LAPORAN PENDAHULUAN CVA (CEREBRO VASCULAR ACCIDENT)
DISUSUN OLEH :
LATHIFAH AGUSTIN
(1611035)
MATA KULIAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN AKADEMI KEPERAWATAN ADI HUSADA TAHUN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN •
DEFINISI CVA (Cerebro Vascular Accident) merupakan kelainan fungsi otak yang timbul
mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak yang dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja dengan gejala-gejala berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabakan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir, daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan lain hingga menyebabkan kematian (Muttaqin, 2008:234). CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne, 2002: 2131) Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. •
ETIOLOGI Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008): 1. Thrombosis Cerebral Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah trombosis. Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak: a.
Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut: •
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
•
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
•
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus).
•
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral. c.
Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli: - Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD). - Myokard infark - Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil. - Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalangumpalan pada endocardium. 2. Haemorhagi Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak. 3. Hipoksia Umum Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah: a.
Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest c.
Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah: a.
Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain. •
FAKTOR RESIKO STROKE Ada beberapa faktor resiko CVA infark (Muttaqin, 2008: 236): 1. Hipertensi, merupakan factor resiko utama 2. Penyakit kardiovaskuler-embolisme serebri berasal dari jantung: Penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), penyakit jantung kongestif. 3. Kolesterol tinggi 4. Obesitas 5. Peningkatan hematokrit 6. Diabetes Melitus 7. Merokok 8. Konsumsi alkohol
•
TANDA DAN GEJALA (menurut : Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2, 2013) •
Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separo badan
•
Tiba-tiba hilang rasa peka
•
Bicara pelo
•
Gangguan bicara dan bahasa
•
Gangguan penglihatan
•
Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai
•
•
Gangguan daya ingat
•
Nyeri kepala hebat
•
Vertigo
•
Kesadaran menurun
•
Proses kencing terganggu
•
Gangguan fungsi otak
KLASIFIKASI Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu: (Muttaqin, 2008) a.
Stroke Hemoragi, Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu: 1) Perdarahan intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum. 2) Perdarahan subaraknoid Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll). b.
Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
•
PATOFISIOLOGI Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena
gangguan
umum
(hipoksia
karena
gangguan
paru
dan
jantung).
Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
(Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
•
PATHWAY ( NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2, 2013)
STROKE HAEMORAGI
STROKE NON HAEMORAGI Thrombus / emboli di cerebral
Peningkatan tekanan sistemik
Suplay darah ke jaringan serebral tidak adekuat
Aneurisma
Perdarahan arachnoid/ ventrikel
Resiko perfusi selebral tidak efektif Vasospasme arteri cerebral/saraf serebral
Hematoma cerebral
Ischemic/infark PTIK /herniasi serebral Defisit neurologi Penurunan kesadaran
Penekanan saluran pernafasan
Hemisfer kanan Hemiparese /plegi kiri
Pola nafas tidak efektif
Hemisfer kiri Hemiparese/ plegi kanan Gangguan mobilitas fisik
Kurang pengetahuan
Deficit perawatan diri
Area grocca Resiko kerusakan integritas kulit
Rusakan fungsi N. VII dan N XII Kerusakan komunikasi verbal
Resiko aspirasi
Resiko trauma
Resiko jatuh
•
KOMPLIKASI Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008: 253) 1. Dalam hal imobilisasi: a. Infeksi pernafasan (Pneumoni), b. Nyeri tekan pada dekubitus. c. Konstipasi 2. Dalam hal paralisis: a. Nyeri pada punggung, b. Dislokasi sendi, deformitas 3. Dalam hal kerusakan otak: a. Epilepsy b. sakit kepala 4. Hipoksia serebral 5. Herniasi otak 6. Kontraktur
•
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Angiografi serebral Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri. 2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT). 3. CT scan Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti 4. MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik 5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin) c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia. d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur turun kembali. e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. •
