LAPORAN PENDAHULUAN “CIDERA KEPALA BERAT” DI RUANG 12 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Profesi Ners Departemen Surgical
Oleh : Latifia Dewi Fatmawati NIM. 150070300011060
PROGRAM PROFESI NERS JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
1
I. Definisi Cedera Kepala Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Price, 1985). Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patologis yang dapat melibatkan kulit kepala, tulang dan jaringan otak sebagai akibat dari pukulan yang menyebabkan kerusakan langsung atau gerakan intraserebral akibat percepatan atau perlambatan yang terjadi secara cepat (Mansjoer, 2000). Trauma kepala juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010). Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul/ tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar disebabkan karena kecelakaan lalu lintas. Adapun pembagian trauma kapitis ada lima, yaitu Simple head injury, Commotio cerebri, Contusion cerebri, Laceratio cerebri, dan Basis cranii fracture. Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala ringan. Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala berat. Pada penderita cedera kepala harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah, keadaan umum dan kesadaran. Tindakan resusitasi, anamnesa dan pemeriksaan fisik umum serta pemeriksaan neurologis harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit. Cedera kepala adalah cedera yang terjadi pada kulit kepala, tengkorak dan otak. (Brunner & Suddarth, 2001 : 2010). Cedera kepala adalah cedera kepala (terbuka dan tertutup) yang terjadi karena: fraktur tengkorak, komusio (gegar serebri), kontusio (memar /laserasi) dan perdarahan serebral (subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak). (Doenges, 1999 : 270). Cedera kepala adalah trauma yang terjadi karena adanya pukulan /benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran.(Tucker, 1998). Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan disertai atau tanpa disertai perdarahan yang mengakibatkan gangguan fungsi otak. (Price, 1995 : 1015).
2
Cedera kepala gangguan traumatik yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai / tanpa disertai perdarahan interstisial dan tidak mengganggu jaringan otak. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan, bahwa cedera kepala adalah trauma pada kulit kepala, tengkorak dan otak yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung pada kepala yang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran bahkan dapat menyebabkan kematian. II.
ETIOLOGI CEDERA KEPALA a. MenurutHudakdan Gallo (1996) dibedakanmenjadi 2 yaitu :
Trauma Primer :terjadi karena benturan langsung atau tidakl angsung (akselerasi-deselerasi)
Trauma Sekunder :terjadi akibat trauma saraf (melaluiakson) yang meluas, hipertensi intracranial, hipoksia, hiperkapnea, atauhipotensisistemik.
b. Truma akibat persalinan c. Kecelakaaan saat berkendara d. Kecelakaan saat olahraga e. Jatuh f. Cedera akibat kekerasan atau penganiayaan Menurut Tarwoto (2007) penyebab cedera kepala dibedakan menjadi dua berdasarkan bentuk traumanya : 1. Trauma tumpul pada kepala Merupakan bentuk trauma yang terjadi akibat hantaman/pukulan benda tumpul, terjatuh, terbentur maupun kecelakaan. 2. Trauma tembus pada kepala Merupakan bentuk trauma yang terjadi pada kepala akibat suatu benda yang melubangi kepala. Misalkan trauma akibat tembakan peluru maupun tusukan dari benda tajam. Pada dasarnya menurut Tarwoto, trauma tembus maupun tumpul dapat ditentukan dengan ada atau tidaknya penetrasi pada selaput dura. Kebanyakan cedera kepala merupakan akibat dari kontak bentur atau guncangan lanjut. Cedera kontak bentur terjadi bila kepala membentur atau menabrak sesuatu objek yang sebaliknya. Sedangkan cedera guncangan lanjut merupakan akibat peristiwa guncangan kepada yang hebat, baik yang disebabkan oleh pukulan maupun yang bukan karena pukulan (Satyanegara, 1998). Selain itu penyebab yang paling umum adanya peningkatan TIK pada pasien cedera kepala adalah edema serebri. Puncak pembengkakan yaitu 72 jam setelah cedera. Pada saat otak yang rusak membengkak atau terjadi penumpukan darah yang cepat, terjadi peningkatan TIK karena 3
ketidakmampuan tengkorak untuk membesar. Akibat cedera dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku.
III.
