LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA
A. KONSEP TEORI 1.
Definisi Dialisis merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut. Tujuan dialisis adalah untuk mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal dialisis. Dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa (Price dan Wilson, 2001) Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu. Hemodialisis (HD) adalah cara pengobatan/prosedur tindakan untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa/racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membran semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh sesuai dengan arti dari hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti memindahkan. Hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (alat dialisis) ke dalam dialisat yaitu alat dialisis juga dapat digunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan. Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma dengan perbandingan sedikit larutan melalui membran semipermeabel (Tisher & Wilcox, 2001). Hemodialisa adalah menggerakkan cairan dari partikel-pertikel lewat membran semi permiabel yang mempunyai pengobatan yang bisa membantu mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit yang normal, mengendalikan asam dan basa, dan membuang zat-zat toksis dari tubuh. (Long, C.B. : 381). Membran selaput semipermiabel adalah lembar tipis, berpori-pori, terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membrane memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil
dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri dan sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membrane. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradian konsentrasi. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah cara pengobatan/prosedur tindakan untuk memisahkan darah dari zat-zat sisa/racun yang dilaksanakan dengan mengalirkan darah melalui membran semipermiabel dimana zat sisa atau racun ini dialihkan dari darah ke cairan dialisat yang kemudian dibuang, sedangkan darah kembali ke dalam tubuh yang bisa membantu mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit yang normal, mengendalikan asam dan basa, dan membuang zat-zat toksis dari tubuh.
2.
Etiologi Hemodialisa dilakukan kerena pasien menderita gagal ginjal akut dan kronik akibat dari : azotemia, simtomatis berupa enselfalopati, perikarditis, uremia, hiperkalemia berat, kelebihan cairan yang tidak responsive dengan diuretic, asidosis yang tidak bisa diatasi, batu ginjal, dan sindrom hepatorenal.
3.
Patofisiologi Ginjal adalah organ penting bagi hidup manusia yang mempunyai fungsi utama untuk menyaring / membersihkan darah. Gangguan pada ginjal bisa terjadi karena sebab primer ataupun sebab sekunder dari penyakit lain. Gangguan pada ginjal dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal atau kegagalan fungsi ginjal dalam menyaring / membersihkan darah. Penyebab gagal ginjal dapat dibedakan menjadi gagal ginjal akut maupun gagal ginjal kronik. Dialisis merupakan salah satu modalitas pada penanganan pasien dengan gagal ginjal, namun tidak semua gagal ginjal memerlukan dialisis. Dialisis sering tidak diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal akut yang tidak terkomplikasi, atau bisa juga dilakukan hanya untuk indikasi tunggal seperti hiperkalemia. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum melalui hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik terdiri dari keadaan penyakit penyerta dan kebiasaan pasien. Waktu untuk terapi ditentukan oleh kadar kimia serum dan gejala-gejala.Hemodialisis biasanya dimulai ketika bersihan kreatin menurun dibawah 10 ml/mnt, yang biasanya sebanding dengan kadar kreatinin serum 8-10 mge/dL namun demikian yang lebih penting dari nilai laboratorium absolut adalah terdapatnya gejala-gejala uremia.
4.
Tujuan Hemodialisa Menurut Havens dan Terra (2005) tujuan dari pengobatan hemodialisa antara lain : a.
Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain.
b.
Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.
c.
Meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal.
d.
Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain
Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10-15 jam/minggu dengan Blood flow (QB) 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3-5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.
5.
Indikasi Price dan Wilson (2001) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria, 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi. Menurut konsensus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) (2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat
komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik. Hemodialisa biasanya dimulai ketika bersihan kreatinin menurun dibawah 10 mL/menit, ini sebanding dengan kadar kreatinin serum 8–10 mg/dL. Pasien yang terdapat gejala-gejala uremia dan secara mental dapat membahayakan dirinya juga dianjurkan dilakukan hemodialisa (Thiser dan Wilcox, 2001). Selanjutnya Thiser dan Wilcox (2001) juga menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis. Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi. Menurut Long , 2002 Indikasi dialkukan hemodialisa adalah 1) Gagal ginjal akut 2) Gagal ginjal kronik, bila laju filtrasi gromelurus kurang dari 5 ml/menit 3) Kalium serum lebih dari 6 mEq/l 4) Ureum lebih dari 200 mg/dl 5) pH darah kurang dari 7,1 6) Anuria berkepanjangan, lebih dari 5 hari 7) Intoksikasi obat dan zat kimia 8) Sindrom Hepatorenal 9) Fluid overload
6.
