Askep Diare Pada Anak.docx

  • Uploaded by: Linda Prastiwi
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Diare Pada Anak.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,794
  • Pages: 27
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit untuk tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang ditanggulangi. Dari menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh, sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009). Untuk skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008, penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan angka kematian akibat diare adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 1.7% dengan jumlah penderita diare adalah 3.661 orang. Untuk tahun 2006, penderita diare di Indonesia adalah 10.280 orang dengan angka kematian 2.5%. Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kematian, malnutrisi, ataupun kesembuhan pada pasien penderita diare. Pada balita, kejadian diare lebih berbahaya disbanding tubuh balita yang lebih banyak komposisi dikarenakan orang dewasa pada mengandung air dibanding dewasa. Jika terjadi diare, balita lebih rentan mengalami dehidrasi dan komplikasi lainnya yang dapat merujuk pada malnutrisi ataupun kematian. Faktor ibu berperan sangat penting dalam kejadian diare pada balita. Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan balita. Jika balita terserang diare maka tindakan-tindakan yang ibu ambil akan menentukan perjalanan penyakitnya. Tindakan tersebut dipengaruhi berbagai hal, salah satunya adalah pengetahuan. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian

1

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana definisi diare? 2. Apa saja klasifikasi dari diare? 3. Bagaimana etiologi dari diare? 4. Bagaimana patogensis dari diare? 5. Bagaimana patofisiologi dari diare? 6. Bagaimana manifestasi klinis dari diare? 7. Bagaimana epidemiologi dari diare? 8. Bagaimana cara penularan dari diare? 9. Bagaimana pencegahan dari diare? 10. Bagaimana penatalaksanaan dari diare? 11. Apa saja pemeriksaan laboratorium dari diare? 12. Apa saja komplikasi yang ditimbulkan dari diare? 13. Bagaimana asuhan keperawatan dari diare?

1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui definisi dari diare 2. Untuk mengetahui klasifikasi dari diare 3. Untuk mengetahui etiologi dari diare 4. Untuk mengetahui patogensis dari diare 5. Untuk mengetahui patofisiologi dari diare 6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari diare 7. Untuk mengetahui epidemiologi dari diare 8. Untuk mengetahui cara penularan dari diare 9. Untuk mengetahui pencegahan dari diare 10. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari diare 11. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium darri diare 12. Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan dari diare 13. Untuk mengetahui asuhan keperawatan dari diare

2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diare Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair. (Bagian ilmu kesehatan anak FK UI, 1998). Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonates lebih dari 4 kali sehari dengan tanpa lender darah. (Aziz, 2006). Diare dapat juga didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari. (Ramaiah,2002). Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003). Jadi diare adalah buang air besar yang frekuensinya lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer.

2.2 Klasifikasi Diare Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari : a. Diare akut Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Menurut Depkes (2002), diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari tanpa diselang-seling berhenti lebih dari 2 hari. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dari tubuh penderita, gradasi penyakit diare akut dapat dibedakan dalam empat kategori, yaitu: (1) Diare tanpa dehidrasi, (2) Diare dengan dehidrasi ringan, apabila cairan yang hilang 2-5% dari berat badan, (3) Diare dengan dehidrasi sedang, apabila cairan yang hilang berkisar 5-8% dari berat badan, (4) Diare dengan dehidrasi berat, apabila cairan yang hilang lebih dari 8-10%. b. Diare persisten

3

Diare persisten adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut atau peralihan antara diare akut dan kronik. c. Diare kronik Diare kronis adalah diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik lebih dari 30 hari. Menurut (Suharyono, 2008), diare kronik adalah diare yang bersifat menahun atau persisten dan berlangsung 2 minggu lebih.