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA a. Berdasarkan mekanisme cedera kepala -
Cedera tumpul Cedera tumpul dapat terjadi Kecepatan tinggi berhubungan dengan kecelakaan mobil, motor Kecepatan rendah biasanya disebabkan jatuh dari ketinggian atau dipukul dengan benda tumpul
-
Cedera tembus Disebabkan oleh cedera peluru dan cedera tusukan Adanya penetrasi selaput dura menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul
b. Berdasarkan beratnya GCS (Glasgow Coma Scale) digunakan untuk meniali secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala. Penilaina GCS terdiri atas 3 komponen antara lain: -
-
-
Respon membuka mata Membuka mata spontan
4
Buka mata bila ada rangsangan suara/ sentuhan ringan
3
Membuka mata apabila ada rangsangan nyeri
2
Tidak ada respon sama skali
1
Respon motorik Mengikuti perintah
6
Mampu melokalisasi nyeri
5
Reaksi menhindari nyeri
4
Fleksi abnormal
3
Ekstensi abnormal
2
Tidak ada respon sama skali
1
Respon verbal Orientasi baik
5
Kebingungan (tidak mampu berkomunikasi)
4
Hanya ada kata-kata tapi tidak berbentuk kalimat (teriakan)
3
Hanya asal bersuara atau berupa erangan
2 4
Tidak ada respon sama skali 1
1
Berdasarkan skor GCS beratnya cedera kepal dibagi atas: a. Cedera kepala ringan:GCS 14-15 b. Cedera kepala sedang:GCS 9-13 c. Cedera kepala berat :GCS 3-8 Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale) 1.
2.
Cedera Kepala Ringan GCS 13 – 15 -
Dapat terjadi kehilangan kesadaran kurang dari 30 menit atau amnesia retrograde
-
Tidak ada kontusio cerebral, tidak ada fraktur tengkorak, maupun hematoma.
Cedera kepala Sedang GCS 9 – 12 -
Kehilangan kesadaran dan amnesia retrograde lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam
3.
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
Cedera Kepala Berat GCS 3 – 8 -
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
-
Dapat mengalami kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intracranial (PPNI Klaten, 2009)
c. Berdasarkan morfologi Secara morfologi cedera kepala dibagi atas: -
Fraktur cranium pada atap atau dasar tengkorak: Fraktur klavikula: bisa berbentuk garis/bintang, depresi atau nondepresi, tertutup atau terbuka Fraktur dasar tengkorak: dengan atau tanpa kebocoran cerebrospinal fliud (CSF), dengan atau tanpa paresis N.VII
-
Lesi intrakranium Lesi fokal:perdaraahan epidural. Perdarahan subdural, perdarahan intraserebral Lesi difus: konisio ringan, komisio klasik, cedera kason difus.
5
1. Komosio Serebri (geger otak) Geger otak berasal dari benturan kepala yang menghasilkan getaran keras atau menggoyangkan otak, menyebabkan perubahan cepat pada fungsi otak , termasuk kemungkinan kehilangan kesadaran lebih 10 menit yang disebabkan cedera pada kepala. Tanda-tanda/gejala geger otak, yaitu : hilang kesadaran, sakit kepala berat, hilang ingatan (amnesia), mata berkunang-kunang, pening, lemah, pandangan ganda. 2. Kontusio serebri (memar otak) Memar otak lebih serius daripada geger otak, keduanya dapat diakibatkan oleh pukulan atau benturan pada kepala. Memar otak menimbulkan memar dan pembengkakan pada otak, dengan pembuluh darah dalam otak pecah dan perdarahan pasien pingsan, pada keadaan berat dapat berlangsungberhari-hari hingga berminggu-minggu. Terdapat amnesia retrograde, amnesia pascatraumatik, dan terdapat kelainan neurologis, tergantung pada daerah yang luka dan luasnya lesi:
Gangguan pada batang otak menimbulkan peningkatan tekanan intracranial yang dapat menyebabkan kematian.
Gangguan pada diensefalon, pernafasan baik atau bersifat Cheyne-Stokes,pupil mengecil, reaksi cahaya baik, mungkin terjadi rigiditas dekortikal (kedua tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku dalam sikap fleksi)
Gangguan pada mesensefalon dan pons bagian atas, kesadaran menurun hingga koma, pernafasan hiperventilasi, pupil melebar, refleks cahaya tidak ada, gerakan mata diskonjugat (tidak teratur), regiditasdesebrasi (tungkai dan lengan kaku dalam sikap ekstensi).
3. Hematoma epidural Perdarahan terjadi diantara durameter dan tulang tengkorak. Perdarahan ini terjadi karena terjadi akibat robeknya salah satu cabang arteria meningea media, robeknya sinus venosus durameter atau robeknya arteria diploica. Robekan ini sering terjadi akibat adanya fraktur tulang tengkorak. Gejala yang dapat dijumpai adalah adanya suatu lucid interval (masa sadar setelah pingsan sehingga kesadaran menurun lagi), tensi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah tinggi, nadi yang semakin bertambah lambat, hemiparesis, dan terjadi anisokori pupil. 4. Hematoma subdural Perdarahan terjadi di antara durameter dan arakhnoidea. Perdarahan dapat terjadi akibat robeknya vena jembatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam durameter atau karena robeknya arakhnoid. Gejala yang dapat tampak adalah penderita mengeluh tentang sakit kepala yang semakin bertambah 6
keras, ada gangguan psikis, kesadaran penderita semakin menurun, terdapat kelainan neurologis seperti hemiparesis, epilepsy, dan edema papil. Klasifikasi hematoma subdural berdasarkan saat timbulnya gejala klinis :22
Hematoma Subdural Akut Dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi konstusio dan laserasi. Gejala timbul segera hingga berjam-jam setelah trauma. Perdarahan dapat kurang dari 5mm tebalnya tetapi melebar luas.
