Laporan Pendahuluan Presbikusis.docx

  • Uploaded by: bardah wasalamah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Pendahuluan Presbikusis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,619
  • Pages: 29
LAPORAN PENDAHULUAN A. Tinjauan Teori 1. Definisi Presbikusis adalah tuli saraf sensorineoral frekuensi tinggi, terjadi pada usia lanjut, simetris kiri dan kanan disebabkan proses degenerasi di telinga dalam (Arif Mansjoer, dkk, 2000). Presbiakusis adalah hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekuensi tinggi, yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnnya usia. (Boedhi & Hadi, 2009). Presbikusis adalah gangguan pendengaran sensorineoral pada individu yang lebih tua, presbikusis ini menyebabkan gangguan pendengaran bilateral terhadap frekuaensi tinggi yang dihubungkan dengan kesulitan mendiskriminasikan kata-kata, dan juga gangguan terhadap pusat pengolah informasi pada saraf audiotorik (Reni Yuli Aspiani, 2014:345). Presbikusis merupakan akibat dari proses degenerative pada satu atau beberapa bagian koklea (striae vaskularis, sel rambut dan membrane basilaris) maupun serabut saraf auditori, presbikusis ini merupakan hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan faktor eksternal sperti pajanan suara berisik terus-menerus, obat ototoksik, dan penyakit sistemik (Sri Artinawati, 2014). Presbikusis adalah tuli saraf sensori neural frekuensi tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai pada frekuensi 100 Hz atau lebih. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Presbikusis adalah gangguan pendengaran/tuli sensorineural yang berhubungan dengan proses penuaan.

2. Anatomi Fisiologi Telinga a. Anatomi 1) Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan liang telinga (kanalis auditorius eksternus) yang berfungsi sebagai resonator dan meningkatkan transimisi suara. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S, dan tangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang, dengan panjang 2,5 – 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Serumen memiliki sifat antimikotik dan bakteriostatik dan juga repellant terhadap serangga. Serumen terdiri dari lemak (46-73 %), protein, asam amino, ion-ion mineral, dan juga mengandung lisozim, immunoglobulin, dan dan asam lemak tak jenuh rantai ganda. Asam lemak ini menyebabkan kulit yang tak mudah rapuh sehingga menginhibisi

pertumbuhan

bakteri.

Oleh

karena

komposisi

hidrofobiknya, serumen dapat membuat permukaan kanal menjadi impermeable, kemudian mencegah terjadinya maserasi dan kerusakan epitel. 2) Telinga Tengah Telinga tengah berbentuk kubus dengan :  Batas luar : membran timpani  Batas depan : tuba eustachius  Batas bawah : vena jugularis ( bulbus jugularis )  Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis.  Batas atas : tegmen timpani ( meningen/otak )  Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi

sirkularis horizontalis, kanalis fasialis, tingkap lonjong ( oval window ) dan tingkap bundar ( round window) dan promontorium.

Membrana timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida (membran sharpnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran nafas. Pars tensa mempunyai satu lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam. Tulang pendengaran didalam telinga saling berhubungan . Prosessus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat dengan inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antar

tulang-tulang pendengaran

merupakan

persendian.

Tuba

eustachius termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring, dengan telinga tengah. 3) Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli disebelah atas, skala timpani disebelah bawah, dan skala media diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi cairan perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat pada perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut

dengan

membrane

vestibule

(Reissner’s

membrane),

sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak Organ of corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria, dan pada membran

basalis melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel rambut luar, dan kanalis Corti, yang membentuk Organ of Corti. b. Fisiologi Sistem Pendengaran Adapun fisiologi Sistem pendengaran adalah sebagai berikut : Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis. 3. Etiologi Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut diatas.

Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Progesifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan (Reni Yuli, 2014). Etiologi di bagi menjadi 2 yaitu : 1) Internal Degenerasi primer eferen dari koklea, degenerasi primer organ corti penurunan vascularisasi dari reseptor neuro sensorik mungkin juga mengalami gangguan.Sehingga baik jalur auditorik dan lobus temporalis otak sering terganggu akibat lanjutnya usia. Bisa juga ter jadi akibat proses degenerasi tulang-tulang pendengaran bagian dalam, dan juga yang berhubungan dengan faktor-paktor herediter. 2) Eksternal Terpapar bising yang berlebihan, penggunaan otottoksik dan reaksi paska radang.

