tingkat kesadaran pasien compos mentis coompertif. 4. Berat badan : Biasanya berat badan pasien ada mengalami penurunan dan biasanya juga mengalami kenaikan berat badan. 5. Tekanan darah : Biasanya tekanan darah pasien rendah/meningkat.
6. Suhu : Biasanya suhu pasien meningkat yaitu ± 39°C 7. Pernafasan : Biasanya pernafasan pasien dengan frekuensi normal yaitu ± 20 x/i 8. Nadi : Biasanya pasien mengalami frekuensi denyut nadi meningkat yaitu 120 x/i
Kepala
a) Rambut Rambut klien bersih, rambut hitam beruban, bentuk kepala simetris, tidak ada benjolan maupun lesi, tidak ada kelainan lain di kepala. b) Mata Bentuk kedua bola mata simetris, kelopak mata simetris, bulu mata ada, konjungtiva anemis, reflek pupil normal, dibukti dengan cara memakai cahaya penlight didekatkan pupil mengecil dan saat cahaya dijauhkan pupil kembali membesar. Pergerakan bola mata pasien normal dibuktikan dengan cara saat mata pasien mengikuti arah jari pemeriksa. c) Telinga Kedua telinga simetris, telinga bersih tidak ada sekret/kotoran maupun perdarahan, tidak ada lesi maupun massa, tidak ada peradangan, pendengaran pasien baik, terbukti saat pemeriksa berbicara pelan / normal klien mendengar.. d)
Hidung
Bentuk tulang hidung simetris, tidak ada pembengkakan, tidak ada perdarahan maupun sekret / kotoran, tidak ada massa dan nyeri di daerah hidung, penciuman klien normal, dibuktikan dengan cara klien dianjurkan mencium wewangian (parfum, kayu putih, sabun) dan klien menjawab dengan tepat. e)
Mulut, Lidah, Gigi
Bibir simetris, warna bibir merah muda, bibir lembab, tidak ada lesi, gigi utuh, warna gigi putih, tidak ada karies, keadaan gigi bersih, tidak ada lesi di daerah gusi, tidak ada pembengkakan atau stomatitis. Bentuk lidah normal, warna lidah pucat, tidak ada kelainan di lidah. Saat dilakukan palpasi di rongga mulut tidak ada pembengkakan maupun nyeri tekan.
Indra perasa klien masih normal, dibuktikan dengan cara saat pemeriksa memberikan perasa dan klien menjawab dengan tepat. Saraf kranial hipoglosal klien normal, terbukti saat klien dapat mengeluarkan dan menggerakan lidah. Gerak otot rahang klien masih bekerja dengan baik.
Leher
Bentuk leher normal, tidak ada pembengkakan, tidak ada massa, reflek menelan klien baik, saraf kranial asesori klien baik, dibuktikan saat klien di minta untuk menengok ke kiri / kanan kemudian ditahan oleh pemeriksa.
Dada, Ketiak
Tidak ada kelainan di daerah dada, bentuk dada simetris, ekspansi dada seimbang, terbukti saat pemeriksa merasakan getaran dan keseimbangan di punggung klien saat klien bernafas. Traktil fremitus klien seimbang dibuktikan dengan cara saat pemeriksa meletakan kedua tangan di punggung klien pada saat klien mengucapkan bilangan “tujuh – tujuh”. Suara pernafasan jernih, tidak ada suara tambahan, irama nafas klien teratur dan normal. Tidak ada suara tambahan pada jantung, irama jantung teratur dan normal. Tidak ada edema di daerah payudara, bentuk payudara simetris, tidak ada massa dan lesi, tidak ada keluaran di daerah putting. Tidak ada edema, massa maupun lesi di daerah ketiak, tidak ada kelainan lain, tidak ada nyeri tekan.
Abdomen
Bentuk perut datar, simetris, tidak ada kelainan lain, Nyeri tekan pada abdomen, bisa terjadi konstipasi., bising usus klien normal yaitu 9x/menit, Posisi umbilikal normal, tidak ada peradangan ataupun keluaran, keadaan umbilikal bersih, tidak ada kelainan lain pada umbilikal.
