LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS (DM) DI RUANG LAVENDER ATAS WANITA RSUD KARDINAH TEGAL
Disusun Oleh :
SUCI MULYANI NIM.180104194
PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO 2019
A. DEFINISI Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan” (siphon). Mellitus berasal dari bahasa latin yang bermakna manis atau madu. Penyakit diabetes melitus dapat diartikan individu yang mengalirkan volume urine yang banyak dengan kadar glukosa tinggi. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai dengan ketidakadaan absolute insulin atau penurunan relative insensitivitas sel terhadap insulin (Corwin, 2009). Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron (Mansjoer dkk, 2007) Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2005, diabetus merupakan suatu kelompok panyakit metabolik dengan karakterristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan defisiensi dari insulin dan kehilangan toleransi terhadap glukosa ( Rab, 2008)
B. ETIOLOGI 1. Diabetes tipe I: a. Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. b. Faktor-faktor imunologi Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
2
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. c. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. 2. Diabetes Tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko : a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th) b. Obesitas c. Riwayat keluarga
3
C. PATHWAYS
Defisiensi Insulin glukagon↑
penurunan pemakaian glukosa oleh sel
glukoneogenesis
lemak
hiperglikemia
protein
ketogenesis
BUN↑
ketonemia
Nitrogen urine ↑
glycosuria
Osmotic Diuresis
Mual muntah
↓ pH
Kekurangan volume cairan Hemokonsentrasi
Resti Ggn Nutrisi
Asidosis
Trombosis
Kurang dari kebutuhan
Dehidrasi
Koma Kematia n
Aterosklerosis
Makrovaskule r
Jantung
Serebral
Miokard Infark Stroke Ggn Integritas Kulit
Mikrovasku ler
Retina Ekstremitas Gangren
Retinopati diabetik
Ggn. Penglihatan
Resiko Injury 4
Ginjal Nefropati
Gagal Ginjal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi DM. Yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4.000 gr, riwayat DM pada kehamilan, dan dislipidemia. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar gula darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil penyaringannya negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi pasien berusia 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun. kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Kadar glukosa darah sewaktu Plasma vena Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa Plasma vena Darah kapiler
Bukan DM
Belum DM
pasti DM
<110 <90
110-199 90-199
>200 >200
<110 <90
110-125 90-109
>126 >110
Cara pemeriksaan TTGO, adalah : 1. Tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasa. 2. Kegiatan jasmani sementara cukup, tidak terlalu banyak. 3. Pasien puasa semalam selama 10-12 jam. 4. Periksa glukosa darah puasa. 5. Berikan glukosa 75 g yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam waktu 5 menit. 6. Periksa glukosa darah 1 jam sesudah beban glukosa. 7. Selama pemeriksaan, pasien diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
5
Pemeriksaan hemoglobin glikosilasi Hemoglobin glikosilasi merupakan pemeriksaan darah yang mencerminkan kadar glukosa darah rata-rata selama periode waktu 2 hingga 3 bulan. Ketika terjadi kenaikan kadar glukosa darah, molekul glukosa akan menempel pada hemoglobin dalam sel darah merah. Ada berbagai tes yang mengukur hal yang sama tetapi memiliki nama yang berbeda, termasuk hemoglobin A1C dan hemoglobin A1. Nilai normal antara pemeriksaan yang satu dengan yang lainnya, serta keadaan laboratorium yang satu dan lainnya, memiliki sedikit perbedaan dan biasanya berkisar dari 4% hingga 8%. Pemeriksaan urin untuk glukosa Pada saat ini, pemeriksaan glukosa urin hanya terbatas pada pasien yang tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah. Prosedur yang umum dilakukan meliputi aplikasi urin pada strip atau tablet pereaksi dan mencocokkan warna pada strip dengan peta warna. Pemeriksaan urin untuk keton Senyawa-senyawa keton (atau badan keton) dalam urin merupakan sinyal yang memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah pada diabetes tipe I sedang mengalami kemunduran. Apabila insulin dengan jumlah yang efektif mulai berkurang, tubuh akan mulai memecah simpana lemaknya untuk menghasilkan energi. Badan keton merupakan produk-sampingan proses pemecahan lemak ini, dan senyawa-senyawa keton tersebut bertumpuk dalam darah serta urin.
