Lp Diare Pada Anak.docx

  • Uploaded by: amin sholikah
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Diare Pada Anak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,456
  • Pages: 23
LAPORAN PENDAHULUAN

I.

KONSEP DASAR MEDIS A. PENGERTIAN Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011). Berikut ini adalah beberapa pengertian diare menurut para ahli, yaitu suatu keadaan dimana : 1. Individu mengalami perubahan dalam kebiasaan BAB yang normal, ditandai seringnya kehilangan cairan dan feses yang tidak berbentuk (Susan, 2005). 2. Defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau lendir dalam tinja (Suharyono, 2004). 3. Bertambahnya jumlah atau berkurangnya konsistensi tinja yang dikeluarkan (Pitono, 2006). 4. Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Suriadi, 2010). 5. Diare adalah pengeluaran feses yang tidak normal dan cair. Bisa juga didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Bayi dikatakan diare bila sudah lebih dari 3 kali buang air besar, sedangkan neonatus dikatakan diare bila sudah lebih dari 4 kali buang air besar (Dewi, 2010). Jadi dapat disimpulkan dari beberapa pengertian tersebut bahwa diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair yang dapat disertai lendir atau darah dengan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari dimana diare akut berlangsung kurang dari dua minggu dan diare kronik berlangsung lebih dari dua minggu.

B. ETIOLOGI Menurut A. Aziz (2007), Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu : 1. Faktor infeksi Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari intestinal yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Adanya toksin bakteri juga akan menyebabkan sistem transpor menjadi aktif dalam usus, sehingga sel mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. a. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. b. Infeksi bakteri: oleh bakteriVibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas. c. Infeksi virus: oleh virus Enterovirus (virus ECHO, Coxsackie, poliomyelitis), Adenovirus, Ratavirus, Astrovirus. d. Infestasi parasit: oleh cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans). e. Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA),Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,Ensifalitis, keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.

2. Faktor malabsorbsi Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat kemudian akan terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. a. Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida (Intoleransi laktosa, maltosa, dan sukrosa), munosakarida (intoleransi lukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang tersering ialah intoleransi laktosa. b. Malabsorbsi lemak c. Malabsorbsi protein 3. Faktor makanan Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik dan dapat terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya menyebabkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan seperti makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan.

4. Faktor psikologis Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltik usus yang dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan seperti : rasa takut dan cemas.

C. PATOFISIOLOGI Menurut Suriadi (2010), akibat terjadinya diare baik akut maupun kronis adalah :

1. Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan.

2. Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstraseluler kedalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit, dan dapat terjadi asidosis metabolik. Diare yang terjadi merupakan proses dari transfort aktif akibat rangsangan toksin terhadap elektrolit kedalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal mengalami

iritasi

dan

meningkatnya

sekresi

cairan

dan

elektrolit.

Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga menurunkan area permukaan intestinal, perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit. Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahanbahan makanan. Ini terjadi pada sindrom malabsorbsi. Serta meningkatnya motilitas intestinal dapat mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal.

D. PATHWAY

E. GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis yang terjadi pada diare menurut Hidayat, (2006: 12 -13 ) adalah : 1. Frekuensi BAB pada bayi lebih dari 3 x/hari dan pada neonatus lebih dari 4 x/hari 2. Bentuk cair pada BAB kadang-kadang disertai lendir dan darah 3. Nafsu makan menurun 4. Warnanya lama-kelamaan kehijauan karena bercampur empedu 5. Muntah 6. Rasa haus 7. Adanya lecet pada daerah sekitar anus

8. Feses bersifat asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diserap oleh usus 9. Adanya tanda dehidrasi 10. Asidosis metabolik seperti tampak pucat dengan pernafasan cepat dan dangkal.

F. KOMPLIKASI Menurut Depkes RI (2001), akibat diare dan kehilangan cairan serta elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut:

1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik, atau hipertonik). 2. Syok hipovolemik. 3. Hipokalemia (gejala meteorismus, hipotoni otot lemah, dan bradikardi) 4. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi enzim laktose.

5. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik. 6. Malnutrisi energi protein (akibat muntah dan diare yang berlangsung lama). Derajat Dehidrasi dan Pilihan Terapi Dehidrasi bila dilihat dari gejala dan tanda klinis dapat dibagi menjadi tiga klasifikasi: 1. Tanpa dehidrasi Tidak ada tanda dan gejala. Terapi yang dianjurkan adalah terapi A, yaitu: a. Berikan cairan tambahan Terapi ini adalah terapi awal yang dapat dilakukan di rumah. Cairan yang diberikan tidak terbatas. Ibu dapat memberikan sebanyak mungkin selama anak masih mau minum. Bila anak kesulitan dalam minum, harus diberikan tambahan larutan berupa oralit ( 200 cc ). Untuk anak dibawah 2 tahun berikan setengah sachet setiap kali BAB, untuk anak di atas 2 tahun dapat diberikan 1 sachet setiap kali BAB. b. Berikan tablet Zinc Tablet Zinc sebagai mikronutrien berfungsi untuk menjaga kesehatan dan perkembangan anak selain itu zinc dapat mengurangi lama dan tingkat keparahan diare. 1 tablet mengandung 20 mg Zinc.

Cara pemberian: Umur < 6bulan: ½ tablet per hari Umur > 6bulan: 1 tablet per hari Tablet Zinc diberikan selama 10 hari . c. Lanjutkan pemberian ASI/makanan ASI harus tetap dilanjutkan pemberiannya dan untuk anak yang sudah mulai bisa mendapatkan makanan harus tetap diupayakan diberikan walaupun nafsu makan anak belum baik. d. Follow-up Kunjungan ulang anak bila terdapat gejala di bawah ini : 

Anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu



Kondisi anak memburuk



Anak demam



Terdapat darah dalam tinja

2. Dehidrasi ringan/sedang Terdapat dua atau lebih tanda dibawah ini: 

Rewel,gelisah



Mata cekung



Minum dengan lahap, haus



Turgor kulit lambat

Terapi yang dianjurkan adalah terapi B, yaitu: a. Beri oralit di klinik selama selang waktu 3 jam Jumlah oralit yang yang diperlukan adalah sebanyak 75 ml/kgBB. BB

Cairan Oralit

<6 kg

200-400

6-10 kg

400-700

10-12 kg

700-900

12-19 kg

900-1400

Evaluasi kondisi pasien setelah pemberian cairan, jika anak muntah pemberian oralit diberikan lebih perlahan dari sebelumnya, jika kelopak

mata membengkak maka pemberian oralit diberhentikan dan diganti dengan air matang ataupun ASI. Evaluasi setelah 3 jam pemberian: Bila anak tidak menunjukkan tanda dehidrasi Ajarkan ibu mengenai Terapi A untuk perawatan lanjutan di rumah, Bila anak masih menunjukkan tanda dehidrasi ringan/sedang Ulangi pengobatan dalam 3 jam berikutnya, Bila anak menunjukkan tanda dehidrasi berat Secepatnya berikan Terapi C. b. Berikan tablet zinc selama 10 hari c. Lanjukan pemberian makanan/ASI d. Follow up 3. Dehidrasi Berat Terdapat dua atau lebih tanda dibawah ini: 

Tidak sadar atau menangis



Mata cekung



Tidak bisa atau malas minum



Turgor kulit sangat lambat (>2 detik)

Terapi yang dianjurkan adalah terapi C, yaitu: a. Berikan cairan intravena secepatnya 100ml/KgBB RL atau Ringer Asetat yang dibagi seperti di bawah ini: Umur

Bayi < 12 bulan

Pemberian Pertama

Pemberian Kedua

30 ml/kg selama:

75ml/kg selama:

1 jam

5 jam

Anak 12 bulan – 5 30 menit

2,5 jam

tahun

b. Evaluasi setiap 15-30 menit 

Jika anak tidak menunjukkan tanda dehidrasi maka ajarkan ibu mengenai Terapi A untuk perawatan lanjutan di rumah



Bila anak masih menunjukkan tanda dehidrasi ringan/sedang maka hentikan cairan infus kemudian mulai diberikan cairan oralit selama 3-4 jam selanjutnya.