Kontra Indikasi Kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik (Thiser dan Wilcox, 2001). Kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensepalot dan keganasan lanjut (PERNEFRI, 2003).
7.
Prinsip-prinsip yang Mendasari Hemosialisa Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen toksik dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan. Pada hemodialisis aliran darah
yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian di kembalikan lagi ke tubuh pasien. Ada tiga prinsip yang mendasar kerja hemodialisis yaitu: difusi, osmosis dan ultra filtrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah di keluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi lebih tinggi ke cairan dialisis dengan konsenterasi yang lebih rendah. Air yang berlebihan di keluarkan dari dalam tubuh di keluarkan melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat di kendalikan dengan menciptakan gradien tekanan, dengan kata lain bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialist). Gradient ini dapat di tingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltasi pada mesin dialis. Tekanan negatif diterapkan pada alat fasilitasi pengeluaran air. Karena pasien tidak dapat mengekresikan air, kekuatan ini di perlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia (keseimbangan cairan).
8.
Komponen Hemodialisa a. Dialyzer / Ginjal Buatan Suatu alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh, bila fungsi kedua ginjal sudah tidak memadai lagi, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, mengeluarkan racun-racun atau toksin yang merupakan komplikasi dari Gagal Ginjal. Sedangkan fungsi hormonal/ endokrin tidak dapat diambil alih oleh ginjal buatan. Dengan demikian ginjal buatan hanya berfungsi sekitar 70-80 % saja dari ginjal alami yang normal. b. Dialisat Adalah cairan yang terdiri dari air, elektrolit dan zat-zat lain supaya mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah. Fungsi Dialisat pada dialisit:
Untuk mengeluarkan dan menampung cairan dan sisa metabolisme
Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialisa
Ada 3 cara penyediaan cairan dialisat : a. Batch Recirculating Cairan dialisat pekat dicampur air yang sudah diolah dengan perbandingan 1 : 34 hingga 120 L dimasukan dalam tangki air kemudian mengalirkannya ke ginjal buatan dengan kecepatan 500 – 600 cc/menit.
b. Batch Recirculating/single pas Hampir sama dengan cara batch recirculating hanya sebagian langsung buang. c. Proportioning Single pas Air yang sudah diolah dan dialisat pekat dicampus secara konstan oleh porpropotioning dari mesin cuci darah dengan perbandingan air : dialisat = 34 : 1 cairan yang sudah dicampur tersebut dialirkan keginjal buatan secara langsung dan langsung dibuang, sedangkan kecepatan aliran 400-600 cc/menit.
Tabel perbandingan darah dan dialisat Komponen elektrolit
Darah
Dialisat
Natrium/sodium
136mEq/L
134mEq/L
Kalium/potassium
4,6mEq/L
2,6mEq/L
Kalsium
4,5mEq/L
2,5mEq/L
Chloride
106mEq/L
106mEq/L
Magnesium
1,6mEq/L
1,5mEq/L
c. Akses Vaskular Hemodialisis Untuk melakukan hemodialisis intermiten jangka panjang, maka perlu adajalan masuk kedalam sistem vascular penderita.Darah harus keluar dan masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200 sampai 400 ml/menit.
9.