Hematoma Subdural Sub-Akut Adalah sekuela kontusion sedikit berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Gejala-gejala timbul beberapa hari hingga 10 hari setelah trauma. Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsul disekitarnya.
Hematoma Subdural Kronik Dapat terjadi karena cedera kepala minor dan terjadi pada lansia. Gejala timbul lebih dari 10 hari hingga beberapa bulan setelah trauma. Kapsula jaringan ikat mengelilingi hematoma. Kapsula mengandung pembuluh-pembuluh darah yang tipis dindingnya terutama di sisi durameter. Pembuluh darah ini dapat pecah dan membentuk perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma. Darah di dalam kapsula akan terurai membentuk cairan kental yang dapat mengisap cairan dari ruangan subarakhnoid. Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seperti tumor serebri.
5. Hematoma intraserebral Perdarahan dalam jaringan otak karena pecahnya arteri yang besar di dalam jaringan otak, sebagai akibat trauma kapitis berat, kontusio berat. Gejala-gejala yang ditemukan adalah : Hemiplegi Papilledema serta gejala-gejala lain dari tekanan intrakranium yang meningkat. Arteriografi karotius dapat memperlihatkan suatu peranjakan dari arteri perikalosa ke sisi kontralateral serta gambaran cabang-cabang arteri serebri media yang tidak normal. 6. Fraktura basis kranii Hanya suatu cedera kepala yang benar-benar berat yang dapat menimbulkan fraktur pada dasar tengkorak. Penderita biasanya masuk rumah sakit dengan kesadaran yang menurun, bahkan tidak jarang dalam keadaan koma yang dapat berlangsung beberapa hari. Dapat tampak amnesia retrigad dan amnesia pascatraumatik. Gejala tergantung letak frakturnya : o
Fraktur fossa anterior 7
Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari hidung atau kedua mata dikelilingi lingkaran “biru” (Brill Hematoma atau Racoon’s Eyes), rusaknya Nervus Olfactorius sehingga terjadi hyposmia sampai anosmia. o
Fraktur fossa media Darah keluar beserta likuor serebrospinal dari telinga. Fraktur memecahkan arteri carotis interna yang berjalan di dalam sinus cavernous sehingga terjadi hubungan antara darah arteri dan darah vena (A-V shunt).
o
Fraktur fossa posterior Tampak warna kebiru-biruan di atas mastoid. Getaran fraktur dapat melintas foramen magnum dan Merusak medul oblongata sehingga penderita dapat mati seketika.
IV.
Patofisiologi Steven Johnson Syndrome
V.
FAKTOR RESIKO CEDERA KEPALA
Faktor resiko pada anak usia 6-24 bulan, individu 15-24th, serta lansia merupakan kelompok yang beresiko tinggi mengalami trauma kepala. Risiko pada laki-laki 2xlipat resiko pada wanita.
Hipertensi, penyakit jantung, lipid abnormalitas, dan obesitas
Kebiasaan hidup : diet, kebiasaan merokok, alkoholik dan aktivitas , pengendara kendaraan bermotor yang ceroboh tidak menggunakan sabuk pengaman, penggunaan senjata yang tidak tepat.
Jenis Kelamin dan usia Menurut pihak Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar pada tahun 2011, pasien yang mengalami cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas sebanyak 60% dengan proporsi jenis kelamin laki-laki yang paling dominan sebesar 75% dan rentang umur pasien 25-40 tahun sebesar 80%
Perilaku pengemudi Faktor risiko yang mempengaruhi tingkat keparahan cedera akibat kecelakaan lalu lintas sepeda motor yang paling dominan di Kabupaten Karanganyar adalah mengemudi dengan kecepatan tinggi sebesar
50%, tidak memakai helm dengan benar sebesar
35%,
mengkonsumsi alkohol saat mengemudi sebesar 15%.
Lawan tabrakan Bentuk lawan tabrakan yang berisiko tinggi terhadap tingkat keparahan cedera berupa kendaraan lain seperti sepeda ontel, sepeda motor, kendaraan roda 4 atau lebih lainnya dan benda statis seperti tumpukan tanah, pohon, benda diam selain kendaraan. Berat ringannya cedera kepala tergantung pada besar dan kekuatan benturan (kecepatan lawan tabrakan), arah tabrakan, tempat benturan dan keadaan kepala pada saat mendapat benturan. 8
(Slamet Wahyudi, 2012)
VI.
