Anatomi Fisiologi
1. Pengertian Dermatitis adalah peradangan pada kulit (inflamasi pada kulit) yang disertai dengan pengelupasan kulit ari dan pembentukkan sisik (Smeltzer, 2002). dermatitis adalah peradangan hebat yang menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil (vesikel) pada kulit hingga akhirnya pecah dan mengeluarkan cairan. Istilah eksim juga digunakan untuk sekelompok kondisi yang menyebabkan perubahan pola pada kulit dan menimbulkan perubahan spesifik di bagian permukaan. Istilah ini diambil dari Bahasa Yunani yang berarti 'mendidih atau mengalir keluar (Mitchell dan Hepplewhite, 2005) Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen atau pengaruh faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama) dan keluhan gatal. Dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis (Djuanda, 2010). Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang mengalami peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering, umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).
Klasifikasi 1. Dermatitis kontak Dermatitis kontak adalah respon peradangan kulit akut atau kronik terhadap paparan bahan iritan eksternal yang mengenai kulit. Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kulit. (Djuanda,2010) Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit memerah dan gatal. Jika memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol yang meradang. Disebabkan kontak langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau alergi. Dermatitis kontaki terbagi 2 yaitu : a. Dermatitis kontak iritan (mekanisme non imunologik)
Kulit berkontak dengan zat iritan dalam waktu dan konsentrasi cukup, umumnya berbatas relatif tegas. Paparan ulang akan menyebabkan proses menjadi kronik dan kulit menebal disebut skin hardering. b. Dermatitis kontak alergik (mekanisme imunologik spesifik) Batas tak tegas. Proses yang mendasarinya ialah reaksi hipersensitivitas. Lokalisasi daerah terpapar, tapi tidak tertutup kemungkinan di daerah lain. Perbedaan Dermatitis kontak iritan dan kontak alergik No. 1. 2. 3. 4.
Penyebab Permulaan Penderita Lesi
5.
Uji Tempel
Dermatitis kontak iritan Iritan primer Pada kontak pertama Semua orang Batas lebih jelas Eritema sangat jelas Sesudah ditempel 24 jam, bila iritan di angkat reaksi akan segera
Dermatitis kontak alergik Alergen kontak S.sensitizer Pada kontak ulang Hanya orang yang alergik Batas tidak begitu jelas Eritema kurang jelas Bila sesudah 24 jam bahan allergen di angkat, reaksi menetap atau meluas berhenti.
2. Dermatitis atopik Dermatitis atopik adalah keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (D.A, rinitis alergik, atau asma bronkial) kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya dilipatan (fleksural). (Djuanda, 2010). Dermatitis atopik adalah penyakit kulit reaksi inflamasi yang didasari oleh faktor herediter dan faktor lingkungan, bersifat kronik residif dengan gejala eritema, papula, vesikel, kusta, skuama dan pruritus yang hebat. Bila residif biasanya disertai infeksi, atau alergi, faktor psikologik, atau akibat bahan kimia atau iritan. Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah. Seringkali muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan seringkali muncul pada keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai sejak bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan dewasa
3. Neurodermatitis Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol (likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang berulang-ulang karena berbagai ransangan pruritogenik. (Djuanda, 2010) Neurodermatitis (Liken Simpleks Kronis) adalah suatu peradangan menahun pada lapisan kulit paling atas yang menimbulkan rasa gatal. Penyakit ini menyebabkan bercak-bercak penebalan kulit yang kering, bersisik dan berwarna lebihi gelap, dengan bentuk lonjong atau tidak beraturan. Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan dapat berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Sebagai akibat dari iritasi menahun akan terjadi penebalan kulit. Kulit yang menebal ini menimbulkan rasa gatal sehingga merangsang penggarukan yang akan semakin mempertebal kulit. Biasanya muncul pada pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian belakang dari leher. Penyakit ini menimbulkan warna kecoklatan pada daerah yang terkena.