Proses Hemodialisa Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan. Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa, dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher & Wilcox, 2001). Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk
menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF, 2006). Suatu mesin ginjal buatan atau hemodializer terdiri dari membran semipermeabel yang terdiri dari dua bagian, bagian untuk darah dan bagian lain untuk dialisat. Darah mengalir dari arah yang berlawanan dengan arah darah ataupun dalam arah yang sama dengan arah aliran darah. Dializer merupakan sebuah hollow fiber atau capillary dializer yang terdiri dari ribuan serabut kapiler halus yang tersusun pararel. Darah mengalir melalui bagian tengah tabung-tabung kecil ini, dan cairan dialisat membasahi bagian luarnya. Dializer ini sangat kecil dan kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler (Price & Wilson, 2000). Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh. Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt). Selanjutnya Price dan Wilson (2000) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk cairan dialisa. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Cairan dialisa membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terutama dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat. Perbedaaan tekanan hidrostatik dapat dicapai dengan meningkatkan tekanan positif di dalam kompartemen darah dializer yaitu dengan meningkatkan resistensi terhadap aliran vena, atau dengan menimbulkan efek vakum dalam ruang dialisat dengan
memainkan pengatur tekanan negatif. Perbedaaan tekanan hidrostatik diantara membran dialisa juga meningkatkan kecepatan difusi solut. Sirkuit darah pada sistem dialisa dilengkapi dengan larutan garam atau NaCl 0,9 %, sebelum dihubungkan dengan sirkulasi penderita. Tekanan darah pasien mungkin cukup untuk mengalirkan darah melalui sirkuit ekstrakorporeal (di luar tubuh), atau mungkin juga memerlukan pompa darah untuk membantu aliran dengan quick blood (QB) (sekitar 200 sampai 400 ml/menit) merupakan aliran kecepatan yang baik. Heparin secara terus-menerus dimasukkan pada jalur arteri melalui infus lambat untuk mencegah pembekuan darah. Perangkap bekuan darah atau gelembung udara dalam jalur vena akan menghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter. Menurut PERNEFRI (2003) waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10-15 jam/minggu dengan QB 200–300 mL/menit. Sedangkan menurut Corwin (2000) hemodialisa memerlukan waktu 3-5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu. Pada akhir interval 2-3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.
10. Penatalaksanaan Pasien yang menjalani Hemodilisis jangka Panjang a.
Diet dan masalah cairan Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisis mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu mengeksresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun atau toksik. Gejala yang terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremik dan akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Lebih banyak toksin yang menumpuk, lebih berat gejala yang timbul. Diet rend protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala. Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung kongestif serta edema paru. Dengan demikian, pembatasan cairan juga merupakan bagian dengan resep diet untuk pasien ini.
b.
Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif Asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa penyesuaian atau pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan. Berkaitan dengan pembatasan protein, maka protein dari makanan harus memiliki nilai biologis yang tinggi dan tersusun dari asam-amino esensial untuk mencegah penggunaan protein yang buruk serta mempertahankan keseimbangan nitrogen yang positif. Contoh protein dengan nilai biologis yang tinggi adalah telur, daging, susu dan ikan.
c.
Dampak Diet Rendah Protein. Diet yang bersifat membatasi akan merubah gaya hidup dan dirasakan pasien sebagai gangguan serta tidak disukai bagi banyak penderita gagal ginjal kronis. Karena makanan dan minuman merupakan aspek penting dalam sosialisasi, pasien sering merasa disingkirkan ketika berada bersama orang-orang lain karena hanya ada beberapa pilihan makanan saja yang tersedia baginya. Jika pembatasan ini dibiasakan, komplikasi yang dapat membawa kematian seperti hiperkalemia dan edema paru dapat terjadi.
d.
Pertimbangan medikasi. Banyak obat yang dieksresikan seluruhnya atau sebagian melalui ginjal. Pasien yang memerlukan obat-obatan
(preparat
glikosida jantung,
antibiotik,
antiaritmia, antihipertensi) harus dipantau dengan ketat untuk memastikan agar kadar obat-obat ini dalam darah dan jaringan dapat dipertahankan tanpa menimbulkan akumulasi toksik. e.
Beberapa obat akan dikeluarkan dari darah pada saat dialisis oleh karena itu, penyesuaian dosis oleh dokter mungkin diperlukan. Obat-obat yang terikat dengan protein tidak akan dikeluarkan selama dialisis. Pengeluaran metabolit obat yang lain bergantung pada berat dan ukuran molekulnya. Apabila seorang pasien menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, jika obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya.
