Teori Perkembangan Anak.docx

  • Uploaded by: bardah wasalamah
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Teori Perkembangan Anak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,248
  • Pages: 35
I.Teori Perkembangan Anak A. Teori Perkembangan Anak – Erickson dan Gardner Pendapat Piaget dan Vigotsky ini perlu diakomodasi untuk saling melengkapi. Rancangan kegiatan perlu dibagi dimana ada saat anak diberi kesempatan menemukan dan membangun pemahamannya (discovery learning), tetapi guru tetap harus berperan memperluas dan meningkatkan efektifitas belajarnya dengan bantuan arahan yang tepat (scaffolding) sehingga anak dapat meningkatkan ZPD untuk menjadi daerah kemampuan aktualnya. Selain itu perlunya menunggu kesiapan anak dari Piaget dan pemberian bantuan dari orang dewasa untuk meningkatkan kemampuan anak jangan dipandang sebagai sesuatu yang kontradiktif, tetapi dipahami sebagai batasan dalam menetapkan kriteria Developmentally Appropriate Practice. Pendidik perlu meneliti sejauh mana kompetensi dasar usia tertentu, sekaligus mencoba meningkatkan kemampuannya dengan tetap memperhatikan kondisi psikologi anak dan tanpa mematikan anak untuk mencintai belajar. Pakar Psikologi Perkembangan Erikson memfokuskan pada perkembangan psikososial sejak kecil hingga dewasa dalam delapan tahap. Setiap orang akan melewati tahapan dan setiap tahapan akan mendapatkan pengalaman positif dan negatif. Kepribadian yang sehat akan diperoleh apabila seseorang dapat melewati krisis dalam tugas perkembangan dengan baik. Bagi anak usia dini, autonomy v.s. doubt (1-3 tahun).Bayi memerlukan pengasuhan yang penuh cinta kasih sehingga ia merasa yang aman baginya. Ketidak konsistenan dan penolakan pada masa bayi akan menimbulkan ketidak percayaan pada pengasuhnya berlanjut pada orang lain dan lingkungan yang lebih luas.Pada masa usia dini banyak hal yang menarik dia sehingga akan menjadikan dia ingin selalu mencoba terkadang berbahaya. Pada tahap ini orang dewasa harus memberikan dukungannya dan Erikson mengingatkan pembatasan dan kritik yang berlebihan akan menyebabkan tumbuh rasa ragu terhadap kemampuan dirinya. Penelitian tentang kecerdasan lebih jauh lagi diungkapkan Gardner yang dikenal konsep kecerdasan Jamak atau Multiple Intelegence (MI) ia mengidentifikasikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk menemukan dan mencari pemecahan masalah serta membentuk suatu produk yang mempunyai nilai dipandang dari budaya seseorang. Ketujuh kecerdasantersebut adalah : Linguistik, logika, matematika, spasial,

kinestetik, musik, intrapersonal, interpersonal serta naturalis. Setiap orang mempunyai berbagai potensi tersebut dan masing-masing dapat dikembangkan ke tahap tertentu. Dalam mendesain kurikulum konsep Piaget, Vigotsky, Erikson dan Gardner sangat bermanfaat sebagai arahan dalam menyusun kurikulum yang sesuai dengan tahap perkembangan dan minat individu. Erikson menyoroti aspek psikososial yang dialami masa anak-anak serta bagaimana pendidik dapat membantu anak melewati masa tersebut untuk menjadi mandiri. Piaget dengan konsep tahapan perkembangan berfikir memberikan pedoman Dalam menyusun pembelajaran yangsesuaiusia, sementaraVigotsky mengemukakan tentang pentingnya interaksi sosial dalam menstimulus berbagai aspek perkembangan. sumber : http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/25/teori-perkembangananak-%e2%80%93-erickson-dan-gardner/

1. PENGENALAN tujuan dari bab ini adalah untuk menyediakan/menyiapkan suatu ikhtisar sebagian dari isu berhubungan dengan pengembangan anak-anak secara keseluruhan seperti halnya pengembangan bahasa mereka. kita akan mulai dengan informasi

tentang

tatacara

pengembangan

instruksi

sesuai

dengan

pengembangan utama. emosional sosial, teori, dan phisik. kemudian

tiga

kita akan

bergerak ke usulan untuk belajar sekitar pengembangan minat dari anak-anak. kemudian pembedaan antara didapatnya bahasa dan pelajaran bahasa

yang

disajikan, akhirnya pembicaraan untuk membuat masukan yang dapat dimengerti dan untuk mendukung bahasa pengembangan anak-anak.

II. Teori Belajar Anak PAUD I.

Rasional Dewasa ini masih banyak anak usia dini yang belum mendapatkan layanan pendidikan anak usia dini. Hal ini disebabkan oleh berbagai kendala diantaranya adalah kurangnya lembaga penyelenggara PAUD, jumlah tenaga pendidik baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Salah satu program yang dapat memenuhi kendala-kendala tersebut di atas adalah melalui program pelatihan pendidik anak usia dini. Hal ini sejalan dengan program Direktorat PTK-PNF tentang peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.

II.

Tujuan Pelatihan Tujuan pelatihan pendidik anak usia dini adalah : 1. 2.

III.

Untuk memenuhi kekurangan jumlah tenaga pendidik anak usia dini Untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik anak usia dini

Kompetensi yang akan dikembangkan

Kompetensi akhir pelatihan dasar pendidik AUD: Diakhir kegiatan pelatihan dasar diharapkan peserta pelatihan dapat merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi program kegiatan bermain pada anak dengan benar.

A. Kompetensi Pedagogi

Memiliki kemampuan menerapkan konsep tentang perkembangan anak, konsep dasar PAUD, konsep bermain, evaluasi perkembangan anak, dan sumber belajar.

B. Kompetensi Kepribadian Memiliki kemampuan menerapkan etika sebagai pendidik AUD.

C. Kompetensi Sosial Memiliki kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosial.

D. Kompetensi Profesional Memiliki kemampuan mendidik AUD dengan menerapkan berbagai pendekatan

KOMPETENSI PENDIDIK ANAK USIA DINI

KOMPETENSI Pedagogi: Memiliki wawasan tentang perkembangan anak, konsep dasar PAUD, konsep bermain, evaluasi perkembangan anak, dan sumber belajar

SUB KOMPETENSI

SUB-SUB KOMPETENSI

1. Perkembangan Anak

1.1. Hakikat perkembangan anak

INDIKATOR 1.1.1.Perkembangan manusia 1.1.2.