Bila anak masih menunjukkan tanda dehidrasi berat, ulangi pemberian terapi cairan intravena seperti sebelumnya.

c. Bila dehidrasi berat telah teratasi, berikan tablet Zinc Penanganan yang tepat dan cepat pada anak dengan dehidrasi dapat mengurangi resiko hipovolemik shock dan kegagalan fungsi organ hingga kematian.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan diagnostik pada diare menurut Muschari (2005: 244) yaitu: 1. Analisis feses Meliputi pengujian untuk adanya bakteri, ovum dan parasit, darah, mucus, lemak, urobilinogen, tripsin, leukosit, penurunan substansi dan PH, mungkin dilakukan untuk menentukan adanya infeksi, infestasi (adanya parasit dalam tubuh), perdarahan, atau gangguan malabsorbsi 2. Laju Endap Darah (LED) Dilakukan untuk mengetahui adanya peradangan. 3. Hitung Darah Lengkap (HDL) Dilakukan untuk mengevaluasi adanya anemia pada kasus perdarahan. 4. Radiografi sinar-x lambung, pemeriksaan gastrointestinal bagian atas, pemeriksaan sinar-x esofagus dan lambung, dan pemeriksaan usus halus. Dilakukan untuk mendeteksi adanya lesi, obstruksi, dan masalah motilitas. 5. Barium enema (pemeriksaan usus besar, sinar-x kolon) dapat dilakukan untuk mendeteksi lesi, obstruksi, dan masalah motilitas sistem GI bagian bawah.

6. CT scan. Mengidenfitifikasi tumor, abses, dan obstruksi kandung empedu. 7. Esofagogastroduodenoskpi (EGD), endoskopi, dan gastroskopi. Merupakan prosedur endoskopik gastrointestinal bagian atas yang dilakukan menggunakan endoskop serat optik untuk memeriksa lumen dan

lapisan mukosa esofagus, lambung, dan bagian atas usus halus. Semua pengujian ini menentukan keabnormalitasan jaringan, perdarahan gastrointestinal dan ulserasi. 8. Kolonoskopi, proktoskopi, anoskopi, sigmoidoskopi dan proktosigmooidoskopi. Merupakan prosedur endoskopi gastrointestinal bagian bawah yang dilakukan untuk mengevaluasi kolon dan sekum terminal terhadap adanya penyakit peradangan usus, pendarahan gastrointestinal dan diare. Biopsi dapat dilakukan selama prosedur.

H. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan menurut Betz, C.L (2002: 161). : 1.

Medis Bila anak hanya mengalami dehidrasi ringan, rehidrasi dapat dilakukan peroral seperti untuk pasien rawat jalan dengan larutan rehidrasi oral yaitu pemberian minuman sedikit tetapi sering (Pedialyte, Ricelyte). Cairan rehidrasi oral diberikan sedikit tapi sering (5 sampai 15 ml), meski terdapat muntah. Dalam hal dehidrasi berat, anak dihospitalisasi untuk mendapatkan terapi intravena (IV) demi mengatasi dehidrasinya. Jumlah dehidrasi dihitung dan cairan diganti dalam 24 jam, bersamaan dengan pemberian cairan rumatan. Jika ada syok, segera dilakukan resusitasi cairan (20 ml/kg larutan salin normal atau larutan Ringer laktat, ulangi jika perlu). Kasus-kasus ini, bila pemasangan jalur IV tidak berhasil, rute intraoseus dapat dipakai untuk memberikan cairan dalam keadaan darurat pada anak yang berusia kurang dari 6 tahun. Bila perfusi sistemik telah membaik, berarti koreksi dehidrasi telah dimulai. Setelah rehidrasi selesai, diet dapat dilanjutkan dengan makan-makanan yang mudah dicerna seperti pisang, nasi atau bubur, roti bakar, biji-bijian kering, dan susu ibu. Makanan dan cairan rehidrasi oral dengan nyata mengurangi lamanya diare. Secepatnya kembali ke kasus malnutrisi yang sudah ada sebelumnya. Susu dan jus pada mulanya harus diencerkan sebelum diberikan.