MANIFESTASI KLINIS
Menurut Smellzer (1998), manifestasi cedera kepala adalah sebagai berikut : a) Gegar serebral (komutio serebri) Bentuk ringan, disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaran, pingsan mungkin hanya beberapa detik/ menit. Gejala lain : sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, pusing, peka, amnesia, retrogrod. b) Memar otak (konfusio serebri) Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejala bervariasi bergantung lokasi dan derajat. 1)
Ptechie dan rusaknya jaringan saraf.
2)
Edema jaringan otak.
3)
Peningkatan tekanan intrakranial.
4)
Herniasi.
5)
Penekanan batang otak.
c.
Hematoma epidural
“Talk dan Die” tanda klasik : Penurunan kesadaran ringan saat benturan merupakan periode lucid (pikiran jernih) beberapa menit, beberapa jam menyebabkan penurunan kesadaran, neurologis : 1)
Kacau mental : koma
2)
Pupil isokor : anisokor
d.
Hematoma subdural
Akumulasi di bawah lapisan durameter diatas arachonoid, biasanya karena aselerasi, deselerasi. Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut). : 1)
Perluasan masa lesi.
2)
Peningkatan TIK
3)
Sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang.
4)
Disfasia
e.
Hematoma intrakranial
1)
Penumpukan darah pada dalam parenkim otak ( 25 ml)
2)
Karena fraktur depresi tulang tengkorak
3)
Gerakan aselerasi 9
Gejala Umum yang mungkin timbul: o
Nyeri yang menetap atau setempat
o
Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial
o
Fraktur dasar tengkorak : hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat dibawah Konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle), otoreaserebrospinal (cairan cerebrospinal keluar dari telinga, minoreaserebrospinal (les keluar dari hidung).
o
Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah
o
Penurunan kesadaran
o
Pusing tau berkunang-kunang, Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler.
o
Peningkatan TIK
o
Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralisin ekstremitas
o
Peningkatan TD, penurunan frekwensi nadi dan peningkatan pernafasan.
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala adalah seperti berikut: 1. Tanda-tanda klinis yang dapat membantu mendiagnosa adalah: a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid) b. Hemotipanum (perdarahan di daerah menbran timpani telinga) c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung) d. Rhinorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari hidung) e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
2. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan; a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh. b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan. c. Mual atau dan muntah. d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun. e. Perubahan keperibadian diri. f. Letargik.
3. Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat; a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan di otak menurun atau meningkat. b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria). c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan). 4.Peningkatan TIK a. Edema serebral 10
Dapat disebabkan oleh kontusio tumor atau abses, intoksikasi air (hipoosmolallitas), perubahan barier otak – darah (kebocoran protein ke dalam jaringan menyebabkan air mengalir) b.
Hipoksia Penurunan PaO2 menyebabkan vasodilatasi serebral kurang dari 60 mmHg
c.
Hiperkapnia (Peningkatan CO2) Menyebabkan vasodilatasi
d. Kerusakan aliran balik vena Meningkatkan volume darah serebral e. Peningkatan tekana abdomen atau intratorakal Peningkatan tekanan ini karena batuk, PEEP(positive end – respiratory pressure)Mnuver valsalva (peningkatan tekana intratorakal ,elalui usaha ekshalasi paksa melawan glottis yang menutup, peningkatan tekanan dalam tuba eustachii dan telinga tengah oleh usaha ekshalasi paksa melawan lubang hidung yang tersumbat dan mulut tertutup) yang menyebabkan aliran balik vena. (Suzanne C Smeltzer, 2002)
VII.
KOMPLIKASI a) Edema subdural dan herniasi otak b) Diabetes insipidus dapat disebabkan oleh kerusakan traumatik pada tangkai limfosis, menyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik. c) Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut. d) Infeksi sistemik (pneumonia, infeksi saluran kemih, septikemia). e) Kebocoran cairan serebrospinal. hal ini dapat terjadi mulai saat cedera, tapi jika hubungan antara rongga subaraknoid dan telingan tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis hanya kecil dan tertutup jaringan otak, maka hal ini tidak akan terjadi dan pasien mungkin mengalami meningitis di kemudian hari. selain terapi injeksi, komplikasi ini membutuhkan reparasi bedah untuk robekan dura. eksplorasi bedah juga diperlukan jika terjadi kebocoran cairan serebrospinal persisten. f)
Epilepsi pascatrauma. terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang awal, amnesia pasca trauma yang lama (lebih dari 24 jam), fraktur depresi kranium, atau hematoma intrakranial.