4. Klasifikasi Hilangnya pendengaran terhadap nada murni berfrekuensi tinggi, yang merupakan suatu fenomena yang berhubungan dengan lanjutnya usia. Bersifat simetris, dengan perjalanan yang progresif lambat. Menurut Reni Yuli Aspiani (2014) terdapat beberapa tipe presbikusis yaitu : a. Presbikusis sensorik Patologinya berkaitan erat dengan hilangnya sel neoral di ganglion spiralis. Letak dan jumlah kehilangan sel neoral akan menentukan apakah gangguan pendengaran yang timbul berupa gangguan atas frekuensi pembicaraan atau pendengaran kata-kata. b. Presbikusis Strial Abnormalitas vaskularis striae berupa atrofi daerah apical dan tengah dari koklea. Presbikusis jenis ini biasanya terjadi pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan jenis lain. c. Presbikusis Konduktif Kohlear Akibat perubahan mekanik pada membran basalis koklea sebagai akibat proses dari sensitivitas diseluruh daerah tes.

Menurut Sri Artinawati (2014) Presbikusis terbagi menjadi dua yaitu : a.

Presbikusis Perifer Dimana lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kata. Alat bantu dengar masih cukup bermanfaat, tetapi harus diperhatikan untuk menghindari berteriak/berbicara terlalu keras karena dapat membuat ketidaknyamanan di telinga.

b.

Presbikusis Sentral Dimana lansia hanya mampu untuk mengidentifikasi kalimat, sehingga manfaat alat bantu dengar sangat kurang. Oleh karena itu, percakapan dengan para lansia harus sedikit

lebih lambat tanpa

mengakibatkan irama dan intonasi. 5. Patofisiologi Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan Nervus vestibulocochlearis (VIII). Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ korti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskuler juga terjadi pada stria vaskularis. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf (Reni Yuli Aspiani, 2014 : 346). Tuli sensori ini biasanya mula-mula hilang adalah patologi sel-sel rambut. Hal ini kemudian akan mengakibatkan gangguan neuron-neuron kokhlea. Biasanya melibatkan hilangnya sel-sel rambut pada gelang basal kokhlea dan mengakibatkan ketulian nada tinggi. Gangguan telinga paling umum disebabkan oleh serumen yang terganggu. Walaupun saluran telinga membersihkan sendiri, serumen bisa menjadi terganggu karena gangguan atau pembersihkan yang tidak teratur. Orang-orang tua lebih rentan terhadap gangguan serumen karena bulu di dalam telinga menjadi kesat karena usia dan menjerat lilin. Beberapa orang menghasilkan lebih banyak serumen di dalam saluran telinga dan memerlukan kebiasaan yang teratur untuk meng-eliminir penambahan lilin yang berlebihan di dalam saluran telinga. Selipan korek kuping/pembersih telinga atau cooton bud ke dalam

saluran telinga dapat menciptakan gangguan lilin telinga lebih jauh bahkan membuat luka saluran telinga atau merusak gendang telinga. Infeksi, banyak infeksi dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran. Sebuah infeksi telinga bagian dalam, disebut labyrinthitis yaitu inflamasi telinga dalam dan dapat disebabkan oleh bakteri maupun virus. Infeksi berkembang ketelinga dalam melalui kanalis auditorius internus atau aquaduct koklear.Infeksi bakteri dapat memasuki telinga tengah dengan menembus merman jendela bulat atau oval. Labirintitis viral merupakan diagnosis medis yang sering, namun hanya sedikit yang dikeahi mengenai kelainan ini, yang mempengaruhi aik keseimbangan maup pendengaran. Labirintitis ditandai oleh awitan mendadak vertigo yang melumpuhkan, bisanya disertai mual dan muntah, kehilangan pendengaran derajat tertentu dan mungkin tinnitus. Gangguan telinga dapat juga disebabkan oleh adanya benda-benda asing yang pas/muat ke dalam saluran telinga dan menghalangi konduksi gelombang-gelombang suara. Benda-benda asing paling umum yang ditemukan di telinga orang dewasa ataupun lansia adalah potonganpotongan bahan (cotton) dan serangga. Benda-benda asing yang umumnya tampak pada anak-anak berupa mainan yang berukuran kecil, butiranbutiran, serangga, dan makanan, misalnya biji-bijian atau jagung. Otosclerosis, atau pengerasan telinga bagian dalam, adalah gangguan genetik. Otosklerosis mengenai stapes dan diperkirakan disebabkan oleh pembentukan bau tulang spongius yang abnormal, khusunya sekitar jendela ovalis, yang mengakibatkan fiksasi stapes. Gangguan ini terjadi dua kali sebagaimana seringnya pada wanita dan biasanya bersifat herediter dan dapat memberat karena kehamilan. Efisiensi transmisi suara menjadi terhambat karena stapes tidak dapat bergetar dan mengantarkan suara yang dihantarkan dari maleus dan inkus ke telinga dalam. Kondisi ini dapat mengenai satu atau kedua telinga dan muncul sebagai kehilangan pendengran konduksi atau campuran yang progresif. Gangguan tersebut adalah dominan secara autosomal dengan penembusan vaiabel dan oleh