4. Dermatitis numularis Jenis eksim ini pada umunya berhubungan dengan kulit kering dan sering menyerang pada orang yang berusia lanjut. Gejala penyakit eksim jenis ini berupa kulit mengering, merah, gatal, dan muncul dalam bentuk bulatan-bulatan pipih seperti koin logam, biasanya terdapat pada kulit kaki dan tangan. Penyebab terjadinya penyakit ini belum jelas namun infeksi mikroorganisme agaknya turut peran. Adanya sensitivits alergi terhadap mikroorganisme (Stafilokokus dan mikrokokus) ini dapat memperburuk penyakit ini. Penyakit ini biasanya terjadi di daerah panas. Kebiasaan minum alkohol dan adanya ketegangan jiwa dapat mempermudah timbulnya penyakit ini. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang dewasa dan lebih banyak pada wanita. Dermatitis kontak juga mengambil peranan sebagai salah satu factor pencetus, begitupun dengan trauma fisik dan kimiawi. Bintik-bintik
bulat
berawal
sebagai
beruntusan/jerawat
dan
lepuhan
yang
menyebabkan gatal, yang selanjutnya pecah dan membentuk keropeng. Bintik-bintik ini lebih jelas tampak di punggung lengan atau tungkai dan di bokong, tetapi bisa juga ditemukan pada batang tubuh.
Puncak awitan pada usia 55-65 tahun, baik pria maupun wanita. Dapat juga ditemukan pada usia 15-25 tahun. Lesi awal kecil berupa vsikel atau papulovesikel kemudian bergabung membentuk satu bulatan seperti mata uang (koin), berbatas tegas, sedikit edema dan eritematosa.
5. Dermatitis seboroik Merupakan golongan kelainan kulit yang didasari oleh factor konstitusi, hormon, kebiasaan buruk dan bila dijumpai pada muka dan aksila akan sulit dibedakan. Merupakan penyakit kronik, residif, dan gatal. Kelainan berupa skuama kering, basah atau kasar; krusta kekuningan dengan bentuk dan besar bervariasi. Kulit terasa berminyak dan licin, melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua alis, belakang telinga serta dada bagian atas, lipatan mammae, presternal, ketiak, umbilikus, lipat bokong, lipat paha dan skrotum. Pada kulit kepala terdapat skuama kering dikenal sebagai dandruff dan bila basah disebut pytiriasis steatoides ; disertai kerontokan rambut. Lesi dapat menjalar ke dahi, belakang telinga, tengkuk, serta oozing (membasah), dan menjadi nkeadaan eksfoliatif generalisata. Pada bayi dapat terjadi eritroderma deskuamativa atau disebut penyakit Leiner. Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf seperti Parkinson.
6. Dermatitis statis Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena (atau hipertensi vena) tungkai bawah. (Djuanda,2010) Dermatitis muncul ketika adanya akumulasi cairan di bawah jaringan kulit akibat bendungan, tekanan vena makin meningkat sehingga memanjang dan melebar. Terlihat berkelok-kelok seperti cacing (varises). Cairan intravaskuler masuk ke jaringan dan terjadilah edema. Timbul keluhan rasa berat bila lama berdiri dan rasa kesemutan atau seperti ditusuk-tusuk. Terjadi ekstravasasi eritrosit dan timbul purpura. Bercak-bercak semula tampak merah berubah menjadi hemosiderin. Akibat garukan menimbulkan erosi, skuama. Bila berlangsung lama, edema diganti jaringan ikat sehingga kulit teraba kaku, warna kulit lebih hitam yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering berubah warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal.