g) Sindrom pascakonkusi. nyeri kepala, vertigo, depresi dan gangguan konsentrasi dapat menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. vertigo dapat terjadi akibat cedera vestibular (konkusi labitintin) 11
h) Komplikasi pada GI tract : sering ditemukan gastritis erosive/lesi GI 10-14%. kelainan fokal karena kelainan akut mukosa GI atau karena kelainan patologis dengan hiperkolesterolemia. i)
Kelainan hematologis : anemia, trombositopenia, hiperagregasi trombosit, hiperkoagulitas, disseminated intrakoagulopati (DIC) sifatnya sementara tetapi perlu penanganan segera. gelisah yang dapat disebabkan oleh kandung kemih yang penuh, usus halus yang pecah, fraktur, TIK meningkat, emboli paru.
j)
Anosmia : tidakdapatmenciumbau-bauan
k) Afasia : kebutaan l)
Abnormalitasgerakmata
m) Pneumonia n) Sepsis Agitasi pasca cidera kepala terjadi >1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk delirum, agresi, akatisia, disinhibis. s. Sindrom Post Kontusio Sindrom tersebut terdiri dari : a).Somatik : Nyeri kepala,gangguan tidur, vertigo/dizzines,mual, mudah lelah, sensitif terhadap suara dan cahaya. b).Kognitif : perhatian, konsentrasi, memori c).Afektif : iritabel, cemas, depresi, emosi labil. t.
Pasien dapat mengalami gangguan baik secara fisik (disfassia, hemiparesis, palsi saraf karnial)
maupun mental (gamgguan kognitif, perubahan kepribadian) yang dikarenakan adanya gejala sisa cedera kepala berat. u. Hematoma subdural kronik terjadi pada cedera kepala ringan v. Meningkatnya tekanan intrakarnial (TIK), perdarahan, dan kejang
VIII.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Laboratorium
: CBC ( Hb, CT, BT, leukosit ).
Fotorontgen kepala/ lateral kanan dan kiri : untuk mengetahui adanya fraktur tulang tengkorak. Fotorontgen cervical
: mengetahui adanya fraktur tulang leher.
CT Scan otak
: mengtahui adanya perdarahan pada otak.
EEG
: merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh.
Cerebral Angiography
: menunjukkan anomaly sirkulasi cerebral
MRI (magnetic resonance imaging)
: Sama dengan CT Scan dengan/tanpa kontras. Menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi 12
radio dan bila bercampur frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam m engdiuagnosis tumor, infark dan kelainan pada pembuluh cdarah. Angiografi serebral
: Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan trauma. Digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan kelainan serebral vaskuler.
Substraksi digital
: Suatu tipe angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik kom[puterisasi untuk memp[erlihatkan pembuluh darah tanpa gangguan dari tulang dan jaringan lunak di sekitarnya.
ENG (elektronistamogram)
: Merupakan pemeriksaan elektro fisiologis vestibularis yang dapat digunakan untuk mendiagnosis gangguan sistem saraf pusat
Sinar-X
: Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema) adanya fragmen tulang
BAEK (brain audition Euked Tomografi): Menentukan fungsi korteks dan batang otak. PET (positron Emmision Tomografi)
: Menunjukkan perubahan aktivitas metabolism batang otak.
Fungsi lumbal,CSS
: Dapat menduga kemungkinan adanya perubahan subarakhgnoid.
GDA (gas darah arteri)
: Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan meningkatkan TIK.
Kimia/elektrolit darah
: Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam p-eningkatan TIK/perubahan mental.
Pemeriksaan toksilogi
: Mendeteksio obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
Kadar antikonsulvan darah
: Dapat dilakukian untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.
Angiografi Substraksi Digital
: Suatu tipe angiografi yang menggabungkan radiografi dengan teknik komputerisasi untuk memperlihatkan pembuluh darah tanpa gangguan dari tulang dan jaringan lunak di sekitarnya. 13
IX.
PENATALAKSANAAN MEDIS Pada cedera kulit kepala, suntikan pokain melalui subkutan membuat luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan meminimalkan masuknya infeksi sebelum ditutup. Pedoman resusitasi cairan dan penilaian awal : 1.Menilai jalan nafas Bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan : lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang collar servikal. Pasang guedel/mayo apabila dapat ditolelir. Jika cedera orofacial mengganggu jalan nafas, maka pasien harus di intubasi.
