LAPORAN PENDAHULUAN “PNEUMONIA NEONATAL” DI RUANG 11 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Profesi Ners Departemen Anak
Oleh : Latifia Dewi Fatmawati NIM. 150070300011060
PROGRAM PROFESI NERS JURUSAN ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2016
1
1.DEFINISI & KLASIFIKASI
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai pada jaringan parenkim paru yang biasanya disebabkan karena infeksi bakteri dengan tanda dan gejala seperti batuk, sesak napas, demam tinggi, disertai dengan penggunaan otot bantu napas dan adanya bercak infiltrate pada jaringan paru (Depkes RI 2002)
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agens infeksius.(Smeltzer, 2002)
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis (PDPI, 2003).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi. Hipoksemia dapat terjadi tergantung banyaknya jaringan paru-paru yang sakit (Somantri, 2007).
Pneumonia adalah infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang. Kantungkantung kemampuan menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bisa bekerja. Gara-gara inilah, selain penyebaran infeksi ke seluruh tubuh, penderita pneumonia bisa meninggal.(Misnadiarly, 2008)
Pneumonia adalah keradangan parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel radang ke dalam interstitium, menyebabkan sekumpulan gejala dan tanda khas biasanya dengan gambaran infiltrat sampai konsolidasi pada foto rontgen dada. Gejala/tanda tersebut antara lain, demam, sesak napas, batuk dengan dahak purulen kadang disertai darah dan nyeri dada (Syahrir, 2008).
Pneumonia neonatal adalah infeksi pada paru-paru, serangan mungkin terjadi dalam beberapa jam kelahiran dan merupakan bagian yang dapat disamakan dengan kumpulan gejala sepsis atau setelah tujuh hari dan terbatas pada paruparu. Tanda-tandanya mungkin terbatas pada kegagalan pernafasan atau berlanjut ke arah syok dan kematian. Infeksi dapat ditularkan melalui plasenta, aspirasi atau diperoleh setelah kelahiran (Caserta, 2009)
2
Klasifikasi Pneumonia Klasifikasi Pneumonia Neonatal dapat dibagi menjadi Intrapartum pneumonia Pneumonia Intrapartum diperoleh selama perjalanan melalui jalan lahir. Intrapartum pneumonia dapat diperoleh melalui transmisi hematogenous, atau aspirasi dari ibu yang terinfeksi, atau terkontaminasi cairan atau dari mekanik, atau gangguan iskemik dari permukaan mukosa yang telah baru saja dijajah dengan ibu invasif organisme yang sesuai potensi dan virulensinya. Bayi yang aspirasi benda asing, seperti mekonium atau darah, dapat mewujudkan tanda-tanda paru segera setelah atau sangat segera setelah lahir. Proses infeksi sering memiliki periode beberapa jam sebelum invasi yang memadai, replikasi, dan respon inflamasi telah terjadi menyebabkan tanda-tanda klinis. Pneumonia pascalahir Pasca kelahiran pneumonia dalam 24 jam pertama kehidupan berasal setelah bayi lahir. Pasca kelahiran radang paru-paru dapat diakibatkan dari beberapa proses yang sama seperti yang dijelaskan di atas, tetapi infeksi terjadi setelah proses kelahiran. Yang sering menggunakan antibiotik spektrum luas yang dihadapi dalam banyak pelayanan obstetri dan bayi baru lahir unit perawatan intensif (NICU) sering mengakibatkan kecenderungan dari bayi untuk kolonisasi oleh organisme resisten pathogenicity yang tidak biasa. Terapi invasif yang diperlukan dalam oleh bayi sering menyebabkan mikroba masuk ke dalam struktur yang biasanya tidak mudah diakses. Enteral menyusui dapat mengakibatkan peristiwa aspirasi peradangan signifikan potensial.