PENATALAKSANAAN MEDIS Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin, 2008:14): 1. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan : a. Mempertahankan saluran nafas yang paten b. Kontrol tekanan darah c. Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter d. Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif. 2. Terapi Konservatif a. Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral b. Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma. c. Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler. d. Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan: 1) Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg 2) Osmoterapi antara lain : -
Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-30
menit, 4-6 kali/hari. -
Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
3) Posisi kepala head up (15-30⁰) 4) Menghindari mengejan pada BAB
5) Hindari batuk 6) Meminimalkan lingkungan yang panas
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN •
PENGKAJIAN
A.1 Riwayat Kesehatan a. Identitas Biasanya dialami oleh usia tua, namun tidak menutup kemungkinan juga dapat dia alami oleh usia muda, jenis kelamin, dan juga ras juga dapat mempengaruhi. b. Keluhan utama Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien. c. Riwayat kesehatan sekarang Stroke infark mendadak saat istirahat atau bangun pagi, d. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus, penyakit jantung (terutama aritmia), penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obesitas. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penyalahgunaan obat (kokain). e. Riwayat penyakit keluarga Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu. f. Riwayat psikososial-spiritual Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga. Perubahan hubungan dan peran terjadi karena pasien kesulitan untuk berkomunikasi akibat sulit berbicara. Rasa cemas dan takut akan terjadinya kecacatan serta gangguan citra diri. g. Kebutuhan 1) Nutrisi : adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut, kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas 2) Eliminasi : menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus
3) Aktivitas : menunjukkan adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah, gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia) 4) Istirahat : klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot
A.2 Pemeriksaan Fisik 1)
Sistem Respirasi (Breathing) : batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan. Adanya ronchi akibat peningkatan produksi sekret dan penurunan kemampuan untuk batuk akibat penurunan kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi. 2) Sistem Cardiovaskuler (Blood) : dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler, adanya murmur 3) Sistem neurologi a)
Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian GCS untuk menilai
tingkat kesadaran klien b)
Refleks Patologis
Refleks babinski positif menunjukan adanya perdarahan di otak/ perdarahan intraserebri dan untuk membedakan jenis stroke yang ada apakah bleeding atau infark c)
Pemeriksaan saraf kranial
-
Saraf I: biasanya pada klien dengan stroke tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
-
Saraf II: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara sudut mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visula-spasial sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
-
Saraf III, IV dan VI apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit
-
Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat
-
Saraf XII lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indera pengecapan normal.
4)
Sistem perkemihan (Bladder) : terjadi inkontinensia urine.
5)
Sistem reproduksi: hemiparese dapat menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan seksual.
6)
Sistem endokrin: adanya pembesaran kelejar kelenjar tiroid
7) Sistem Gastrointestinal (Bowel) : adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf trigeminus, didapatkan penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisi otot-otot pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut. 8) Sistem muskuloskeletal dan integument : kehilangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia atau hemiparesis atau hemiparese ekstremitas. Kaji adanya dekubitus akibat immobilisasi fisik.
Skala ukuran kekuatan otot Kekuatan
Ciri-ciri
otot 0
Tak bergerak, tak berkontraksi, 100% pasif, apabila lengan dan kaki diangkat dan dilepaskan akan jatuh
1
Ada kontraksi, sedikit bergerak, ada tahanan sedikit saat ekstremitas dijatuhkan
2
Sedikit dapat menahan daya gravitasi, tetapi tak mampu menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
3
Mampu menahan gravitasi tetapi tak mampu menahan dorongan yang ringan dari pemeriksa
4
Mempunyai kekuatan otot yang kurang dibanding sisi yang lain. Dapat menahan gravitasi dan tekanan sedang
5
Kekuatan utuh (normal) dapat menahan gravitasi, bergerak dengan kekuatan penuh
•
DIAGNOSA KEPERAWATAN
•
Hambatan
mobilitas
fisik
berhubungan
dengan
hemiparase,
kehilangan
keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera otak. •
Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan defek stimulasi saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder akibat stroke ditandai pasien belum BAB selama 4 hari, teraba distensi abdomen.
•
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama.