2.Menilai pernafasan Tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak diberi O2 melalui masker O2. Jika bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada berat eperti pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk menjaga saturasi O2 minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindungi bahkan terancam/memperoleh O2 yang adekuat (Pa O2>95% dan PaCO2 <40% mmHg serta saturasi O2>95%) atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi. 3.Menilai sirkulasi Otak yang rusak tidak mentolelir hipotensi. Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen/dada. Ukur dan catat frekwensi denyut jantung dan tekanan darah pasang EKG. Pasang jalur intravena yang besar. Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema. 4.Obati kejang Kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati mula-mula diberikan diazepam 10mg intavena perlahan-lahan dan dapat diulang 2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgBB. 5.Menilai tingkat keparahan CKR, CKS, CKB 6.Pada semua pasien dengan cedera kepala dan atau leher, dilakukan foto tulang belakang servikal (proyeksi A-P, Lateral dan odontoid), kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1-C7 normal. 7.Pada Pasien dengan cedra kepala sedang dan berat : - Pasang infus dengan larutan normal salin (Nacl 0,9%) atau RL cairan isotonis lebih efektif mengganti volume intravakular dari pada cairan hiipotonis dan larutan ini tidak menambah edema cerebri 14
- Lakukan pemeriksaan : Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah - Lakukan CT Scan pasien dengan CKR, CKS, CKB harus dievaluasi adanya : 1. Hematoma Epidural 2. Darah dalam sub arachnoid dan intaventrikel 3. Kontusio dan perdarahan jaringan otak 4. Edema cerebri 5.Pergeseran garis tengah 6. Fraktur Kranium 8. Pada pasien yang koma (skir GCS <8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi lakukan : - Elevasi kepala 30- Hiperventilasi - Berikan manitol 20% 1gr/kg BB intrvena dalam 20-30 menit. Dosis ulang dapat diberikan 4-6 jam sampai maksimal 48 jam - Pasang kateter foley -Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematom epidural besar, hematom sub dural, cedra kepala terbuka, fraktur impresi>1 diplo). Pengobatan 1.Anti Seuzure (serangan tiba -tiba), seperti phenitoin 2.Antagonis, histamine untuk mengurangi resiko stress ulcer. 3.Analgetik : acenaminoven, kodein 4.Diuretic untuk menurunkan TIK 5.Antibiotika
yang
mengandung
barrier
darah
otak
(penisillin)
a t a u u n t u k infeksi anaerob diberikan metronidasol 6.Dexamethason/kalmethason
sebagai
pengobatan
anti
edema
serebral,
dosis sesuai dengan berat ringanya trauma. 7. Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi. 8. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu 20% atau glukosa 40% atau gliserol 10%. 9. Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apaapa, hanya cairan infus dextrosa 5%, amnifusin, aminofel (18 jam pertama pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak. 10. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% 8jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500-3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai nitrogennya. 15
Untuk Dexamethasone 10 mg padadosisawalselanjutnya : 5 mg/ 6 jam padahari 1 dan 2 5 mg/ 8 jam padahari 3 5 mg/ 12 jam padahari 4 5 mg/ 24 jam padahari 5 9. Pasien Dengan Penurunan kesadaran - CKR (GCS 13-15) Perubahan orientasi tanpa disertai deficit fokal cerebral, lakukan pemeriksaan fisik, perawatan luka, foto kepala, istirahat baring dengan mobilisasi bertahap sesuai dengan kondisi pasien disertai terapi simptomatis, observasi minimal 24 jam dirumah sakit untuk menilai kemungkinan hematom intracranial seperti sakit kepala, muntah, kesadran menurun, gejala laterasi (pupil anisolor, reflek patologis positif) , Jika dicurigai hematom lakukan scaning otak. -CKS (GCS 9-12) Pada kondisi ini, pasien dapat mengalami gangguan kardiopulmoner, urutan tindakan sebagai berikut : Periksa dan atasi gangguan nafas (ABC), lakukan pemeriksaan kesadaran, pupil, tanda fokal cerebral dan cedera organ. Foto kepala dan bila perlu bagian tubuh lainnya. Scaning otak bila dicurugai hematoma intrakranial. Observasi TTV,kesadaran, pupil dan deficit fokal cerebral lainnya. -CKB (GCS 3-8) Biasanya disertai cedera multiple. Bila dicurigai fraktur cervical pasang kolarneck. Bila ada luka terbuka dan ada perdarahan dihentikan dengan balut tegas untuk pertolongan pertama. Observasi kelainan cerebral dan sistemik. Hipokapnia, hiptensi, dan hiperkapnia akibat gangguan cardiopulmonal. 10.Penanganan kasus cedera kepala di unit gawat darurat didasarkan atas patokan pemantauan dan penanganan terhadap penderita secara umum yaitu perhatian urutan prioritas terhadap “6B” yakni : -
Breathing (jalan napas) : perhatikan adanya obstruksi jalan napas perlu segera diberi tindakan
-
Blood (sirkulasi darah) : mencakup pengukuran TTV, pemeriksaan laboratorium darah, perlu/tidaknya transfusi.
-
Brain (otak) : respons-respons mata, fungsi motorik, GCS.