2.3 Etiologi Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu : a. Faktor Infeksi 1. Infeksi enteral Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi: (a) Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya. (b) Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. (c) Infestasi parasite : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida albicans). 2. Infeksi parenteral Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan,

seperti

Otitis

Media

akut

(OMA),

Tonsilofaringitis,

Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun. b. Faktor Malabsorbsi 1. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktros. 2. Malabsorbsi lemak

4

3. Malabsorbsi protein c. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. d. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar. e. Faktor Pendidikan Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak. f. Faktor pekerjaan Ayah dan ibu yang bekerja Pegawai negeri atau Swasta rata-rata mempunyai pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh orang lain, sehingga mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit. g. Faktor umur balita Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur 12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2,23 kali dibanding anak umur 25-59 bulan. h. Faktor lingkungan Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare. i. Faktor Gizi Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu, pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi dan 5

malnutrisi. Faktor gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90, kurang = <90-70, buruk = <70 dengan BB per TB. j. Faktor sosial ekonomi masyarakat Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal dari keluarga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan. k. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama air minum yang tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan pada orang lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulut dipakai untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur. Bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri Etamoeba colli, salmonella, sigella. Dan virusnya yaitu Enterovirus, rota virus, serta parasite yaitu cacing (Ascaris, Trichuris), dan jamur (Candida albikan). l. Faktor terhadap Laktosa (susu kalemg) Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. Menggunakan botol susu ini memudahkan pencemaran oleh kuman sehingga menyebabkan diare. Dalam ASI mengandung antibody yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti Sigella dan V. Cholerae.

2.4 Patogenesis Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah: a. Gangguan osmotik Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare. Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus 6

dengan cairan ekstraseluler. Diare terjadi jika bahan yang secara osmotic dan sulit diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan isotonik, air dan bahan yang larut didalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik, air, dan elektronik akan pindah dari cairan ekstraseluler kedalam lumen usus sampai osmolaritas dari usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah,sehingga terjadi pula diare. b. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus. Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan villi gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida disel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya sehingga timbul diare. Diare mengakibatkan terjadinya: (1) Kehilangan air dan elektrolit serta gangguan asam basa yang menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik dan hypokalemia. (2) Gangguan sirkulasi darah dapat berupa renjatan hipovolemik atau prarenjatan sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai dengan muntah, perpusi jaringan berkurang sehingga hipoksia dan asidosismetabolik bertambah berat, kesadaran menurun dan bila tak cepat diobati penderita dapat meninggal. (3) Gangguan gizi yang terjadi akibat keluarnya cairan yang berlebihan karena diare dan muntah. Kadang-kadang orang tuanya menghentikan pemberian makanan karena takut bertambahnya muntah dan diare pada anak atau bila makanan tetap diberikan dalam bentuk diencerkan. Hipoglikemia akan sering terjadi pada anak yang sebelumnya telah menderita malnutrisi atau bayi dengan gagal bertambah berat badan, sehingga akibat hipoglikemia dapat terjadi edema otak yang dapat menyebabkan kejang dan koma (Suharyono, 2008). c. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltic usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. 7

Patogenesis diare akut adalah: (a) Masuknya jasad renik yang msih hidup kedalam usus halus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung. (b) Jasad renik tersebut berkembang biak (multiplikasi) didalam usus halus. (c) Oleh jasad renik dikeluarkan toksin (toksin Diaregenik). (d) Akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare. Patogenesis Diare kronis: Lebih kompleks dan faktor-faktor yang menimbulkannya ialah infeksi bakteri, parasit, malabsorbsi, malnutrisi dan lain-lain.

2.5 Patofisiologi Gastroenteritis akut (Diare) adalah masuknya Virus (Rotavirus, Adenovirus enteritis), bakteri atau toksin (Salmonella. E. colli), dan parasit (Biardia, Lambia). Beberapa mikroorganisme pathogen ini me nyebabkan infeksi pada selsel, memproduksi enterotoksin atau cytotoksin Penyebab dimana merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Penularan gastroenteritis bisa melalui fekal oral dari satu klien ke klien lainnya. Beberapa kasus ditemui penyebaran pathogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi. Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Gangguan motilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan asam basa (asidosis metabolik dan hypokalemia), gangguan gizi (intake kurang, output berlebih), hipoglikemia dan gangguan sirkulasi. Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi: (a) Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan sebagainya). (b) Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah). (c) Hipoglikemia, (d) Gangguan sirkulasi darah.

8

2.6 Manifestasi Klinis Mula-mula bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan atau darah. Warna tinja makin lama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya lecet karena seringnya defekasi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyaknya asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan oleh lambung yang turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Bila penderita telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi makin tampak. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun membesar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang, dan berat, sedangkan berdasarkan tonisitas plasma dapat dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik, dan hipertonik. (Mansjoer, 2009) Table 2.1 Penentuan Derajat Dehidrasi WHO No.

