KATAPENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat limpahan rahmat dan karunianya sehinnga kami dapat menyususn makalah ini yang akan membahas mengenai “Perilaku Kekerasan” Makalah ini dibuat dengan berbagai Observasi dan beberapa bantuan dari berbagai pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini. Terima kasih terhadap segenap pihak yang telah memberikan dorongan, saran , petunjuk bimbingan dan nasihat di dalam persiapan dan pelaksanaannya. Kelompok kami menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna dan kami juga tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu, kami dari kelompok 1 memohon kritik dan saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami dari kelompok 1, sangat berharap semoga penyusunan makalah ini dapat menambah wawasan dan manfaat pembaca pada umumnya, dan bagi mahasiswa Akademi Keperawatan Rumah Sakit Marthen Indey.
Jayapura, April 2017
Kelompok 1
KEPERAWATAN JIWA
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................... DAFTAR ISI.............................................................................................................. BAB I : PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG……………………………………………….… B. TUJUAN PENULISAN……………………………………………….. . C. RUMUSAN MASALAH…………………………………………….... .
BAB II : PEMBAHASAN A. KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN 1. DEFINISI .................................................................................................... 2. RENTANG RESPON MARAH................................... .............................. 3. TANDA DAN GEJALA......................................................................... .... 4. FAKTOR RISIKO................................................................................... ... 5. ETIOLOGI............................................................................................. ..... B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN..................................................................................... ....... 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN.................................................... ............ 3. RENCANA TINDAKAN………………………………………….. .........
BAB III : PENUTUP A. KESIMPULAN……………………………………………………. .. B. SARAN…………………………………………………………….... DAFTAR PUSTAKA
KEPERAWATAN JIWA
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Laraia (1998), perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008). Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 – 0,8 % penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004 dalam Carolina, 2008). Data WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006).
B. TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mengetahui definisi perilaku kekerasan. 2. Untuk mengetahui rentang respon marah.. 3. Untuk mengetahui tanda dan gejala perilaku kekerasan. 4. Untuk mengetahui faktor risiko. 5. Untuk mengetahui penyebab dari perilaku kekerasan. 6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien akibat perilaku kekerasan.
C. RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu perilaku kekerasan? 2. Apa saja yang mempengaruhi rentang respon marah? 3. Apa tanda dan gejala penderita perilaku kekerasan? 4. Apa saja faktor risikonya ? 5. Apa yang dapat menyebabkan perilaku kekerasan ? 6. Bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada pasien akibat perilaku kekerasan?
KEPERAWATAN JIWA
BAB II PEMBAHASAN A. KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN 1. PENGERTIAN Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik ataupun psikologis. Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu (riwayat perilaku kekerasan). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stresor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2010).
2.
RENTANG RESPON MARAH Menurut Yosep (2010), perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan bahwa ia “tidak setuju”, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak dituruti atau diremehkan”. Rentang respon kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif) sampai pada respon sangat tidak normal (maladaptif). Gambar Rentang Respon Marah (Yosep, 2010)
Respon Adaptif
Respon Maladaptif
Asertif
Frustasi
Pasif
Agresif
Kekerasan
Klien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan kelegaan.
Klien gagal mencapai tujuan kepuasan/saat marah dan tidak dapat menemukan alternatifnya.
Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya dan menyerah.
Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain dengan ancaman.
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan.
KEPERAWATAN JIWA
3. TANDA DAN GEJALA Menurut Yosep (2010) , perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala perilaku kekerasan yaitu : a) b) c) d) e)
Muka merah dan tegang Mata melotot/pandangan tajam Tangan mengepal Rahang mengatup Jalan mondar-mandir
4. FAKTOR RISIKO Menurut NANDA-1, (2012-2014), faktor resiko terbagi dua, yaitu : a) Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain Definisi : Beresiko melakukan perilaku, yaitu individu menunjukkan bahwa dirinya dapat membahayakan orang lain secara fisik, emosiona, dan/atau seksual.