E. MASALAH KEPERAWATAN ATAU KOLABORATIF 1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen cedera fisik 2. Resiko infeksi 3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Imobilisasi
6
F. PENATALAKSANAAN Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien. Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu: 1. Diet a. Syarat diet DM hendaknya dapat: 1. Memperbaiki kesehatan umum penderita 2. Mengarahkan pada berat badan normal 3. Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda 4. Mempertahankan kadar KGD normal 5. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik 6. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita. 7. Menarik dan mudah diberikan b. Prinsip diet DM, adalah: 1. Jumlah sesuai kebutuhan 2. Jadwal diet ketat 3. Jenis: boleh dimakan/tidak c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya. 1. Diit DM I
: 1100 kalori
2. Diit DM II : 1300 kalori 3. Diit DM III : 1500 kalori 4. Diit DM IV : 1700 kalori 5. Diit DM V : 1900 kalori 6. Diit DM VI : 2100 kalori 7. Diit DM VII : 2300 kalori 8. Diit DM VIII: 2500 kalori
7
Keterangan : 1. Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk 2. Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal 3. Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi. 4. Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu: a. J I
: jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan
dikurangi atau ditambah b. J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya. c. J III : jenis makanan yang manis harus dihindari Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus: 1. BBR = < BB (Kg) / TB (cm) – 100 > X 100 % 2. Kurus (underweight) 3. Kurus (underweight) : BBR < 90 % : BBR 90 – 110 %
4. Normal (ideal)
5. Gemuk (overweight) : BBR > 110 % 6. Obesitas, apabila
: BBR > 120 %
7. Obesitas ringan
: BBR 120 – 130 %
8. Obesitas sedang
: BBR 130 – 140 %
9. Obesitas berat
: BBR 140 – 200 %
10. Morbid
: BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah: a. Kurus
: BB X 40 – 60 kalori sehari
b. Normal
: BB X 30 kalori sehari
c. Gemuk
: BB X 20 kalori sehari
8
d. Obesitas
: BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah: a. Meningkatkan
kepekaan
insulin
(glukosa
uptake),
apabila
dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya. b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik. 3. Penyuluhan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya. 4. Obat a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes) 1.
Mekanisme kerja sulfanilurea a. Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas b. Kerja OAD tingkat reseptor
2. Mekanisme kerja Biguanida Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
9
a. Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik 1. Menghambat absorpsi karbohidrat 2. Menghambat glukoneogenesis di hati 3. Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin b. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin c. Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler b. Insulin 1. Indikasi penggunaan insulin a. DM tipe I b. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD c. DM kehamilan d. DM dan gangguan faal hati yang berat e. DM dan infeksi akut (selulitis, gangren) f. DM dan TBC paru akut g. DM dan koma lain pada DM h. DM operasi i. DM patah tulang j. DM dan underweight k. DM dan penyakit Graves 2. Beberapa cara pemberian insulin a. Suntikan insulin subkutan Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain: 1. Lokasi suntikan Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan
10
rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari. 2. Pengaruh latihan pada absorpsi insulin Latihan
akan
mempercepat
absorbsi
apabila
dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan. b. Pemijatan (Masage) Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin. c. Suhu Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin. 1. Dalamnya suntikan Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan. 2. Konsentrasi insulin Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat. d. Suntikan intramuskular dan intravena Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
11
G. FOKUS INTERVENSI
No
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Keperawatan 1.