1. Etiologi Penyebab dermatitis belum diketahui secara pasti. Sebagian besar merupakan respon kulit terhadap agen-agen misal nya zat kimia, bakteri dan fungi selain itu alergi makanan juga bisa menyebabkan dermatitis. Respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. ( Arief Mansjoer, 1998) Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar (eksogen), misalnya bahan kimia (contoh : detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya : bakteri, jamur) dapat pula dari dalam (endogen), misalnya dermatitis atopik. ( Djuanda,2010) Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat menjadi penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab berbeda pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi infeksi. Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit infeksi bakteri yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada kulit yang terlihat bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas saat disentuh dan selulit muncul pada seseorang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus.
2. Manifestasi klinis Pada umumnya penderita dermatitis mengeluh gatal, sedangkan kelainan kulit bergantung pada stadium penyakit, batas dapat tegas atau tidak tegas, penyebaran dapat setempat, generalisata, bahkan universal. Berikut adalah berbagai bentuk kelainan kulit atau efloresensi berdasarkan stadium (Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis sejak awal memberi gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis): a. Stadium akut; eritema, edema, vesikel atau bula, erosi atau eksudasi, sehingga tampak basah (madidans) b. Stadium subakut; eritema berkurang, eksudasi mengering menjadi krusta. c. Stadium kronik; tampak lesi kering, skuama, hiperpigmentasi, likenifikasi, papul, dapat pula terdapat erosi atau ekskoriasi akibat garukan berulang. Dimanapun lokasi timbulnya dermatitis, gejala utama yang dirasakan pasien adalah gatal. Terkadang rasa gatal sudah muncul sebelum ada tanda kemerahan pada kulit.
Gejala kemerahan biasanya akan muncul pada wajah, lutut, tangan dan kaki. Namun tidak menutup kemungkinan kemerahan muncul didaerah lain. Daerah yang terkena akan terasa sangat kering, menebal atau keropeng. Pada orang kulit putih daerah ini pada mulanya akan berwarna merah muda lalu berubah menjadi coklat. Sementara itu pada orang dengan kulit lebih gelap, dermatitis akan mempengaruhi pigmen kulit, sehingga daerah dermatitis akan tampak lebih terang atau lebih gelap. Subjektif pada tanda-tanda radang akut, terutama pruritus (sebagai pengganti dolor). Selain itu juga terdapat kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (fungsiolesa). Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tgas an terdapt lesi polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan eritema dan edema. Edema sangat jelas pada klit yang longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir) dan genetelia eksterna infiltrasi biasanya terdiri atas papul. Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi.Disana-sini terdapat sumber dermatitis, artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian membesar. Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai infeksi. Dermatitis sika (kering) berarti tiak madidans bila gelembung-gelumbung mongering maka akan terlihat erosi atau ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut ematiti sika. Pada stadium tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentai tau hipopigmentasi.
3. Patofisologi Ada dua fase yang biasanya dialami oleh penderita dermatitis. Pertama, fase anak, fase ini dimulai dengan munculnya dermatitis sub akut. Jenis dermatitis ini cenderung lebih kering. Dermatitis ini sering muncul di lipat siku/lutut. Kedua, fase dewasa, fase ini disertai dengan munculnya hiperpigmentasi (kelebihan pigmen pada kulit yang bisa menyebabkan warna hitam pada bekas luka yang terinfeksi), hiperkeratosis dan likenifikasi (penebalan kulit dan bertambah jelasnya garis-garis normal kulit). Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya membran lipid keratinosit maka
fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin, prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak iritan tidak melalui fase sensitisasi.Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut. Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan timbulnya lesi dermatitis ini yaitu : a. Fase Sensitisasi Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek hapten protein. Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation 4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans, sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja. Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan mengakibatkan
proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik. b. Fase elisitasi Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.