1.

Tanda dan gejala

Keadaan umum

Dehidrasi

Dehidrasi

Dehidrasi

ringan

sedang

berat

Sadar, gelisah,

Gelisah,

Mengantuk,

haus

mengantuk

lemas, anggota gerak dingin, berkeringat, kebiruan, tidak sadar

2.

3.

Denyut nadi

Pernafasan

Normal, yaitu

Cepat dan

Cepat, kadang-

kurang dari

lemah yaitu

kadang tak

120x/menit

120-

teraba, kurang

140x/menit

dari 140x/menit

Dalam, dan

Dalam dan

mungkin cepat

cepat

normal

4.

Ubun-ubun besar

Normal

Cekung

Sangat cekung

5.

Kelopak mata

Normal

Cekung

Sangat cekung

9

6.

Air mata

Ada

Tidak ada

Sangat kering

7.

Selaput lendir

Lembab

Kering

Sangat kering

8.

Elastisitas kulit

Pada pencubitan

Lambat

Sangat lambat

kulit secara

(lebih dari 2

elastis kembali

ddetik)

secara normal 9.

Ekskresi urin

Menurun

Oliguria

Anuria

2.7 Epidemiologi Penyebab diare ditinjau dari host, agent dan environment, yang diuraikan sebagai berikut: a.

Host Menurut Widjaja (2004), bahwa host yaitu diare lebih banyak terjadi pada balita, dimana daya tahan tubuh yang lemah/menurun system pencernaan dalam hal ini adalah lambung tidak dapat menghancurkan makanan dengan baik dan kuman tidak dapat dilumpuhkan dan betah tinggal di dalam lambung, sehingga mudah bagi kuman untuk menginfeksi saluran pencernaan. Jika terjadi hal demikian, akan timbul berbagai macam penyakit termasuk diare.

b.

Agent Agent merupakan penyebab terjadinya diare, sangatlah jelas yang disebabkan oleh faktor infeksi karena faktor kuman, malabsorbsi dan faktor makanan. Aspek yang paling banyak terjadi diare pada balita yaitu infeksi kuman e.colli, salmonella, vibrio chorela (kolera) dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebih dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi lemah) pseudomonas. (Widjaja, 2004).

c.

Environment Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan interaksi antara penjamu (host) dengan faktor agent. Lingkungan dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu lingkungan biologis (flora dan fauna disekitar manusia) yang bersifat biotik: mikroorganisme penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang, tumbuhan), vector pembawa penyakit, tumbuhan dan binatang pembawa sumber bahan makanan, obat, dan lainnya. Dan juga lingkungan fisik, yang bersifat abiotic: yaitu udara, keadaan tanah, geografi, air dan zat kimia. Keadaaan lingkungan yang sehat dapat ditunjang

10

oleh sanitasi lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan dan kebiasaan masyarakat untuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pencemaran lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan agent yang berdampak pada host (penjamu) sehingga mudah untuk timbul berbagai macam penyakit, termasuk diare.

2.8 Cara Penularan Menurut junadi, purnawan dkk, (2002), bahwa penularan penyakit diare pada balita biasanya melalui jalur fecal oral terutama karena: (1) Menelan makanan yang terkontaminasi (makanan sapihan dan air). (2) Beberapa faktor yang berkaitan dengan peningkatan kuman perut : (a) Tidak memadainya penyediaan air bersih, (b) kekurangan sarana kebersihan dan pencemaran air oleh tinja, (c) penyiapan dan penyimpanan makanan tidak secara semestinya.Cara penularan penyakit diare adalah Air (water borne disease), makanan (food borne disease), dan susu (milk borne disease). Menurut Budiarto (2002) bahwa secara umum faktor resiko diare pada dewasa yang sangat berpengaruh terjadinya penyakit diare yaitu faktor lingkungan (tersedianya air bersih, jamban keluarga, pembuangan sampah, pembuangan air limbah), perilaku hidup bersih dan sehat, kekebalan tubuh, infeksi saluran pencernaan, alergi, malabsorbsi, keracunan, imunodefisiensi, serta sebab-sebab lain. Sedangkan menurut Sutono (2008) bahwa pada balita faktor resiko terjadinya diare selain faktor intrinsic dan ekstrinsik juga sangat dipengaruhi oleh perilaku ibu dan pengasuh balita karena balita masih belum bisa menjaga dirinya sendiri dan sangat bergantung pada lingkungannya. Dengan demikian apabila ibu balita atau ibu pengasuh balita tidak bisa mengasuh balita dengan baik dan sehat maka kejadian diare pada balita tidak dapat dihindari. Diakui bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya diare tidak berdiri sendiri, tetapi sangat kompleks dan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berkaitan satu sama lain, misalnya faktor gizi, sanitasi lingkungan, keadaan social ekonomi, keadaan social budaya, serta faktor lainnya. Untuk terjadinya diare sangat dipengaruhi oleh kerentanan tubuh, pemaparan terhadap air yang tercemar, system pencernaan serta faktor infeksi itu sendiri. Kerentanan tubuh sangat dipengaruhi oleh faktor genetik, status gizi, perumahan padat dan kemiskinan.