Ketersediaan senjata
Bahasa tubuh (missal, sikap tubuh kaku/rigid, mengepal jari dan rahang terkunci, hiperaktivitas, denyut jantung cepat, nafas terengah-engah, cara berdiri mengancam)
Kerusakan kognitif (misal, ketunadayaan belajar, gangguan defisit perhatia, penurunan fungsi intelektual)
Kejam pada hewan
Menyalakan api
Riwayat penganiayaan pada masa kanak-kanak
Riwayat melakukan kekerasan tak langsung (missal, merobek pakaian, membanting objek yang tergantung di dinding, berkemih di lantai, defekasi di lantai, mengetukngetuk kaki, teper tantrum, berlarian di koridor, berteriak, melempar objek, memecahkan jendela, membanting pintu, agresif seksual)
Riwayat penyalahgunaan zat
Riwayat ancaman kekerasan (misal, ancaman verbal terhadap seseorang, ancaman sosial, mengeluarkan sumpah serapah, membuat catatan/ surat ancaman, sikap tubuh mengancam, ancaman seksual)
Riwayat menyaksikan perilaku kekerasan dalam keluarga
Riwayat perilaku kekerasan terhadap orang lain (misal, memukul seseorang, menendang seseorang, meludahi seseorang, mencakar seseorang, melempar objek pada seseorang, menggigit seseorang, percobaan pemerkosaan, pelecehan seksual, mengencengi/membuang kotoran pada seseorang)
KEPERAWATAN JIWA
Riwayat perilaku kekerasan antisosial (misal, mencuri, memaksa meminjam, memaksa meminta hak istimewa, memaksa mengganggu pertemuan, menolak untuk makan, menolak untuk minum obat, menolak istruksi)
Impulsif
Pelanggaran
kendaraan
bermotor
(misal,
sering
melanggar
lampu
lintas,
menggunakan kendaraan bermotor untuk melepaskan kemarahan)
Gangguan neurologis (misal, EEG positif, CT, MRI, temuan neurologis, trauma kepala, gangguan kejang)
Intoksikasi patologis
Komplikasi perinatal
Komplikasi prenatal
Simtomatologi psikosis (misal, perintah halusinasi pendengaran, penglihatan, delusi paranoid, proses pikir tidak logis, tidak teratur, atau tidak relevan)
Perilaku bunuh diri
b) Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri Definisi : Berisiko melakukan perilaku, yang individu menunjukkan bahwa dirinya dapat membahayakan dirinya sendiri secara fisik, emosional, dan/atau seksual.
Usia 15-19 tahun
Usia 45 tahun atau lebih
Isyarat perilaku(misal, catatan cinta yang sedih, menunjukkan pesan kemarahan pada orang terdekat yang telah menolak dirinya mengambil, polis asuransi jiwa yang besar)
Konflik hubungan interpersonal
Masalah emosional (misal, ketidakberdayaan, putus asa, peningkatan rasa cemas, panik, marah, permusuhan)
Masalah pekerjaan (misal, menganggur, kehilangan/kegagalan pekerjaan yang sekarang)
Menjalani tindakan seksual autoerotic
Latar belakang keluarga (misal, riwayat bunuh diri, kaotik, atau penuh konflik)
Riwayat upaya bunuh diri yang dilakukan berkali-kali
Kurang sumber personal (misal, pencapaian yang buruk, wawasan/pengetahuan yang buruk, afek yang tidak tersedia dan dikendalikan secara buruk)
Kurang sumber sosial (misal, rapor yang buruk, isolasi sosial, keluarga yang tidak responsif)
Status pernikahan (misal, belum menikah, janda, cerai)
KEPERAWATAN JIWA
Masalah kesehatan mental (misal, depresi berat, psikosis gangguan kepribadian berat, alkoholisme, penyalahgunaan obat)
Pekerjaan (administratif, administrator pemilik bisnis, pekerja professional, pekerja semiterampil)
Masalah kesehatan fisik (misal, hipokondriasis, penyakit terminal atau kronis)
Orientasi seksual (biseksual [aktif], homoseksual [inaktif]
Ide bunuh diri
Rencana bunuh diri
Petunjuk verbal (misal, bicara tentang kematian, “lebih baik tanpa saya”, mengajukan pertanyaan dosis obat mematikan)
5. ETIOLOGI a. Faktor Predisposisi Menurut Yosep (2010), faktor predisposisi klien dengan perilaku kekerasan adalah : 1) Teori Biologis a) Neurologic factor Beragam komponen dari sistem syaraf seperti sinap, neurotransmitter, dendrit, akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku bermusuhan dan respon agresif.
b) Genetic factor Adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen manusia terdapat dormant (potensi) agresif yang sedang tidur akan bangun jika terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotipe XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orangorang yang tersangkut hokum akibat perilaku agresif.
c) Cycardian Rhytm (Irama sikardian tubuh), memegang peranan pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan 13. Pada jam tertentu orang lebih mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
KEPERAWATAN JIWA
d) Biochemistry factor (Faktor biokimia tubuh), seperti neurotransmitter di otak (epineprin, norepineprin, dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian informasi melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulasi dari luar tubuh yang dianggap mengacam atau membahayakan akan dihantar melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepineprin serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif.
