Lp Apendicitis.docx

  • Uploaded by: Ahmad Hafiz
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lp Apendicitis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,323
  • Pages: 15
STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA SAUDARI L LDENGAN APPENDIKSITIS DI BANGSAL MAWAR MELATI DI RSU QUEEN LATIFA Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun oleh: AHMAD HAPIZ 183203015

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XIII FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2018

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN APPENDIKSITIS DI BANGSAL MAWAR MELATI DI RSU WUEEN LATIFA

Hari/Tanggal Oleh

Disahkan Pada : :

Pembimbing Akademik

(

)

Pembimbing Klinik

(

Mahasiswa

)

(

)

LAPORAN PENDAHULUAN APPENDIKSITIS

A. Pengertian Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm 94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi. (Brunner & suddarth, 2010) Appendiksitis perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks, dimana appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga peinium yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses (Margaret, Rendy. 2012). Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau pendekatan endoskopi ( Padila 2012 ).

B. Etiologi Menurut Nuzulul (2009) apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor predisposisi yaitu: 1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi ini terjadi karena: a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak. b. Adanya benda asing seperti biji-bijian c. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya. 2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus 3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut. 4. Tergantung pada bentuk apendiks: a. Appendik yang terlalu panjang b. Massa appendiks yang pendek

c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks d. Kelainan katup di pangkal appendiks

C. Patofisiologi Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, struktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007)

Pathway Apendiks

Hiperplasi folikel Tumor limfoid

Benda asing

Erosi mukosa apendiks

Fekalit

Striktur

Obstruksi Mukosa terbendung Apendiks teregang Tekanan intraluminal Nyeri Aliran darah terganggu Ulserasi dan invasi bakteri Pada dinding apendiks Apendicitis ke peritonium intramural

trombosis pada vena

peritonitis

pembengkakan dan iskemia perforasi

Cemas

pembedahan operasi luka insisi

Defisit Self Care

Nyeri Akut

Kerusakan jaringan kulit

jalan masuk kuman Resiko infeksi

sumber : Brunnar & Suddarth (2010

D. Tanda dan Gejala 1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disrtai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. 2. Nyeri tekan local pada tititk McBurney bila dilakukan tekanan. 3. Nyeri tekan lepas dijumpai 4. Terdapat konstipasi atau diare 5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar dibelakang sekum 6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal 7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter. 8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis 9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan. 10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik. 11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.

E. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Apendisitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi. 1. Sebelum operasi a. Observasi Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainnya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto abdomen dan thoraks tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus,

diagnosis ditegakkan denagn lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. b. Intubasi bila perlu c. Antibiotik 2. Operasi apendiktomi 3. Pasca operasi Perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan di dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selam 4-5 jam lalu naikkan menjasi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selam 2x30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. F. Pemeriksaan Diagnosis 1. Anamnesa a. Nyeri (mula-mula di daerah epigastrum, kemudian menjalar ke titik McBurney). b. Muntah (rangsang visceral) c. Panas (infeksi akut) 2. Pemeriksaan fisik a. Status generalis 1) Tampak kesakitan 2) Demam (≥37,7 oC) 3) Perbedaan suhu rektal > ½ oC 4) Fleksi ringan art coxae dextra

b. Status lokalis c. Defenmuskuler (+) → m. Rectus abdominis d. Rovsing sign (+) → pada penekanan perut bagian kontra McBurney (kiri) terasa nyeri di McBurney karena tekanan tersebut merangsang peristaltic usus dan juga udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan peritonium sekitar apendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri. e. Psoas sign (+) → Psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik McBurney

(pada

appendiks

retrocaecal)

karena

merangsang

peritonium sekitar app yang juga meradang. f. Obturator sign (+) → fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi supine, bila nyeri berarti kontak dengan m. obturator internus, artinya appendiks di pelvis. g. Peritonitis umum (perforasi) 1. Nyeri diseluruh abdomen 2. Pekak hati hilang 3. Bising usus hilang. h. Rectal : nyeri tekan pada jam 9-12 3. Pemeriksaan penunjang a. laboratorium 1) Hb normal 2) Leukosit normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis, >10,000/mm3) 3) Hitung jenis: segmen lebih banyak 4) LED meningkat (pada appendicitis infiltrate) b. Rongent: appendicogram

G. Kompilkasi Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan Apendisitis. Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita meliputi pengetahuan dan biaya, sedangkan tenaga medis meliputi

kesalahan diagnosa, menunda diagnosa, terlambat merujuk ke rumah sakit, dan terlambat melakukan penanggulangan. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas. Proporsi komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75% pada orang tua. Anak-anak memiliki dinding appendiks yang masih tipis, omentum lebih pendek dan belum berkembang sempurna memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang tua terjadi gangguan pembuluh darah. Adapun jenis komplikasi diantaranya: 1. Abses Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mulamula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi oleh omentum 2. Perforasi Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari 38,50C, tampak toksik,

nyeri

tekan

seluruh

perut,

dan

leukositosis

terutama

polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik berupa perforasi bebas maupun mikro perforasi dapat menyebabkan peritonitis. 3. Peritononitis Peritonitis adalah peradangan peritoneum, merupakan komplikasi berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria. Peritonitis disertai rasa

sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.