4. Pathway
5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis, parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak alergik dan dermatitis kontak iritan. Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah
besar sel langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans. Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi, imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya. Pada penderita dermatitis, ada beberapa tes diagnostic yang dilakukan. Untuk mengetahui seseorang apakah menderita penyakit dermatitis akibat alergi dapat kita periksa kadar Ig E dalam darah, maka nilainya lebih besar dari nilai normal (0,1-0,4 ug/ml dalam serum) atau ambang batas tinggi. Lalu pasien tersebut harus melakukan tes alergi untuk mengetahui bahan/zat apa yang menyebabkan penyakit alergi (alergen). Ada beberapa macam tes alergi, yaitu :
1. Skin Prick Test (Tes tusuk kulit). Tes ini untuk memeriksa alergi terhadap alergen hirup dan makanan, misalnya debu, tungau debu, serpih kulit binatang, udang, kepiting dan lain-lain. Tes ini dilakukan di kulit lengan bawah sisi dalam, lalu alergen yang diuji ditusukkan pada kulit dengan menggunakan jarum khusus (panjang mata jarum 2 mm), jadi tidak menimbulkan luka, berdarah di kulit. Hasilnya dapat segera diketahui dalam waktu 30 menit Bila positif alergi terhadap alergen tertentu akan timbul bentol merah gatal. Syarat tes ini : a. Pasien harus dalam keadaan sehat dan bebas obat yang mengandung antihistamin (obat anti alergi) selama 3 – 7 hari, tergantung jenis obatnya. b. Umur yang di anjurkan 4 – 50 tahun. 2. Patch Tes (Tes Tempel). Tes ini untuk mengetahui alergi kontak terhadap bahan kimia, pada penyakit dermatitis atau eksim. Tes ini dilakukan di kulit punggung. Hasil tes ini baru dapat dibaca setelah 48 jam. Bila positif terhadap bahan kimia tertentu, akan timbul bercak kemerahan dan melenting pada kulit. Syarat tes ini : 3. RAST (Radio Allergo Sorbent Test). Tes ini untuk mengetahui alergi terhadap alergen hirup dan makanan. Tes ini memerlukan sampel serum darah sebanyak 2 cc. Lalu serum darah tersebut
diproses dengan mesin komputerisasi khusus, hasilnya dapat diketahui setelah 4 jam. Kelebihan tes ini : dapat dilakukan pada usia berapapun, tidak dipengaruhi oleh obat-obatan. 4. Skin Test (Tes kulit). Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang disuntikkan. Dilakukan di kulit lengan bawah dengan cara menyuntikkan obat yang akan di tes di lapisan bawah kulit. Hasil tes baru dapat dibaca setelah 15 menit. Bila positif akan timbul bentol, merah, gatal. 5. Tes Provokasi. Tes ini digunakan untuk mengetahui alergi terhadap obat yang diminum, makanan, dapat juga untuk alergen hirup, contohnya debu. Tes provokasi untuk alergen hirup dinamakan tes provokasi bronkial. Tes ini digunakan untuk penyakit asma dan pilek alergi. Tes provokasi bronkial dan makanan sudah jarang dipakai, karena tidak nyaman untuk pasien dan berisiko tinggi terjadinya serangan asma dan syok. tes provokasi bronkial dan tes provokasi makanan sudah digantikan oleh Skin Prick Test dan IgE spesifik metode RAST.
7. Penatalaksanaan Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit. 1) Pencegahan Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang panjang, penggunaan deterjen. 2) Pengobatan Pengobatan yang tepat didasarkan atas kausa, yaitu menyingkirkan penyebabnya. Tetapi, seperti diketahui dermatitis multi factor, kadang juga tidak diketahui pasti, maka penobatan bersifat simtomatis, yaitu dengan menghilangkan/ mengurangi keluhan dan menekan peradangan. 1. Pengobatan topikal Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka),
bila kering berikan terapi kering. Makin akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan. Jenis-jenisnya adalah : a. Kortikosteroid Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan, dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis. b. Radiasi ultraviolet Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang
diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. c. Siklosporin A Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis. d. Antibiotika dan antimikotika Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal. e. Imunosupresif Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981. Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik. SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama efektifnya dengan pemakaian secara oral. 2. Pengobatan sistemik Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenisjenisnya adalah : a. Antihistamin Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang berpendapat dengan adanya reaksi antigen-
antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin dan asetilkolin. b. Kortikosteroid Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena. Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan hipertensi. Efek
sampingnya
terutama
pertambahan
berat
badan,
gangguan
gastrointestinal dan perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF. c. Siklosporin Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1. d. Pentoksifilin Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan. e. FK 506 (Trakolimus) Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal. f.