karena itu dapat ditransmisikan ke keturunan jika hanya satu orang tua menderita gangguan tersebut. Berbagai obat diketahui mempunyai efek buruk terhadap koklea, apparatus vestibularis, atau saraf kranial VIII. Hanya sedikit, seperti toksisitas aspirin yang dapat menyebabkan tinnitus. Obat intravena, khususnya aminoglikosida, adalah yang paling sering menyebabkan ototoksisitas dan secara jelas menghancurkan sel rambut pada organ corti. Kehilangan

Pendengaran

Noise-Induced

adalah

tipe

kehilangan

pendengaran sensorineural tertentu yang paling sering terjadi dari waktu ke waktu dari trauma acoustic (penyerapan bunyi) hari suara yang keras. Sebab-sebab utamanya adalah suara industri, penggunaan senjata api, dan mendengar musik yang keras, misalnya, suara tiupan, juga dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran noise-induced. Kehilangan pendengaran sensorineural, bagaimanapun, akibat dari penyakit atau trauma pada organ Corti atau jalan syaraf pendengaran dari telinga bagian dalam yang menuju tangkai otak. Penerimaan dan transmisi gelombang suara normal terganggu. Suara dirubah dan sayup-sayup. Kehilangan pendengaran sensorineural biasanya permanen dan umumnya tidak dapat diperbaiki dengan perawatan medis atau pembedahan (Boedhi & Hadi, 2009).

6. WOC Genetic (otosklorosis)

7. Pembentukan baru tulang spongius 8. yang abnormal disekitar9.jendel oval

Benda asing

Infeksi (labirintitis)

Menghalangi konduksi gelombang suara

Menembus jendela bulat da oval

Infeksi berkembang ke telinga dalam melali kanali auditorius internus/koklear

11.stapes Fiksasi

Penurunan fungsi pendengaran

Efisiensi transmisi 15. suara menjadi terhambat 16.

PRESBIKUSIS

Penurunan nervus VII

19.

Menghancurkan sel rambut pada organ corti

MK : Nyeri

14.

17. 1 Mengenai atau ke 18.2 telinga

Serumen/pem bersihan tidak teratur

ototoksisitas

10.

Stapes 12. tidak dapat bergetar13. dan menghantarkan suara

Obat-obatan

Menarik diri dari lingkungan

Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri ditelinga

Suara terdengar seperti bergumam dan berdenging

20.

Berkurangnya 21. secara pendengaran perlahan dan 22. progresif

Tidak mau mengikuti aktivitas diluar rumah maupun di mayarakat

Sulit mengerti pembicaraan

Lebih banyak di dalam rumah

MK : gangguan komnikasi verbal

23.