-
Bladder (kandung kencing) : pemasangan kateter, pengosongan kandung kemih.
-
Bowel (sistem pencernaan) : usus yang penuh cenderung meningkatkan tekanan intrakranial. 16
-
Bone (tulang) : ada/tidaknya fraktur
(sumber : Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Ed.IV.Jakarta : Gramedia Pustaka) penatalaksanaan lain : -
jika terdapat luka pada kulit kepala, diusahakan ditutup dan kontrol perdarahan.
-
luka pada kulit kepala tanpa fraktur, segera dianastesi lokal dan dijahit.
-
pada depresi tengkorak, dilakukan pembedahan untuk menata kembali fragmen tulang.
-
pembedahan : o
kraniotomy : membuka tengkorak untuk mengangkat bekuan darah/tumor
o
kraniaektomy : mengangkat bagian tulang tengkorak
o
kranioplasty : memperbaiki tulang tengkorak dengan logam, lempeng plastik
o
trepanasi : evakuasi terhadap perdarahan yang timbul dan menghentikan perdarahan.
-
konservatif : bedrest total, pemberian obat-obatan, observasi TTV dan GCS.
Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan homeostasis otak dan mencegah kerusakan otak sekunder. Tindakan ini mencakup stabilisasi kardiovaskuler dan fungsi pernafasan untuk mempertahankan perfusi serebral yang adekuat. 1. Tindakan terhadap peningkatan TIK a. Oksigenasi adekuat, b. Pemberian mannitol yang mengurangi edema serebral dengan dehidrasi osmotic c. Hiperventilasi d. Penggunaan steroid e. Peningkatan kepala saat tidur f.
Intervensi bedah neuro, pembedahan diperlukan untuk evakuasi bekuan darah dan jahitan terhadap leserasi kulit kepala berat.
2. Tindakan pendukung lain a. Dukungan
ventilasi,
pencegahan
kejang,
pemeliharaan
cairan
elektrolit
dan
keseimbangan nutrisi b. Pasien cedera kepala hebat yang koma diintubasi dan diventilasi mekanis untuk mengontrol dan melindungi jalan nafas c. Hiperventilasi terkontrol juga mencakup hipokapnia, yang mencegah vasodilatasi, menurunkan aliran darah serebral, menurunkan volume darah serebral, dan kemungkinan menurunkan TIK
17
d. Karena biasanya kejang umum terjadi setelah cedera kepala dan dapat menyebabkan kerusakan otak sekunder karena hipoksia, terapi antikonvulsan dapat dimulai e. Bila pasien sangat teragitasi klorpormazin dapat diberikan untuk menenangkan pasien tanpa menurunkan tingkat kesadaran f.
Selang nasogastrik dapat dipasang , bila motilitas lambung menurun dan peristaltic terbalik dikaitkan dengan cedera kepala , dengan membuat regurgitasi umum pada beberapa jam pertama (Suzanne C Smeltzer, 2002).
X.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian a. Identitas pasien Nama
: Sdr. M
Usia
:18 tahun
Jenis kelamin
: laki-laki
Status perkawinan : belum kawin Pekerjaan
: pelajar
b. Status kesehatan saat ini Keluhan utama
: klien mengeluh kepalanya pusing dan perutnya mual
Lama keluhan
:-
Kualitas keluhan
:-
Faktor pencetus
: terjatuh dari sepeda motordan tidak menggunakan helm
Faktor pemberat
: tidak menggunakan helm
Keluhan saat pengkajian: : klien mengeluh kepalanya pusing dan perutnya mual
c. Riwayat kesehatan saat ini Sdr. M 18 tahun dirawat di IRD karena terjatuh dari sepeda motor dan tidak menggunakan helm. Pasiien mengeluh kepalanya pusing dan perutnya mual. Dari hasil pemeriksaan fisik ditemukan adanya cephal gematome pada psrietalis kanan denagn diamerter 9cm, retrograde amnesia (+), terdapat hematoma periorbita D, muntah (+), reaksi pupil terhadap cahaya(+), dan isokor. Pasien dipasang IV line NaCl 0,9% life line, oksigen via nasal canule 3 ltr/menit. Pasien rencana akan dilakukan head CT Scan
d. Riwayat kesehatan terdahulu 18
e. Riwayat kesehatan keluarga f.