Ca++ antagonis Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
g. Derivat vitamin D3 Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
h. SDZ ASM 981 Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin Namun jika pada dermatitis tersebut ditemukan adanya infeksi bakteri maka dapat diberikan juga antibiotik, disamping kortikosteroid. Berikut ini golongan antibiotik untuk dermatitis: 1. Antibiotika golongan aminoglikosid, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri, contoh gentamisin dan neomisin dimana secara invitro, strain Stafilokokus aureus dan sebagian besar Stafilokokus epidermis sensitif terhadap Gentamisin. 2. Antibiotika golongan kloramfenikol, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri. 3. Antibiotika golongan makrolida, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri, contoh eritromisin 4. Antibiotik lain, contoh asam fusidat efektif untuk infeksi kulit yang disebabkan oleh strain stafilokokus aureus dan mupirosin yang juga efektif terhadap sebagian besar Stafilokokus (termasuk S.epidermis dan S.aureus) dan streptokokus.
B. Asuhan Keperawatan a. Pengkajian 1. Identitas Pasien 2. Keluhan Utama. 3. Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok. 4. Riwayat Kesehatan. a. Riwayat penyakit sekarang Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya. b. Riwayat penyakit dahulu Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya. c. Riwayat penyakit keluarga Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya. d. Riwayat psikososial Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang berkepanjangan. e. Riwayat pemakaian obat Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat 5. Pola Fungsional Gordon a. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan Persepsi terhadap penyakit : Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien. Penggunaan : Tanyakan tentang penggunaan obat-obat tertentu (misalnya antidepresan trisiklik, antihistamin, fenotiasin, inhibitor monoamin oksidase ( MAO), antikolinergik dan antispasmotik dan obat anti-parkinson Tanyakan tentang penggunaan alcohol, dan tembakau untuk mengetahui gaya hidup klien.
b. Pola Nutrisi/Metabolisme Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan malam ) Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau alergi Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang mengandung vitamin antioksidant c. Pola Eliminasi Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu untuk miksi dan defekasi. d. Pola Aktivitas/Olahraga Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada kulit. Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya karena yang terganggu adalah kulitnya Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas. e. Pola Istirahat/Tidur Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan dengan gangguan pada kulit Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak? f. Pola Kognitif/Persepsi Kaji status mental klien Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien. Identifikasi penyebab kecemasan klien Kaji penglihatan dan pendengaran klien. Kaji apakah klien mengalami vertigo Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada kulit. g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah kejadian yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau takut Apakah ada hal yang menjadi pikirannya h. Pola Peran Hubungan Tanyakan apa pekerjaan pasien Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan, teman, dll. Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit klien i. Pola Seksualitas/Reproduksi Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan menopause Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan seks j. Pola Koping-Toleransi Stres Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau perawatan diri ) Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya (mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat. k. Pola Keyakinan-Nilai Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama serta seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih berfikiran positif. b. Diagnosa Keperawatan 1) Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit 2) Nyeri dan gatal yang berhubungan dengan lesi kulit 3) Perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus 4) Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik
5) Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit 6) Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada kulit
c. Intervensi Keperawatan NO
DIAGNOSA
1.
Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit
2
Nyeri dan gatal yang berhubungan dengan lesi kulit
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL (NOC) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .......x24 jam integritas jaringan: kulit dan mukosa normal dengan indikator: a. temperatur jaringan dalam rentang yang diharapkan b. elastisitas dalam rentang yang diharapkan c. hidrasi dalam rentang yang diharapkan d. pigmentasi dalam rentang yang diharapkan e. warna dalam rentang yang diharapkan f. tektur dalam rentang yang diharapkan g. bebas dari lesi h. kulit utuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam pasien dapat mengontrol nyeri dengan indikator: a. Mengenali faktor penyebab
INTERVENSI (NIC) PENGAWASAN KULIT a. Inspeksi kondisi luka b. Observasi ekstremitas untuk warna, panas, keringat, nadi, tekstur, edema, dan luka c. Inspeksi kulit dan membran mukosa untuk kemerahan, panas, drainase d. Monitor kulit pada area kemerahan e. Monitor penyebab tekanan f. Monitor adanya infeksi g. Monitor kulit adanya rashes dan abrasi h. Monitor warna kulit i. Monitor temperatur kulit j. Catat perubahan kulit dan membran mukosa k. Monitor kulit di area kemerahan MANAJEMEN TEKANAN a. Tempatkan pasien pada terapeutic bed b. Elevasi ekstremitas yang terluka c. Monitor status nutrisi pasien d. Monitor sumber tekanan e. Monitor mobilitas dan aktivitas pasien f. Mobilisasi pasien minimal setiap 2 jam sekali g. Back rup h. Ajarkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar MANAJEMEN NYERI Definisi : mengurangi nyeri dan menurunkan tingkat nyeri yang dirasakan pasien. Intervensi : a. lakukan pengkajian nyeri
b. Mengenali onset (lamanya sakit) c. Menggunakan metode pencegahan d. Menggunakan metode nonanalgetik untuk mengurangi nyeri e. Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan f. Mencari bantuan tenaga kesehatan g. Melaporkan gejala pada tenaga kesehatan h. Menggunakan sumbersumber yang tersedia i. Mengenali gejala-gejala nyeri j. Mencatat pengalaman nyeri sebelumnya k. Melaporkan nyeri sudah terkontrol Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...... x24 jam pasien dapat mengetahui tingkatan nyeri dengan indikator: a. melaporkan adanya nyeri b. luas bagian tubuh yang terpengaruh c. frekuensi nyeri d. panjangnya episode nyeri e. pernyataan nyeri f. ekspresi nyeri pada wajah g. posisi tubuh protektif h. kurangnya istirahat i. ketegangan otot j. perubahan pada frekuensi pernafasan k. perubahan nadi l. perubahan tekanan darah m. perubahan ukuran pupil n. keringat berlebih o. kehilangan selera makan
secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi b. observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan c. gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien d. kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri e. evaluasi pengalaman nyeri masa lampau f. evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain g. tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau h. bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan i. kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi j. nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan k. kurangi faktor presipitasi l. pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal) m. kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi n. ajarkan tentang teknik non farmakologi o. berikan analgetik untuk mengurangi nyeri p. evaluasi keefektifan kontrol nyeri q. tingkatkan istirahat r. kolaborasikan dengan dokter jika keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil ANALGETIC ADMINISTRATION
3
Perubahan pola tidur yang berhubungan dengan pruritus
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. x24jam gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria hasil: a. Jumlah jam tidur dalam batas normal b. Pola tidur,kualitas dalam batas normal c. Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat d. Mampu mengidentifikasi
Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk menghentikan atau mengurangi nyeri Intervensi : a. tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat b. cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi c. cek riwayat alergi d. pilih analgetik yang diperlukan atau kombinasi dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu e. tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan beratnya nyeri f. tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal g. pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur h. monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgetik pertama kali i. berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri hebat j. evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala (efek samping) Sleep Enhancement a. Menjaga kulit agar selalu lembab b. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur c. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat d. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca) e. Ciptakan lingkungan yang nyaman
4
Perubahan citra tubuh yang berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak baik a.
b.
c. d.