e) Brain area disorder Gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
2) Teori Psikologis a) Teori psikoanalisa Agresifitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life span history). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara 0-2 tahun di mana anak tidak mendapatkan kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung mengembangkan sikap agresif
dan
bermusuhan
setelah
dewasa
sebagai
kompensasi
adanya
ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b) Imitation, modeling and information processing theory Menurut teori ini perilaku kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang mentolerir kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu meniru perilaku tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif pula (makin keras pukulannya akan diberi coklat), anak lain menonton tayangan cara mengasihi dan mencium boneka tersebut dengan reward positif pula (makin baik belaiannya mendapat
KEPERAWATAN JIWA
hadiah coklat). Setelah anak-anak keluar dan diberi boneka ternyata masingmasing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
c) Learning theory Perilaku kekerasan merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respon ayah saat menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Ia juga belajar bahwa agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.
b. Faktor Prespitasi Menurut Yosep (2010), faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali berkaitan dengan :
Ekspresi diri, ingin menunjukkan ekstensi diri atau solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
Ekspresi dan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
Kesulitan dalam mengonsumsikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cederung melakukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alcoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
Kematian anggota keluarga yang penting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan keluarga.
c. Penilaian Terhadap Stressor Penilaian stressor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari situasi stress bagi individu. Itu cukup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan respon sosial. Penilaian adalah evaluasi tentang
pentingnya sebuah peristiwa dalam kaitannya dengan
kesejahteraan seseorang. Stressor mengasumsikan makna, intensitas, dan pentingnya sebagai konsekuensi dari interpretasi yang unik dan makna yang diberikan kepada orang yang berisiko (Stuart dan Laraia, 2001). Respon perilaku adalah hasil dari respon emosional dan fisiologis, serta analisis kognitif seseorang tentang situasi stress. Caplan (1981, dalam Stuart dan Laraia, 2001) menggambarkan empat fase dari respon perilaku individu untuk menghadapi stress, yaitu:
KEPERAWATAN JIWA
1) Perilaku yang mengubah lingkungan stress atau memungkinkan
individu untuk
melarikan diri dari itu. 2) Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan eksternal dan setelah mereka. 3) Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan rangsangan emosional yang tidak menyenangkan. 4) Perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan masalah dan gejala sisa dengan penyesuaian internal.
d. Sumber Koping Menurut Stuart dan Laraia (2001), sumber koping dapat berupa aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik defensif, dukungan sosial, dan motivasi. Hubungan antara individu, keluarga, kelompok dan masyarakat sangat berperan penting pada saat ini. Sumber koping lainnya termasuk kesehatan dan energi, dukungan spiritual, keyakinan positif, keterampilan menyelesaikan masalah dan sosial, sumber daya sosial dan material, dan kesejahteraan fisik. Keyakinan spiritual dan melihat diri positif dapat berfungsi
sebagai
dasar
harapan dan dapat mempertahankan usaha seseorang mengatasi hal yang paling buruk. Keterampilan pemecahan masalah termasuk kemampuan untuk mencari informasi, mengidentifikasi masalah, menimang alternatif, dan melaksanakan rencana tindakan. Keterampilan sosial memfasilitasi penyelesaian masalah yang melibatkan orang lain, meningkatkan kemampuan untuk mendapatkan kerjasama dan dukungan dari orang lain, dan memberikan kontrol sosial individu yang lebih besar. Akhirnya, aset materi berupa barang dan jasa yang bisa dibeli dengan uang. Sumber koping sangat meningkatkan pilihan seseorang mengatasi di hampir semua situasi stres. Pengetahuan dan kecerdasan yang lain dalam menghadapai sumber daya yang memungkinkan orang untuk melihat cara yang berbeda dalam menghadapi stress. Akhirnya, sumber koping juga termasuk kekuatan ego untuk mengidentifikasi jaringan sosial, stabilitas budaya, orientasi pencegahan kesehatan dan konstitusional.
e. Mekanisme Koping Menurut Stuart dan Laraia (2001), mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain : 1) Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada
KEPERAWATAN JIWA
obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah. 2) Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya, seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunya perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya. 3) Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan dan membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya, seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya. 4) Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya, seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dnegan kasar. 5) Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya, anak berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN Klien mengalami perilaku kekerasan sukar mengontrol diri dan emosi. Untuk itu, perawat harus mempunyai kesadaran diri yang tinggi agar dapat menerima dan mengevaluasi perasaan sendiri sehingga dapat memakai dirinya sendiri secara teraupetik dalam merawat klien. Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus jujur, empati, terbuka dan penuh penghargaan, tidak larut dalam perilaku kekerasan klien dan tidak menghakimi.