Genitalia dan anus
Alat genetalia pasien biasanya kotor, Pembesaran pembuluh darah balik (vena) pada anus, terdapat benjolan pada anus, nyeri pada anus, perdarahan.
Kulit dan Kuku
Kulit tidak ada lesi maupun edema, warna kuku merah muda, bentuk kuku normal, kuku tebal, tekstur kuku lembut, turgor kulit normal.
Ekstermitas
A. Atas Bentuk kedua tangan simetris, tidak ada kelainan lain, reflek bisep dan trisep klien normal, terbukti saat dilakukan ketukan di lekukan sikut dan di sikut menggunakan reflek hammer adanya gerakan spontan di ujung ekstermitas. tingkat kekuatan otot klien 4 dari 5 (cukup kuat tetapi tidak dengan kekuatan penuh dan dapat menahan tahanan) B. Bawah Bentuk kedua kaki simetris, tidak ada kelainan lain, reflek patella normal dibuktikan dilakukan ketukan di lutut menggunakan reflek hammer adanya gerakan spontan di ujung ekstermitas. Tingkat kekuatan otot kaki klien yaitu 5 dari 5 (kekuatan kontraksi penuh dan dapat menahan tahanan dengan baik) Data sosial ekonomi Hemoroid biasanya terjadi pada semua golongan masyarakat dan biasanya klien dan keluarga mengelukan bahwa terjadi perubahan dalam penghasilan keluarga sehingga menimbulkan masalah keuangan keluarga. Data psikososial Penampilan, status emosi, konsep diri, dan kecemasan. Biasanya pasien dan keluarga ditemui perasaan takut, cemas, marah, dan pasien terlihat gelisah. Data spritual Penatalaksanaan ibadah klien selama sebelum sakit selalu taat beribadah dan selama dirawat klien hanya bisa berdo’a untuk kesembuhannya.
C.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Pemeriksaan penunjang
2.
Pemeriksaan Hematologi (pemeriksaan darah lengkap) seperti Hb, Leukosit
3.
Pemeriksaan sigmoskopi
IV.
Analisa Data
Merupakan proses intelektual yang merupakan kemampuan pengembangan daya fikir berdasarkan ilmiah,pengetahuan yang sama dengan masalah yang di dapat pada pasien (Gusneli,2007) C.
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekan dan sensitifitas pada area rectal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pasca operatif. 2. Resiko infeksi berhubungan dengan inflamasi vena hemoroidalis 3. Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama eliminasi. D.
Rencana Asuhan Keperawatan Diagnosa No
NOC
NIC
v Pain level
Pain Management
berhubungan dengan
Kriteria hasil :
–
iritasi, tekan dan
v Mampu mengontrol nyeri ( tahu nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, penyebab nyeri, mampu
Keperawatan
Nyeri akut
sensitifitas pada area rectal/anal sekunder 1
akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter pada pasca operatif.