MK : Gangguan persepsi sensori

MK : harga diri rendah

7. Manifestasi Klinik Gejala klinik bervariasi antara masing-masing pasien dan berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada koklea dan saraf sekitarnya. Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif, simetris pada kedua telinga, yang saat dimulainya tidak disadari. Keluhan lain adalah adanya telinga berdenging (tinnitus). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan secara cepat dengan latar belakang yang riuh (cocktail party deafness). Terkadang suara pria terdengar seperti suara wanita. Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan (recruitment). Menurut Reni Yuli Aspiani (2014) tanda dan gejala Presbikusis adalah : 1) Berkurangnya pendengaran suara secara perlahan dan progresif perlahan pada kedua telinga dan tidak disadari oleh penderita. 2) Suara-suara terdengar sepeeti bergumam, sehingga sulit untuk mengerti pembicaraan. 3) Sulit mendengar pembicaraan disekitar, terutama jika berada di tempat dengan latar belakang sura yang ramai. 4) Suara berfrekuensi rendah, seperti suara laki-laki, lebih muda di dengar daripada suara berfrekuensi tinggi. 5) Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga. Telinga terdengar berdenging (Tinitus). Tinnitus, menemani paling banyak kehilangan pendengaran sensorineural dan mengganggu. Tinnitus secara literatur artinya “berdering” tapi sebetulnya dapat bersuara seperti mengaum, mengerik seperti jangkrik, atau musik pada umumnya. Tanda dan Gejala Presbikusis Menurut Mansjoer (2000) adalah pendengaran berkurang secara perlahan-lahan, progresif, dan simetris pada kedua telinga, telinga berdenging. Pasien dapat mendengar suara percakapan tetapi sulit memahaminya, terutama bila cepat dan latarnya riuh. Bila intensitas ditinggikan akan timbul rasa nyeri, dapat disertai dengan tinitus dan vertigo, pada pemeriksaan otoskop tampak membran timpani suram dan mobilitasnya berkurang.

8. Pemeriksaan penunjang a. Pemeriksaan Audiometri Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan audiometric nada murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris. Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis sensorik dan neural. Kedua jenis presbikusis ini sering ditemukan. Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah. Pemeriksaan audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara (speech discrimination). Keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear (Reni Yuli Aspiani, 2014). Alat audiometri menghasilkan nada-nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada setiap frekuensi ditentukan intensitas ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada yang paling terpengaruh. Audiometri nada murni, Pemeriksaan audiometri nada murni menunjukan tuli saraf nada tinggi dimana pemeriksaan nada murni adalah suatu sistem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan bunyi nadanada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang

berpendengaran normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada muri. Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz.

Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling

penting untuk memahami percakapan sehari-hari. Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda.Secara kasar bahwa pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL. Audiometri tutur, Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan benar.

Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu : a) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah katakata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB). b) Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT. Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya. Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar katakata yang jelas artinya pada intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan tepat. 9. Penatalaksanaan  Rehabilitasi Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih memuaskan bila dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech reading), dan latihan mendengar (auditory training), prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara (speech therapist). Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah memperbaiki efektifitas pasien dalam komunikasi sehari-hari. Pembentukan suatu program rehabilitasi untuk mencapai tujuan ini tergantung pada penilaian menyeluruh terhadap gangguan komunikasi pasien secara individual serta kebutuhan komunikasi sosial dan pekerjaan. Partisipasi pasien ditentukan oleh motivasinya. Oleh karena komunikasi adalah suatu proses yang

melibatkan dua orang atau lebih, maka keikutsertaan keluarga atau teman dekat dalam bagian-bagian tertentu dari terapi terbukti bermanfaat Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan komponen tradisional dari rehabilitasi pendengaran. Pasien harus dibantu untuk memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual sambil mengenali beberapa keterbatasan dalam membaca gerak bibir. Selama latihan pendengaran, pasien dapat melatih diskriminasi bicara dengan cara mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam lingkungan yang sunyi dan yang bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada lokalisasi, pemakaian telepon, cara-cara untuk memperbaiki rasio sinyal-bising dan perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar. Program rehabilitasi dapat bersifat perorangan ataupun dalam kelompok. Penyuluhan dan tugas-tugas khusus paling efektif bila dilakukan secara perorangan, sedangkan program kelompok memberi kesempatan untuk menyusun berbagai tipe situasi komunikasi yang dapat dianggap sebagai situasi harian normal untuk tujuan peragaan ataupun pengajaran. Pasien harus dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap isyarat-isyarat lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat membantu kekurangan informasi dengarnya. Perlu diperagakan bagaimana struktur bahasa menimbulkan hambatanhambatan tertentu pada pembicara. Petunjuk lingkungan, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap alami cenderung melengkapi pesan yang diucapkan. Bila informasi dengar yang diperlukan untuk memahami masih belum mencukupi, maka petunjuk-petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan ini. Seluruh aspek rehabilitasi pendengaran harus membantu pasien untuk dapat berinteraksi lebih efektif dengan lingkungannya.