1. PENGKAJIAN Faktor penyebab perilaku kekerasan Menurut Yosep (2009), pada dasarnya pengkajian pada klien perilaku kekerasan ditujukan pada semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural-spiritual. a) Aspek biologis Respon fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah pupil melebar, pengeluaran urin meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal,
KEPERAWATAN JIWA
tubuh kaku dan reflek cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
b) Aspek emosional Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuham dan sakit hati, meyalahkan dan menuntut.
c) Aspek intelektual Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu proses pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan. d) Aspek sosial Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantuangan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan. e) Aspek spiritual Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
KEPERAWATAN JIWA
Format/data fokus pada klien dengan perilaku kekerasan (Keliat dan Akemat, 2009)
Berikan tanda (v) pada kolom yang sesuai dnegan data klien
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aniaya fisik Aniaya seksual Penolakan Kekerasan dalam keluarga Tindakan kriminal Aktivitas motorik { } Lesu { { } Tik { Kompulsif 7. Interaksi selama wawancara { } Bermusuhan { { } Tidak kooperatif { { } Mudah tersinggung {
Pelaku/Usia
Korban/Usia
Saksi/Usia
{ { { { {
{ { { { {
{ { { { {
} } } } }
{ { { { {
} } } } }
} Tegang } Grimasem
} } } } }
{ { { { {
} } } } }
{ } Gelisah { } Tremor
} Kontak mata kurang } Defensif }Curiga
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN a) Risiko Perilaku Kekerasan b) Harga Diri Rendah Kronik c) Risiko Perilaku Kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)
Masalah Keperawatan a) Risiko Perilaku Kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal) b) Perilaku Kekerasan c) Harga Diri Rendah Kronis
KEPERAWATAN JIWA
} } } } }
{ { { { {
} } } } }
{ } Agitasi { }
Pohon Masalah Risiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal Effect
Perilaku Kekerasan Care Problem
Harga Diri Rendah Kronis Causa
KEPERAWATAN JIWA
Rencana Keperawatan Perilaku Kekerasan dalam bentuk Strategi Pelaksananan No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
7.
1. 2. 3.
Klien SP1P Mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan. Mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan. Mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan. Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan. Menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan. Membantu klien mempraktikan latihan cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik 1: latihan nafas dalam Menganjurkan klien memasukan ke dalam kegiatan harian. SP2P Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 2: pukul kasur dan bantal Menganjurkan klien memasukan kedalam kegiatan harian. SP3P
1.
Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2.
Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara sosial/verbal. Menganjurkan klien memasukan ke dalam kegiatan harian. SP4P Mengeveluasi jadwal kegiatan harian klien. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spritual. Menganjurkan klien memasukan kedalam kegiatan harian.
3.
1. 2. 3.
1. 2. 3.
SP5P Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien. Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat. Menganjurkan klien memasukan ke dalam kagiatan harian.
KEPERAWATAN JIWA
Keluarga SP1K Mendiskusikan masalah yang di rasakan keluarga dalam merawat klien. Menjelaskan pengertian perilaku kekerasan, tanda dan gejala perilaku kekerasan,serta proses terjadinya perilaku kekerasan.
SP2K Melatih keluarga mempraktikan cara merawat klien dengan perilaku kekerasan. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien perilaku kekerasan.
SP3K Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas dirumah termasuk minum obat (dischargeplanning) Menjelaskan follow up klien setelah pulang.
1) Tindakan keperawatan untuk pasien SP 1 Pasien : Membina hubungan saling percaya, identifikasi perasaan marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta mengontrol secara fisik I. Fase Orientasi : “Assalamu’alaikum Pak, perkenalkan nama saya Ana, panggil saya Ana, saya perawat yang dinas di ruangan ini, hari ini saya dinas dari pagi pukul 07.00-14.00. Sayaa akan merawat bapak di rumah sakit ini. Nama bapak siapa? Senang dipanggil apa? “Bagaimana
perasaan
bapak
saat
ini?
“Baiklah
kita
akan
berbincang-bincang
“Berapa
lama
bapak
mau
kita
Masih sekarang
ada
perasaan
tentang
berbincang-bincang?
kesal
perasaan
Bagaimana
atau
marah?
marah
bapak”
kalau
10
menit?”
“Di mana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang pak? Bagaimana kalau di ruang tamu?
Fase Kerja : “Apa yang menyebabkan bapak marah? Apakah sebelumnya bapak pernah marah? Terus penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang? O….iya, jadi ada dua penyebab bapak marah” Pada saat penyebab marah itu ada, sepertu bapak pulang ke rumah dan istri belum menyediakan makanan (misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?” (tunggu respon pasien) Apakah merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang terkatup, dang tangan mengepal?” “Setelah itu apa yang bapak lakukan? O…..iya, jadi bapak memukul istri bapak dan memcahkan piring, apakah dengan cara ini makanan terhidangkan? Iya, tentu tidak. Apa kerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri bapak jadi sakit dan takut, piring-piring pecah. Menurut bapak adakah cara yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?” “Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah” ”Ada beberapa cara, bagaiman kalau kita belajar satu cara dulu?” “Begini pak, kalau tanda marah-marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tarik nafas dari hidung, bagus…, tahan dan tiup melalui mulut. Nah lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana perasaannya?”