Lakukan pengkajian
menggunakan teknik non
karakteristik, durasi,
farmakologi untuk mengurangi
frekuensi, kualitas dan
nteri, (mencari bantuan)
faktor presifitas
v Melaporkan bahwa nyeri
–
Observasi reaksi
berkurang dengan menggunakan non verbal dari ketidaknyamanan menajemen nyeri
v Mampu mengenali nyeri (skala, –
Gunakan teknik
intensitas, frekuensi dan tanda
komunikasi terpaeutik untuk
nyeri)
mengtahui pengalaman
v Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
nyeri pasien –
Kaji kultur yang
mempengaruhi respon nyeri –
Evaluasi
pengalaman nyeri masa lampau –
Evaluasi brsama
pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidak efektifan kontrol nyeri masa lampau –
Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan –
Kontrol ligkungan
yang dapat mmpengaruhi nyeri sperti suhu ruangaan, pencahayaan dan kebisingan –
Kurangi faktor
presifitasi nyeri –
Piih danlakukan
penanganan nyeri ( Farmakologi, non Farmakologi, dan interpesonal)
–
Kaji dan tipe dan
sumber nyeri untuk menentukan intervensi –
Ajarkan tentang
teknik non farmakologi –
Berikan analgetik
untuk mengurangi nyeri –
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri –
Tingkatkan istirahat
–
Kolaborasi dengan
dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil –
Monitor penerimaan
pasien tentang managemen nyeri Analgesic Administration –
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat –
Cek intruksi dokter
tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi –
Cek riwayat alergi
–
Pilih analgesic yang
diperlukan atau kombinasi
dari anlgesic ketika pemberin lebih dari satu –
Tentukan piihan
`analgesic tergantung tipe dan beratnya nyeri –
Tentukan analgesic
pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal –
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk – engubatan nyeri secara teratur –
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah pemberian analgesic pertama kali –
Pemberin analgesic
tepat waktu terutama saat nyeri hebat –
Evaluasi efektifitas
analgesis, tanda dan gejala
Resiko infeksi
Kriteria Hasil :
infeksi)
inflamasi vena
v Klien bebas dari tanda gejala
–
hemoroidalis
infeksi
lingkungan setelah di pakai
berhubungan dengan 2
v Knowledge : infecton control Infection control (kontrol
Bersihkan
oleh pasien lain v Mendeskripsikan proses pengeluaran penyakit, faktor yang –
Pertahankan tekhnik
mempengaruhi penularan serta penatalaksanaan
isolasi –
Batasi pengunjung
v Menunjukan kemampuan untuk bila perlu mencegah timbuhnya infeksi
–
Instruksikan pada
v Jumlah leukosit dalam batas
pengunjung untuk mencuci
normal.
tangan saat berkunjung dan
v Menunjukan perilaku hidup sehat.
setelah berkunjung meninggalkan pasien –
Gunakan sabun
antimikrobia untuk cuci tangan –
Cuci tangan setiap
sebelum dan sesudah tindakan keperawatan –
Gunakan baju,
sarung tangan sebagai alat pelindung –
Pertahankan
lingkungan aseptik selama pemasangan alat –
Ganti letak IV perifer
line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum –
Gunakan kateter
intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
–
Tingkatkan intake
nutrisi –
Berikan terapi
antibiotik bila perlu infection protection (proteksi terhadap infeksi) –
Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan lokal –
Monitor kerentanan
terhadap infeksi –
Hitung granulosit,
Wbc –
Sering pengunjung
terhadap penyakit menular –
Pertahankan tekhnik
aspesis pada pasien yang berisiko –
Pertahankan tehnik
isolasi k/p –
Berikan perawatan
kulit pada area epiderma –
Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap kemerahan, pansa, drainnase –
Inspeksi kondisi
luka/ insis bedah –
Dorong masukan
nutrisi yang cukup –
Dorong masukan
cairan –
Dorong istirahat
–
Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik sesuai resep –
Ajarkan pasien dan
kleuarga tanda dan grjala infeksi –
Ajarkan cara
menghidari infeksi –
Laporkan kecurigaan
infeksi –
Laporkan kultur
positif Konstipasi berhubungan dengan mengabaikan dorongan untuk 3
defekasi akibat nyeri selama eliminasi.