B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Identitas Klien Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, alamat, dan lain sebagainya. b.

Riwayat Kesehatan a) Keluhan utama Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan sistem pendengaran (Presbikusis) adalah susah mendengar

pesan

atau

rangsangan

suara/penurunan

kemampuan mendengar suara dengan frekuensi tinggi. b) Riwayat kesehatan sekarang Riwayat kesehatan sekarang/saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan, dan apakah pernah memeriksakan diri ke pelayanan kesehatan, serta pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana perubahannya. Klien dengan Presbikuisis akan susah mendengar pesan atau rangsangan berupa suara. Ketika berbicara dengan orang lain klien tidak mengerti terhadap pembicaraan. Untuk lebih mengerti, klien sering meminta untuk mengulangi pembicaraan.

c) Riwayat penyakit dahulu Riwayat kesehatan yang lalu seperti gangguan sistem pendengaran sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan

dengan

adanya

riwayat

gangguan

sistem

pendengaran, penggunaan obat-obatan, konsumsi alkohol, dan merokok.

Dikaji

apakah

klien

mengalami

penyakit

akut maupun kronis. Sejak kapan gangguan pendengaran mulai dirasakan klien ? biasanya prebikusis sering muncul pada umur 60 tahun keatas. Apakah klien pernah mengalami cedera kepala dan

mengalami alergi

terhadap berbagai

makanan

dan

minuman. Bagaimana gaya hidup klien, apakah klien seorang

perokok berat atau tidak. Apakah Klien sering terpajan dengan suara bising ? d) Riwayat kesehatan keluarga  Apakah ada keluarga klien yang mengalami penyakit pada sistem pendengaran/penyakit yang samakarena faktor genetik/keturunan. e) Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum Keadaan umum lansia yang mengalami gangguan sistem pendengaran biasanya lemah. 2) Kesadaran Kesadaran klien biasanya Composmentis 3) Tanda-Tanda Vital  Suhu normal atau meningkat (>370C)  Nadi dalam batas normal (70-82x/i)  Tekanan darah normal atau meningkat  Pernapasan normal atau meningkat 4) Pemeriksaan Review Of System (ROS)  Sistem Pernapasan (B1 Breathing) Dapat ditemukan peningkatan frekuensi napas atau masih dalam batas normal  Sistem Sirkulasi (B2 Bleeding) Frekuensi nadi normal kadang meningkat, akral hangat, kulit hangat  Sistem Persyarafan Kesadaran

Composmentis,

tidak

ada

gangguan

orientasi, tidak ada gangguan gerakan, kehilangan sensasi, tidak ada spasme otot, kaji ada hilangnya gerakan/sensasi, kelemahan/hilangnya

spasme

otot,

terlihat

fungsi.

Terdapat

penurunan

ketajaman penglihatan, pendengaran, penciuman. Pengkajian Daun telinga

 Inspeksi: Kesimetrisan daun telinga (simetris kiri dan kanan), posisi telinga normal yaitu sebanding dengan titik puncak, penempatan pada lipatan luar mata (masih

terdapat/tampak

atau

tidak),

terdapat

pembengkakan pada Auditorius eksternal atau tidak.  Palpasi: Apakan

terdapat

nyeri

raba,

apakah

ada

pembengkakan  Sistem perkemihan ( B4 Bleder) Tidak

ada

perubahan

pola

berkemih,

seperti

inkontinensia urin, disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin.  Sistem Pencernaan (B5 Bowel) Tidak ada konstipasi, konsistensi feses lunak, frekuensi eliminasi normal, auskultasi bising usus normal, tidak ada anoreksia, tidak ada distensi abdomen dan nyeri tekan abdomen.  Sistem MuskuloSkletal (B6 Bone) Tidak terdapat adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kontraktur atrofi otot, laserasi kulit dan perubahan warna. f)

Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan otoskopik Menggunakan alat otoskop untuk memeriksa meatus akustikus eksternus dan membran timpani dengan cara inspeksi: Hasil: Serumen berwarna kuning, konsistensi kental, dinding liang telinga berwarna merah muda,  Tes ketajaman pendengaran