Selang
makanan
mungkin
lebih
lanjut
dapat
mempengaruhi
gastroesophageal reflux dan aspirasi pada bayi. Berdasarkan gejala : a. Pneumonia tipikal : akut, demam tinggi, menggigil, batuk produktif, nyeri dada, radiologis lobar atau segmental, BGA, bakteri pneumonia b. Pneumonia Atipikal : Tidak akut, demam tanpa menggigil, batuk kering, sakit kepala, nyeri otot, ronkhi basah difus, sebab mycoplasma pneumonia, chlamedia pneumonia 2.ETIOLOGI a. Bakteri
3
Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif atau gramnegatif seperti : Steptococcus pneumoniae (pneumokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella dan lainlain. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008). b. Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus
herpes simpleks,
Virus insial pernapasan, hanta virus dan lain-lain. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008). c. Mikoplasma Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008). d. Protozoa Pneumonia
yang
disebabkan
oleh
protozoa
sering
disebut
pneumonia
pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan
4
jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009). e. Fungi Pneumonia fungi yang terjadi sering diakibatkan oleh adanya jamur Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum dan lain-lain. f.
Bahan Lain Non Infeksi Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga dapat diakibatkan oleh adanya agen non infeksi seperti aspirasi lipid, zat-zat kimia, polutan, allergen dan radiasi. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh konsumsi obat seperti nitofurantoin, busulfan dan metotreksat.
3. FAKTOR RISIKO #Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian: (PDPI, 2003): 1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis 2. Faktor eksogen adalah : a. Pembedahan : Besar risiko kejadian pneumonia nosokomial tergantung pada jenis pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi abdomen atas (17%) dan operasi abdomen bawah (5%). b. Penggunaan antibiotik : Antibiotik dapat memfasilitasi kejadian kolonisasi, terutama antibiotik yang aktif terhadap Streptococcus di orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan penisilin mempengaruhi
flora
normal
di
orofaring
dan
saluran
pencernaan.
Sebagaimana diketahui Streptococcus merupakan flora normal di orofaring melepaskan bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi bakteri gram negatif di orofaring. c. Peralatan terapi pernapasan Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri Pseudomonas aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya sering terjadi.
5
d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasid dan alimentasi enteral Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di lambung karena asam lambung dengan pH < 3 mampu dengan cepat membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian antasid / penyekat H yang mempertahankan pH > 2
4 menyebabkan peningkatan kolonisasi bakteri gram negatif aerobik di lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai pH netral 6,4 - 7,0. e. Lingkungan rumah sakit • Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai dengan prosedur • Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak sesuai prosedur, seperti alat bantu napas, selang makanan, selang infus, kateter dll • Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang isolasi #Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya pneumonia pada balita (Depkes, 2004), diantaranya : a. Faktor risiko yang terjadi pada balita Salah satu faktor yang berpengaruh pada timbulnya pneumonia dan berat ringannya penyakit adalah daya tahan tubuh balita. Daya tahan tubuh tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya : 1. Status gizi Keadaan gizi adalah faktor yang sangat penting bagi timbulya pneumonia. Tingkat pertumbuhan fisik dan kemampuan imunologik seseorang sangat dipengaruhi adanya persediaan gizi dalam tubuh dan kekurangan zat gizi akan meningkatkan kerentanan dan beratnya infeksi suatu penyakit seperti pneumonia 2. Status imunisasi Kekebalan dapat dibawa secara bawaan, keadaan ini dapat dijumpai pada balita umur 5-9 bulan, dengan adanya kekebalan ini balita terhindar dari penyakit. Dikarenakan kekebalan bawaan hanya bersifat sementara, maka diperlukan imunisasi untuk tetap mempertahankan kekebalan yang ada pada balita (Depkes RI, 2004). Salah satu strategi pencegahan untuk mengurangi kesakitan dan kematian akibat pneumonia adalah dengan pemberian imunisasi. Melalui imunisasi diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit yang dapapat dicegah dengan imunisasi. 3. Pemberian ASI (Air Susu Ibu) Asi yang diberikan pada bayi hingga usia 4 bulan selain sebagai bahan makanan bayi juga berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi, karena dapat mencegah pneumonia oleh bakteri dan virus. Riwayat pemberian ASI yang buruk menjadi salah satu faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia pada balita 4. Umur Anak 6