11

2.9 Pencegahan Diare Pengobatan diare dengan upaya rehidrasi oral, angka kesakitan bayi dan anak balita yang disebabkan diare makin lama makin menurun. Menurut Suharti (2007), bahwa kesakitan diare masih tetap tinggi ialah sekitar 400 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu jalan pintas yang sangat ampuh untuk menurunkan angka kesakitan suatu penyakit infeksi baik oleh virus maupun bakteri. Untuk dapat membuat vaksin secara baik, efisien, dan efektif diperlukan pengetahuan mengenai mekanisme kekebalan tubuh pada umumnya terutama kekebalan saluran pencernaan makanan. 1. Pemberian ASI ASI adalah makanan paling baik untuk bayi, komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan, tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini. Menurut Supariasa dkk (2002), bahwa ASI adalah makanan bayi yang paling alamiah, sesuai dengan kebutuhan gizi bayi dan mempunyai nilai proteksi yang tidak bisa ditiru oleh pabrik susu manapun. Tetapi pada pertengahan abad ke-18 berbagai pernyataan penggunaan air susu binatang belum mengalami berbagai modifikasi. Pada permulaan abad ke-20 sudah dimulai produksi secara masal susu kaleng yang berasal dari air susu sapi sebagai pengganti ASI. ASI steril berbeda dengan sumber susu lain, susu formula, atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare. Keadaan ini disebut disusui secara penuh. Menurut Sulastri (2009), bahwa bayi-bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan, setelah 6 bulan dari kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibody dan zat-zat lain yang dikandungnya, ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol.

12

2. Makanan pendamping ASI Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Menurut Supariasa dkk (2002) bahwa pda masa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya

resiko

terjadinya

diare ataupun penyakit

lain

yang

menyebabkan kematian. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan. Untuk itu menurut Shulman dkk (2004) bahwa ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan pendamping ASI yang lebih baik, yaitu (1) perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x sehari), setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang dimasak dengan baik, 4 - 6x sehari, teruskan pemberian ASI bila mungkin. (2) Tambahkan minyak, lemak, gula, kedalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energy. Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau kedalam makanannya. (3) Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, suapi anak dengan sendok yang bersih. (4) Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak. 3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Menurut Departemen Kesehatan RI (2002) bahwa untuk melakukan pola perilaku hidup bersih dan sehat dilakukan beberapa penilaian antara lain adalah (1) penimbangan balita. Apabila ada balita pertanyaannya adalah apakah sudah ditimbang secara teratur keposyandu minimal 8 kali setahun, (2) Gizi, anggota keluarga makan dengan gizi seimbang, (3) Air bersih, keluarga menggunakan air bersih (PAM, sumur) untuk keperluan sehari-hari, (4) Jamban keluarga, keluarga buang air besar dijamban/WC yang memenuhi syarat kesehatan, (5) Air yang diminum dimasak terlebih dahulu, (6) Mandi menggunakan sabun mandi, (7) Selalu cuci tangan sebelum makan dengan menggunakan sabun, (8) Pencucian peralatan menggunakan sabun, (9) Limbah, (10) Terhadap faktor bibit penyakit yaitu (a) Membrantas sumber penularan penyakit, baik dengan mengobati penderita maupun carrier atau 13

dengan meniadakan reservoir penyakit, (b) Mencegah terjadinya penyebaran kuman, baik ditempat umum maupun dilingkungan rumah, (c) Meningkatkan taraf hidup rakyat, sehingga dapat memperbaiki dan memelihara kesehatan, (d) Terhadap faktor lingkungan, mengubah atau mempengaruhi faktor lingkungan hidup sehingga faktor-faktor yang tidak baik dapat diawasi sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kesehatan manusia.