11. Komplikasi Hemodialisis Menurut Tisher dan Wilcox (2001) serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, antara lain: a. Kram otot Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi. b. Hipotensi Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan tambahan berat cairan. c. Aritmia Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa. d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat. e. Hipoksemia Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar. f.
Perdarahan Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
g. Ganguan pencernaan Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.
h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat. B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN a. Keluhan utama Keluhan utama pada pasien hemodialisa adalah Sindrom uremia Mual, muntah, perdarahan GI. Pusing, nafas kusmaul, koma. Perikarditis, cardiar aritmia Edema, gagal jantung, edema paru Hipertensi Tanda-tanda dan gejala uremia yang mengenai system tubuh (mual, muntah, anoreksia berat, peningkatan letargi, konfunsi mental), kadar serum yang meningkat. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1397) b. Riwayat penyakit sekarang Pada pasien penderita gagal ginjal kronis (stadium terminal). (Brunner & Suddarth, 2001: 1398) c.
Riwayat obat-obatan Pasien yang menjalani dialisis, semua jenis obat dan dosisnya harus dievaluasi dengan cermat. Terapi antihipertensi, yang sering merupakan bagian dari susunan terapi dialysis, merupakan salah satu contoh di mana komunikasi, pendidikan dan evaluasi dapat memberikan hasil yang berbeda. Pasien harus mengetahui kapan minum obat dan kapan menundanya. Sebagai contoh, obat antihipertensi diminum pada hari yang sama dengan saat menjalani hemodialisis, efek hipotensi dapat terjadi selama hemodialisis dan menyebabkan tekanan darah rendah yang berbahaya. (Brunner & Suddarth, 2001: 1401)
d. Psikospiritual Penderita hemodialisis jangka panjang sering merasa kuatir akan kondisi penyakitnya yang tidak dapat diramalkan. Biasanya menghadapi masalah financial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan, dorongan seksual yang
menghilang serta impotensi, dipresi akibat sakit yang kronis dan ketakutan terhadap kematian. (Brunner & Suddarth, 2001: 1402). Prosedur kecemasan merupakan hal yang paling sering dialami pasien yang pertama kali dilakukan hemodialisis. (Muttaqin, 2011: 267) e.
ADL (Activity Day Life) Nutrisi Pasien dengan hemodialisis harus diet ketat dan pembatasan cairan masuk untuk meminimalkan gejala seperti penumpukan cairan yang dapat mengakibatkan gagal jantung kongesti serta edema paru, pembatasan pada asupan protein akan mengurangi penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala, mual muntah. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1400) Eliminasi Oliguri dan anuria untuk gagal ginjal kronik Aktivitas Dialisis menyebabkan perubahan gaya hidup pada keluarga. Waktu yang diperlukan untuk terapi dialisis akan mengurangi waktu yang tersedia untuk melakukan aktivitas sosial dan dapat menciptakan konflik, frustasi. Karena waktu yang terbatas dalam menjalani aktivitas sehai-hari.
f.
Pemeriksaan fisik BB : Setelah melakukan hemodialisis biasanya berat badan akan menurun. TTV : Sebelum dilakukan prosedur hemodialisis biasanya denyut nadi dan tekanan darah diatas rentang normal. Kondisi ini harus di ukur kembali pada saat prosedur selesai dengan membandingkan hasil pra dan sesudah prosedur. (Muttaqin, 2011: 268) Manifestasi klinik a.
Kulit : kulit kekuningan, pucat, kering dan bersisik, pruritus atau gatal-gatal
b. Kuku : kuku tipis dan rapuh c.
Rambut : kering dan rapuh
d. Oral
: halitosis / faktor uremic, perdarahan gusi
e.
Lambung : mual, muntah, anoreksia, gastritis ulceration.
f.
Pulmonary : uremic “lung” atau pnemonia
g. Asam basa : asidosis metabolik
h. Neurologic : letih, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan otot : pegal i.