 Tes penyaringan sederhana Hasil: Biasanya klien tidak mendengar secara jelas angka-angka yang disebutkan, klien tidak mendengar secara jelas detak jarum jam pada jarak 1–2 inchi.  Uji rinne Hasil Biasanya klien tidak mendengarkan adanya getaran garpu tala dan tidak jelas mendengar adanya bunyi dan saat bunyi menghilang. 2. Diagnosa Keperawatan a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infeksi telinga dalam b. Gangguan persepsi sensori pendengaran berhubungan degenerasi telinga bagian dalam. c. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan dengan kesulitan mengerti pembicaraan d. Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi pendengan

3. Nursing Care Planning No

Diagnosa

Tujuan

Kriteria Hasil

Intervensi

Rasional

Keperawatan 1.

Gangguan rasa

Setelah dilakukan

nyaman nyeri

asuhan keperawatan

berhubungan

2×24 jam nyeri

dengan infeksi

berkurang/hilang

 Rasa Nyeri berkurang/hilang  Tanda-tanda vital dalam batas normal

Mandiri  Pantau tanda-tanda vital skala nyeri

 Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan keperawatan

telinga dalam  Anjurkan klien istirahat

 Pasien biasa merasa pusing dan berkurang ketika tidur

di tempat tidur  Atur pasien senyaman mungkin  Ajarkan tehnik relaksasi dan napas dalam

 Posisi yang tepat dan mencegah ketegangan otot serta mengurangi nyeri  Relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan lebih nyaman

Kolaborasi :  untuk pemberian analgetik

 Analgetik

berguna

untuk

mengurangi nyeri sehingga menjadi lebih nyaman.

2.

 Klien dapat

Gangguan persepsi

Setelah dilakukan

sensori

intervensi

menginterpretasikan

berhubungan

keperawatan selama

ide yang

dengan degenerasi

3x24 jam diharapkan

dikomunikasikan oleh

pendengaran, catat apakah

sebab kehilangan pendengaran

telinga bagian

klien dapat

orang lain secara

satu atau kedua telinga

terjadi lambat dan progresif

dalam

memperlihatkan

benar

terlibat.

persepsi

 Klien mampu

Mandiri  Kebutuhan  Tentukan ketajaman

 Orientasikan pasien

individu

dan

pilihan intervensi bervariasi

 Memberikan

peningkatan

pendengaran yang

mengenal gangguan

terhadap lingkungan,

kenyamanan dan kekeluargaan

baik.

sensori dan

orang lain di areanya.

menurunkan

dan

disorientasi

berkompensasi terhadap perubahan

cemas,

 Observasi tanda – tanda

 Keterbatasan

pendengaran

dan gejala-gejala

dapat mengakibakan bingung

disorientasi

pada orang tua

 Klien

 Pendekatan dengan

 Memberikan

rangsangan

mengkompensasi

berbicara dan menyentuh

sensori tepat terhadap isolasi

defisit sensori dengan

pasien dengan ramah

dan menurunkan bingung

memaksimalkan indera yang tidak mengalami gangguan

 Perhatikan tentang

 Gangguan pendengaran atau

pendengaran berkurang

iritasi dapat berakhir 1-2 jam

 Mengidentifikasi

dan iritasi pendengaran

setelah tetesan telinga tetapi

/memperbaiki

dimana dapat terjadi bila

secara

potensial bahaya

menggunakan tetes

dengan penggunaan

dalam lingkungan

telinga.

bertahap

menurun

3.

Setelah dilakukan

 Menunjukan

komunikasi verbal intervensi selama

kemampuan

berhubungan

komunikasi yang di

Gangguan

dengan

3x24 jam di

kesulitan harapkan

buktikan dengan

mengerti

kemampuan

indicator ganguan

pembicaraan

menerima pesan

sebagai berikut

verbal atau non

(dengan ketentuan 1-

verbal dapat

5: ekstrem, berat,

tercapai.

sedang, ringan, atau tidak).  Klien dapat mengerti apa yang

Mandiri:  Kaji tipe/derajat disfungsi. Seperti pasien

dan derajat kerusakan serebral

tidak tampak memahami

yang terjadi dan kesulitan

kata atau mengalami

pasien dalam beberapa atau

kesulitan berbicara atau

seluruh tahap proses

membuat pengertian

komunikasi.

