Lp Halusinasi Umarshafii 1730084-2.docx

  • Uploaded by: sekti linda
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Halusinasi Umarshafii 1730084-2.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,441
  • Pages: 7
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DI RUANG RUMAH SAKIT JIWA MENUR SURABAYA

Oleh :

UMAR SHAFII NIM. 1730084

PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH SURABAYA 2017

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI I. KASUS (MASALAH UTAMA) Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi. II. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Definisi Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh pancaindra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persensi sensori, serta merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan, atau penciuman. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Yusuf, Fitriyasari & Nihayati, 2015). 2. Rentang Respon Neurobiologis

Respon Adaptif Pikiran logis Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalaman Perilaku sesuai Hubungan sosial

3.

Distorsi pikiran Ilusi Reaksi emosi berlebihan atau kurang Perilaku aneh dan tidak biasa Menarik diri

Respon Maladaptif Gangguan pikir / delusi Halusinasi Perilaku disorganisasi Isolasi sosial

Gambar 1.1 Rentang Respon Neurobiologis Sumber : Damaiyanti & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refikasi Aditama. Etiologi Menurut Damaiyanti & Iskandar (2012), halusinasi dapat disebabkan oleh faktor predisposisi dan faktor presipitasi, yakni sebagai berikut: a. Faktor predisposisi 1) Faktor perkembangan Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan mudah frustasi, keluarga menyebabkan klien tidak dapat mandiri sejak dini, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress. 2) Faktor sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya. 3) Faktor biologis

Adaya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. 4) Faktor psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan dalam mengambil keputusan. 5) Faktor genetik dan pola asuh Anak sehat yang diasuh oleh orang tua schizophrenia cenderung mengalami schizophrenia. b. Faktor presipitasi 1) Dimensi fisik, seperti kelelhan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama. 2) Dimensi emosional, meliputi perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi. 3) Dimensi intelektual, ditunjukkan adanya penurunan fungsi ego. 4) Dimensi sosial, adanya gangguan interaksi sosial. 5) Dimensi spiritual, seperti kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, irama sirkardiannya terganggu. 4. Proses Terjadinya Masalah Psikopatologi dari halusinasi belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Beberapa orang mengatakan bahwa situasi keamanan di otak normal dibombardir oleh aliran stimulus yang berasal dari tubuh atau dari luar tubuh. Jika masukan akan terganggu atau tidak ada sama sekali saat bertemu dalam keadaan normal atau patologis, materi berada dalam prasadar dapat unconsicious atau dilepaskan dalam bentuk halusinasi. Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena kepribadian rusak dan kerusakan pada realitas tingkat kekuatan keinginan sebelumnya diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksternal (Damaiyanti & Iskandar, 2015). 5. Klasifikasi dan Tanda Gejala Halusinasi Tabel 1.1 Klasifikasi Halusinasi (Yusuf, Fitriyasari & Nihayati, 2015). Jenis Halusinasi

Halusinasi dengar

Data Objektif  Bicara atau tertawa sendiri.  Marah-marah tanpa sebab.  Mengarahkan telinga ke arah tertentu.  Menutup telinga.

Data Subjektif  Mendengar suara-suara/  Mendengar suara yang mengajak bercakap-cakap.  Mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.

Jenis Halusinasi Halusinasi penglihatan

Halusinasi penciuman Halusinasi pengecapan Halusinasi perabaan

Data Objektif  Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu.  Ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas.  Mencium seperti sedang membauai bau-bauan tertentu.  Menutup hidung.  Sering meludah.  Muntah.  Menggaruk-garuk permukaan kulit.

Data Subjektif  Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk kartun, hantu atau monster.  Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses, dan kadang-kadang bau itu menyenangkan.  Merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses.  Mengatakan ada serangga di permukaan kulit.  Merasa seperti tersengat listrik.

6. Tahapan Halusinasi Tabel 1.2 Tahapan Halusinasi (Damaiyanti & Iskandar, 2012) Tahapan Halusinasi Stage I : Sleep disorder Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi

Stage II : Comforting Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami.

Stage III : Condemning Secara umum halusinasi sering mendatangi klien.

Stage IV : Controlling Severe Level of Anxiety Fungsi sensoti menjadi tidak relevan dengan kenyataan.

Stage V : Conquering Panic Level Of Anxiety Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.

Karakteristik Klien merasa banyak masalah, ingin menghindari dari lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangsung terus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunanlamunan awal tersebut sebagai pemecahan masalah. Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya kecemasan. Sensorinya dapat di kontrol bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan halusinasinya. Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain, dengan intensitas waktu yang lama. Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik.

Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam dengan datangnya suara-suara atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam atau seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeurik. Terjadi gangguan psikotik berat.

III. A. POHON MASALAH Risiko perilaku kekrasan Effect

↑ Gangguan persepsi sensori : halusinasi Core Problem

↑ Isolasi sosial Causa Gambar 2.2 Pohon Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Sumber : Damaiyanti & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refikasi Aditama. B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI 1. Masalah Keperawatan Berdasarkan pohon masalah, masalah keperawatan yang diangkat menurut Damaiyanti & Iskandar (2012), diantaranya: a. Harga diri rendah kronik; b. Koping individu tidak efektif; c. Isolasi sosial. 2. Data Yang Perlu Dikaji Data yang perlu dikaji menurut Yusuf, Fitriyasari & Nihayati (2015), diantaranya: a. Faktor predisposisi 1) Faktor perkembangan Hambatan perkembangan yang dapat mengganggu hubungan interpersonal sehingga meningkatkan stress dan ansietas yang dapat berakhir dengan gangguan persepsi. 2) Faktor sosial budaya Perasaan seperti disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul delusi dan halusinasi. 3) Faktor psikologis Hubungan interpersonal tidak harmonis dan peran ganda atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas yang berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi halusinasi. 4) Faktor biologis Struktur otak yang abnormal. 5) Faktor genetia Keluarga yang memiliki riawayat skizofrenia. b. Faktor presipitasi

1) Stressor sosial budaya Penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang penting, atau diasingkan dari kelompok dapat meningkatkan stress dan kecemasan sehingga timbulnya halusinasi. 2) Faktor biokimia Dopamin, neropinetrin, indolamin, serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi. 3) Faktor psikologis Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkembangnya gangguan orientasi realitas. 4) Perilaku. Gangguan orientasi realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi, motorik dan sosial. IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Tujuan: 1. Klien dapat membina hubungan saling percaya. 2. Klien dapat mengenali jenis halusinasinya. 3. Klien dapat mengontrol halusinasinya. 4. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasi. 5. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik. Tabel 1.3 Rencana Keperawatan HargaGangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Damaiyanti & Iskandar, 2012)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

KLIEN SP1P Mengidentifikasi jenis halusinasi klien Mengidentifikasi isi halusinasi klien Mengidentifikasi waktu halusinasi klien Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi Mengajarkan klien menghardik halusinasi Menganjurkan klien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian SP2P

KELUARGA SP1K 1. Mendiskusikan maslah yang dirasakan keluarga dalam merawat klien 2. Menjelaskan pengertian, tand gejala dan jenis halusinasi yang dialami klien beserta proses terjadinya 3. Menjelaskan cara-cara merawat klien halusinasi

SP2K

1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan oang lain 3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP3P 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang biasa dilakukan klien 3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian SP4P 1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien 2. Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratut 3. Menganjurkan klien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

1. Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat klien dengan halusinasi 2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien halusinasi SP3K 1. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat 2. Menjelaskan follow up klien setelah pulang

DAFTAR PUSTAKA Damaiyanti, M. & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika Aditama. Yusuf, Fitriyasari & Nihayati. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Related Documents

Lp Halusinasi
August 2019 49
Lp-halusinasi (1).doc
June 2020 24
Lp Halusinasi Indrh.docx
April 2020 29
Lp Halusinasi-1.docx
October 2019 36

More Documents from "Andilha Ailha Nurfadzilha"