2.10 Penatalaksaan Prinsip penatalaksanaan diare menurut RI antara lain dengan rehidrasi, nutrisi, medikamentosa, (a) Dehidrasi, diare cair membutuhkan pengganti cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah yang telah hilang melalui diare dan atau muntah, ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, pernafasan, dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang masih terus berlangsung. Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat masing-masing anak atau golongan umur, (b) Nutrisi. Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindari efek buruk pada status gizi. Agar pemberian diet pada anak dengan diare akut dapat memenuhi tujuannya, serta memperhatikan faktor yang mempengaruhi gizi anak, maka diperlukan persyaratan diet sebagai berikut yakni pasien segera diberikan makanan oral setelah rehidrasi yakni 24 jam pertama, makanan cukup energy dan protein, makanan tidak merangsang, makanan diberikan bertahap mulai dengan yang mudah dicerna, makanan diberikan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering. Pemberian ASI diutamakan pada bayi, pemberian cairan dan elektrolit sesuai kebutuhan, pemberian vitamin dan mineral dalam jumlah yang cukup, (c) Medikamentosa. Antobiotik dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin, obat-obat anti diare meliputi antimotilitas seperti loperamid, difenoksilat, kodein, opium, adsorben seperti norit, kaolin, attapulgit, anti muntah termasuk prometazin dan kloropomazin. Berdasarkan derajat dehidrasi maka terapi pada penderita diare dibagi menjadi tiga yaitu rencana pengobatan A, B, dan C yang diuraikan sebagai berikut: a. Rencana pengobatan A Rencana pengobatan A digunakan untuk mengatasi diare tanpa dehidrasi, meneruskan terapi diare dirumah, memberikan terapi awal bila anak terkena 14

diare lagi. Cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti oralit, makanan cair, air matang. Gunakanlah larutan untuk anak seperti dijelaskan dalam tabel berikut: Tabel 2.2 kebutuhan Oralit Per Kelompok Umur Umur

3 jam pertama atau tidak haus

Selanjutnya tiap kali

(Tahun)

atau sampai tidak gelisah lagi

mencret

<1

1 ½ gelas

½ gelas

1-5

3 gelas

1 gelas

>5

6 Gelas

4 Gelas

b. Rencana pengobatan B Digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat dehidrasi ringan dan sedang dengan cara 3 jam pertama diberikan 75ml/kg BB, berat badan anak tidak diketahui, berikan oralit paling sedikit sesuai tabel berikut: Tabel 2.3 Jumlah Oralit yang diberikan pada 3 jam pertama Umur

Jumlah oralit

<1 Tahun

300

1 – 5 Tahun

600

>5 tahun

1200

Berikan anak yang menginginkan lebih banyak oralit, dorong juga ibu untuk meneruskan ASI. Bayi kurang dari 6 bulan yang tidak mendapatkan ASI, berikan juga 100-200ml air masak. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A, B, dan C untuk melanjutkan. c. Rencana pengobatan C Rencana pengobatan C digunakan untuk mengatasi diare dengan derajat berat. Pertama-tama berikan cairan intravena, nilai setelah 3 jam. Jika keadaan

15

anak sudah cukup baik maka berikan oralit. Setelah 1-3 jam berikutnya nilai ulang anak dan pilihlah rencana pengobatan yang sesuai.

2.11 Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium dari diare adalah: a.

Pemeriksaan tinja

b.

Makroskopis dan mikroskopis

c.

pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga terdapat intoleransi gula.

d.

Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.

e.

Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam-basa dalam darah, dengan menentukan pH dan cadangan alkali atau lebih tepat lagi dengan pemeriksaan analisa gas darah menurut ASTRUP (bila memungkinkan).

f.

Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

g.

Pemeriksaan elektrolit terutama kadar natrium, kalium, kalsium dan fosfor dalam serum (terutama pada penderita diare yang disertai kejang).

h.

Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasite secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.

2.12 Komplikasi Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti: a.

Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik).

b.

Renjatan hipovolemik

c.

Hypokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia, perubahan pada elektrokardiogram).

d.

Hipoglikemia.

e.

Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim lactase karena kerusakan vili mukosa usus halus.

f.

Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

g.

Malnutrisi energy protein, karena selain diare dan muntah penderita juga mengalami kelaparan.

16

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian a. Keluhan utama Buang air berkali-kali dengan konsistensi encer b. Riwayat kesehatan sekarang Pada umumnya anak masuk Rumah Sakit dengan keluhan buang air cair berkali-kali baik disertai atau tanpa dengan muntah, tinja dpat bercampur lendir dan atau darah, keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran c. Riwayat kesehatan masa lalu Meliputi pengkajian riwayat : 1) Prenatal Kehamilan yang keberapa, tanggal lahir, gestasi (fulterm, prematur, post matur), abortus atau lahir hidup, kesehatan selama sebelumnya/kehamilan, dan obat-obat yang dimakan serta imunisasi. 2) Natal Lamanya proses persalinan, tempat melahirkan, obat-obatan, orang yang menolong persalinan, penyulit persalinan. 3) Post natal Berat badan nomal 2,5 Kg – 4 Kg, Panjang Badan normal 49 -52 cm, kondisi kesehatan baik, apgar score , ada atau tidak ada kelainan kongenital. 4) Feeding Air

susu

ibu

atau

formula,

umur

disapih

(2

tahun),

jadwal

makan/jumlahnya, pengenalan makanan lunak pada usia 4-6 bulan, peubahan berat-badan, masalah-masalah feeding (vomiting, colic, diare), dan penggunaan vitamin dan mineral atau suplemen lain.

17

5) Penyakit sebelumnya Penyebabnya, gejala-gejalanya, perjalanan penyakit, penyembuhan, kompliksi, insiden penyakit dalam keluarga atau masyarakat, respon emosi terhadap rawat inap sebelumnya. 6) Alergi Apakah pernah menderita hay fever, asthma, eksim. Obat-obatan, binatang, tumbuh-tumbuhan, debu rumah 7) Obat-obat terakhir yang didapat Nama, dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian. 8) Imunisasi Polio, hepatitis, BCG, DPT, campak, sudah lengkap pada usia 3 tahun, reaksi yang terjadi adalah biasanya demam, pemberian serum-serum lain, gamma globulin/transfusi, pemberian tubrkulin test dan reaksinya. 9) Tumbuh Kembang Berat waktu lahir 2, 5 Kg – 4 Kg. Berat badan bertambah 150 – 200 gr/minggu, TB bertambah 2,5 cm / bulan, kenaikan ini terjadi sampai 6 bulan. Gigi mulai tumbuh pada usia 6-7 bulan, mulai duduk sendiri pada usia 8-9 bulan, dan bisa berdiri dan berjalan pada usia 10-12 bulan. d. Riwayat Psikososial Anak sangat menyukai mainannya, anak sangat bergantung kepada kedua orang tuanya dan sangat histeris jika dipisahkan dengan orang tuanya. Usia 3 tahun (toddlers) sudah belajar bermain dengan teman sebaya. e. Riwayat Spiritual Anak sudah mengenal beberapa hal yang bersifat ritual misalnya berdoa. f. Reaksi Hospitalisasi 1)

Kecemasan akan perpisahan : kehilangan interaksi dari keluarga dan lingkungan yang dikenal, perasaan tidak aman, cemas dan sedih

2)

Perubahan pola kegiatan rutin

3)

Terbatasnya kemampuan untuk berkomunikasi

4)

Kehilangan otonomi

5)

Takut keutuhan tubuh

18

6)