Hematologi : perdarahan
g. Pemeriksaan Penunjang Kadar kreatinin serum diatas 6 mg/dl pada laki-laki, 4mg/dl pada perempuan, dan GFR 4 ml/detik. (Sylvia A. Potter, 2005 : 971)
2. Diagnosa Keperawatan a. Pre HD 1. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl, Pneumonitis dan Perikarditis d.d Penggunaan otot aksesoris untuk bernafas, Pernafasan cuping hidung, Perubahan kedalaman nafas, dan Dipneu 2. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluaran urine, diet cairan berlebih, retensi cairan & natrium b.d Perubahan berat badan dalam waktu sangat singkat, Gelisah, Efusi pleura, Oliguria, Asupa melebihi haluran, Edema, Dispnea, Penurunan hemoglobin, Perubahan pola pernapasan , dan Perubahan tekanan darah 3. Ketidakseimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual & muntah, pembatasan diet dan perubahan membrane mukosa oral d.d nyeri abdomen bising usus hiperaktif, kurang makanan, diare, kurang minat pada makanan, dan berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal. 4. Ansietas b.d krisis situasional d.d gelisah, wajah tegang, bingung, tampak waspada, ragu/tidak percaya diri dan khawatir
b. Intra HD 1. Resiko cedera b.d akses vaskuler & komplikasi sekunder terhadap penusukan & pemeliharaan akses vaskuler 2. Risiko terjadi perdarahan b.d penggunaan heparin dalam proses hemodialisa
c.
Post HD 1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis d,d menyatakan merasa lemah, menyatakan merasa letih, dispnea setelah beraktifitas, ketidaknyamanan setelah beraktifitas, dan respon tekanan darah abnormal terhadap aktivitas.
2. Risiko Harga diri rendah b.d ketergantungan, perubahan peran dan perubahan citra tubuh dan fungsi seksual d.d gangguan citra tubuh, Mengungkapkan perasaan yang mencerminkan perubahan individudalam penampilan, Respon nonverbal terhadap persepsi perubahan pada tubuh (mis;penampilan, steruktur, fungsi), Fokus pada perubahan, Perasaan negatif tentang sesuatu
NURSING CARE PLANNING a. Pre Hemodialisis
No 1.
Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil
Pola nafas tidak efektif b.d
Setelah diberikan
asuhan
edema paru, asidosis
keperawatan selama 1x24
metabolic, Hb ≤ 7 gr/dl,
jam diharapkan
Pneumonitis dan
Pola nafas efektif setelah
Perikarditis
dilakukan tindakan HD 4-5 jam
Intervensi
Observasi
penyebab
dalam
nafas Untuk menentukan tindakan
tidak efektif
yang harus segera dilakukan
Observasi respirasi & nadi
Menentukan tindakan
Berikan posisi semi fowler
Melapangkan
dada
klien
sehingga nafas lebih longgar
Kriteria hasil: Nafas
Rasional
batas
normal 16-24 x/i
Ajarkan
cara
efektif
Tidak ada sianosis
Berikan O2
nafas
yang Hemat energi sehingga nafas tidak semakin berat Hb
rendah,
pneumonitis, perikarditis
edema,
paru
asidosis, menyebabkan
suplai O2 ke jaringan <
Lakukan SU pada saat HD
SU adalah penarikan secara cepat pada HD, mempercepat pengurangan edema paru
Kolaborasi pemberian tranfusi Untuk ↑Hb, sehingga suplai darah
O2 ke jaringan cukup Untuk mengatasi infeksi paru
Kolaborasi pemberian antibiotik
& perikard Follou up penyebab nafas
Kolaborasi foto torak
tidak efektif
Evaluasi kondisi klien pada Mengukur keberhasilan HD berikutnya
2
Kelebihan volume cairan Setelah diberikan
asuhan
tindakan
Evaluasi kondisi klien pada Untuk follou up kondisi klien HD berikutnya
Observasi
status
cairan, Pengkajian merupakan dasar
b.d penurunan haluaran keperawatan selama 3x24
timbang bb pre dan post HD,
untuk
urine, diet cairan berlebih, jam diharapkan
keseimbangan masukan dan
pemantauan 7 evaluasi dari intervensi
retensi cairan & natrium
Keseimbangan
volume
haluaran, turgor kulit dan
cairan
setelah
edema, distensi vena leher dan
tercapai
dilakukan HD 4-5 jam
monitor vital sign
memperoleh
data,
Kriteria Hasil:
BB post HD sesuai dry
Batasi masukan cairan pada Pembatasan
cairan
saat priming & wash out HD
dry
menetukan
weight
haluaran
Edema
terhadap terapi.