Riwayat lingkungan -
g. Pemeriksaan fisik TTV: Pemeriksaan ABCDEFGH A: airway ( jalan nafas) B: breathing (keadekuatan nafas ) C: circulasi D: disability E: exposure F: full of vital sign F: five intervention G: give comfort (kenyamanan) H: head to toe
Kepala Inspeksi : DCAP BLS D: deformity (perubahan bentuk) C: contusion (memar) A: abrasi (babras) P:penetrasi (luka tusuk) B: burn (luka bakar) L:laserasi S: swelling (bengkak) Pada kasus ditemukan adanya cephal hematoma pada parietalis kanan diameter 9cm. Palpasi :TIC T: tenderness (nyeri) I:instability (keseimbangan) C: crepitasi Mata Inspeksi adanya ottorhoe, raccoon eye, hematoma periorbita Hidung Inspeksi adanya rhinnorhoe, battle sign 19
Telinga Inspeksi adanya haemothymphanum (rupturnya membrane timpani) Leher Inspeksi : DCAP BLS, distensi vena leher Palpasi: TIC Dada Inspeksi : DCAPP (paradoksimal movement) BLS Palpasi: TIC Auskultasi : cari suara nafas vesikuler Palpasi: sonor (normal). Redup Abdomen Inspeksi : DCAP BLS Palpasi: rigidity, nyeri Pada pelvis untuk deteksi fraktur tulang pelvis dengan metode open close Ekstrimitas Inspeksi : DCAP BLS Palpasi: TIC termasuk pulse, sensorik, motorik
Kaji SAMPLE S symptom A allergy M medication P past medical history L last meal E event injury
h. Pemeriksaan penunjang Rencananya pasien akan menjalani head CT Scan
20
No 1
Diagnosa
Tujuan + Kriteria Hasil
Kekurangan
-
Volume Cairan
Intervensi
Tujuan
-
Setelah dilakukan
dan mencegah komplikasi akibat
tindakan keperawatan
kadar cairan yang abnormal atrau
selama 3x24 jam
yang tidak diharapkan
kekurangan volume
-
Meningkatkan keseimbangan cairan
-
Mengumpulkan dan menganalisis
cairan teratasi
data pasien untuk mengatur
Kriteria Hasil
keseimbangan cairan
-
Keseimbangan
Mengatur dan mencegah komoplikasi perubahan kadar cairan dan elektrolit
cairan
Hidrasi adekuat
Asupan makanan
-
intravaskuler -
dan cairan
Mengembangkan volume cairan
Memberi dan memantau cairan dan obat via IV
adekuat -
Membantu dan menyediakan asupan makanan dan cairan dalam diet seimbang
-
Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mencegah atau meminimalkan malnutrisi
Tujuan dan Kriteria Hasil 2.Kerusakan memori
Intervensi
NOC :
NIC :
Neurological status
Memory Training
Memory
Reminiscence Therapy
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7x24 jam, kerusakan memori dapat membaik dengan kriteria hasil : mampu
mengulang
- Reminisce lalu
informasi
langsung dengan akurat mampu mengingat informasi yang baru saja diterima dengan akurat
(mengenang)
dengan
pasien
masa jika
diperlukan - gunakan tehnik memory yang tepat seperti visual imagery, memory games, gunakan name 21
mampu mengingat informasi lama secara akurat
tag, rehearshing information. - bantu dengan orientasi training seperti identitas klien, kekasih dan lain-lain jika diperlukan. - berikan
kesempatan
menggunakan kejadian
untuk
memory
terdekat
untuk
misalnya
tanyakan klien tentang kejadian yang terdekat ia alami. - motivasi dengan
keluarga/diskusikan keluarga
untuk
membantu klien - anjurkan klien menulis nama kerabat atau teman terdekat. - gunakan album foto klien untuk menstimulasi memori.
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan 3.Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan
Tujuan: Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik KH: TTV stabil, tidak ada peningkatan intrakarnial
1. Monitor dan catat status neurologis dengan mengguanakan SKG 2.Monitor TTV tiap 30 menit 3. Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan 4. Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, mempertahankan ukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan 5. Observasi kejang dan hindari
22
pasien cedera akibat kejang 6. Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien 7. Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (dexametason)
23
REFERENSI
Satyanegara, dkk. 2010. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Ed.IV.Jakarta : Gramedia Pustaka
Wahyudi, Slamet. 2012. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Tingkat Keparahan Cedera Kepala (Studi Kasus Korban Kecelakaan Lalu Lintas Pengendara Sepeda Motor di RSUD Karanganyar. http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph. Diakses pada 7 November 2012.
PPNI Klaten. 2009. Cedera Kepala. http://www.ppni-klaten.com/index.php?option=com_ content&view=article&id=68:cedera-kepala&catid=38:ppni-ak-category&Itemid=66. Diakses pada 7 November 2012.
Smetzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart. Alih bahasa, Agung Waluyo.. [et al.]; editor edisi bahas Indonesia, Monica Ester. Ed.8. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M. 2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Alih bahasa, Esty Wahyuningsih; editor bahasa Indonesia, Dwi Windarti. Ed.9. Jakarta : EGC.
Iskandar. 2004.CederaKepala. Jakarta Barat: PT. BhuanaIlmuPopuler.
24