Umur merupakan faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian pneumonia. Risiko untuk terkena pneumonia lebih besar pada anak umur dibawah 2 tahun dibandingkan yang lebih tua, hal ini dikarenakan status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum sempurna dan lumen saluran napas yang masih sempit b. Faktor Lingkungan Lingkungan khususnya perumahan sangat berpengaruh pada peningkatan resiko terjadinya pneumonia. Perumahan yang padat dan sempit, kotor dan tidak mempunyai sarana air bersih menyebabkan balita sering berhubungan dengan berbagai kuman penyakit menular dan terinfeksi oleh berbagai kuman yang berasal dari tempat yang kotor tersebut (Depkes RI, 2004), yang berpengaruh diantaranya : 1. Ventilasi Ventilasi berguna untuk penyediaan udara ke dalam dan pengeluaran udara kotor dari ruangan yang tertutup. Termasuk ventilasi adalah jendela dan penghawaan dengan persyaratan minimal 10% dari luas lantai. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan naiknya kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi merupakan media untuk berkembangnya bakteri terutama bakteri patogen 2. Polusi Udara Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah umumnya disebabkan oleh polusi di dalam dapur. Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita. Polusi udara di dalam rumah juga dapat disebabkan oleh karena asap rokok, kompor gas, alat pemanas ruangan dan juga akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor Penyebab dari pneumonia neonatal adalah hampir sama dengan penyebab pneumonia pada umumnya, yaitu: Bakteri: Grup B Streptokokus, Stapilokokus Aureus, Stapilokokus Epidermidis, E. Coli, Pseudomonas, Serratia Marcescens, Klebsiella. Virus: RSV, Adenovirus, Enterovirus, CMV. Jamur: Candida
4. PATOFISIOLOGI (Terlampir) 5. MANIFESTASI KLINIS Temuan Subjektif
a. Dispnea b. Takipnea
Temuan Objektif
a. Demam (laju
pernafasan b. Membebat hemotoraks yang sakit
>60 kali/menit).
c. Nyeri dada pleuritik
c. Hipoksemia d. Bunyi pekak saat perkusi
d. Demam tinggi (suhu 39-40’C) 7
e. Menggigil
e. Krakles
f.
f.
Hemoptisis
g. Batuk
produktif
dengan
sputum berbusa atau purulen
Tidak ada bunyi napas pada bidang paru yang dakit
g. Rongent dada mungkin menunjukkan infiltrat, konsolidasi, atau opasifikasi
(Asih, Niluh., 2003)
Kelompok umur
Criteria pneumonia Batuk
Gejala klinis
bukan Tidak ada napas cepat dan
pneumonia
tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah
2 bulan - < 5 tahun
pneumonia
Adanya napas cepat dan tidak ada
tarikan
dinding
dada
bagian bawah kedalam Pneumonia berat
Adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat dan tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah kedalam yang kuat
< 2 bulan Pneumonia berat
Adanya
napas
cepat
dan
adanya tarikan dinding bawah kedalam yang kuat Sumber: Ditjen P2PL Depkes RI 2007. TABEL 4. Tanda & Gejala Berdasarkan Jenis Pneumonia (Somantri, 2007) JENIS PNEUMONIA Sindroma Tipikal
FAKTOR RESIKO Sickle cell disease Hipogammaglobuline mia Multiple myeloma
TANDA & GEJALA Onset
mendadak
dingin,
menggigil, demam (39-400C) Nyeri dada pleuritis Batuk produktif, sputum hijau, purulen,
dan
mungkin
mengandung bercak darah, serta hidung kemerahan Retraksi
interkostal,
penggunaan otot aksesorius,
8
dan bisa timbul sianosis Sindrom Atipikal
Usia tua
Onset bertahap dalam 3-5
COPD
hari Malaise, nyeri kepala, nyeri
Flu Anak-anak
Aspirasi
tenggorokan
Dewasa muda
Nyeri dada karena batuk
Kondisi lemah karena
Anaerobic
konsumsi alkohol Perawatan (misalnya infeksi nosokomial) Gangguan kesadaran
campuran,
mulanya onset perlahan Demam rendah dan batuk Produksi sputum; bau busuk Foto dada jaringan interstitial yang
terkena
tergantung
bagian yang terkena di paruparunya Infeksi gram negative atau positif Gambaran sama
klinik
dengan
mungkin pneumonia
klasik Distress respirasi mendadak, dispnea batuk,
berat, dan
sianosis,
diikuti
tanda
infeksi sekunder Hematogen
Kateter
IV
yang
terinfeksi
Gejala minimal
Endokarditis
pulmonal
timbul
disbanding
gejala
sepilkemia Batuk non produktif dan nyeri
Drug abuse Abses intra abdomen
pleuritik sama dengan yang
Pyelonefritis
terjadi pada emboli paru-paru
Empiema
kandung
kemih F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK a.