Bowel elimination Hydration
Constipation / impaction management
Kriteria hasil : –
Monitor tnda dan
v Mempertahankan bentuk feses gejala konstipasi v Lunak setiap 1-3 hari
–
monitor bising usus
v Bebas dari ketidaknyamanan
–
monitor feses,
dan kostipasi
frekuensi, konsistensi dan
v Mengidentifikasi indicator untuk
volume
mencegah konstipasi v Feses lunak dan berbentuk
–
konsultasi dengan
dokter tentang penurunan dan peningkatan bising usus –
monitor tanda dan
gejala ruptur usus/peritonitis –
jelaskan etiologi dan
rasionalisasi tindakan terhadap pasien –
indentifikasi faktor
penyebab dan kontribusi konstipasi –
dukung intake cairan
–
kolaborasi
pemberian laksative –
pantau tanda tanda
gejala konstipasi –
pantau tanda-tanda
gejala infeksi –
memantau gerakan
usus, termasuk konsistensi, frekuensi, bentuk, volume dan warna –
memantau bising
usus –
konsultasikan
dengan dokter tentang penurunan atau kenaikan
frekuensi bising usus –
pantau tanda-tanda
dan gejala pecahnya usus dan atau peritonitis –
jelaskan etiologi
masalah dan pemikiran untuk tindakan untuk pasien –
menyusun jadwal ke
toilet –
mendorong
meningkatkan asupan cairan, kecuali di kontraindikasi kan –
evaluasi profil obat
untuk efek samping gastrointestinal –
anjurkan pasien atau
keluarga untuk mencatat warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja –
ajarkan pasien atau
keluarga bagaimana menjaga buku harian makanan –
anjurkan
pasien/keluarga untuk diet tinggi serat –
anjurkan
pasien/keluarga pada penggunaan yang tepat dari obat pencahar –
anjurkan
pasien/keluarga pada hubungan asupan diet, olahraga, dan cairan sembelit atau infaksi –
menyarankan pasien
berkonsultasi dengan dokter jika sembelit atau infaksi terus ada. –
Menginformasikan
pasien prosedur penghapusan manual dari tinja, jika perlu –
Timbang pasien
secara teratur –
Ajarkan pasien atau
keluarga tentang proses pencernaan yang normal –
Ajarkan
pasien/keluarga tentangkerangka waktu untuk resolus sembelit.
4. Implementasi Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah di tentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Tindakan keperawatan dapat dilaksanakan sebagian oleh pasien itu sendiri, oleh perawat secara mandiri, atau dilakukan secara bekerja sama dengan anggota tim kesehatan lainnya, misalnya ahli gizi atau fisioterapy. Hal yang akan dilakukan sangat bergantung pada jenis tindakan, padakemampuan/keterampilan dan keinginan pasien, serta tenaga perawat itu sendiri.Dengan demikian, tampak bahwa pelaksanaan keperawatan bukan semata-matatugas perawat, tetapi melibatkan banyak pihak. Namun demikian, yang memilikitanggung jawab secara keseluruhan adalah tenaga perawat. 5. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta tujuan pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi keperawatan bertujuanuntuk menentuan kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang telahdi tentukan dan menilai aktivitas rencana keperawatan dan strategi asuhan keperawatan. Hal-hal yang perlu di evaluasi antara lain :
S
O A P
Subjektif
: Keluhan-keluhan pasien (apa yang dikatakan
pasien) Objektif
: Apa yang dilihat, dicium, diraba, dan diukur oleh
perawat Assesment
: Kesimpulan perawat tentang kondisi pasien
Plan of care : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah pasien
I
Implementasi : Bagai mana di lakukan
E
Evaluation
: Respon pasien terhadap tindakan keperawatan
R
Revised
: Apakah rencana keperawatan akan di ubah
6. Dokumentasi Keperawatan Secara keselurahan asuhan keperawatan dapat dievaluasi sesuai dengan tujuan yang diharapkan dan dapat di dokumentasikan secara tepat dan benar dalam status klien sebagai bahan penanggung jawaban atau tindakan yang telah dilakukan dan studi kasus untuk perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA Askanda, Sumitro. 1989, Ringkasan Ilmu Bedah. Jakarta : PT. Bina Aksara Dongoes Moorhouse Geissle, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 2., FK UI, Media Aesculapius, Jakarta Nurarif Huda Amin, dkk. 2015. Asuhan keperawatan berdasarkan dignosa medis dan NANDA NICNOC edisi revisi Jild 2. Jogjakarta : Penerbit Mediaction Jogja