Teori perkembangan anak

- Kognitif - Sosial - emosional - Bahasa -

Fisik (Motorik Kasar dan Halus)

1.2. Perkembangan otak anak

1.2.1 Modalitas otak dalam kehidupan - Struktur otak - Fungsi otak

1.2.2 Modalitas belajar - Visual - Auditori - Kinestetik/Sensori

1.3. Prinsip perkembangan

1.3.1 Developmentally Appropriate Practice

anak

- Sesuai tahap perkembangan anak secara umum - Sesuai tahap perkembangan anak secara individual - Sesuai dengan konteks sosial budaya anak

1.4.1 Rentang usia - Bayi/infant (lahir – 12 bulan)

1.4. Aspek, karakteristik dan stimulasi perkembangan anak

- Batita/toddler (1 – 3 tahun) - Prasekolah/preschool (3 – 6 tahun)

2.1.1Pendidikan AUD - Tujuan 2.1.

Hakikat Pendidikan AUD

- Fungsi 2.1.2 Teori PAUD

2. Konsep Dasar PAUD

- Konstruktivisme - Keragaman sosialbudaya (multi kultural)

2.2.1 Belajar melalui

bermain 2.2.

Prinsip Pendidikan AUD

2.2.2 Berpusat pada anak 2.2.3 Scaffolding (pijakan lingkungan, sebelum, saat, dan setelah main) 2.2.4 Lingkungan sebagai sumber belajar 2.2.5 Belajar bermakna (meaningfull learning)

2.3.

Model Pendidikan AUD

2.3.1.

Hakikat model PAUD

2.3.2

Ragam Model PAUD -

Beyond Centers and Circle Times

-

Montessori

-

High/Scope

-

Reggio Emilia

-

Children Resources International

3.1.1 Bermain - Tujuan 3.1 Hakikat Bermain

- Fungsi

3.2.1 Interaksi sosial dalam

bermain - Tidak peduli 3. Konsep Bermain

3.2 Unsur Interaksi Sosial dalam Bermain

- Penonton - Sendiri - Berdampingan - Bersama - Kerjasama

3.3.1 Jenis main menurut Erikson, Piaget, Vygotsky, Anna Freud. 3.3. Jenis Main

Main Sensorimotor

-

Main Peran (Mikro – Makro)

-

Main Pembangunan (Fluid – Structured)

3.4.1. Pengelolaan kegiatan bermain - Perencanaan Bermain - Pelaksanaan Bermain 3.4 Pengelolaan Kegiatan Bermain

- Evaluasi Proses Bermain

4.1.1. Evaluasi perkembangan anak

- Tujuan - Fungsi 4.1.

Hakikat Evaluasi

4.2.1. Prinsip evaluasi perkembangan anak - Individualitas - Kontinuitas - Fleksibilitas

4. Evaluasi Perkembang-an Anak

4.2.

Prinsip Evaluasi 4.3.1 Tes 4.3.2 Non tes - Anecdotal records - Portofolio - Checklist

4.3. Alat Evaluasi

5.1.1 Sumber Belajar - Tujuan - Fungsi

5.1. Hakikat Sumber Belajar

5.2.1 Media jadi (media by utilization) 5.2.2 Lingkungan (media by design)

5.2. Jenis Sumber Belajar

5.3.1. Alat permainan edukatif sederhana

5. Sumber

5.3.2 Alat permainan edukatif tradisional

Belajar

5.3. Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber Belajar

Kepribadian: Memiliki kemampuan menerapkan etika sebagai pendidik AUD

Sikap dan Aktualisasi Diri

1.1.Sikap pendidik AUD

1.1.1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 1.1.2. Berkelakuan baik 1.1.3. Mandiri dan bertanggung jawab 1.1.4. Adil dan dapat

dipercaya 1.1.5. Sabar, rela berkorban dan menyayangi anak 1.1.6. Berupaya meningkatkan wawasan dan pengetahuan 1.1.7. Berupaya selalu intropeksi diri dan menerima kritik.

1.2.1. Menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja 1.2.2. Inovatif dan kreatif

Sosial: Memiliki kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosial

1.

Kemampuan berkomuni-kasi dengan anak

1.2.Aktualisasi diri 1.1.Tahapan komunikasi anak

1.1.1. Komunikasi dengan bahasa tubuh/bahasa isyarat 1.1.2. Komunikasi menggunakan bahasa verbal

1.2.Teknik berkomunikasi dengan anak

1.2.1. Cara bertanya kepada anak (open-ended question) 1.2.2. Memberi gagasan pada saat main 1.2.3. Memberi pujian yang tepat pada anak 1.2.4. Teknik berkomunikasi

saat anak mengalami konflik

2.1.1.

2.

Kemampuan berkomunika-si dengan lingkungan

Bekerjasama dalam tim

2.1. Sesama guru

2.2.2. Teknik berkomunikasi dengan orang tua

2.2. Orangtua

2.3.1. Teknik berkomunikasi dengan pengelola, penilik dan mitra terkait.

2.3. Tenaga Kependidikan

Profesional: Memiliki kemampuan menerapkan berbagai keterampilan mendidik AUD

Pengelolaan kegiatan bermain AUD

1.1. Pengelolaan model kegiatan bermain AUD

1.1.1.

Merencanakan model kegiatan bermain AUD

-

Pengembangan tema

-

Penyusunan satuan kegiatan bermain (lesson plan)

1.1.2. Melaksanakan kegiatan bermain 1.1.3.

Mengevaluasi kegiatan bermain AUD

III.Teori Konstruktivisme A. Pandangan Teori Belajar Konstruktivisme Salah satu prinsip psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak begitu saja memberikan pengetahuan kepada siswa, tetapi siswa yang harus aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka. Tokoh yang berperan pada teori ini adalah Jean Piaget dan Vygotsky. Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti: 1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada. 2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka. 3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru. 4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada. 5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah. 6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar. Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132). Selanjutnya, Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori

kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7). Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Belajar merupakan proses untuk membangun penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61). Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak. Pada teori ini konsekuensinya dalah siswa harus memiliki ketrampilan unutk menyesuaikan diri atau adaptasi secara tepat. Menurut C. Asri Budiningsih menjelaskan bahwa ada dua macam proses adapatasi yaitu adaptasi bersifat autoplastis, yaitu proses penyesuaian diri dengan cara mengubah diri sesuai suasana lingkungan, lalu adaptasi yang bersifat aloplastis yaitu adaptasi dengan mengubah situasi lingkungan sesuai dengan keinginan diri sendiri. Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut: (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skema sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring labalaba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5). Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berikut adalah tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan; (1) perkembangan intelektual terjadi melalui tahaptahap beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, (2) tahap-tahap tersebut

didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan (3) gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi). Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar. Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut: (1) tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, (2) kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan (3) peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik. B. Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru. Sehubungan dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima. Wheatley (1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Kedua pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan

lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari pada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut. Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya. Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut: (1) memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi lebih kreatif dan imajinatif, (3) memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru, (4) memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa, (5) mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan (6) menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Selain itu Slavin menyebutkan strategi-strategi belajar pada teori kontruktivisme adalah top-down processing( siswa belajar dimulai dengan masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan ketrampilan yang dibutuhkan, cooperative learning(strategi yang digunakan untuk proses belajar, agar siswa lebih mudah dalam menghadapi problem yang dihadapi dan generative learning(strategi yang menekankan pada integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata. Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi. Unsur Penting dalam Lingkungan Pembelajaran Konstruktivis Berdasarkan hasil analisis Akhmad Sudrajat terhadap sejumlah kriteria dan pendapat sejumlah ahli, Widodo, (2004) menyimpulkan tentang lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis, yaitu: 1. Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa. 2. Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna

Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep. 3. Adanya lingkungan sosial yang kondusif, Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial. 4. Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya. 5. Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah. Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa tentang “kehidupan” ilmuwan. pembelajaran kontruktuvisme merupakan pembelajaran yang cukup baik dimana siswa dalam pembelajaran terjun langsung tidak hanya menerima pelajaran yang pasti seperti pembelajaran bihavioristik. Misalnya saja pada pelajaran pkn, tentang tolong menolong dan siswa di tugaskan untuk terjun langsung dan terlibat mengamati suatu lingkungan bagaimana sikap tolong menolong terbangun. Dan setelah itu guru memberi pengarahan yang lebih lanjut. Siswa lebih mamahami makna ketimbang konsep Kesimpulan Jadi teori kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Piaget menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme

lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru.

IV.Pengembangan Potensi Anak Usia melaluiPenerapan Kelas yang Berpusat pada Anak

Dini

Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dinipada jalur pendidikan formal untuk rentang usia empat sampai dengan enam tahun.Meski pendidikan Taman Kanak Kanak bukan pendidikan yang diwajibkan, tetapikeberadaannya mampu memberikan kontribusi dalam membantu anak mengembangkan seluruh aspek perkembangan yang dimilikinya.Strategi pembelajaran merupakan salah satu aspek yang menentukankeberhasilan pendidikan Taman Kanak-kanak. Strategi pembelajaran kelas yangberpusat pada anak merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berupayamengembangkan seluruh aspek perkembangan anak secara optimal. Kelas yangberpusat pada anak merupakan salah satu implementasi dari pendekatan belajar aktif. Kelas yang berpusat pada anak sangat menekankan pada aspek individualisasipengalaman belajar anak, pemberian kesempatan pada anak untuk mengambilkeputusan atau memilih kegiatan yang sesuai dengan minatnya di pusat-pusatkegiatan, serta partisipasi keluarga melalui kegiatan yang dipersiapkan. Ketiga haltersebut diwujudkan dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dikelas, menyediakan banyak pilihan di area kegiatan, serta menjalin hubungan yangharmonis dengan pihak orang tua dengan melibatkan mereka dalam kegiatanpembelajaran baik langsung maupun tidak langsung.

PENGEMBANGAN POTENSI ANAK USIA DINI MELALUI PENERAPAN KELAS YANG BERPUSAT PADA ANAK Oleh: Heny Djoehaen

A. Pendahuluan Taman Kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal untuk rentang usia empat sampai dengan enam tahun. Pendidikan anak usia dini atau taman kanak-kanak, pada hakekatnya adalah pendidikan yang diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan seluruh aspek kepribadian anak. Oleh karena itu pendidikan untuk usia dini khususnya taman kanak-kanak perlu menyediakan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan yang meliputi kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik dan motorik. Pengalaman belajar seperti apa yang memungkinkan anak berkembang seluruh aspek perkembangannya? Menurut Pestalozzi, pendidikan taman kanak-kanak hendaknya menyediakan pengalaman-pengalaman yang menyenangkan, bermakna, dan hangat seperti yang diberikan oleh orang tua di lingkungan rumah(Masitoh:2003). Senada dengan hal tersebut, Solehudin (1997) mengungkapkan bahwa: ”Secara umum pendidikan prasekolah dimaksudkan untuk menfasilitasipertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh sesuai dengannorma-norma dan nilai-nilai kehidupan. Pendidikan prasekolah hendaknyatidak berorientasi akademik, tetapi hendaknya dapat menyediakanpengalaman-pengalaman belajar bagi anak. Disamping itu programpendidikan prasekolah harus disesuaikan dengan kebutuhan, minat danperkembangan anak.” Dari pendapat tadi dapat disimpulkan bahwa upaya untuk memfasilitasipertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal sejatinya diimplementasikanmelalui penyediaan pengalaman belajar yang tidak berorientasi akademik, dalam artitidak menekankan pada penguasaan kemampuan tertentu, tetapi lebih ditekankanpada pengalaman belajar yang sesuai dengan minat dan

kebutuhan anak. Lantaspendekatan seperti apakah yang sesuai dengan minat dan kebutuhan anak tersebut? Menurut Coughlin (2000), dalam bidang pendidikan anak usia dini, terdapatdua pendekatan mendasar yang digunakan, yaitu pendekatan perilaku dan pendekatanperkembangan. Pendekatan perilaku menganggap bahwa konsep-konsep tidak berasaldari diri anak serta tidak berkembang secara spontan, melainkan harus ditanamkanpada anak dan diserap oleh anak. Pendekatan prilaku ini menempatkan anak sebagaiobjek yang hanya menerima informasi dari lingkungan, sehingga pembelajaran yangterjadi berupa penyampaian informasi dari guru. Pendekatan perilaku menciptakanpembelajaran yang berpusat pada guru. Guru dianggap sebagai satu-satunya sumberatau ”pemilik” semua informasi. Tugas guru adalah menyampaikan pengetahuankepada anak. Sementara itu, anak diharapkan menguasai suatu tugas melalui latihandan pengulangan sebelum sampai kepada tahapan berikutnya Berbeda dengan pendekatan perilaku, pendekatan perkembangan memberikankerangka untuk memahami dan menghargai pertumbuhan alami anak-anak usia dini.Pendekatan ini menganggap bahwa anak usia dini adalah pebelajar yang aktif yangsecara terus menerus mendapatkan informasi mengenai dunia lewat permainan,mengalami kemajuan melalui tahapan perkembangan yang diperkirakan, sertamerupakan individu yang unik yang tumbuh dan berkembang dengan kecepatan yangberbeda. Program kelas yang berpusat pada anak merupakan pendekatan pembelajaranyang berorientasi perkembangan yang berusaha mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak secara optimal. Program kelas yang berpusat pada anak, sebagaisalah satu pendekatan yang berpusat pada anak, sangat menekankan pada aspek individualisasi pengalaman belajar anak, pemberian kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan atau memilih kegiatan yang sesuai dengan minatnya di pusat-pusat kegiatan, serta partisipasi keluarga melalui kegiatan yang dipersiapkan. Uraian berikut ini akan membahas mengenai filosofi dan landasan programkelas yang berpusat pada anak, individualisasi pengalaman belajar, pusat-pusatkegiatan serta peran serta keluarga dalam pendidikan pra sekolah B.Filosofi dan landasan program