Gambaran radiologis Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk
menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi
9
dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. Pemeriksaan radiologi dapat memberikan gambaran yang bervariasi, di antaranya :
Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
Gambaran bronkopneumonia difua atau infiltrate interstitial pada pneumonia staphylococcus
Bercak infiltrate alveolar menunjukkan pneumonia yang disebabkan oleh \bakteri, virus maupun mycoplasma
Bercak infiltrate sirkular menunjukkan gambaran pneumonia pneumococcal pada tahap awal
Bercak infiltrasi difus menunjukkan adanya infeksi M. pneumonia
Bercak konsolidasi lobus, plate like atelectasis,m nodular infiltration dan hilar adenopathy juga menunjukkan adanya infeksi M. pneumonia
Bercak reticulonodular infiltrate yang mengarah ke infiltrate alveolar menunjukkan pneumonia P. carinii
Hilar adenopathy menunjukkan adanya kecenderungan tuberculosis.
(Jadavji, dkk.1997) b.
Pemeriksaan labolatorium Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya
lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 2025% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. c. Sinar X: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial); dapat juga menyatakan abses)
10
d. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua organisme yang ada. e. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus. f.
Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
g. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosis h. Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi i.
Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
7. PENATALAKSANAAN PNEUMONIA A. Tindakan suportif (Setyoningrum,2006) a. Pemberian oksigen yang adekuat untuk mempertahankan PaO2> 8 kPa (SaO2< 90%) melalui kateter hidung atau masker. Jika penyakitnya berat dan sarana tersedia, alat bantu nafas mungkin diperlukan terutama bila terdapat tanda gagal nafas. b. Pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat. Resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik. Cairan rumatan yang diberikan mengandung gula dan elektrolit yang cukup. Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi. Pasien yang mengalami sesak yang berat dapat dipuasakan, tetapi bila sesak sudah berkurang asupan oral dapat segera diberikan. Pemberian asupan oral dapat diberikan bertahap melalui NGT drip susu atau makanan cair. Dapat dibenarkan pemberian retriksi cairan 2/3 dari kebutuhan rumatan, untuk mencegah edema paru dan edema otak akibat SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretic Hormone) c. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan normal salin untuk memperbaiki transpor mukosiliar. d. Koreksi kelainan elektrolit / metabolik yang terjadi misalnya hipoglikemia dan asidosis metabolik. e. Mengatasi penyakit penyerta seperti kejang, demam, diare dan lainnya serta komplikasi bila ada. f.
Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure), atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas.
g. Fisioterapi dada dengan drainage postural, bronkoskopi & suction dapat diberikan untuk membantu pasien mengeluarkan sekret di saluran pernafasan. Dan hidrasi untuk mengencerkan sekresi sekret. h. Terapi antibiotika(Setyoningrum,2006)
11
Sesuai dengan kebijakan Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (P2ISPA), antibiotika yang dipakai untuk pengobatan pneumonia adalah kotrimoksasol (480 mg dan 120 mg) dengan pemberian selama 5 hari. Antibiotika yang dapat dipakai sebagai pengganti kotrimoksasol ialah ampisilin, amoksisilin, dan prokain penisilin. Kotrimoksasol adalah antibiotika yang diprioritaskan oleh WHO dengan pertimbangan sebagai berikut :
Resistensinya belum pernah dilaporkan.