•
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi secret dan ketidakmampuan batuk efektif sekunder akibat cedera serbrovaskuler yang ditandai dengan adanya sekret pada saluran pernapasan, suaran napas ronkhi, adanya suara nafas tambahan.
•
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskular, kehilangan tonus otot fasial atau oral dan kelemahan secara umum.
•
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak.
• •
INTERVENSI
Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparase, kehilangan keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera otak. Tujuan: klien mampu meningkatkan aktivitas fisik yang sakit atau lemah, dengan kriteria hasil: 1) Ekstremitas tidak tampak lemah 2) Ekstremitas yang lemah dapat diangkat dan digerakkan secara mandiri 3) Ekstremitas yang lemah dapat menahan posisi tubuh saat miring kanan atau kiri Intervensi: •
Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan R/ Mengetahui kondisi pasien
•
Jelaskan pada pasien akibat dari terjadinya imobilitas fisik R/ imobilitas fisik akan menyebabkan otot-otot menjadi kaku sehingga penting diberikan latihan gerak.
•
Ajarkan pasien untuk mengubah posisi pasien tiap 2 jam R/ menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan
•
Ajarkan pasien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang sakit R/ gerakan aktif memberikan dan memperbaiki massa, tonus dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
•
Anjurkan pasien melakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang tidak sakit R/ mencegah otot volunter kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan
•
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien R/ peningkatan kemampuan daam mobilisasi ekstremitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi
•
Observasi kemampuan mobilitas pasien R/ Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan gerak pasien setelah di lakukan latihan dan untuk menentukan intervensi selanjutnya.
•
Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) berhubungan dengan defek stimulasi saraf, otot dasar pelviks lemah dan imobilitas sekunder akibat stroke ditandai pasien belum BAB selama 4 hari, teraba distensi abdomen. Tujuan: pasien mampu memenuhai eliminasi alvi dengan kriteria hasil: 1) Pasien dapat defekasi secara spontan dan lancar dengan menggunakan obat 2) Konsistensi feses lembek 3) Tidak teraba distensi abdomen Intervensi: 1) Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga tentang penyebab konstipasi. R/ konstipasi disebabkan oleh karena penurunan peristaltic usus. 2) Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang mengandung serat. R/ diet seimbang tinggi kandungan serat merangsang peristaltik dan eliminasi reguler 3) Bila pasien mampu minum, berikan asupan cairan yang cukup (2 liter/hari) jika tidak ada kontraindikasi. R/ masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses yang sesuai pada usus dan membantu eliminasi regular 4) Monitoring vital sign R/ Mengetahui kondisi pasien 5) Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien. R/ aktivitas fisik membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot abdomen dan merangsang nafsu makan dan peristaltic
6) Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses (laksatif, supositoria, enema) R/ pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang melunakkan massa feses dan membantu eliminasi. •
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama. Tujuan: pasien mampu mempertahankan keutuhan kulit dengan kriteria hasil: 1) Pasien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka 2) Mengetahui penyebab dan cara pencegahan luka 3) Tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka. Intervensi: 1) Anjurkan untuk melakukan latihan mobilisasi R/ menghindari tekanan dan meningkatkan aliran darah 2) Ubah posisi tiap 2 jam R/ menghindari tekanan yang berlebihan pada daerah yang menonjol 3) Observasi terhadap eritema, kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi R/ mempertahankan keutuhan kulit 4) Jaga kebersihan kulit dan seminimal mungkin, hindari trauma dan panas pada kulit. R/ menghindari kerusakan-kerusakan kapiler 5) Monitor status nutrisi pasien R/ menjaga keseimbangan dalam tubuh sehingga selalu homostatis
•
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi secret dan ketidakmampuan batuk efektif sekunder akibat cedera serbrovaskuler yang ditandai dengan adanya sekret pada saluran pernapasan, suaran napas ronkhi, adanya suara nafas tambahan. Tujuan: pasien menunjukkan bersihan jalan nafas setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria Hasil: ronkhi tidak terdengar Px menunjukkan batuk yang efektif, frekuensi nafas 16- 20 x/menit. Intervensi:
1) Jelaskan kepada klien mengapa terdapat penumpukan secret di saluran pernapasan dan kegunaan batuk efekif . R/ pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik. 2) Beri minum hangat jika keadaan memungkinkan R/ membantu pengenceran secret sehingga mempermudah pemngeluaran 3) Ajarkan pasien batuk efektif. R/ batuk yang efektif dapat mengeluarkan secret dari saluran pernapasan. 4) Lakukan pengisapan lender, batasi durasi pengisapan dengan 15 detik atau lebih. R/ pengisapan lender dilakukan untuk mengurangi adanya penumpukkan secret dan durasinya pun dapat dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia. 5) Kolaborasi dalam pemberian bronkodilator R/ mengatur ventilasi dan melepaskan secret karena relaksasi notot brokosposme. 6) Observasi keadaan umum TTV R/ mengetahui keberhasilan tindakan. •
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskular, kehilangan tonus otot fasial atau oral dan kelemahan secara umum. Tujuan : proses komunikasi klien dapat berfungsi secara optimal dengan kriteria hasil: 1) Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat terpenuhi 2) Klien mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat. Intervensi : 1) Berikan metode alternatif komunikasi misalnya bahasa isyarat R/ memenuhi kebutuhan komunikasi sesuai dengan kemampuan klien 2) Antisipasi setiap kebutuhan klien saat berkomunikasi R/ mencegah rasa putus asa dan ketergantungan pada orang lain 3) Bicara dengan klien secara pelan dan gunakan pertanyaan yang jawabannya “ya” atau “tidak” R/ mengurangi kecemasan dan kebinggunan pada saat berkomunikasi 4) Anjurkan kepada keluarga untuk tetap berkomunikasi dengan klien R/mengurangi rasa isolasi sosial dan meningkatkan komunikasi yang efektif 5) Hargai kemampuan klien dalam berkomunikasi
R/memberi semangat pada klien agar lebih sering melakukan komunikasi 6) Kolaborasi dengan fisioterapis untuk latihan Bicara R/ melatih klien berbicara secara mandiri dengan baik dan benar. •
Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan perdarahan intraserebral, oklusi otak, vasospasme, dan edema otak. Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal dengan kriteria hasil: •
Pasien tidak gelisah
•
Tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, dan kejang
•
GCS 4,5,6
•
Pupil isokor
•
Reflek Cahaya +/+
•
Tanda-Tanda Vital Normal (Nadi: 60-100x/mnt, Suhu: 36-36,7 C, RR= 16-20 x/mnt)
Intervensi: •
Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang penyebab peningkatan TIK R/ keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
•
Baringkan pasien (bed rest) total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal R/ perubahan pada tekanan intrakranial akan dapat menyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak.
•
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS R/ dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut
•
Monitor Vital Sign dan hati-hati pada hipertensi sistolik R/ pada keadaan nomal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi.
•
Monitor input dan output R/ Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadar, neusea yang menurun intake per oral.
•
Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung R/ rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK
•
Kolaborasi dengan dokter:
berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat, terapi sesuai instruksi dokter ( steroid, aminofel, antibiotika) R/ adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskemik serebral.
DAFTAR PUSTAKA Carpenito, Lynda Juall.(1999) Diagnosa Keperawatan.(2000) alih bahasa Monica Ester.Jakarta :EGC
Doengus, Maryln.(1993). Rencana asuhan keperawatan.(1999).alih bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC.
Henger, Barbara R.(2003).Asisten Keperawatan : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. EGC:Jakarta
Hudak, C.M. Gallo, B.M. (1996). Keperawatan Kritis. Pendekatan holistic Edisi VI volume II. EGC:Jakarta
Mansjoer, dkk. (2000).Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta: Media Aesculapius
Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. salemba medika: jakarta.
Price, Sylvia A.(2002).Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. alih bahasa Huriawati, Hartanto.(2005). Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne.(1996). Keperawatan Medikal Bedah.(2002) alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC Nurarif. Amin H. 2013. Aplikasi NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta: MediAction Publishing