5
Kurang pengetahuan tentang perawatan kulit dan cara – cara menangani kelainan kulit
hal-hal yang meningkatkan tidur Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. x24jam , diharapkan Pengembangan peningkatan penerimaan diri pada klien tercapai dengan kriteria hasil: Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri. Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri. Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi. Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x24 jam psien mengetahui tentang proses penyakit dengan indikator pasien dapat : a. Familiar dengan nama penyakit b. Mendeskripsikan proses penyakit c. Mendeskripsikan faktor penyebab d. Mendeskripsikan faktor resiko e. Mendeskripsikan efek penyakit f. Mendeskripsikan tanda dan gejala g. Mendeskripsikan perjalanan penyakit h. Mendeskripsikan tindakan untuk menurunkan progresifitas penyakit i. Mendeskripsikan
f. Kolaburasi pemberian obat tidur a. Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri b. Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan c. Berikan kesempatan pengungkapan perasaan. d. Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya. e. Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri, seperti merias, merapikan f. Mendorong sosialisasi dengan orang lain. TEACHING: PENGETAHUAN PROSES PENYAKIT Definisi : membantu pasien memahami informasi yang berhubungan dengan penyakit yang spesifik Intervensi a. Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaiman hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit d. Gambarkan proses penyakit e. Identifikasi kemungkinan penyebab dengan cara yang tepat f. Sediakan informasi tentang kondisi pasien g. Sediakan bagi keluarga atau
komplikasi j. Mendeskripsikan tanda dan gejala dari komplikasi k. Mendeskripsikan tindakan pencegahan untuk komplikasi
6
Resiko infeksi berhubungan dengan lesi, bercak – bercak merah pada kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam status kekebalan pasien meningkat dengan indilaktor: a. tidak didapatkan infeksi berulang b. tidak didapatkan tumor c. status rspirasi sesuai yang diharapkan temperatur badan sesuai yang diharapkan d. integritas kulit e. integritas mukosa f. tidak didapatkan fatigue kronis g. reaksi skintes sesuai paparan h. WBC absolut dalam batas normal Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .....x24 jam psien mengetahui cara cara mengontrol infeksi dengan indikator:
SO informasi tentang kemajuan pasien h. Sediakan pengukuran diagnostik yang tersedia i. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit j. Diskusikan pilihan terapi k. Gambarkan rasional rekomendasi manajemen terapi l. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion m. Eksplorasi kemungkinan sumber dukungan n. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan KONTROL INFEKSI Definisi: meminimalkan mendapatkan infeksi dan transmisi agen infeksi Intervensi : a. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain b. Pertahankan teknik isolasi c. Batasi pengunjung bila perlu d. Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung e. Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan f. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan g. Gunakan universal precaution dan gunakan sarung tangan selma kontak dengan kulit yang tidak utuh h. Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
a. Mendeskripsikan proses penularan penyakit b. Mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi terhadap proses penularan penyakit c. Mendeskripsikan tindakan yang Dapat dilakukan untuk pencegahan proses penularan penyakit d. Mendeskripsikan tanda dan gejala infeksi e. Mendeskripsikan penatalaksanaan yang tepat untuk infeksi
i. Berikan terapi antibiotik bila perlu j. Observasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor k. Kaji temperatur tiap 4 jam l. Catat dan laporkan hasil laboratorium, WBC m. Gunakan strategi untuk mencegah infeksi nosokomial n. Istirahat yang adekuat o. Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci kulit dengan hati-hati p. Ganti IV line sesuai aturan yang berlaku q. Pastikan perawatan aseptik pada IV line r. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat s. Berikan antibiotik sesuai autran t. Ajari pasien dan keluarga tanda dan gejal u. infeksi dan kalau terjadi melaporkan pada v. perawat w. Ajarkan klien dan anggota keluarga bagaimana x. mencegah infeksi
DAFTAR PUSTAKA Djuanda S, Sularsito. 2010. SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31. Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi. Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Brunner Suddarth/Brunner Suddarth’s Texbook Of Medical-Surgical. ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC.