Lp Asma Bro.docx

  • Uploaded by: Ira Abdullah
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Asma Bro.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,846
  • Pages: 14
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA BRONCHIALE

A. TINJAUAN TEORITIS ASMA BRONKHIAL 1. Pengertian Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001) Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari pengobatan (The American Thoracic Society). Asma bronchial adalah suatu penyakit pernapasan dimana terjadi penigkatan respon saluran pernapasan yang menimbulkan reaksi obstruksi pernapasan akibat spasme otot polos bronkus. (Sjaifoellah, 2001: 21) Dari berbagai deinisi diatas dapat disimpulkan bahwa asma bronchial adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi obstruksi akibat spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan penurunan ventilasi alveoulus dengan suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas. 2. Etiologi Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan Simpatis (blok pada reseptor beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik). Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu : a. Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Oleh karena itu jika

ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik. b. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. c. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial. a. Faktor predisposisi Genetik. Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan. b. Faktor presipitasi c. Alergen dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu : 1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan Contohnya: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi. 2) Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan. 3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit Contoh: perhiasan, logam dan jam tangan.

Perubahan cuaca Cuaca

lembab

dan

hawa

pegunungan

yang

dingin

sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. Stress Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. Lingkungan kerja Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. Olahraga/ aktifitas jasmani yang berat Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. 3. Patofisiologi Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel Radang yang menetap dan hipersekresi mucus yang kental. Keadaan ini pada orang-orang yang rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan, yang menandakan suatu keadaan hiveraktivitas bronkus yang khas.Orang yang

menderita asma memilki ketidakmampuan mendasar dalam mencapai angka aliran

uadara

normal

selama

pernapasan

(terutama

pada

ekspirasi).

Ketidakmampuan ini tercermin dengan rendahnya usaha ekspirasi paksa pada detik pertama, dan berdasrkan parameter yang berhubungan aliran. Asma ditandai dengan kontraksi spastik dari otot polos bronkus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody IgE abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Histamine yang dihasilkan menyebabkan kontraksi otot polos bronkiolus. Apabila respon histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamine juga merangsang pembentukan mucus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan ruang intestinum paru, sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Selain itu olahraga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan, karena terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah beasr dan cepat. Udara ini belum mendapat perlembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan asma. Pada asma, diameter bronkhiolus menjadi semakin berkurang selama ekspirasi dari pada selama inspirasi. Hal ini dikarenakan bahwa peningkatan tekanan dalam intrapulmoner selama usaha ekspirasi tak hanya menekan udara dalam alveolus tetapi juga menekan sisi luar bronkiolus. Oleh karena itu pendeita asma biasanya dapat menarik nafas cukup memadai tetapi mengalami kesulitan besar dalam ekspirasi. Ini menyebabkan dispnea, atau ”kelaparan udara”. Kapsitas sisa fungsional paru dan volume paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma karena kesulitan mengeluarkan udara dari paru-paru. Setelah

suatu jangka waktu yang panjang, sangkar dada menjadi membesar secara permanent, sehingga menyebabkan suatu ”barrel chest” (dad seperti tong).

4. Tanda dan Gejala Gejala-gejala yang lazim muncul pada asma bronchial menurut Suzanne Smeltzer (2001: 612) adalah batuk, dispnea, dan mengi. Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Gejala klasik dari asma bronkial ini adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada, tachicardi dan pernafasan cepat dangkal . Serangan asma seringkali terjadi pada malam hari. Selain gejala tersebut, ada beberapa gejala menyertainya : 1. Takipnea 2. Gelisah 3. Diaphorosis 4. Nyeri di abdomen karena terlihat otot abdomen dalam pernafasan 5. Fatigue ( kelelahan) 6. Tidak toleran terhadap aktivitas: makan, berjalan, bahkan berbicara. 7. Serangan biasanya bermula dengan batuk dan rasa sesak dalam dada disertai pernafasan lambat. 8. Ekspirasi selalu lebih susah dan panjang disbanding inspirasi 9. Sianosis sekunder 10. Gerak-gerak retensi karbondioksida seperti : berkeringat, takikardia, dan pelebaran tekanan nadi. 11. Seragan dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang secara spontan.

5. Komplikasi Berbagai komplikasi menurut Arief Mansjoer (2000: 477) yang mungkin timbul adalah : a. Pneumo thoraks Pneumothoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan kegagalan nafas. Kerja pernapasan meningkat, kebutuhan O2 meningkat. Orang asam tidak sanggup memenuhi kebutuhan O2 yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernapas melawan spasme bronkhiolus, pembengkakan bronkhiolus, dan mukus yang kental. Situasi ioni dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya teklanan untuk melakukan ventilasi. b. Pneumomediastinum Pneumomediastinum dari bahasa Yunani pneuma “udara”, juga dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah suatu kondisi dimana udara hadir di mediastinum . Pertama dijelaskan pada 1819 oleh Rene Laennec , kondisi ini dapat disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke udara keluar dari paru-paru , saluran udara atau usus ke dalam rongga dada . c. Emfisema subkutis d. Ateleltaksis atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal. e. Aspergilosis Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh jamur dan tersifat oleh adanya gangguan pernafasan yang berat. Penyakit ini juga dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lainnya, misalnya pada otak dan mata. Istilah Aspergilosis dipakai untuk menunjukkan adanya infeksi Aspergillus sp. Aspergilosis Bronkopulmoner Alergika (ABPA) adalah suatu reaksi alergi terhadap jamur yang

disebut aspergillus,

yang menyebabkan

peradangan pada saluran pernafasan dan kantong udara. f.

Bronkopulmonar alergik

g. Gagal nafas h. Bronchitis

Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi di mana lapisan bagian dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronchiolis) mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi lendir (dahak). Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernafas karena sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir. i. Fraktur iga 6. Prognosis a. Pada umunya bila segera ditangani dengan adekuat prognosa adalah baik. b. Asma faktor

imunologi (faktor ektrensik)

yang muncul semasa kecil

prognosanya lebih baik daripada yang muncul semasa dewasa. c. Angka kematian meningkat bila tidak ada fasilitas kesehatan yang memadai.

7.

Pemeriksaan Diagnostik a. Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asthma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.

Benyak

penderita

tanpa

keluhan

tetapi

pemeriksaan

spirometrinya menunjukkan obstruksi. b. Uji Provokasi bronkus Menurut Heru Sundaru dalam bukunya H.Slamet Sogiono, dkk (2001: 24-25) “Dilakukan jika spirometri normal, maka dilakukan uji provokasi bronkus dengan allergen, dan hanya dilakukan pada pasien yang alergi terhadap allergen yang di uji”. c. Pemeriksaan sputum Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: 1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

2) Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus. 3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. 4) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug. d. Pemeriksaan Coninofit total e. Uji kulit Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma. f.

Elektrokardiografi Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu : 1) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise rotation. 2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch block). 3) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative. g.

Pemeriksaan kadar Ig E total dan Ig E spesifik dalam sputum Pemeriksaan Ig E dalam serum juga dapat membantu menegakkan diagnosis asma, tetapi ketetapan diagnosisnya kurang karena lebih dari 30 % menderita alergi.

h. Foto dada ( scanning paru) Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paruparu. i.

Analisis gas darah 1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi

hipoksemia,

hiperkapnia,

atau

asidosis.

Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH. 2) Hiponatremia

dan

kadar

leukosit

kadang-kadang

di

15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

atas

8. Penatalaksanaan Medis Menurut Internasional consensus report or diagnisis and treatment of asthma penatalaksanaan asma bronchial terdiri atas : a. Edukasi penderita b. Menilai dan memonitor besarnya penyakit secara objektif dengan mengukur fungsi paru c. Menghindari pengobatan jangka panjang ntuk pencegahan d. Merencanakan pengobatan untuk serangan akut e. Menmghindari dan mengendalikan pencetus asma bronchial f.

Penanganan lanjutan secara teratur Adapun penatalaksanaan menurut pendapat lain terbagi menjadi 2, yaitu : a. Pengobatan farmakologik Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan : 1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin). Nama obat :Orsiprenalin (Alupent), Fenoterol (berotec) dan Terbutalin (bricasma). Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup 2) Santin (teofilin) Nama obat :Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard) dan Teofilin (Amilex). Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat. Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya

penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering). Kromalin Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan. Ketolifen Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberika secara oral. 1. Pengobatan non farmakologik: 

Memberikan penyuluhan



Menghindari faktor pencetus.



Pemberian cairan.



Fisiotherapy.



Beri O2 bila perlu.

B. TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKHIAL Menurut Dongoes (1999: 152) teoritis asuhan keperawatan pada asma bronchial meliputi: 1. Pengkajian a. Aktivitas dan Istirahat Gejala: Keltihan, kelemahan, malaise, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, ketidakmampuan untuk tidur (perlu tidur dalam keadaab duduk tinggi), dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan. Tanda: Keletihan, gelisah, insomnia, kelemahan umum,/ kehilangan masa otot. b. Sirkulasi Gejala: Pembengkakan pada ekstermitas bawah Tanda:

Peningkatan TD, peningkatn frekiuensi jantung/ takikardi berrat

(disritmia), distensi vena leher, edema dependen (tidak berhubungan dengan penyakit jantung), bunyi jantung redup. c. Integritas Ego Gejala:

Peningkatan faktor resiko, perubahan pola tidur.

Tanda:

Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

d. Makanan dan Cairan Gejala: mual, muntah, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan. Tanda: Turgor kulit bengkak, edema dependen, berkeringat, penurunan berat badan, penurunan massa otot/ lemak subkutan (emfisema), palpasi abdominal dapat menyebabkan hepatomegali e. Higiene Gejala:

Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan aktivitas sehari-hari. Tanda: f.

Kebersihan buruk, bau badan

Pernapasan Gejala:

Napas pendek, khisunya saat kerja, cuaca atau episode

berulangnya napas, dada rasa tertekan, ketidakmampuan untuk bernapas “lapar udara” kronis, riwayat pneumonia berulang, terpajan dalam polusi kimia/ iritan peranapasan dalam jangka panjang atau debu/ asap, faktor keluarga atau keturunan, penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.

Tanda: Pernapas:

biasanya cepat, fase ekspirasi memanjag, penggunaan obat

Bantu napas. Perkusi:

hiperresonan, kesulitan bicara, kalimat lebih dari 4 atau 5

sekaligus. g. Keamanan Gejala: Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/ faktor lingkungan, adanya/ berulangnya infeksi, kemerahan/ berkeringat. h. Seksualitas Gejala: Penurunan libido. i.

Interaksi Sosial Gejala:

Hubungan

ketergantungan,

kurangnya

system

pendukung

(kegagalan dukungan diri/ terhadap pasangan/ orang terdekat), penyakit lama atau ketidakmampuan membaik. Tanda:

Ketidakmampuan untuk membuat/ mempertahankan suara karena

distress pernapasan, keterbatasan mobilitas fisik. j.

Penyuluhan/ Pembelajaran Gejala: Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernapasan, kesulitan menghentikan merokok, penggunaan alcohol, kegagalan untuk membaik.

2. Diagnosa Keperawatan 1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d bronkospasme, peningkatan produksi secret (secret tertahan tebal, sekresi kental), penurunan energi atau kelemahan ditandai

dengan

kesulitan

bernapsa,

perubhan

kedalaman/

kecepatan

pernapasan, penggunaan otot aksesori, bunyi napas tidak normal (mis: mengi (ronki krekels), batuk, (menetapa), dengan atau tanpa produksi sputum). 2. kerusakan pertukaran gas b/d ganguan suplai oksigen ( obstruksi jalan napas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alkoli di tandai dengan despanea, bingung, gelisah, ketidak mmpuan, membuang secret, nilai GDA tak normal (hitoksia dan hiperkapnea ), perubahan tanda vital, penurunan toleransi terhadap aktivitas. 3. perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d dispnea, kelemahan, efek samping obat atau produksi sputum atau anoreksia, mual atau muntah ditandai dengan penurunan berat badan atau kehilangan masa otot, tunus otot buruk atau, kelemahan, gangguan senasi pengecap, keengganan untuk makan (kurang tertarik pada makanan). 4. resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya pertahanan (penurunan kerja silya, mantapnya secret), tidak adekuatnya imunitas( kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada lingkungan), proses penyakit kronis Atau malnutrisi. 5. Koping individu tidak efektif b.d kurang sosialisasi, ansietas, depresi, kurang informasi/ tidak mengenal sumber informasi, salah mngerti tentang informasi, kurang mengingat/ keterbatasan kognitif ditandai dengan pertanyaan tentang informasi, pernyataan maslah/ kesalahan konsep, tidak akurat mengikuti instruksi, terjadinya komlpikasi yang dapat dicegah.

DAFTAR PUSTAKA Price, Silvia A & Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Edisi 6. Jakarta: EGC Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Dongoes, Marylin E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. Smeltzer, Suzame C. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Related Documents

Lp Asma Puput.docx
October 2019 14
Lp Asma Bro.docx
May 2020 13
Lp Asma Athyn.docx
November 2019 21
Lp Asma . Anggi.docx
November 2019 29
Lp Asma Bronkial.docx
June 2020 14
Asma'
June 2020 38

More Documents from ""