Penurunan mobilitas seperti kesempatan untuk mempelajari dunianya dan terbatasnya kesempatan untuk melaksanakan kesenangannya

g. Aktivitas Sehari-Hari 1) Kebutuhan cairan pada usia 3 tahun adalah 110-120 ml/kg/hari 2) Output cairan : a) IWL (Insensible Water Loss) : Anak : 30 cc / Kg BB / 24 jam Suhu tubuh meningkat : 10 cc / Kg BB + 200 cc (suhu tubuh – 36,8⸰C) b) SWL (Sensible Water Loss) adalah hilangnya cairan yang dapat diamati, misalnya berupa kencing dan faeces. Yaitu : Urine : 1 – 2 cc / Kg BB / 24 jam Faeces : 100 – 200 cc / 24 jam 3) ada usia 3 tahun sudah diajarkan toilet training. h. Pemeriksaan Fisik 1) Tanda-tanda vital Suhu badan : mengalami peningkatan Nadi : cepat dan lemah Pernafasan : frekuensi nafas meningkat Tekanan darah : menurun 2) Antropometri Pemeriksaan antropometri meliputi berat badan, Tinggi badan, Lingkaran kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut. Pada anak dengan diare mengalami penurunan berat badan. 3) Pernafasan Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas tambahan. 4) Cardiovasculer Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah. 5) Pencernaan Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer

19

6) Perkemihan Volume diuresis menurun. 7) Muskuloskeletal Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan. 8) Integumen lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit jelek 9) Endokrin Tidak ditemukan adanya kelaianan. 10) Penginderaan Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan 11) Reproduksi Tidak mengalami kelainan. 12) Neorologis Dapat terjadi penurunan kesadaran.

3.2 Diagnosa keperawatan a. Kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual). b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus. c. Nyeri (akut) b.d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal. d. Kecemasan keluarga b.d perubahan status kesehatan anaknya. e. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b.d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif. f. Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru.

3.3 Intervensi a. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual). Tujuan : kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tandatanda dehidrasi

20

No.

1

Rasional

Intervensi Berikan cairan oral dan

Sebagai upaya rehidrasi untuk

parenteral sesuai dengan

mengganti cairan yang keluar

program rehidrasi, serta pantau

bersama feses. Memberikan

intake dan output.

informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti.

2

Kaji tanda vital, tanda/gejala

Menilai status hidrasi, elektrolit dan

dehidrasi dan hasil pemeriksaan

keseimbangan asam basa.

laboratorium.

3

Kolaborasi pelaksanaan terapi

Pemberian obat-obatan secara

definitive.

kausal penting setelah penyebab diare diketahui.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus. Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan bera badan. No.

Intervensi

Rasional

1

Pertahankan tirah baring dan Menurunkan kebutuhan metabolik. pembatasan

aktivitas

selama

fase akut. 2

Pertahankan selama

fase

status

puasa Pembatasan diet per oral mungkin

akut

(sesuai ditetapkan selama fase akut untuk

program terapi) dan segera menurunkan peristaltik sehingga mulai pemberian makanan per terjadi

kekurangan

nutrisi.

21

oral

setelah

kondisi

klien Pemberian

mengizinkan

makanan

sesegera

mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.

3

Bantu pelaksanaan pemberian Memenuhi kebutuhan nutrisi klien. makanan

sesuai

dengan

program diet 4

Kolaborasi pemberian nutrisi

Mengistirahatkan

parenteral sesuai indikasi.

gastrointestinal

kerja dan

mengatasi/mencegah

kekurangan

nutrisi lebih lanjut

c. Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal. Tujuan : nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada perirectal. No.

Intervensi

1

Atur posisi yang nyaman bagi Menurunkan klien,

Rasional

misalnya

dengan

lutut permukaan

fleksi. 2

Lakukan

abdomen

dan

mengurangi nyeri aktivitas

pengalihan Meningkatkan

untuk memberikan rasa nyaman mengalihkan seperti masase punggung dan kliendan kompres hangat abdomen 3

tegangan

relaksasi, fokus

perhatian

meningkatkan

kemampuan koping

Bersihkan area anorektal dengan sabun

ringan

dan

airsetelah

defekasi dan berikan perawatan Melindungi kulit dari keasaman kulit.

feses, mencegah iritasi

22

4

Kolaborasi pemberian obat

Analgetik sebagai agen anti nyeri

analgetika dan atau antikolinergik

dan

sesuai indikasi.

menurunkan spasme traktus GI

antikolinergik

untuk

dapat diberikan sesuai indikasi klinis. 5

Kaji keluhan nyeri dengan Visual Mengevaluasi perkembangan Analog

Scale (skala

perubahan

karakteristik

1-5), nyeri untuk menetapkan nyeri, intervensi selanjutnya.

petunjuk verbal dan non verbal.

d. Kecemasan keluarga b/d perubahan status kesehatan anaknya. Tujuan : keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang. No.