Antiemetika dan antispasmodic tidak dianjurkan dalam kasus ini. Antibiotika juga tidak diindikasikan pada kebanyakan kasus, karena gastoenteritis bakterial maupun viral dapat sembuh dengan sendirinya. Tetapi antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan organisme Shigella, E. coli, organisme Salmonella, (dengan sepsis atau infeksi setempat), dan G. lamblia. Antibiotic dapat memperpanjang status karier pada infeksi salmonella.

2.

Penatalaksanaan Perawatan Menurut Suriadi & Yulianti R (2001: 87) penatalaksanaan keperawatan secara umum yang dilakukan pada anak dengan penyakit diare adalah: a.

Mengkaji riwayat diare.

b. Mengkaji status hidrasi, ubun-ubun, turgor kulit, mata, membrane mukosa mulut. c. Mengkaji tinja: jumlah, warna, bau, konsistensi dan waktu BAB. d. Memantau intake dan output (pemasukan dan pengeluaran). e. Menimbang berat badan. f. Memeriksa tanda-tanda vital

II.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN 1. Identitas Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, dan penghasilan. 2. Keluhan Utama

Buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB < 4 kali dan cair (diare tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan/sedang), BAB > 10 kali (dehidrasi berat). Apabila diare berlangsung < 14 hari maka diare tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih adalah diare persisten (Suriadi, 2010). 3. Riwayat Penyakit Sekarang Paliatif, apakah yang menyebabkan gejala diare dan apa yang telah dilakukan. Diare dapat disebabkan oleh karena infeksi, malabsorbsi, faktor makanan dan faktor psikologis. Kuatitatif, gejala yang dirasakan akibat diare bisanya berak lebih dari 3 kali dalam sehari dengan atau tanpa darah atau lendir, mules, muntak. Kualitas, Bab konsistensi, awitan, badan terasa lemah, sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari. Regonal, perut teras mules, anus terasa basah. Skala/keparahan, kondisi lemah dapat menurunkan daya tahan tubuh dan aktivitas sehari-hari. Timing, gejala diare ini dapat terjadi secara mendadak yang terjadi karena infeksi atau faktor lain, lamanya untuk diare akut 3-5 hari, diare berkepanjangan > 7 hari dan Diare kronis > 14 hari Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan buang air cair berkali-kali baik desertai atau tanpa dengan muntah, tinja dapat bercampur lendir dan atau darah. Keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran. 4. Riwayat Keperawatan Sebelumnya Meliputi pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan lain-lain. a. Prenatal Pengaruh konsumsi jamu-jamuan terutamma pada kehamilan semester pertama, penyakti selama kehamilan yang menyertai seperti TORCH, DM, Hipertiroid yang dapat mempengaruhi pertunbuhan dan perkembangan janin di dalam rahim.

b. Natal Umur kehamilan, persalinan dengan bantuan alat yang dapat mempengaruhi fungsi dan maturitas organ vital . c. Post natal Apgar skor

< 6

berhubungan dengan

asfiksia, resusitasi

atau

hiperbilirubinemia. BErat badan dan panjang badan untuk mengikuti pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia sekelompoknya. Pemberian ASI dan PASI terhadap perkembangan daya tahan tubuh alami dan imunisasi buatan yang dapat mengurangi pengaruh infeksi pada tubuh.

5. Riwayat Kesehatan Keluarga Meliputi pengkajian pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga tentang penyakit klien dan lainlain.

B. Pola Fungsi kesehatan 1. Pola Nutrisi Makanan

yang

terinfeksi,

pengelolaan

yang

kurang

hygiene

berpengaruh terjadinya diare, sehingga status gizi dapat berubah ringan samapai jelek dan dapat terjadi hipoglikemia. Kehilangan Berat Badan dapat dimanifestasikan tahap-tahap dehidrasi. Dietik pada anak < 1tahun/> 1tahun dengan Berat badan < 7 kg dapat diberikan ASI/ susu formula dengan rendahlaktosa, umur > 1 tahun dengan BB > 7 kg dapat diberikan makananpadat atau makanan cair. 2. Pola eliminasi BAB (frekuensi, banyak, warna dan bau) atau tanpa lendir, darah dapat mendukung secara makroskopis terhadap kuman penyebab dan cara penangana lebih lanjut. BAK perlu dikaji untuk output terhadap kehilangan cairan lewat urine. 3. Pola istirahat

Pada bayi, anak dengan diare kebutuhan istirahat dapat terganggu karena frekuensi diare yang berlebihan, sehingga menjadi rewel. 4. Pola aktivitas Klien nampak lemah, gelisah sehingga perlu bantuan sekunder untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

C. Pengkajian Fisik Pengakajian secara umum dilakukan dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan umum dan status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen, ekstremitas dan genito-urinaria. Fokus pengkajian pada anak dengan diare adalah penemuan tanda-tanda yang mungkin didapatkan yang meliputi: penurunan BB, denyut nadi cepat dan lemah, tekanan darah menurun, mata cekung, mukosa bibir dan mulut kering, kulit kering dengan turgor berkurang. Dapat ditemukan peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan peristaltik usus dan adanya luka lecet sekitar anus. 1. Sistem Neurologi Subyektif, klien tidak sadar, kadang-kadang disertai kejang. Inspeksi, Keadaan umum klien yang diamati mulai pertama kali bertemu dengan klien. Keadaan sakit diamati apakah berat, sedang, ringan atau tidak tampak sakit. KeSadaran diamati komposmentis, apatis, samnolen, delirium, stupor dan koma. Palpasi, adakah parese, anestesia, Perkusi, refleks fisiologis dan refleks patologis. 2. Sistem Penginderaan Subyektif, klien merasa haus, mata berkunang-kunang, Inspeksi :Kepala, kesemitiras muka, cephal hematoma (-), caput sucedum (), warna dan distibusi rambut serta kondisi kulit kepala kering, pada neonatus dan bayi ubun-ubun besar tampak cekung. Mata, Amati mata conjunctiva adakah anemis, sklera adakah icterus. Reflek mata dan pupil terhadap cahaya, isokor, miosis atau midriasis. Pada keadaan diare yang lebih lanjut atau syok hipovolumia reflek pupil (-), mata cowong.

Hidung, pada klien dengan dehidrasi berat dapat menimbulkan asidosis metabolik sehingga kompensasinya adalah alkalosis respiratorik untuk mengeluarkan CO2 dan mengambil O2,nampak adanya pernafasan cuping hidung. Telinga,

adakah infeksi telinga (OMA, OMP) berpengaruh pada

kemungkinaninfeksi parenteal yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya diare (Lab. IKA FKUA, 1984) Palpasi, Kepala, Ubun-ubun besar cekung, kulit kepala kering, sedangkan untuk anak-anak ubun-ubun besar sudah menutup maximal umur 2 tahun. Mata, tekanan bola mata dapat menurun, Telinga, nyeri tekan, mastoiditis. 3. Sistem Integumen Subyektif, kulit kering Inspeksi , kulit kering, sekresi sedikit, selaput mokosa kering Palpasi, tidak berkeringat, turgor kulit (kekenyalan kulit kembali dalam 1 detik = dehidrasi ringan, 1-2 detik = dehidrasi sedang dan > 2 detik = dehidrasi berat (Lab IKA FKUI, 1988). 4. Sistem Kardiovaskuler Subyektif, badan terasa panas tetapi bagian tangan dan kaki terasa dingin Inspeksi, pucat, tekanan vena jugularis menurun, pulasisi ictus cordis (-), adakah pembesaran jantung, suhu tubuh meningkat. Palpasi, suhu akral dingin karena perfusi jaringan menurun, heart rate meningkat karena vasodilatasi pembuluh darah, tahanan perifer menurun sehingga cardiac output meningkat. Kaji frekuensi, irama dan kekuatan nadi. Perkusi, normal redup, ukuran dan bentuk jantung secara kasar pada kausus diare akut masih dalam batas normal (batas kiri umumnya tidak lebih dari 4-7 dan 10 cm ke arah kiri dari garis midsternal pada ruang interkostalis ke 4,5 dan 8. Auskultasi, pada dehidrasiberat dapat terjadi gangguansirkulasi, auskulatasi bunyi jantung S1, S2, murmur atau bunyi tambahan lainnya. Kaji tekanan darah. 5. Sistem Pernafasan

Subyektif, sesak atau tidak Inspeksi, bentuk simetris, ekspansi , retraksi interkostal atau subcostal. Kaji frekuensi, irama dan tingkat kedalaman pernafasan, adakah penumpukan sekresi, stridor pernafas inspirasi atau ekspirasi. Palpasi, kajik adanya massa, nyeri tekan , kesemitrisan ekspansi, tacti vremitus (-). Auskultasi, dengan menggunakan stetoskop kaji suara nafas vesikuler, intensitas, nada dan durasi. Adakah ronchi, wheezing untuk mendeteksi adanya penyakit penyerta seperti broncho pnemonia atau infeksi lainnya. 6. Sistem Pencernaan Subyektif, Kelaparan, haus Inspeksi, BAB, konsistensi (cair, padat, lembek), frekuensilebih dari 3 kali dalam sehari, adakah bau, disertai lendi atau darah. Kontur permukaan kulit menurun, retraksi (-) dankesemitrisan abdomen. Auskultasi, Bising usus (dengan menggunakan diafragma stetoskope), peristaltik usus meningkat (gurgling) > 5-20 detik dengan durasi 1 detik. Perkusi, mendengar aanya gas, cairan atau massa (-), hepar dan lien tidak membesar suara tymphani. Palpasi, adakahnyueri tekan, superfisial pemuluh darah, massa (-). Hepar dan lien tidak teraba. 7. Sistem Perkemihan Subyektif, kencing sedikit lain dari biasanya Inspeksi, testis positif pada jenis kelamin laki-laki, apak labio mayor menutupi labio minor, pembesaran scrotum (-), rambut(-). BAK frekuensi, warna dan bau serta cara pengeluaran kencing spontan atau mengunakan alat. Observasi output tiap 24 jam atau sesuai ketentuan. Palpasi, adakah pembesaran scrotum,infeksi testis atau femosis. 8. Sistem Muskuloskletal Subyektif, lemah Inspeksi, klien tampak lemah, aktivitas menurun Palpasi, hipotoni, kulit kering , elastisitas menurun. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran berat badan dan tinggi badan , kekuatan otot.

D. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium a. Feces lengkap Makroskopis dan mikroskopis (bakteri (+) mis. E. Coli, PH dan kadar gula, Biakan dan uji resistensi b. Pemeriksaan Asam Basa Analisa Baood Gas Darah dapat menimbulkan Asidosis metabolik dengan kompensasi alkalosis respiratorik. c. Pemeriksaan kadar ureum kreatinin Untuk mengetahui faali ginjal d. Serum elektrolit (Na, K, Ca dan Fosfor) Pada diare dapat terjadi hiponatremia, hipokalsemia yang memungkinkan terjadi penuruna kesadaran dan kejang. 2. Pemeriksaan intubasi duodenum Terutama untuk diare kronik dapat dideteksi jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif. 3. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan radiologi diperlukan kalau ada penyulit atau penyakit penyerta seperti bronchopnemonia dll seperti foto thorax AP/PA Lateral.

E. Penatalaksanaan 1. Rehidrasi a. Jenis cairan 1) cara rehidrasi oral : Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti oralit,pedyalit setiap kali diare, Formula sederhana (NaCl dan Sukrosa/KH lain) seperti LGG, tajin 2) cairan parenteral : usia 0-2 hari dengan BB < 2500 D5%, BB > 2500 (aterm) D10%, Usia 2 hari-3 bulan d100,18 NS, Usia 3 bulan- 3 tahun D51/4 NS, Usia > 3 tahun D51/2NS, HSD (Half Strength Darrow) D1/2 2,5 NS cairan khusus untuk diare > usia 3 bulan. b. Jalan pemberian 1) Oral (dehidrasi ringan, sedang dan tanpa dehidrasi, anak mau minum serta kesadaran baik) 2) Intragastrik (dehidrasi ringan, sedang, tanpa dehidrasi, anak tidak mau makan dan kesadaran menurun).