Pendekatan kelas yang berpusat pada anak didasarkan atas keyakinan bahwaanak akan tumbuh dan belajar dengan baik jika mereka dilibatkan secara alamiahdalam proses belajar. Lingkungan yang dirancang dengan menggunakan konsep kelas yang berpusat pada anak memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk bereksplorasi, menjadi pelopor serta berkreasi. Peran pengajar adalahmerancang tujuan serta lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan minat dankebutuhan anak, menghargai kelebihan serta kebutuhan setiap anak.Program kelas yang berpusat pada anak sebagai bagian dari pendekatan yangberpusat pada anak, memiliki tiga prinsip utama, yaitu: 1.Konstruktivisme. Konstruktivis berlandaskan pada penelitian Piaget yang memperlihatkan bahwa pada dasarnya anak secara aktif menginterpretasikan pengalamannya dalamdunia fisik dan sosial serta membangun pengetahuan, kecerdasan serta moralitasmereka sendiri. Anak membangun pengetahuannya sendiri karena mereka memilikibegitu banyak gagasan yang sesungguhnya tidak pernah diajarkan kepada mereka(Masitoh:2003). Senada dengan hal tersebut Coughlin (2000) mengungkapkanbahwa, para konstruktivis meyakini bahwa pembelajaran terjadi pada saat anak berusaha memahami dunia di sekeliling mereka. Pembelajaran merupakan sebuahproses interaktif yang melibatkan teman, orang dewasa dan lingkungan. Dalam pandangan konstruktivistik anak dipandang sebagai pebelajar yang aktif, yangmembangun pemahamannya sendiri. Program kelas yang berpusat pada anak merupakan pendekatan yang selarasdengan teori konsruktivis, karena pendekatan ini memberikan kesempatan yangseluas-luasnya bagi anak untuk mengkonstruksi pengetahuannya melalui pengalamanbelajar yang dirancang oleh guru. Kebebasan anak dalam memilih kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan dan minatnya serta keberadaan pusat kegiatan atau area dikelas yang bebas dieksplorasi anak merupakan salah satu perwujudan dari teori ini.

2.Metodologi yang sesuai dengan perkembangan Metodologi ini didasarkan pada pengetahuan mengenai perkembangan anak.Semua anak berkembang melalui tahapan yang umum, meskipun demikian pada saatyang sama anak merupakan individu yang bersifat unik. Untuk itu, para pengajardiharapkan dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan pada diri anak sehingga dapat memfasilitasi serta melayani kebutuhan anak yang berbeda.Katz dalam Bredekamp (2000) menyatakan bahwa:

“In a developmental approach to curriculum design…(decisions) about whatshould be learned and how it would be best learned depend on what we know of the learners developmental status and our understanding of the relationshipbetween early experience and subsequent development”.

Pernyataan di atas mengandung arti bahwa rancangan atau keputusan mengenaiapa yang seharusnya dipelajari serta bagaimana sebaiknya sesuatu dipelajari olehpeserta didik, sangat tergantung pada apa yang kita ketahui mengenai keadaanperkembangan peserta didik serta pemahaman mengenai keterkaitan antara pengalaman awal dengan perkembangan. Lebih lanjut, Bredekamp (2000) mengungkapkan terdapat 2 dimensi istilah”sesuai dengan perkembangan, yaitu kesesuaain usia dan kesesuaaian individu.Penelitian perkembangan manusia menunjukkan bahwa anak-anak menjalaniserangkaian pertumbuhan dan perubahan yang universal yang di perkirakan selama sembilan tahun pertama. Perubahan yang dapat di perkirakan ini terjadi di semua areaperkembangan fisik, emosional, social, kognitif,dan linguistik. Pengetahuan yangdiberikan program ini mengenai perkembangan khas dalam rentang usiamemberikan kerangka yang dapat digunakan guru untuk mempersiapkanlingkungan belajar dan merencanakan pengalaman yang sesuai(Bredekamp,2000). Untuk menerapkan kegiatan yang sesuai dengan perkembangan, tim pengajarharus menyadari kisaran perkembangan yang normal. Guru harus menyadari bahwameskipun terdapat rangkaian perkembangan yang dapat diperkirakan, perkembangantersebut tidaklah sama keadaannya setiap waktu dan setiap individu. Berkaitan dengan kesesuaian individu Bredekemp mengungkapkan bahwasetiap anak memiliki pola dan waktu perkembangan yang unik, seperti kepribadian,tipe pembelajaran dan latar belakang keluarga. Baik metodologi maupun interaksiorang dewasa dengan anak-anak haruslah sesuai dengan perbedaan individual anak-anak. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi antara pemikiran anak danpengalamannya dengan bahan-bahan ajar, gagasan-gagasan dan orangorang.Pengalaman-pengalaman sedangberkembang

dan

juga

ini

haruslah

memberikan

cocok

dengan

tantangan

bagi

kemampuan

anak

minat

pemahaman

dan

yang

anak.(Bredekamp: 2000) Sebagai implikasi dari pemahaman di atas, Coughlin (2000) mengungkapkanbahwa kegiatan kelas harus sesuai secara individu. Untuk itu para pengajar harusmengamati setiap anak dengan

cermat dan menentukan kemampuan, kebutuhan, minat, temperamen dan cara belajar masingmasing. Untuk dapat menyesuaikankegiatan bagi setiap anak, dibutuhkan pengetahuan yang kuat mengenai kegiatan-kegiatan yang potensial bagi setiap pusat pembelajaran. Pendekatan kelas yang berpusat pada anak merupakan pendekatan yangbernuansa perkembangan. Kegiatan-kegiatan dirancang sepenuhnya dengan mengacupada karakteristik perkembangan anak. Keberadaan pusat-pusat kegiatan di kelas,pada hakekatnya merupakan salah satu upaya untuk dapat memfasilitasi seluruhaspek perkembangan anak dengan tetap memperhatikan perbedaan individual.