berkurang/penurunan jumlah cairan
Lakukan HD dengan UF & TMP sesuai dg kenaikan bb
Kadar natrium darah
interdialisis
132-145 mEq/l
urine
akan weight,
&
respon
UF & TMP yang sesuai akan ↓ kelebihan volume cairan sesuai dg target BB edeal/dry weight
Identifikasi sumber masukan Sumber kelebihan cairan masa interdialisis dapat diketahui
Jelaskan pada keluarga dan Pemahaman ↑kerjasama klien klien
rasional
pembatasan
cairan
Motivasi
cairan
dan keluarga dalam pembatasan cairan
klien
kebersihan mulut
untuk
↑ Kebersihan mulut mengurangi kekeringan mulut, sehingga ↓ keinginan klien untuk minum
3
Ketidakseimbangan
Setelah diberikan
nutrisi, kurang dari
keperawatan selama 1x24
kebutuhan tubuh b.d
jam diharapkan
anoreksia, mual & muntah, Keseimbangan
asuhan
Observasi
status
nutrisi:
Perubahan BB
Sebagai
dasar
untuk
memantau
perubahan
&
intervensi yang sesuai nutrisi
Pengukuran antropometri
Pola diet dahulu & sekarang
pembatasan diet dan
tercapai setelah dilakukan
Nilai lab. (elektrolit, BUN,
berguna untuk menentukan
perubahan membrane
HD yang sdekuat (10-12
kreatinin,
menu
mukosa oral
jam/mg) selama 3 bulan,
protein
diet
protein
terpenuhi,
kadar
albumin,
Observasi pola diet
Memberikan
dengan
faktor
Kriteria Hasil:
dimodifikasi
mana
informasi, yang
bisa
Tidak terjadi penambahan atau ↓ BB
yang cepat Turgor kulit normal
Kolaborasi menentukan
tindakan HD 4-5 jam 2-3
↓ kejadian mual-muntah &
minggu
anoreksia, sehingga ↑ nafsu makan
tanpa udema Kadar albumin plasma
3,5-5,0 gr/dl
Kolaborasi pemberian infus
Pemberian albumin lewat infus iv akan ↑ albumin
albunin 1 jam terakhir HD
serum
Konsumsi diet nilai protein tinggi
Tindakan HD yang adekuat,
Tingkatkan masukan protein dengan nilai biologi tinggi: telur, daging, produk susu
Protein
lengkap
akan
keseimbangan nitrogen
↑
Anjurkan camilan rendah
Kalori
akan
↑
energi,
protein, rendah natrium, tinggi
memberikan
kalori diantara waktu makan
protein untuk pertumbuhan
Jelaskan rasional pembatasan
kesempatan
Peningkatan pemahaman
diet, hubungan dengan
klien sehingga mudah
penyakit ginjal dan ↑urea dan
menerima masukan
kreatinin
Anjurkan timbang BB tiap
cairan & nutrisi
hari
Observasi adanya masukan
Untuk menentukan status
Penurunan protein dapat ↓
protein yang tidak adekuat,
albumin, pembentukan
edema, penyembuhan yang
udema & perlambatan
lama, albumin serum turun
penyembuhan
4
Ansietas situasional
b.d
krisis Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 1x24
Evaluasi respon verbal dan non verbal pasien.
Ketakutan karena
dapat nyeri
jam diharapkan kesadaran
meningkatkan
pasien terhadap
sakit,
perasaan
dan cara yang sehat untuk menghadapi masalah
terjadi
dan
hebat, perasaan
kemungkinan
pembedahan.