3) IV line bila dehidrasi berat

c. Jumlah cairan Jumlah cairan yang diberikan tergantung pada : 1) Defisit (derajat dehidrasi) 2) Kehilangan sesaat (concurent loss) 3) Rumatan (maintenance) d. Jadwal/kecepatan Jadwal atau kecepatan pemberian cairan tergantung pada tingkat dehidrasi dan umur. Untuk defisit diberikan 3 jampertama dan dilanjutkan maintenance. 2. Obat-obatan a. Obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hr dengan dosisminimal 30 mg, Klorpromasin, 0,5-1 mg/ kg BB/hr b. Obat antispasmotiliti : Papaverin, opium. Loperamid c. Antibiotik 3. Makanan padat/ makanan cair/susu Dalam keadaan malabsorbsi berat serta allergi protein susu sapi dapat diberikan elemental/semi elemental formula. Supportif: a. Vitamin A 200.000 iu IM usia < 1 tahun b. Vitamin A 100.000 iu IM usia 1-5 tahun c. Vitamin A 5000 iu usia > 5 tahun d. Vitamin A 2.500 iu po usia < 1 tahun e. Vitamin A 5.000 iu po usia > 1 tahun f. Vitamin B kompleks, vit C.

F. MASALAH KEPERAWATAN 1. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan seringnya buang air besar dan encer /ketidakseimbangan intake dan output 2. Ketidakseimbngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia ,mual muntah 3. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan kerusakan pada mukosa usus /peningkatan metabolisme tubuh

4. Resiko gangguan integritas kulit ditandai dengan kemerahan di sekitar anus 5. Gangguan tidur berhubungan dengan rasa nyaman ditandai dengan sering defekasi 6. Cemas berhubungan dengan kondisi dan hospitalisasi pada anak 7. Kurangnya pengetahuan orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi .

G. PERENCANAAN 1. Kurangnya volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan seringnya buang air besar dan encer/ketidakseimbangan intake dan output. Tujuan: Keseimbangan cairan dapat di pertahankan dalam batas normal. Hasil yang diharapkan: a) Pengisian kembali kapiler ,
Rasional: meningkatkan konsumsi yang lebih 7) Pemberian obat antidiare ,antibiotik ,anti emetik dan anti piretik sesuai program. Rasional: menurunkan pergerakan usus dan muntah 2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungn dengan anoreksia, mual/muntah. Tujuan: Anak-anak toleran diet yang sesuai. Hasil yang di harapkan adalah: a) BB dalam batas normal b) Tidak terjadi kekambuhan diare. Intervensi: 1) Timbang BB tiap hari Rasional: mengevaluasi keefektifan dalam pemberian nutrisi 2) Pembatasan aktifitas selama fase sakit akut Rasional: mengurangi reyurtasi 3) Jaga kebersihan mulut pasien Rasional: mulut yang bersih menigkatkan nafsu makan 4) Monitor intake dan output Rasional: observasi kebutuhan nutrisi 3. Hipertermi berhubungan dengan infeksi ditandai dengan kerusakan pada mukusa usus/peningkatan metabolisme tubuh Tujuan: mengembalikan suhu tubuh menjadi normal. Hasil yang diharapkan: suhu tubuh kembali normal 36,5-37,5◦C Intervensi: 1) Hindarkan dan cegah penggunaan sumber dari luar Rasional: mengurangi resiko vasodilasi perifer dan kolaps paskuler. 2) Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan peningkatan dari nilai dasar suhu normal pasien. Rasional: mendeteksi peningkatan suhu tubuh dan mulainya hipertermi 3) Anjurkan pada anak agar tidak memakai pakaian /selimut tebal. Rasional: mengurangi peningkatan suhu tubuh 4. Resiko gangguan integritas kulit ditandai dengan kemerahan disekitar anus. Tujuan:

Integritas kulit normal. Hasil yang diharapkan: Iritasi berkurang. Intervensi: 1) Kaji kerusakan kulit/iritasi setiap buang air besar Rasional: menentukan intervensi lebih lanjut 2) Gunakan kapas lembab dan sabun bayi (pH rendah) untuk membersihkan anus setiap buang air besar Rasional: Menghindari resiko infeksi kulit. 3) Hindari dari pakaian dan pengalas tempat tidur yang lembab Rasional: Mengurangi infeksi secara dini. 5. Gangguan istirahat tidur b/d sering defekasi ditandai dengan mata merah dan sering menguap. Tujuan: Agar pola tidur pasien dapat terpenuhi. Hasil yang diharapkan: a) Pasien dapat tidur 6-8 jam setiap malam b) Secara verbal mengatakan dapat lebih rileks dan lebih segar Intervensi: 1) Berikan susu hangat sebelum tidur Rasional: Meningkatkan tidur 2) Anjurkan makanan yang cukup satu jam sebelum tidur Rasional: Meningkatkan tidur 3) Keadaan tempat tidur yang nyaman, bersih dan hangat yang nyaman. Rasional: meningkatkan tidur 4) Lakukan persiapan untuk tidur malam sesuai dengan pola tidur pasien. Rasional: Mengatur pola tidur 6. Cemas b/d kondisi dan hospitalisasi pada anak. Tujuan: Anak dan orang tua menunjukkan berkurangnya rasa takut dan cemas. Hasil yang diharapkan: Orang tua aktif merawat anak dan bertanya dengan perawat atau dokter tentang kondisi atau klasifikasi dan anak tidak menangis. Intervensi:

1) Anjurkan pada orang tua mengekspresikan perasaan rasa takut dan cemas, dengarkan keluhan orang tua dan bersikap empati dengan sentuhan terapeutik. Rasional: Mengurangi rasa cemas dan takut yang dialami oleh orang tua. 2) Gunakan komunikasi terapeutik, kontak mata, sikap tubuh dan sentuhan. Rasional: orang tua anak merasa diperhatikan akan rasa cemas yang dihadapinya. 3) Jelaskan setiap prosedur yang akan dilakukan pada anak kepada orang tua. Rasional: Mengurangi rasa cemas orang tua. 4) Libatkan orang tua dalam perawatan anak Rasional: anak tidak merasa kehilangan perhatian akan orang lain 5) Jelaskan kondisi anak, alasan pengobatan dan perawatan Rasional: meningkatkan pengetahuan orang tua dan agar orang tua mengetahui kondisi anak. 7. Kurangnya pengetahuan orang tua b/d kurangnya informasi. Tujuan: Agar keluarga mengetahui informasi tentang diare. Hasil yang diharapkan: a) Keluarga mengerti tentang diare b) Keluarga mengetahui cara pencegahan dan pengobatan yang dapat dilakukan apabila terjadi lagi diare. Intervensi: 1) Kaji tingkat pemahaman orang tua Rasional: Dengan mengkaji tingkat pemahaman orang tua maka kita dapat menentukan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk menambah pengetahuan orang tua. 2) Jelaskan pentingnya kebersihan Rasional: dengan menjaga kebersihan dapat meminimalkan terjadinya diare. 3) Ajarkan tentang positif diet dan kontrol diare Rasional: meningkatkan pengetahuan dan cara mencegah diare 4) Membiasakan bersih agar air di jamban dan jamban harus selalu bersih agar tidak ada lalat

Rasional: mencegah penyebaran kuman diare

H. IMPLEMENTASI Implementasi atau pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Keegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah, N. & Walid, S. 2012).

I. EVALUASI Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah, N. & Walid, S. 2012). Menurut Rohmah, N. & Walid, S. (2012) macam evaluasi adalah sebagai berikut: 1. Evaluasi Proses (Formatif) 1) Evaluasi yang dilakukan setiap selesai 2) Berorientasi pada etiologi 3) Dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai 2. Evaluasi Hasil (Sumatif) 1) Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna. 2) Berorirntasi pada masalah keperawatan 3) Menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan. 4) Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

J. DOKUMENTASI Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti aoleh pencatatan yang lengkap dan akurat terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan (Setiadi, 2012).

Related Documents


More Documents from "Anonymous bktK39X"

Lp Perilaku Kekerasan.docx
October 2019 13
Askep Diabetes Miletus.docx
October 2019 19
Lp Diare Pada Anak.docx
October 2019 18
Askep Diabetes Miletus.docx
October 2019 12
80abnieh1397.pdf
April 2020 19