3.Pendidikan Progresif

Pendidikan progresif menekankan bahwa pendidikan merupakan prosessepanjang hidup dan bukan untuk persiapan masa datang. Pelaksanaan pendidikanprogresif dibangun berdasarkan prinsip-prinsip perkembangan dan konstruktif.Pendidikan yang berpusat pada anak mendukung lingkungan belajar yang dapatmeningkatkan keterampilan dan minat anak serta pembelajaran antar teman sebayadan kelompok kecil. (Coughlin: 2000) Pendekatan pembelajaran kelas yang berpusat pada anak sangat menekankanpada aspek individualisasi pengalaman belajar anak, pemberian kesempatan padaanak untuk mengambil keputusan atau memilih kegiatan yang sesuai denganminatnya di pusat-pusat kegiatan, serta partisipasi keluarga melalui kegiatan yangdipersiapkan

C.Individualisasi Pengalaman Belajar Pada dasarnya setiap individu memiliki karakteristik yang berbeda satu samalain. Hal inilah yang mendasari konsep perbedaan individual pada peserta didik.Perbedaan individual ini seyogyanya menjadi pertimbangan bagi para pendidik dalam mengembangkan pembelajaran. Keyakinan bahwa setiap anak merupakanindividu yang berbeda diungakapkan oleh Bredekamp (2000), bahwa: Variasi itulahyang membuat dunia anak usia dini menarik, serta hal itu pulalah yang membuatguru menyukai kegiatan mengajar, karena setiap anak, setiap kelompok anak adalahberbeda. Senada dengan itu, Solehuddin (1997) menyatakan bahwa: anak akan belajardengan baik apabila:

1. Anak merasa aman secara psikologis, serta kebutuhan-kebutuhan fisiknyaterpenuhi. 2. Anak mengkonstruksi pengetahuan. 3. Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasda dan anak-anak lainnya. 4. Anak belajar melalui bermain 5. Minat dan kebutuhan anak untuk mengetahui terpenuhi. 6. Unsur variasi individual diperhatikan. Pendapat di atas mengandung arti bahwa pembelajaran akan lebih bermakna jika anak dapat melakukan sesuatu sesuai dengan minat, kebutuhan serta kapasitas merekamasing-masing. Unsur perbedaan individual secara langsung akan berdampak padapendekatan yang dipilih oleh guru. Pendekatan yang bervariasi dapat memfasilitasikarakter anak yang berbeda. Program kelas yang berpusat pada anak meletakkankan landasan yang kuatbagi anak untuk menjadi orang dewasa yang memiliki wawasan, aktif, berhasil sertapeduli pada sesama. Guru sangat peduli pada hal-hal yang berkaitan dengan masakanak-kanak. Mereka menghargai proses individualisasi dengan menghargai tahapanperkembangan setiap anak yang berbeda. Dalam Program kelas yang berpusat pada anak, unsur perbedaan individualbenar-benar diperhatikan. Hal ini tampak dari peralatan bahan ajar, jadwal harian dantata letak kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan. Individualisasi menuntut guruuntuk menciptakan kegiatan yang membuat anak merasa tertantang dan berhasil.Dengan merencanakan kegiatan dengan luwes serta mengamati anak selama kegiatanmaka guru dapat merubah atau menyesuaikan bahan ajar serta kegiatan yangdiperlukan. Individualisasi pengalaman belajar tampak pada pemilihan kegiatan di areaatau pusat kegiatan. Anak akan memilih kegiatan berdasarkan prakarsa sertakemampuan yang mereka miliki. Melalui individualisasi pengalaman belajar, anak dapat berkembang sesuai dengan irama kecepatannya masing-masing. Pendekatankelas yang berpusat pada anak, merupakan lingkungan yang dinamis yang saratdengan bahan ajar serta pengalaman belajar yang dirancang untung menghubungkanminat mereka dengan tahapan perkembangannnya.

D.Pusat Kegiatan

Pada pendekatan yang berpusat pada anak terdapat pusat kegiatan sebagaiwahana bagi anak untuk mengeksplorasi barbagai macam bahan ajar serta permainan.

Beragamnya pusat kegiatan serta material yang tersedia, memberikan peluang yangbesar kepada anak untuk memilih kegiatan yang sesuai dengan minatnya. Perananguru adalah adalah membantu menyediakan berbagai kegiatan yang menarik di pusatkegiatan serta mencari material yang selalu menarik untuk dieksplorasi. Menurut Coughlin (2000), Pusat kegiatan sangat bervariasi antara kelas yangsatu dengan yang lainnya, namun demikian terdapat pusat kegiatan utama yangsebaiknya dimiki oleh setiap kelas, yaitu: a. Matematika/berhitung Pusat kegiatan ini berisi permainan-permainan yang dapat membantu anak dalam mencocokkan, berhitung, mengelompokkan serta menciptakan sendiripermainan yang mereka sukai. Kegiatan di pusat ini dapat mendorongkemampuan intelektual anak, otot-otot halus, koordinasi mata dan tanganserta memecahkan masalah. Material yang terdapat pada pusat kegiatan inidiantaranya papan geometris, rod, balok berpola, puzzle, cetakan es, kertastempat telur , kelereng, kancing atau manik-manik serta berbagai benda yangdapat dihitung, diklasifikasikan, dibedakan dan lain-lain. b. Ilmu Pengetahuan Alam Pusat kegiatan IPA mencerminkan langsung minat anak-anak terhadap gejala-gejala alamiah dan benda-benda yang mereka temukan. Guru menyediakansuatu tempat di kelas yang memungkinkan anak untuk bereksplorasi,melakukan percobaan, serta memamerkan hasil penemuan mereka. Materialyang terdapat pada pusat kegiatan ini diantaranya Magnet, Besi (kunci,mur,baut), Kayu, Gabus, Kaca pembesar, Gelas ukuran c. Tempat pengenalan bacaan dan tulisan Pusat membaca dan menulis berisi buku-buku dan bahan untuk kegiatanmenyimak dan menulis. Wilayah ini merupakan tempat yang tenang sehinggaanak-anak dapat melihat buku-buku, membaca cerita, menyimak cerita. Sertamelakukan kegiatan menulis dengan tenang. Material yang terdapat padapusat kegiatan ini diantaranya Buku cerita, Kertas, Alat tulis, Mainan/puzzleabjad d. Kesenian Pusat kesenian mendorong anak-anak untuk mengembangkan danmengeksplorasi kreativitas mereka serta bersenang-senang dengan bahan-bahan baru dan pengalaman fisik. Pusat seni dapat memacu kreativitas,komunikasi verbal dan non verbal, percaya diri, perkembangan motorik halusdan kasar serta kemampuan

inteklektual. Material yang terdapat pada pusatkegiatan ini diantaranya Kertas, Buku gambar, Cat air/cat poster, Krayon,Pensil warna, Spidol, Roncean e. Drama peran Pusat drama dapat membantu anak untuk lebih mengenal kehidupan mereka.Pada pusat ini, dapat disediakan benda-benda yang dapat mendorong anak untuk memperagakan apa yang mereka lihat di kehidupan mereka. Material yang terdapat pada pusat kegiatan ini diantaranya Baju-baju, Cermin,Berbagai jenis boneka, Alat permainan memasak, Mobil-mobilan, Telepon f. Musik Pusat musik memberikan kesempatan kepada anak untuk bernyanyi,menggerakkan badan, memainkan alat musik bertepuk tangan, menari. Musik dapat membantu mengembangkan panca indra, mengajarkan ritme, memperkuatotot halus dan kasar mengikuti pola serta memacu kreativitas. Material yangterdapat pada pusat kegiatan ini diantaranya Maracas, Alat musik perkusi,Seruling, Kaleng bersuara, Botol nada, Harmonica, Gitar, Angklung g. Memasak Pusat memasak memberikan kesempatan kepada anak untuk mengalami prosesdan reaksi ilmiah, mencicipi makanan-makanan baru, menyantap makanan yangmereka buat, memahami konsep matematika seperti menimbang. Kegiatanmemasak juga memberikan kesempatan kepada anak untuk bersosialisasi,belajar berbagi, dan bejkerja sama. Material yang terdapat pada pusat kegiatanini diantaranya Peralatan makan (piring, sendok, garpu, pisau), Perlatanmemasak (kompor, panci, wajan). h. Permainan Balok Pusat permainan balok dipenuhi berbagai macam balok dalam berbagai macambentuk dan ukuran untuk menciptakan berbagai bentuk bangunan, kota,pertanian, kebun binatang dan lain-lainnya secara imajinatif. Melalui kegiatan bermain balok, anak dapat mengembangkan logika matematika, kemampuanberfikir dan memecahkan masalah, kreativitas serta daya konsentrasi. Materialyang terdapat pada pusat kegiatan ini diantaranya Balok kayu, Balok plastik,Lassy, Mobil mainan. i.

Pasir dan air

Wilayah

ini

menawarkan

banyak

kesempatan

kepada

anak

untuk

menggunakanpanca indera mereka dengan cara mengeksplorasi bahan-bahan alami. Melaluikegiatan itu, anak dapat berfikir dan berkomunikasi. Mereka dapat melatih otothalus dan kasar. Di sini dapat dikembangkan konsep matematika, gagasanilmiah serta kreativitas. Material yang terdapat pada pusat kegiatan inidiantaranya pasir laut, Bak pasir, Bak air, Mainan pasir, Perahu mainan Gayung,Teko, Gelas ukuran botol, Pipa dll. E. Peran serta keluarga Partisipasi keluarga merupakan salah satu hal yang sangat ditekankan padapendekatan kelas yang berpusat pada anak. Keterlibatan keluarga didasarkan ataskeyakinan bahwa keluarga memiliki pengaruh terbesar bagi anak-anak. Keluargamerupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak. Untuk itu maka keluargaharus dipandang sebagai mitra yang memiliki peranan penting bagi proses pendidikananak, dan harus dilibatkan dalam pengalaman belajar anak. Program kelas yang berpusat pada anak mendukung peran serta keluargadalam berbagai cara. Meskipun metodenya berbeda-beda namun para guru dan pengelola pendidikan harus tetap mendukung keluarga untuk terlibat secara aktif dalam semua aspek program. Berbagai bentuk keterlibatan keluarga dapat dirancang oleh guru maupunorang tua, sebagai bentuk kepedulian keluarga akan pendidikan putra-putrinya.Keluarga dapat secara langsung terlibat dalam pembelajaran di kelas, dengan caramenjadi fasilitator di pusat kegiatan. Strategi lain yang dapat ditempuh adalah denganmelibatkan mereka sebagai sumber belajar yang secara langsung dapat memberikantambahan wawasan bagi anak. Keterlibatan keluarga juga dapat bersifat tidak langsung misalnya dengan memberi kemudahan dalam pengadaan sumber belajarbagi anak. Seperti halnya anak, keluargapun memiliki karakteristik yang berbeda satusama lain. Untuk itu harus ditempuh strategi yang beragam dalam upaya menjalinkomunikasi dengan keluarga. Coughlin (2000) mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis strategi dalam berkomunikasi dengan keluarga yakni, Strategi komunikasiformal dan strategi komunikasi informal.Strategi komunikasi formal yang dapat ditempuh oleh guru yaitu:

1. Melakukan kunjungan rumah,Kunjungan rumah biasanya dilakukan 2 kakli/tahun, yakni pada awal danakhir tahun. Kunjungan runah nerupakan cara yang baik untuk membangunkomunikasi dan bertemu dengan anggota keluarga anak.

2. Menghadirkan keluarga di ruang kelasKarakteristik serta minat keluarga yang berbeda merupakan hal yang menarik untuk diketahui. Untuk itu kehadiran keluarga di kelas akan memperkayawawasan anak, disamping memberikan nilai positif bagi keluarga itu sendiriseperti lebih memahami perkembvangan anak.Selain hal itu, guru dapat menempuh strategi komunikasi informal yaitu: 1. Waktu mengantar dan menjemput anak Mengambil kesempatan untuk bertemu dengan anggota keluarga anak padawaktu mengantar dan menjemput anak bisa dilakukan mengingat padatnya jadwal pihak keluarga. Keadaan informal tersebut dapat membantumembangun komunikasi antara rumah dan sekolah. 2. Catatan dan buku catatan Memberikan catatan yang singkat dan informal kepada anak untuk disampaikan kepada orang tua dapat membantu komunikasi. Catatansebaiknya

menggambarkan

keberhasilan

yang

spesifik,

keterampilan atauperilaku baru. 3. Papan bulletin Papan bulletin merupakan cara lain untuk berkomunikasi secara informaldengan keluarga. Informasi yang disampaikan melalui papan bulletin dapatberupa pengumuman rapat, brosur tentang perkembangan anak, gizi sertamasalah-masalah lain yang berkaitan. 4. Selebaran Selebaran merupakan cara lain untuk berkomunikasi. Sebaiknya informasimelalui

selebaran

dilaksanakan

secara

rutin,

sehingga

keluargamendapatkan secara tetap. Informasi yang disampaikan melalui selebaranantara lain mengenai permintaan bahan-bahan atau bantuan untuk suatuproyek. F.Penutup Program kelas yang berpusat pada anak merupakan salah satu strategi belajaraktif, yang menjadikan anak sebagai pusat dari seluruh kegiatan di kelas. Program iniberupaya memfasilitasi seluruh aspek perkembangan anak secara optimal denganpenekanan pada aspek-aspek

pembelajaran yang berorientasi perkembangan,individualisasi pengalaman belajar serta partisipasi keluarga melalui kegiatan yangdirencanakan. Pembelajaran yang berorientasi perkembangan, memungkinkan anak untuk melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan serta kapasitas yang dimilikinya. Kegiatan pembelajaran direncanakan secara matang oleh guru sertadisesuaikan dengan tingkat perkembangan anak, serta minat dan kebutuhan anak. Namun demikian, upaya untuk tetap dapat melayani kebutuhan individu yangberbeda tetap diperhatikan dengan menyajikan beragam pusat kegiatan yang memilikikegiatan serta bahan-bahan ajar yang beragam pula. Kehadiran pusat-pusat kegiatandi dalam kelas dapat membantu anak mengembangkan minat serta memenuhikebutuhannya yang berbeda. Kemampuan guru dalam merancang kegiatan sertamenyediakan bahan-bahan ajar di pusat kegiatan dapat membantu terciptanya prosespembelajaran yang bermakna serta sesuai dengan minat anak. Peran serta keluarga merupakan aspek yang cukup memegang perananpenting, karena lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak,sehingga dukungan dari pihak keluarga dapat membantu keberhasilan programpendidikan secara keseluruhan. Upaya untuk melibatkan keluarga dalam program pendidikan dapat dilakukanmelalui berbagai cara. Antara lain dengan mengundang mereka pada awal tahundalam rangka mensosialisasikan program, sehingga pihak keluarga tahu betulprogram yang dimiliki oleh sekolah. Manfaat lain yang bisa diperoleh dari sosialisasiprogram adalah pihak keluarga dapat mengetahui serta memilih program-programyang memungkinkan mereka untuk terlibat secara aktif Upaya lain yang dapat ditempuh oleh pihak sekolah adalah dengan caramemberikan kesempatan kepada pihak keluarga untuk terlibat dalam kegiatan dikelas, dengan cara menjadi fasilitator di pusat kegiatan atau mengundang merekauntuk menjadi nara sumber. Selain itu, pihak sekolah dapat mengupayakanterjalinnya komunikasi yang harmonis dengan pihak keluarga, dengan caramelakukan kunjungan rumah, serta mengoptimalkan papan bulettin yang terdapat disekolah sebagai media komunikasi. Pada prinsipnya, segala upaya untuk memfasilitasi seluruh aspek perkembangan anak secara optimal dapat tercipta melalui kesungguhan pihak-pihak yang terlibat dalam program pendidikan tersebut. Kesetaraan serta rasa tanggung jawab yang besar dari masing-masing pihak akan membantu pencapaian tujuanpendidikan yang diharapkan.

V.Dasar dan Kerangka dari Teori Kecerdasan Jamak Beberapa tokoh sejarah manusia seperti Winston Churchil, bukanlah seorang yang tampil cerdas dengan angka gemilang ketika mereka berada di sekolah. Gus Dur, presiden Indonesia ke-empat juga tidak berhasil menampilkan diri sebagai pelajar yang cerdas. Sebaliknya, banyak murid-murid sekolah yang gemilang, ternyata gagal total dalam masyarakat. Apa yang harus dikatakan mengenai gejala-gejala ini? Gejala di atas membuat para pendidik merasa perlu mendefinisikan ulang makna kecerdasan. Apakah kecerdasan itu? Bagaimana menolong anak-anak yang terhambat belajar? Di masa lalu, manusia membuat suatu alat untuk mengetahui anak-anak yang mengalami kesulitan belajar, namanya test Inteligence Quotient. Jadi tes IQ yang kini kita dikenali sebenarnya berawal dari sebuah usaha untuk mengetahui manakah muridmurid sekolah di Perancis yang mengalami kesulitan belajar sehingga mereka dapat dibantu. Dari upaya ini dibentuklah tes kecerdasan yang pertama dan kemudian berkembang di Amerika Serikat. Masalahnya muncul ketika orang-orang mulai menyempitkan arti kecerdasan dan ukuran kecerdasan seseorang menjadi sebatas sebuah nilai skor IQ seseorang. Maka orang yang ber-IQ 90 dinilai sebagai orang yang bodoh. Sekitar 80 tahun setelah tes kecerdasan pertama dikembangkan, muncul seorang psikolog Harvard bernama Howard Gardner yang menantang pemahaman lama ini. Dalam bukunya berjudul Frames of Mind (Gardner, 1983) ia membuktikan keberadaan dari (setidaknya) 7 kecerdasan dasar. Lahirlah istilah kecerdasan jamak atau konsep multiple

intelligences.

Teori

kecerdasan-kecerdasan

jamak

tersebut

mendobrak pemahaman kemampuan manusia melampaui batasan skor IQ.

akhirnya

Menurut Gardner, kecerdasan adalah kapasitas untuk menyelesaikan masalahmasalah dan membuat cara penyelesaiannya dalam konteks yang beragam dan wajar.

Memulai mengenal temuan Gradner tentang masing-masing kecerdasan 1.

Kecerdasan Linguistik, yakni kemampuan seseorang untuk menggunakan katakata secara efektif, baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan. Kecerdasan ini juga mencakup kemampuan untuk memanipulasi sintak atau struktur suatu bahasa, fonologi atau suara-suara bahasa, semantika dan pengertian dari bahasa serta dimensi-dimensi dan kegunaan praktis dari suatu bahasa.

2.

Kecerdasan Matematis dan Logis, yakni kemampuan untuk menggunakan angkaangka secara efektif dan berpikir secara nalar. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap pola-pola logis dan hubungannya, pernyataan-pernyataan, proposisi: jikamaka, sebab-akibat, fungsi-fungsi dan abstrak-abstrak yang berkaitan.

3.

Kecerdasan Ruang, yakni kemampuan untuk menangkap dunia ruang-visual secara akurat dan melakukan perubahan-perubahan terhadap percepsi tersebut. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, wujud, ruang dan hubunganhubungan yang ada antara unsur-unsur ini.

4.

Kecerdasan Fisik dan Gerak, yakni kemampuan untuk menggunakan seluruh tubuhnya untuk mengekspresikan ide-ide dan perasaan-perasaan atau menggunakan tangan-tangan untuk menghasilkan dan mentransformasikan sesuatu. Kecerdasan ini

mencakup

keahlian-keahlian

fisik

khusus

seperti

koordinasi,

keseimbangan,

ketangkasan, kekuatan, kelenturan dan kecepatan.

5.

Kecerdasan Musik, yakni kemampuan untuk mempersepsikan, mendiskriminasikan, mengubah dan mengespresikan bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini mencakupi kepekaan terhadap ritme, tingkatan nada atau melodi, warna suara dari suatu karya musik.

6.

Kecerdasan Interpersonal, yakni kemampuan untuk mempersepsikan dan menangkap perbedaan-perbedaan mood, tujuan, motivasi dan perasaan-perasaan orang lain. Yang termasuk adalah kepekaan terhadap ekspresi-ekspresi wajah, suara dan sosok postur (gestur) dan kemampuan untuk membedakan berbagai tanda interpersonal.

7.

Kecerdasan Dalam Pribadi, yakni kesadaran diri dan kemampuan untuk beradaptasi sesuai dasar dari pengetahuan tersebut.

Yang termasuk di dalam

kecerdasan ini adalah kemampuan untuk menggambarkan diri secara baik dan kesadaran terhadap mood, tujuan, motivasi, temperamaen, keinginan dan kemampuan untuk disipilin pribadi, pemahaman diri dan self-esteem.

8.

Kecerdasan Alam, yakni kecerdasan yang dimiliki mereka yang mencintai alamalam bebas, binatang dan petualangan alam di mana mereka belajar dari hal-hal yang berbeda secara kecil

9.

Kecerdasan Eksistensialis, yakni kecerdasan yang cenderung memandang masalah-masalah dari sudut pandang yang lebih luas dan menyeluruh serta menanyakan ‘untuk apa’ dan ‘apa dasar’ dari segala sesuatu.

Dasar teoritis dari konsep kecerdasan jamak

Banyak orang melihat kategori-kategori kecerdasan di atas, terutama musik, ruang dan tubuh fisik bertanya mengapa Howard Gardner menyebutkannya sebagai kecerdasan, dan bukan sebagai talenta, bakat atau keahlian. Sebebnya adalah dengan sengaja Gardner ingin merombakl suatu cara piker tertentu. Gardner menyadari orangorang biasa mendengar ungkapan seperti ‘Orang ini tidak terlalu pintar, tetapi ia mempunyai keahlian tinggi dalam musik’. Ia amat menyadari dan memilih penggunaan kata kecerdasan dalam tiap-tiap kategori. Gardner mencoba bersikap provokatif, dengan menyebutkan adanya sembilan kecerdasan daripada sembilan keahlian karena ia ingin orang menyadari bahwa ada suatu pluralitas dari kecerdasan. Untuk memberikan

fondasi teoritis

dari

pernyataan-pernyataannya

Gardner

membentuk beberapa prasyarat dasar dari tiap kecerdasan. Dengan kata lain, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar sesuatu dapat dianggap sebagai kecerdasan penuh dan bukan sekedar serpihan bakat atau keahlian tertentu.

Kriteria-kriteria yang dipakainya, antara lain: -

Setiap kecerdasan dilaksanakan oleh salah satu bagian otak. Bila bagian dari otak tadi diisolasi atau dilumpuhkan seperti, dalam kasus pasien yang menderita luka otak, harus terbukti bahwa kecerdasan tersebut lenyap. Contoh yang jelas ialah bagaimana suatu kemampuan berbahasa lenyap bila bagian tertentu dari otak seorang pasien mengalami luka. Jadi, kecerdasan harus dibuktikan dengan adanya kemungkinan melakukan isolasi terhadap bagian otak tertentu.

-

Adanya keberadaan idiot savant (orang yang cerdas hanya dalam hal tertentu namun sangat bodoh dalam hal-hal lainnya), prodigies (genius) dan individu-individu tertentu yang luar biasa. Kehadiran kecerdasan tertentu sangat menonjol dalam diri para jenius atau individu yang idiot dalam hal-hal umum walaupun dalam hal lain mereka sama cerdasanya atau bodohnya dengan orang lain.

-

Suatu kecerdasasan harus memperlihatkan adanya suatu sejarah perkembangan yang distinktif dengan hasil akhir tingkat tinggi yang dapat dikenali. Tingkat perkembangan dari kecerdasan tadi yang sangat tinggi nyata bedanya dengan tingkat perkembangan yang biasa atau yang tertinggal. Selanjutnya suatu kecerdasan juga memperlihatkan kapan umumnya hal ini mulai, berkembang dan menurun.

-

Adanya bekas-bekas dari dalam sejarah umat manusia dan evolusinya mengenai awal kehadiran kecerdasan. Sejarah manusia meninggalkan jejak-jejak kecerdasankecerdasan tadi seperti lukisan gua di Altamira yang menunjukkan kemampuan manusia untuk menggunakan kecerdasan tertentu untuk mengungkapkan makna hidupnya pada masa purbakala sekalipun.

-

Adanya dukungan dari hasil-hasil psikometris. Hasil psikometri atau pengukuran kejiwaan mengungkapkan adanya kecerdasan tadi.

-

Dukungan dari hasil-hasil tugas-tugas eksperimen psikologi. Hasil-hasil eksperimen juga dapat mengungkapkan adanya kecerdasan-kecerdasan tadi.

-

Setiap kecerdasan memiliki inti dari rangkaian operasinya.

Jadi, misalnya

kecerdasan menangkap makna sesuatu (eksistensi) memiliki inti berupa kemampuan untuk merenungkan dan melihat hubungan satu hal dari hal lain. -

Memampuan untuk dikodekan dalam suatu sistem symbol artinya setiap kecerdasan cenderung dapat diungkapkan melalui simbol-simbol tertentu.

DAFTER PUSTAKA Bredekamp S. (2000). Developmentally Approriate Practice in Early Child-hood Program.Washington D.C.: NAEYC

.Coughlin, Pamela. (2000). Menciptakan Kelas yang Berpusat pada Anak. Terjemahan:Kenny Dewi Juwita. Washington D.C. Children’s Resources International

.Fisher, Bobbi (1998).Joyful Learning in Kindergarten.Portsmouth: Heinemann.

Masitoh. Dkk. (2003)Pendekatan Belajar Aktif di Taman Kanak-Kanak.Jakarta :Depdiknas. Dirjen Dikti. Bagian Proyek Peningkatan Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Solehuddin, M. (1997).Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah.Bandung:FIP UPI . Stolberg, Judith R. (2000). Menciptakan Bahan Ajar yang Berpusat pada Anak. Terjemahan: Kenny Dewi Juwita. Washington D.C.: Children’s ResourcesI nternational

Related Documents


More Documents from "bardah wasalamah"