Harganya murah dan mudah didapat.
Sangat mudah cara pemberiannya yaitu cukup dua kali sehari selama 5 hari (bila dibandingkan dengan antibiotika lain pemberiannya harus empat kali sehari).
i.
Golongan beta-laktam (Penisilin, Sefalosporin, Karbapenem dan monobaktam) digunakan untuk terapi pneumonia karena bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae dan Staphyloccocus aereus.
j.
Golongan Sefalosporin digunakan untuk pneumonia berat, terutama bila penyebabnya belum diketahui.
k. Golongan penisilin digunakan pada pneumonia ringan – sedang. l.
Ampisilin digunakan pada pneumonia karena Streptococcus dan Pneumococcus dsb. (bakteri gram +)
m. Ampisilin dan Kloramfenikol digunakan pada pneumonia karena Hemofilus dsb. (bakteri gram -) n. Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan
neuromuskular,
keganasan,
pengobatan
kortikosteroid
jangka
panjang, fibrosis kistik dan infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3. Dapat dipertimbangkan juga pemberian :
Kotrimaksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
Anti viral (Asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena sitomegalovirus
Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena jamur
o. British Thoracic Society (BTS) merekomendasikan bahwa antibiotik secara parental diberikan pada anak-anak dengan pneumonia berat / anak yang tidak bisa menerima antibiotika oral p. Pemberian antibiotik biasanya diberikan sesuai jenis infeksius pneumonia, jika pada pneumonia selain bekteri maka pemberian antibiotik bertujuan untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder. 12
q. Sedangkan untuk pengobatan simptomatik demam yang muncul dapat diberikan parasetamol (500 mg), pemberian setiap 6 jam selama 2 hari, dengandosis : 1
2 bulan - <6 bulan 8 tablet 500mg
6 bulan - < 3 tahun tablet 500mg
3 tahun - < 5 tahun 2 tablet 500mg
1 4
1
Pengobatan Berdasarkan Jenis Pneumonia (Smeltzer, 2002) JENIS
NAMA OBAT PNEUMONIA BAKTERIAL
Pneumonia streptokokus
Penisilin G IV Penisilin V PO (per oral) Terapi Antibiotik bergantian: - Sefuroksim atau sefalosporin generasi ke-3 (sefotaksim, seftriakson, seftizoksim) - Eritromisin - Klindamisin - Trimetoprim-sulfametoksazol (Bactrim)
Pneumonia stafilokokus
Nafcillin Metisilin Oksasilin Vankomisin untuk organism yang resistan terhadap metisilin, atau pasien yang alergi terhadap penisilin
Pneumonia klebsiella
.Gentamisin Tobramisin Sefalosporin
generasi
ke-3
(Sefotaksim,
seftizoksim, seftriakson) Pneumonia pseudomonas
Piperasilin Tikarsilin dikombinasikan dengan gentamisin atau ortobramisin
Haemophilus influenza
Ampisilin Amoksisilin Augmentin Sefaklor atau sefurosim Trimethoprim sulfametoksazol bagi pasien
13
yang alergi terhadap penisilin PNEUMONIA ATIPIKAL Penyakit Legionnaires
Erotromisin Rifampin
Pneumonia mikoplasma
Eritromisin Derivate tetrasiklin (Doxycycline)
Pneumonia virus
Amantadine Rimantadine Diobati secara simptomatis Tidak
memberikan
respon
terhadap
pngobatan dengan antimicrobial yang ada saat ini Pneumonia pneumosistis carinii
Tritoprim-sulfametoksazol
(PCP)
Dapsone Pentaimidin
Pneumonia fungi
Flusitoasin
dengan
ampoterisin
B
pada
pasien non-neutropenik Ketokonazol Lobektomi dari bola fungus Pneumonia klamidia (Pneumonia
Doksisiklin
TWAR)
Eritromiin Klaritomisin Azitromisin
Tuberkulosis
Rifampin Streptomisin Etambutol Isoniazid (INH) Pirazinamid
B. Penatalaksanaan keperawatan (Muscari, 2005.) a. Kaji adanya distres pernafasan dengan memantau tanda-tanda vital dan status pernafasan b. Beri obat sesuai indikasi :
Antibiotik diindikasikan untuk pengobatan pneumonia bakteri.