KEPERAWATAN JIWA
“Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu rasa marah itu muncul, bapak sudah terbiasa melakukannya”
Fase Terminasi: Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak? “Iya jadi ada dua penyebab bapak marah…….(sebutkan) dan yang bapak rasakan…….(sebutkan) dan yang bapak lakukan……...(sebutkan) “Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab bapak marah yang lalu, apa yang bapak lakukan kalau bapak marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan nafas dalamnya pak” “Sekarang kita buat jadwal latihannya ya pak, berapa kali sehari bapak mau latihan nafas dalam? Jam berapa saja pak?” “Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk mencegah/mengontrol marah. Tempatnya disini ya pak” “Assalamu’alaikum”
SP 2 Pasien : Latihan mengonttol kekerasan secara fisik ke-2, dengan cara : 1) Evaluasi latihan nafas dalam 2) Latih cara fisik ke-2 : pukul kasur dan bantal 3) Susun jadwal latihan kegiatan harian cara kedua Fase Orientasi: “Assalamu’alaikum pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu, sekarang saya datang lagi” “Bagaiman perasaan bapak saat ini? Adakah hal-hal yang menyebabkan bapak marah?” “Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik untuk cara yangkedua” “Mau berapa lama? Bagaimana kalau 20 menit? Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu?” “Setuju ? Fase Kerja: “Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar, mata melotot, selain nafas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal” “Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kasur bapak? Jadi kalau kalau nanti bapak ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal. Ya, bagus sekali bapak melakukannya” “Kekesalan lampiaskan ke kasur dan bantal”
KEPERAWATAN JIWA
“Nah cara inipun dapat dilakukan secra rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan lupa merapikan tempat tidurnya”
Fase Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setalah latihan cara menyalurkan marah tadi?” “Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi? Bagus!” “Mari kita masukkan ke dalam jadwal kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur dan bantal mau jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi, dan jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi ya pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali seharii bapak latihan memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?” “Besok pagi kita akan bertemu lagi, kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya. Sampai jumpa”
SP 3 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal 1) Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik 2) Latiahn mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik 3) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal Fase Orientasi: “Assalamu’alaikum pak, sesuai dengan janji saya kemarin, sekarang kita ketemu lagi” “Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal? Apa yang dirasakan setelah melakukan secara teratur? “Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya” Bagus, nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya Mandiri, kalau diingatkan perawat baru dilakukan ditulis B, artinya dibantu atau diingatkan” “Nah kalau tidak dilakukan tulis T, artinya belum bisa melakukan” “Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?” “Di mana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat yang sama?” Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
Fase Kerja: “Sekarang kita latiahn cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah sudah disalurkan melalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan
KEPERAWATAN JIWA
orang yang membuat kita marah, ada 3 caranya pak: 1) Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan katakata kasar. Kemarin bapak bilang penyebab marahnya karena minta uang sama istri tidak diberi. Coba bapak minta uang dengan baik : “Bu, saya perlu uang untuk beli rokok”. Nanti bisa di coba di sini untuk meminta baju, minta obat dan lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak. 2) Menolak dnegan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya, katakana : “maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan”. Coba bapak praktekkan. Bagus pak. 3) Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak dapat mengatakan : “Saya jadi ingin marah karena perkataanmu tadi itu”. Coba bapak praktekkan. Bagus.
Fase Termnasi : ”Bagaiman perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah dengan bicara yang baik?” “Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajari” “Bagus sekali, sekarang mari kita masukkan dalam jadwal. Berapa kali sehari bapak mau latihan bicara yang baik? Bisa kita buat jadwalnya?” “Coba masukkan dalam jadwal latihan sehari-hari misalnya meminta obat, uang dan lain-lain. Bagus nanti dicoba ya pak!” “Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?” “Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana pak? D i sini lagi ? baik, sampai nanti ya”. SP 4 Pasien : Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual 1) Diskusikan hasil latihan mengontro perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal 2) Latihan sholat/berdoa 3) Buat latihan sholat/berdoa Fase Orientasi : “Assalamu’alaikum pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu, sekarang saya datang lagi. Baik, yang mana yang mau dicoba?” “Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan? Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana rasa marahnya?” “Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu dengan ibadah” “Di mana enaknya kita bebincang-bincang? Bagaimana kalau ditempat tadi?” “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
KEPERAWATAN JIWA
Fase Kerja: Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan! Bagus, mana yang mau dicoba?” “Nah, kalau kala bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat” “Coba bapak sebutkan sholat 5 waktu? Bagus, mau coba yang mana? Coba sebutkan caranya”(untuk muslim) Fase Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setalah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?” “Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajari? Bagus” ”Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadwal kegiatan bapak. Mau berapa kali bapak sholat. Baik kita masukkan sholat….. dan…..” (sesuai kesepakatan pasien) “Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa” “Setelah ini coba bapak lakukan sholat sesuai jadwal yang telah kita buat tadi” “Besok kita ketemu ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat cara mengontrol rasa marah, yaitu dengan patuh minum obat. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja, jam “O ya!” “Nanti kita akan membicaakan cara penggunaan obat yang benar untuk mengontrol rasa marah bapak, setuju pak?”