Nyeri
Intervensi Keperawatan
akut Setelah
dilakukan
tindakan Manajemen
Nyeri
berhubungan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri (1400) dengan agen pasien berkurang dengan kriteria 1. Lakukan cedera fisik
hasil :
pengkajian nyeri
Kontrol Nyeri (1605)
komperhensif
Indikator Mengenali
kapan
IR
ER
yang
2
5
lokasi,
meliputi
karakteristik,
terjadi nyeri Menggunakan
2
5
durasi,
kualitas,
intensitas
tindakan pengurangan
faktor pencetus.
nyeri
2. Observasi adanya
tanpa analgesik Menggunakan
2
analgesik
5
mengenai
direkomendasikan nyeri
petunjuk nonverbal
yang
Melaporkan
dan
2
5
ketidaknyamanan 3. Ajarkan
yang terkontrol
prinsip-
prinsip manajemen nyeri
Tingkat nyeri (2102) Indikator
IR
ER
seperti
napas
Tidak ada ekspresi
2
5
dalam,
distraksi,
genggam tangan
nyeri pada wajah Tekanan
darah
2
5
Analgesik (2210)
dalam batas normal Tidak
kehilangan
Pemberian
2
5
1. Kolaborasikan dengan
nafsu makan
pemberian
12
dokter obat
dan Keterangan:
analgesik
1. Tidak pernah menunjukkan
2.
dosis
2. Monitor
TTV
2. Jarang menunjukkan
sebelum
dan
3. Kadang-kadang menunjukkan
sesudah
4. Sering menunjukkan
pemberian
5. Secara konsisten menunjukkan
analgesik
Resiko
Setelah
dilakukan
tindakan Kontrol
infeksi
keperawatan selama 3x24 jam, tidak (6540) :
infeksi
ada tanda- tanda infeksi dengan 1. Bersihkan kriteria hasil :
lingkungan
Kontrol risiko : proses infeksi
dengan baik
(1924)
setelah digunakan
Indicator
IR
ER
untuk setiap
Mengidentifikasi
2
5
pasien 2. Pertahankan
faktor risiko infeksi Mengidentifikasi tanda
dan
2
5
sesuai.
gejala
3. Batasi jumlah
infeksi Mempertahankan lingkungan
2
5
pengunjung 4. Ajarkan pasien
yang
mengenai teknik
bersih Memonitor
2
5
mencuci tangan
status
dengan tepat
mengontrol
5. Cuci tangan
perubahan untuk
teknik isolasi yang
sebelum dan
infeksi
sesudah kegiatan perawatan pasien 6. Pakai sarung tangan steril
13
Keterangan:
dengan tepat
1. Tidak pernah menunjukkan 2. Jarang menunjukkan 3. Kadang-kadang menunjukkan 4. Sering menunjukkan 5. Secara konsisten menunjukkan
3.
Gangguan pola
Setelah
dilakukan
tidur keperawatan
selama
tindakan 3x24
jam,
Peningkatan
tidur
(1850)
berhubungan gangguan pola tidur dapat teratasi 1. Monitor
pola
dengan
dengan kriteria hasil :
tidur pasien dan
imobilisasi
Tidur (0004)
jumlah jam tidur
Indikator Perasaan
segar
IR
ER
3
5
2. Sesuaikan lingkungan untuk meningkatkan
setelah tidur Tidur tidak terputus
3
5
tidur
Tidak
3
5
3. Anjurkan
kesulitan
tidur
memulai tidur Tidak ada nyeri
3
5
untuk
siang
di
siang hari untuk memenuhi kebutuhan tidur
Keterangan: 1. Sangat terganggu
4. Sesuaikan jadwal
2. Banyak terganggu
pemberian
3. Cukup terganggu
untuk mendukung
4. Sedikit terganggu
tidur.
5. Tidak terganggu
14
obat
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito & Moyet (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC. Guthrie, Diana W. Guthrie ,Richard A. 2002. Management of Diabetes Mellitus, A guide to the pattern approach. 6th ed. New York : Springer Publishing Johnson, M.,et all, 2008, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. Lanywati, Endang (2007). Diabetes Melitus Penyakit Kencing Manis. Yokyakarta: kanisius. Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008, Nursing Interventions Classification (NIC) econd Edition, IOWA Intervention Project, Mosby. Price & Wilson (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC. Sujono & Sukarmin (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta: Graha Ilmu. Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc. Jakarta: EGC.
15