sendiri.  Perhatikan kesalahan

 Pasien mungkin kehilangan

dalam komunikasi dan

kemampuan untuk memantau

berikan umpan balik

ucapan yang keluar dan memberikan kesempatan

diungkapkan

untuk mengklarifikasikan

 Klien dapat

isi/makna yang terkandung

menerima pesan

dalam ucapannya.

melalui metode alternatif

 Membantu menentukan daerah

 Berikan metode

 Memberikan komunikasi

komunikasi alternative,

tentang kebutuhan

seperti menulis di papan

berdasarkan keadaan/defisit

tulis, gambar. Berikan

yang mendasarinya.

petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar kebutuhan, demonstrasi).  Bicaralah dengan nada

 Meninggikan suara dapat

normal dan hindari

menimbulkan marah

percakapan yang cepat.

pasien/menyebabkan

Berikan pasien jarak

kepedihan.

waktu untuk berespons. Bicaralah tanpa sebuah tekanan terhadap respon. Kolaborasi:  Konsultasikan

 Pengkajian secara individual

dengan/rujuk kepada ahli

kemampuan bicara dan

terapi wicara.

sensori, motorik dan kognitif berfungsi untuk

mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan terapi. 4.

Harga diri rendah Setelah di lakukan

 Klien mampu

berhungan dengan intervensi

mengenal perasaan

penurunan

yang menyebabkan

pendengaran

fungsi keperawatan selama 3x24 jam di

Mandiri 

perilaku menarik diri

harapkan pasien

 Klien berhubungan

dapat menerima

sosial dengan orang

keadaan dirinya

lain kembali.  Membina hubungan saling percaya dengan perawat.

Temukan kesulitan



Selama fase akut dari

dalam menentukan

trauma, efek jangka panjang

ketidakmampuan secara

tidak diketahui, yang dapat

fungsional dan/ atau

menunda kemampuan pasien

perubahan penurunan

untuk mengintegrasikan

fungsi.

keadaan ke dalam konsep diri.



Dengarkan keluhan-



Memberikan petunjuk-

keluhan dan tanggapan

petunjuk bagi pasien dalam

pasien mengenai

memandang dirinya, adanya

penyakit yang dialami.

perubahan peran dan kebutuhan dan berguna untuk memberikan informasi pada saat tahap penerimaan.



Kaji dinamika pasien



Peran pasien dalam keluarga

dan juga orang terdekat

dimasa lampau yang

dengan pasien (contoh:

terggangu berdayadan

peran pasien dalam

perasaan tidak berguna dan

keluarga, faktor budaya

dapat pula memberikan

dan sebagainya).

kesempatan pada orang terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan pasien.



Anjurkan kepada orang



Melibatkan pasien dalam

terdekat untuk

lingkungan mengurangi

memperlakukan pasien

perasaan-perasaan terisolasi

senormal mungkin.

dari lingkungan sosial, tidak berdaya dan perasaan tidak berguna dan dapat pula memberikan kesempatan pada orang terdekat untuk meningkatkan kesejahteraan

pasien. 

 Berikan informasi yang akurat. Diskusikan tentang pengobatan dan prognosa dengan jujur jika pasien sudah berada pada fase menerima

Fokus informasi harus diberikan pada kebutuhankebutuhan sekarang dan segera lebih dulu dan di masukkan dalam tujuan rehabiltasi jangka panjang. Informasi harus di ulang sampai pasien dapat mencari atau mengintegrasikan informasi. Menambah kesulitan dalam mengintegrasikan konsep diri selain itu, masalah kemandirian/ ketergantungan perlu pula dapat perhatian.

DAFTAR PUSTAKA

Boedhi & Hadi, 2009. Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta : EGC Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Reny Yuli Aspiani. 2014. Buku ajar keperawatan gerontik. Jakarta : CV. Trans info media Artinawati, Sri. 2014. Asuhan Keperawatan Gerontik. Bogor : In Media

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GERONTIK PRESBIKUSIS PADA LANSIA DI BPPLU PAGAR DEWA PROVINSI BENGKULU

DISUSUN OLEH : BARDAH WASALAMAH, S.Kep NPM. 1426050021

Co Perseptor

(Januar Tahmidi, SKM)

Perseptor

(Ns.Rafidaini Sazarni, S.Kep)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU 2015

Related Documents


More Documents from "Dwi suci rhamdanita"