Berikan penjelasan hubungan
Meningkatkan pemahaman,
Kriteria hasil :
antara proses penyakit dan
mengurangi rasa takut
gejalanya.
karena ketidaktahuan, dan
Melaporkan ansietas menurun sampai
dapat membantu
tingkat dapat ditangani.
menurunkan ansietas.
Tampak rileks.
Berikan kesempatan untuk
pasien
mengungkapkan
isi
pikiran dan perasaan takutnya.
Catat
perilaku
dari
orang
Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan. Orang terdekat/keluarga
terdekat/keluarga
yang
mungkin secara tidak sadar
meningkatkan
sakit
memungkinkan pasien
pasien.
peran
untuk mempertahankan ketergantungan dengan melakukan sesuatu yang pasien sendiri mampu
melakukannya.
Identifikasi
sumber
mampu menolong.
yang
Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah
Intra HD No 1
Diagnosa
Tujuan & Kriteria hasil
Resiko cedera b.d akses
Setelah dilakukan asuhan
vaskuler & komplikasi
keperawatan selama 1x24
sekunder terhadap
jam
penusukan &
tidak mengalami cedera
pemeliharaan akses
Kriteria hasil:
vaskuler.
Kulit pada sekitar AV
diharapkan
Intervensi Observasi
kepatenan
Rasional AV
sebelum HD
dipaksakan
pasien
shunt utuh/tidak rusak Pasien tidak mengalami
shunt AV yg sudah tidak baik bila bisa
terjadi
rupture vaskuler Monitor
kepatenan
sedikitnya setiap 2 jam
kateter Posisi kateter yg berubah dapat
terjadi
rupture
vaskuler/emboli Observasi warna kulit, keutuhan Kerusakan jaringan dapat kulit, sensasi sekitar shunt didahului tanda kelemahan
komplikasi HD
pada kulit, lecet bengkak, ↓sensasi Monitor TD setelah HD
Posisi baring lama setelah HD
dapat
menyebabkan
orthostatik hipotensi Lakukan heparinisasi pada shunt/kateter pasca HD
Shunt
dapat
sumbatan
mengalami &
dapat
dihilangkan dg heparin
Cegah terjadinya infeksi pd area shunt/penusukan kateter
Infeksi dapat mempermudah kerusakan jaringan
2
Monitor
Penurunan trombosit
Resiko terjadi perdarahan
Setelah dilakukan asuhan
berhubungan dengan
keperawatan selama
penggunaan heparin dalam
1x4jam, diharapkan tidak
kebocoran pembuluh darah
proses hemodialisa
terjadi perdarahan dengan
yang pada tahap tertentu
Kriteria hasil :
dapat menimbulkan tanda-
TD 120/80 mmHg,
tanda klinis seperti
ND : 80-100x/menit
epistaksis, ptekie
reguler, pulsasi kuat
Tidak ada tanda
tanda-tanda
penurunan
trombosit yang disertai tanda klinis.
Anjurkan
pasien
untuk
banyak
istirahat (bedrest)
merupakan tanda adanya
Aktifitas pasien yang tidak terkontrol dapat
perdarahan lebih
menyebabkan terjadinya
lanjut, trombosit
perdarahan.
meningkat.
Berikan penjelasan kepada klien dan
Keterlibatan pasien dan
keluarga untuk melaporkan jika ada
keluarga dapat membantu
tanda perdarahan seperti:
untuk penaganan dini
hematemesis, melena, epistaksis.
bila terjadi perdarahan
Antisipasi adanya perdarahan:
Mencegah terjadinya
gunakan sikat gigi yang lunak,
perdarahan lebih lanjut.
pelihara kebersihan mulut, berikan tekanan 5-10 menit setiap selesai ambil darah Kolaborasi, monitor trombosit setiap hari
Dengan trombosit yang dipantau setiap hari, dapat diketahui tingkat kebocoran pembuluh darah dan kemungkinan perdarahan yang dialami pasien.