Antibiotik tidak digunakan untuk mengobati pneumonia virus, tetapi mungkin dianjurkan untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder. 14
c. Tingkatkan oksigenasi yang adekuat dan pola nafas normal d. Rekomendasikan vaksin pneumokokus untuk anak-anak usia 2 tahun dan anak yang lebih besar yang berisiko terhadap pneumonia. e. Berikan penyuluhan pada anak dan keluarga. 8. KOMPLIKASI #Dalam Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (Corwin, 2009), komplikasi pneumonia terdiri atas:
Pembentukan abses, Empiema (penyebaran infeksi ke dalam rongga pleura), Pneumotoraks, Gagal napas, Pengorganisasian eksudat menjadi jaringan parut fibrotic, Efusi pleura, Hipoksemia, Pneumonia kronik, Bronkaltasis, Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang diserang tidak mengandung udara dan kolaps), Komplikasi sistemik (meningitis), Endokarditis, Osteomielitis, Hipotensi, Delirium, Asidosis metabolic, Dehidrasi, Bakterimia : merupakan komplikasi dari pneumonia pneumokokus yang paling serius. Kejadian ini meningkatkan kemungkinan kematian secara bermakna. Supurasi yang terkait dengan nekrosis likuefaktif alveolus menyebabkan daerah paru yang rusak digantikan oleh nanah.
Pneumonia bakteri nekrotikan: kelainan ini merupakan komplikasi yang jarang terjadi, dicirikan oleh nekrosis paru sangat berat yang berkaitan dengan penyakit progresif cepat dan angka kematian yang tinggi.
#Komplikasi Berdasarkan Jenis Pneumonia (Smeltzer, 2002) JENIS
KOMPLIKASI PNEUMONIA BAKTERIAL
Pneumonia streptokokus
Syok Efusi pleura Superinfeksi Perikarditis Otitis media
Pneumonia stafilokokus
Pneumotoraks/efusi pleural Abses paru Empiema Meningitis
Pneumonia klebsiella
Abses
paru
multiple
dengan
pembentukan kista Empiema
15
Perikarditis Efusi pleura. Mencakup peronggaan paru
Pneumonia pseudomonas
hemoragi dan infark paru Abses paru
Haemophilus influenza
Efusi pleura PNEUMONIA ATIPIKAL Hipotensi
Penyakit Legionnaires
Syok Gagal ginjal akut Meningitis aseptic
Pneumonia mikoplasma
Menigoensefalitis Perikarditis Miokarditis Infeksi bacterial
Pneumonia virus
Superimposed Bronkopenia Pneumonia
pneumosistis
carinii
Gagal nafas
(PCP) Pneumonia
klamidia
(Pneumonia
Infeksi
TWAR)
ARDS
Tuberkulosis
ARDS
A. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Anamnesa: 1) Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nomor RM, Nama penanggung jawab, hubungan dengan pasien, alamat. 2) Riwayat antenatal: pemeriksaan selama hamil (ANC), hari pertama haid terakhir (HPHT), tapsiran partus (TP). 3) Riwayat intranatal: perdarahan, ketuban pecah, gawat janin, demam, keputihan, riwayat terapi. 4) Riwayat penyakit ibu: DM, Asma, Hepatitis B, TB, Hipertensi, jantung dan lainnya. 5) Riwayat persalinan: cara persalinan (spontan, section, forceps) dan indikasinya
16
6) KU bayi saat persalinan: activity tonus reflex (ATR), tangisan, nadi, pernafasan, kelainan fisik, berat badan, panjang badan, lingkar lengan, lingkar dada, APGAR score. b. Pemeriksaan fisik 1) Breathing Frekuensi napas cepat dan dangkal, gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal atau redup, retraksi sternum dan intercostal space.
Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara
nafas utama melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronkhi basah halus di lapangan paru yang terkena, kadang disertai dengan sputum. 2) Blood Denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, batas jantung tidak mengalami pergeseran, akral dingin, sianosis, kulit pucat, icterus, CRT memanjang (>3 det). 3) Brain Klien dengan pneumonia berat biasanya mengalami penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Perlu dikaji tingkat kesadaran, besar dan reflek pupil terhadap cahaya 4) Bladder Pengukuran volume output dan intake cairan, oleh karena itu perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. Dikaji pula kelainan pada genetalia dan pola eliminasi urine. 5) Bowel Dikaji apakah ada distensi pada abdomen, bising usus, bagaimana pola eliminasi alvi, adakah kelainan pada anus. 6) Bone Didapatkan kelemahan dan kelelahan secara fisik, dikaji pula adakah kelainan pada tulang yang kemungkinan karena trauma persalinan atau kongenital, bagaimana ATR (activity tonus respon). 2. Diagnosa Keperawatan (Yang Mungkin Muncul) a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi bronchial, pembentukan edema, dan penumpukan sekret. b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif. c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi oksigen. d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer.
17
3. Rencana Tindakan a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan inflamasi bronchial, pembentukan edema, dan penumpukan sekret. . Tujuan: jalan napas bersih dan efektif. Kriteria evaluasi: 1) Bunyi napas bersih, tidak ada bunyi napas tambahan. 2) Tanda vital dalam batas normal terutama frekuensi napas < 60x/menit. 3) Batuk efektif. 4) Sianosis tidak ada. 5) Tidak ada retraksi sternum dan intercostal space. 6) Nafas cuping hidung tidak ada. Rencana intervensi 1) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan dan pergerakan dada. Rasional: takipnea, pernafasan dangkal sering terjadi karena ketidaknyamanan. 2) Auskultasi area paru, catat penurunan atau tak ada aliran udara dan bunyi napas. Rasional: penurunan aliran darah terjadi pada area konsolidasi dengan cairan, krakels terdengar sebagai respon terhadap pengumpulan cairan/secret. 3) Penghisapan sesuai indikasi. Rasional: merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tidak mampu melakukan batuk efektif karena adanya penurunan tingkat kesadaran. 4) Evaluasi status mental, catat adanya kebingungan, disorientasi. Rasional: menurunnya perfusi otak dapat menyebabkan perubahan sensorium 5) Kolaborasi dalam pemberian obat mukolitik, bronkodilator Rasional: obat mukolitik membantu untuk mengencerkan sekret, bronkodilator mengurangi edema dan sebagai vaso dilatasi bronkus. b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak efektif Tujuan: pola nafas efektif. Kriteria evaluasi: 1) Pernafasan teratur (RR 30-40 kali/menit). 2) Tanda vital dalam batas normal (nadi 100-130 kali/menit). 3) Tidak ada penggunaan otot bantu napas. 4) Napas cuping hidung tidak ada. Rencana intervensi: 1) Evaluasi frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan.
18
Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi. 2) Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi tinggi bila tidak ada kontraindikasi. . Rasional: merangsang ekspansi paru. efektif pada pencegahan dan perbaikan kongesti paru. 3) Berikan oksigen dengan head box atau sesuai indikasi Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi. 4) Kaji ulang laporan foto dada dan pemeriksaan laboratorium ( AGD ). Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya komplikasi. 3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan transportasi O2. Tujuan: pertukaran gas efektif. Kriteria evaluasi: 1)
Hasil AGD dalam batas normal. .
2)
Sianosis tidak ada.
3)
Pasien tidak pucat.