SP 5 : Latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan obat 1) Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah dilatih 2) Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat 3) Susun jadwal minum obat secara teratur Fase Orientasi : “Assalamu’alaikum pak, sesuai dengan janji saya kemarin, hari ini kita ketemu lagi” “Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur bantal, bicara yang baik dan sholat? Apa yang dirasakan setelah melakukan secara teratur? Coba kita lihat cek kegiatan” “Bagaimana kalau sekaramg kita bicara dan latihan cara minum obat yang benar untuk mengontrol rasa marah” “Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?” “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
KEPERAWATAN JIWA
Fase Kerja : (perawat membawa obat pasien) “Bapak sudah dapat obat dari dokter?” “Berapa macam obat yang bapak minum? Warnanya apa saja? Bagus! Jam berapa bapak minum? Bagus!” “Obatnya ada 3 macam pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang. Yang putih ini namanya THP agar rileks dan tenang. Dan yang merah jambu ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak minum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam”. “Bila nanti setalah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu mengatasinya bapak bisa mengisap-isap es batu” “Bila mata terasa berkunang-kunang bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas dulu”. “Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat, apakah benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, dan jam berapa saja harus diminum. Baca juga nama obatnya apakah sudah benar? Di sini minta obatnya sama perawat kemudian cek lagi apakah benar obatnya”. “Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak, karena dapat terjadi kekambuhan” “Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya ke dalam jadwal ya pak”.
Fase Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar”. “Coba bapak sebutkan lagi jenis obat yang bapak minum! Bagaiman cara minum obat yang benar?” “Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajari? Sekarang kita tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa laksanakan semua dengan teratur ya”. “Baik, besok kita ketemu lagi untuk melihat sejauh mana bapak melaksanakan kegiatan dan sejauh mana dapat mencegah rasa marah”. “Sampai jumpa”.
2) Tindakan keperawatan untuk keluarga a) Tujuan Keluarga dapat merawat pasien di rumah b) Tindakan 1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien. 2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut). 3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang oerlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain.
KEPERAWATAN JIWA
4. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan a) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah dianjurkan oleh perawat. b) Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat. c) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan. 5. Buat perencanaan pulang bersama keluarga
c) Tindakan keperawatan pada keluarga dengan menggunakan strategi pelaksanaan (SP) SP 1 keluarga : memberikan penyuluhan kepada keluarga tentang cara merawat klien perilaku kekerasan di rumah, dengan cara: 1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien. 2) Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut). 3) Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang lain. Fase Orientasi: “Assalamu’alaikum bu, perkenalkan nama saya Ana, panggil saya Ana, saya perawat dari ruangan Soku ini, saya yang akan merawat bapak (pasien). Nama ibu siapa? Senangnya dipanggil apa?” “Bisakah kita berbincang-bincang sekarang tentang masalah yang ibu hadapi?” “Berapa lama kita bisa berbincang-bincang? Bagaimana kalau 30 menit, bu?” “Di mana enaknya kita berbincang-bincang, bu? Bagaimana kalau di kantor perawat?”