Intervensi

Rasional

1

Dorong keluarga klien untuk Membantu mengidentifikasi membicarakan kecemasan dan penyebab kecemasan dan alternatif berikan umpan balik tentang pemecahan masalah. mekanisme koping yang tepat.

2

Tekankan bahwa kecemasan Membantu menurunkan stres adalah masalah yang umum dengan mengetahui bahwa klien terjadi pada orang tua klien bukan satu-satunya orang yang yang

anaknya

mengalami mengalami masalah yang demikian.

masalah yang sama. 3

Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah

Mengurangi

rangsang

eksternal

tamah dan tulus dalam

yang dapat memicu peningkatan

membantu klien.

kecemasan.

23

e. Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif. Tujuan : keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan anaknya, serta mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah. No.

Intervensi

Rasional

1

Kaji kesiapan keluarga klien

Efektivitas

mengikuti pembelajaran,

dipengaruhi oleh kesiapan

termasuk pengetahuan tentang

fisik dan mental serta latar

pembelajaran

penyakit dan perawatan anaknya. belakang

pengetahuan

sebelumnya. 2

Jelaskan tentang proses penyakit

Pemahaman

anaknya, penyebab dan

masalah ini penting untuk

akibatnya terhadap gangguan

meningkatkan

pemenuhan kebutuhan sehari-

keluarga klien dan keluarga

hari aktivitas sehari-hari.

dalam

proses

tentang

partisipasi

perawatan

klien. 3

Jelaskan

tentang

tujuan Meningkatkan pemahaman

pemberian obat, dosis, frekuensi dan partisipasi keluarga dan cara pemberian serta efek klien dalam pengobatan. samping yang mungkin timbul. 4

Jelaskan dan tunjukkan cara

Meningkatkan kemandirian

perawatan perineal setelah

dan kontrol keluarga klien

defekasi.

terhadap

kebutuhan

perawatan diri anaknya.

f. Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang baru.

24

Tujuan : kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan tanda-tanda kenyamanan. No.

Intervensi

Rasional

1

Anjurkan pada keluarga untuk Mencegah stres yang selalu mengunjungi klien dan berhubungan dengan berpartisipasi dalam perawatn perpisahan. yang dilakukan.

2

3

Berikan sentuhan dan berbicara Memberikan rasa nyaman pada anak sesering mungkin.

dan mengurangi stress.

Lakukan stimulasi sensory atau

Meningkatkan

terapi bermain sesuai dengan

pertumbuhan dan

ingkat perkembangan klien.

perkembangan secara optimum.

3.4 Implementasi Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.

3.5 Evaluasi Evaluasi merupakan pengukuran keberhasilan sejauhmana tujuan tersebut tercapai. Bila ada yang belum tercapai maka dilakukan pengkajian ulang, kemudian disusun rencana, kemudian dilaksanakan dalam implementasi keperawatan lalau dievaluasi, bila dalam evaluasi belum teratasi maka dilakukan langkah awal lagi dan seterusnya sampai tujuan tercapai.

25

BAB 4 PENUTUP 4.1 Kesimpulan Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair. Diare diklasifikasikan menjadi diare akut, diare persisten, dan diare kronik. Adapun etiologi dari diare antara lain : faktor intrinsik yaitu berupa infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan dll. Penatalaksanaan diare antara lain rehidrasi, nutrisi, dan medikamentosa. Komplikasi yang ditimbulkan diare yaitu Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic atau hipertonik), hypokalemia, hipoglikemia, dan kejang. Pencegahan terhadap diare dapat dilakukan dengan cara pemberian ASI, pemberian makanan pendamping ASI dan perilaku hidup sehat dan bersih. Asuhan keperawatan diare disusun mulai dari pengkajian sampai evaluasi.

4.2 Saran ……

26

DAFTAR PUSTAKA

27

Related Documents


More Documents from "gunawan"