Post HD No 1
Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan
Observasi faktor yang
keletihan,
anemia, keperawatan & HD,
menimbulkan keletihan: Anemia,
retensi produk sampah selama 1x24 jam
Ketidakseimbangan cairan &
dan prosedur dialisis
diharapkan klien mampu
elektrolit, Retensi produk sampah
berpartisipasi dalam
depresi Tingkatkan kemandirian dalam
aktivitas yang dapat
Rasional Menyediakan
informasi
tentang
indikasi tingkat keletihan
Meningkatkan aktifitas
ditoleransi,
aktifitas perawatan diri yang dapat
ringan/sedang & memperbaiki harga
Kriteria Hasil:
ditoleransi, bantu jika keletihan
diri
Berpartisipasi aktivitas
dalam
perawatan
mandiri yang dipilih
Berpartisipasi
Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
dalam
meningjkatkan aktivitas dan latihan
terjadi Mendorong latihan & aktifitas yang dapat ditoleransi & istirahat yang adekuat Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis
Istirahat yang adekuat dianjurkan
Istirahat dan aktivitas
setelah dialisis, karena adanya
seimbang/bergantian
perubahan keseimbangan cairan & elektrolit yang cepat pada proses dialisis sangat melelahkan
2
Harga diri rendah b.d Setelah diberikan asuhan ketergantungan,
keperawatan selama 1x24
perubahan peran dan jam diharapkan perubahan citra tubuh Memperbaiki konsep diri, dan fungsi seksual
dengan
Kriteria Hasil:
Pola koping klien dan
Observasi respon & reaksi klien
Menyediakan
& keluarganya terhadap penyakit
keluarga
& penanganannya.
perubahan hidup
Observasi hubungan klien dan
Penguatan & dukungan terhadap
keluarga terdekat
klien diidentifikasi
Observasi pola koping klien &
Pola koping yang efektif dimasa
keluarganya
lalu bisa berubah jika menghadapi
data
dalam
keluarga efektif
penyakit
Klien & keluarga bisa
ditetapkan sekarang
&
menghadapi
penanganan
yang
Ciptakan diskusi yang terbuka
Klien
perasaan & reaksinya
tentang perubahan yang terjadi
masalah dan langkah-langkah yang
terhadap
perubahan
akibat penyakit & penangannya
harus dihadapi
hidup yang diperlukan
Perubahan peran, Perubahan gaya
mengungkapkan
&
klien
hidup,
Perubahan
dapat
mengidentifikasi
dalam
pekerjaan, Perubahan seksual dan Ketergantungan dg center dialisis
Gali
cara
alternatif
untuk
ekspresikan seksual lain selain hubungan seks
Bentuk alternatif aktifitas seksual dapat diterima.
3
Resiko prosedur berulang
infeksi
b.d Setelah diberikan asuhan invasif keperawatan selama 3x24
Pertahankan area steril selama penusukan kateter
dapat
dicegah
masuk kedalam tubuh saat insersi
jam diharapkan Pasien tidak mengalami
Mikroorganisme
kateter Pertahankan teknik steril selama
infeksi
kontak
Kriteria Hasil:
penusukan, pelepasan kateter
dg
akses
vaskuler:
Kuman tidak masuk kedalam area insersi
Suhu tubuh normal (3637 C) Tak ada kemerahan sekitar shunt Area shunt tidak nyeri/bengkak
Monitor area akses HD terhadap kemerahan, bengkak, nyeri Beri
pernjelasan
pada
Inflamasi/infeksi
ditandai
dg
kemerahan, nyeri, bengkak pasien
pentingnya ↑status gizi Kolaborasi pemberian antibiotik
Gizi yang baik ↑daya tahan tubuh Pasien HD mengalami sakit kronis, ↓imunitas
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. Heather. 2012.NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN HEMODIALISA DI RUANG HEMODIALISA RSUD H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
DISUSUN OLEH : BARDAH WASALAMAH, S.Kep NPM. 1426050021
Pembimbing Akademik
Pembimbing Klinik
( Ns. Fernalia, S.Kep )
(Ns. M. Rusli, S.Kep)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU 2015