Fase Kerja: “Bu, apa masalah yang ibu hadapi dalam merawat bapak? Apa yang ibu lakukan?” “Baik bu, saya akan coba jelaskan tentang marah bapak dan hal-hal yang perlu diperhatikan”. “Bu, marah adalah suatu perasaan yang sangat wajar tapi bisa tidak disalurkan dengan benar akan membahayakan dirinya sendiri, orang lain dan lingkungan”. “Yang menyebabkan suami ibu marah dan ngamuk adalah kali dia merasakan direndahkan, keinginannya tidak terpenuhi. Kalau bapak apa penyebabnya bu?” “Kalau nanti wajah iu tampak tegang dan merah, lalu kelihatan gelisah, itu artinya suami ibu sedang marah dan biasanya setelah itu ia akan melampiaskannya dengan membanting-banting perabot rumah tangga atau memukul atau bicara kasar? Kalau ada perubahan terjadi? Lalu apa
KEPERAWATAN JIWA
yang biasa ia lakukan?” “Bila hal itu terjadi sebaiknya ibu tetap tenang, bicara lembut tapi tegas,jangan lupa jaga jarak atau jauhkan benda-benda tajam dari sekitar bapak seperti gelas, pisau. Jauhkan juga anakanak kecil dari bapak”. “Bila bapak masih marah atau ngamuk segera bawa ke puskesmas atau RSJ setelah sebelumnya diikat dulu (ajarkan caranya pada keluarga). Jangan lupa minta bantuan orang lain saat mengikat bapak ya bu, lalu lakukan dengan tidak menyakiti bapak dan jelaskan alasan mengikat agar bapak tidak menciderai diri sendiri, orang lain atau lingkungan”. “Nah, ibu sudah dilihatkan apa yang sudah saya ajarkan kepada bapak bila tanda-tanda kemarahan itu muncul. Ibu bisa bantu bapak dengan cara mengingatkan jadwal katihan cara mengontrol marah yang sudah dibuat yaitu secara fisik, verbal, spiritual dan minum obat teratur”. “Kalau bapak bisa melakukan latihannya dengan baik jangan lupa dipuji ya bu”.
Fase Terminasi: “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara merawat bapak?” “Coba ibu sebutkan lagi cara merawat bapak.” “Setelah ini coba ibu ingatkan jadwal latihan yang telah dibuat untuk bapak ya bu” “Bagaimana kalau kita ketemu 2 hari lagi untuk latihan cara-cara yang telah kita bicarakan tadi langsung kepada bapak?” “Tempatnya di sini lagi saja ya bu”.
SP 2 Keluarga : Melatih keluarga melakukan cara-cara mengontrol kemarahan 1) Evaluasi pengetahuan keluarga tentang marah 2) Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh perawat 3) Ajarkan keluarga untuk membiarkan pujian kepada pasien bila pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat 4) Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan Fase Orientasi: “Assalamu’alaikum bu, sesuai janji kita 2 hari yang lalu sekarang kita bertemu lagi untuk latihan cara-cara mengontrol rasa marah bapak”. “Bagaimana bu? Masih ingatkah diskusi kita yang lalu? Ada yang mau ibu tanyakan?” “Berapa lama ibu mau kita latihan?”
KEPERAWATAN JIWA
“Bagaimana kalau kita kita latihan disini saja? Sebentar saya panggilkan bapak supaya bisa berlatih bersama”.
Fase Kerja: “Nah pak, coba ceritakan kepada ibu, latihan yang sudah bapak lakukan. Bagus sekali. Coba perlihatkan kepada ibu jadwal harian bapak! Bagus!” “Nanti di rumah ibu bisa membantu bapak latihan mengontrol kemarahan bapak”. “Sekarang kita akan coba latihan bersama-sama ya pak”. “Masih ingatkah pak, bu kalau tanda-tanda marah sudah bapak rasakan maka yang harus dilakukan bapak adalah?..................” “Ya betul, bapak berdiri, lalu tarik nafas dari hidung tahan sebentar lalu keluarkan/tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahn. Ayo coba lagi, tarik nafas dari hidung, bagus, tahan dan tiup melalui mulut. Nah, lakukan 5 kali, coba ibu temani dan bantu bapak menghitung latihan ini sampai 5 kali”. “Bagus sekali, bapak dan ibu sudah bisa melakukannya dengan baik”. “Cara kedua masih ingat pak, bu?” “Ya benar, kalau yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebardebar, mata melotot, selain nafas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal”. “Sekarang coba kita latihan memukul kasur dan bantal. Kamar bapak di mana? Jadi kalau nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut dengan memukul kasur dan bantal”. ”Nah, coba bapak lakukan sambil didampingi ibu, berikan bapak semangat ya bu. Ya bagus sekali bapak melakukannya”. “Cara yang ketiga adalah bicara yang baik bila marah, ada tiga caranya pak, coba praktekkan langsung kepada ibu cara bicara ini : 1. Meminta dengan baik tanpa marah denggan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan kata-kata kasar, misalnya: ‘Bu, saya perlu uang untuk beli rokok! Coba bapak praktekkan. Bagus pak. 2. Menolok dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya, katakan: ‘Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan’. Coba bapak praktekkan. Bagus pak. 3. Mengungkapkan rasa kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak dapat mengatakan: ‘Saya jadi ingin marah dengan perkataanmu itu’. Coba bapak praktekkan. Bagus. 4. Selanjutnya kalau bapak sedang marah apa yang harus dilakukan? Baik sekali, bapak coba langsung duduk dan tarik nafas dalam. Jika tidak reda juga marahnya rebahkan
KEPERAWATAN JIWA
badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air wudhu kemudian sholat. Bapak bisa melakukan sholat secara teratur dengan didampingi ibu untuk meredakan kemarahan, 5. Cara terakhir adalah minum obat teratur ya pak, bu agar pikiran jadi tenang, tidurnya juga tenang, tidak ada rasa marah? Bapak coba jelaskan ada berapa macam obatnya! Bagus, jam berapa minum obat? Bagus, apa guna obat? Bagus, apa boleh mengurangi atau menghentikan obat? Wah bagus sekali! Dua hari yang lalu sudah saya jelaskan terapi pengobatan yang bapak dapatkan, ibu tolong selama di rumah ingatkan bapak untuk meminumnya secara teratur dan jangan dihentikan tanpa sepengetahuan dokter.