Rencana intervensi: 1) Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan. Catat adanya upaya pernapasan seperti dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan. Rasional: kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, penurunan volume sirkulasi. Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi abnormal dapat mencegah komplikasi. 2) Pertahankan pemberian oksigen Head box sesuai indikasi. Rasional: meningkatkan pengiriman oksigen ke otak untuk kebutuhan sirkulasi. 3) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium ( AGD ). Rasional: untuk memantau kefektifan terapi pernapasan dan mencatat terjadinya komplikasi. d. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan rasio ventilasi dan difusi parenkim paru ditandai dengan sianosis jaringan perifer, akral dingin, pucat, CRT<3 detik. Tujuan : mempertahankan perfusi jaringan. Kriteria hasil: 1) Suara nafas bersih, wheezing tidak ada, ronkhi tidak ada. 2) Tanda vital dalam batas normal, denyut nadi teraba jelas.
19
3) Tidak sianosis, kulit tidak pucat, CRT<3 detik. 4) Akral hangat. 5) Tidak terjadi penurunan kesadaran. Rencana intervensi: 1) Kaji frekuensi, kedalaman bernapas dan suara nafas. Rasional:
takipnea,
pernapasan
yang
dangkal
sering
terjadi
karena
ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan atau cairan paru. 2) Tempatkan pasien dalam incubator. Rasional:
mempertahankan
suhu
tubuh
pasien,
mencegah
hipotermia,
memperbaiki metabolisme jaringan. 3) Pantau tanda vital. Rasional : abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lebih lanjut dan mengetahuai perubahan sesegera mungkin. 4) Pantau tingkat kesadaran . Rasional: kekurangan aliran oksigen ke otak dapat menyebabkan hipoksia sel-sel otak, kematian jaringan otak dan terjadinya penurunan tingkat kesadaran . 5) Pantau tanda-tanda sianosis, warna kulit, akral perifer. Rasional: sianosis, kulit pucat, akral dingin adalah salah satu tanda hipoksia jaringan yang berat akibat perfusi yang tidak adekuat. 6) Kolaborasi: pertahankan pemberian O2 sesuai indikasi (Head box 5-10 lt/mnt). Rasional : mempertahankan PaO2 di atas 90 mmHg. 7) Kolaborasi pemeriksaan darah lengkap. Rasional: Hb yang rendah (<10 gr/dl) mempengaruhi suplay oksigen ke jaringan. 4. Evaluasi Sesuai dengan kriteria hasil yaitu bersihan jalan nafas efektif, pola nafas efektif, tidak terjadi kerusakan pertukaran gas, perfusi jaringan adekuat, tidak terjadi hipertermi.
20
DAFTAR PUSTAKA
-Amin, Muhammad.1989.Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press -Asih, Niluh Gede Yasmin. 2003. Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC. -Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC -DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992. -Ditjen P2PL Depkes RI 2007. Bimbingan penatalaksanaan pneumonia balita. -Jadavji, dkk.1997. A Practical Guide for the Diagnosis and Treatment of Pediatric Pneumonia.
http://www.canadianmedicaljournal.ca/content/156/5/703.full.pdf.
Diakses tanggal 28 Februari 2013. Pukul 15.01 WIB. -Kemenkes RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Volume 3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia -Khairuddin. 2009. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Pada Kasus Pneumonia yang Dirawat pada Bangsal Penyakit Dalam di RSUP dr. Kariadi Semarang Tahun 2008. Semarang: FKUNDIP. -Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia pada Anak,Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Obor Populer -Morgan, Geri. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik Edisi 2. Jakarta: EGC -Muscari, M.E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik. Eds : 3. Jakarta : EGC -Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Pneumonia di Indonesia. Jakarta. -Setyoningrum, R.A. 2006. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak
XXXVI :
Pneumonia. FK Unair RSUD Dr. Soetomo. Surabaya) -Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta: EGC -Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika -Syahrir, Muhammad, dkk., 2008. Guideline Ilmu Penyakit Paru.Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta pp.29
21