Fase Terminasi: “Baiklah bu, latihan kita sudah selesai. Bagaima perasaan ibu setelah kita latihan cara-cara mengontrol marah langsung kepada bapak?” “Bisa ibu sebutkan lagi ada berapa cara mengontrol marah?” “Selanjutnya tolong pantau dan motivasi bapak melaksanakan jadwal latihan yang telah dibuat selama di rumah nanti. Jangan lupa beri pujian untuk bapak bila dapat melakukan dengan benar ya bu!” “Karena bapak sebentar lagi sudah mau pulang bagaimana kalau 2 hari lagi ibu bertemu saya untuk membicarakan jadwal aktivitas bapak selama di rumah nanti”. “Jam 10 seperti hari ini ya bu. Di ruang ini juga”.
SP 3 Keluarga : membuat perencanaan pulang bersama keluarga Fase Orientasi: “Assalamu’alaikum pak, bu, karena bapak sudah boleh pulang, maka sesuai janji kita kemarin, sekarang kita ketemu untuk membicarakan jadwal bapak selam di rumah”. “Bagaimana pak, bu, selama ibu membesuk apakah sudah terus dilatih cara merawat bapak? Apakah sudah dipuji keberhasilannya?” “Nah sekarang bagaimana kalau bicarakan jadwal di rumah, di sini saja?” “Berapa lama bapak dan ibu mau kita berbicara? Bagaimana kalau 30 menit?”
Fase Kerja: “Pak, bu, jadwal telah dibuat selama bapak di rumah sakit tolong dilanjutkan di rumah, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya. Mari kita lihat jadwal bapak!” “Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang ditampilkan oleh bapak selama di rumah. Ibu dan bapak, ini nomor telepon Puskesmasnya (0652)554xxx. Kalau misalnya bapak menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku yang
KEPERAWATAN JIWA
membahayakan orang lain. Jika hal ini terjadi segera hubungi perawat Erlin di Puskesmas Indera Puri, Puskesmas terdekat dari rumah. Jika tidak teratasi perawat Erlin akan menunjuknya ke rumah sakit terdekat”. “Selanjutnya perawat Erlin yang akan membantu memantau perkembangan bapak selama di rumah”.
Fase Terminasi: “Bagaimana bu, ada yang ingin ditanyakan? Coba ibu sebutkan apa saja yang perlu diperhatikan (jadwal kegiatan, tanda atau gejala, follow up ke puskesmas). Baiklah, silahkan selesaikan administrasinya!” “Saya akan persiapkan pakaian dan obat bapak”.
KEPERAWATAN JIWA
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
PK (perilaku kekerasan) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat memebahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol. Perilaku kekerasan juga bisa dicegah dengan berbagai cara, seperti adanya simulasi persepsi. B. Saran
Dari pemaparan diatas, penulis memberikan saran agar dalam ilmu kesehatan jiwa penting sekali memahami beberapa tanda dan gejala mengenai perilaku kekerasaan, agar ke depan nya perilaku kekerasaan dapat dikurangi dengan diadakannya cara-cara untuk meredam perilaku kekerasaan.
KEPERAWATAN JIWA
DAFTAR PUSTAKA Dermawan,deden
dan
Rusdi.konsep
dan
kerangka
kerja
asuhan
keperawatan
jiwa.2013.Yogyakarta:Gosyen Publishing
Marilyne,Doengoes&townsend, mary, &frances,mary.2006. rencana asuhan keperawatan psikiatri.Jakarta:EGC Ma’rifatul, lilik.2011.keperawatan jiwa.yogyakarta:graha ilmu Kusumawati, farida. 2010.Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :salemba medika
KEPERAWATAN JIWA