H. Pengkajian Pengkajian Riwayat : Data yang dikumpulkan perawat dari klien dengan kemungkinan apendisitis meliputi : umur, jenis kelamin, riwayat pembedahan dan riwayat medik lainnya pemberian barium, baik lewat mulut/rektol, riwayat diit terutama makanan yang berserat. Pengkajian a. Data subyektif 1) Sebelum operasi a) Nyeri daerah pusar menjalar ke daerah perut kanan bawah. b) Mual, muntah, kembung. c) Tidak nafsu makan, demam. d) Tungkai kanan tidak dapat diluruskan. e) Diare konstipasi. 2) Sesudah operasi a) Nyeri daerah operasi. b) Lemas, haus. c) Mual, kembng. d) Pusing. b. Data obyektif 1) Sebelum operasi a) Nyeri tekan di titik Mc Berney. b) Spasma otot. c) Taksikardi, takipea. d) Pucat, gelisah. e) Bising usus berkurang atau tidak ada. f) Demam 38-38,5oC.

2) Sesudah operasi a) Terdapat luka operasi di kuadran kanan abonsmen. b) Terpasang infus. c) Terdapat ardin/pipa lambung. d) Bising usus berkurang. e) Selaput mulut mukosa kering. c. Pemeriksaan laboratorium 1) Leukosit 10.000 – 18.00 /mm3. 2) Nitrofit meningkat 75%. 3) WBC yang meningkat sampai 20.000 mungkin induksi terjadinya perforasi (jumlah sel darah merah). d. Data pemeriksaan diagnostik 1) Radiologi : foto colon yang memungkinkan adanya fecolit pada katup. 2) Potensial infeksi a) Perforasi. b) Periforstis. c) Dehidrasi. d) Sepsis. e) Elektrolit darah tidak seimbang. f) Pnemuoni.

I. Diagnosa keperawatan utama mencakup antara lain: Preoperatif: 1. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi 2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis 3. Cemas berhubungan dengan tidakan pembedahan yang akan dilakukan. Pasca operatif: 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (Prosedur Pembedahan) 2. Defisit perawatan diri berhubungan nyeri post operasi 3. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi post operasi

Intervensi Keperawatan Pre Operatif

NO

NOC

NIC

Setelah diberikan penjelasan selama 3x24 jam,

Pengetahuan penyakit

DX DX1

pasien

mengerti

proses

penyakitnya

dan

Program perawatan serta Therapi yg diberikan dengan kriteria :

1. Jelaskan tentang penyakit apendiksitis 2. Jelaskan tentang program pengobatan dan tindakan operasi yang akan dilakukan

Pengetahuan tentang penyakit 2. Menjelaskan

kembali

tentang

3. Jelaskan proses

penyakit, mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas

tindakan

untuk

mencegah

komplikasi 4. Tanyakan kembali pengetahuan ps tentang penyakit,

prosedur

perawatan

dan

pengobatan DX2 Setelah dilkukan tindakan keperawatan selama

Manajement nyeri

3x24 jam nyeri pasien berkurang dengan 1. Lakukan penilaian terhadap nyeri, lokasi, kriteria :

karakteristik dan faktor-faktor yang dapat menambah nyeri

Kontrol nyeri 1. Menggunakan

skala

nyeri

untuk 2. Amati isyarat non verbal tentang kegelisaan

mengidentifikasi tingkat nyeri

3. Fasilitasi linkungan nyaman

2. menyatakan nyeri berkurang

4. Ajar tehnik relaksasi non farmakologi

3. mampu istirahan/tidur

5. Bantu pasien menemukan posisi nyaman (

4. Menggunakan tekhnik non farmakologi

semifowler ). 6. Kolaborasi pemberian analgesik

Setelah DX3

dilakukan

asuhan

keperawatan,

Anxiety Reduction

diharapkan kecemasab klien berkurang dengan 1. Evaluasi tingkat ansietas, catat verbal dan kriteria hasil: non verbal pasien. Anxietas 2. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan 1. Melaporkan ansietas menurun sampai prosedur sebelum dilakukan tingkat teratasi 3. Jadwalkan istirahat adekuat dan periode 2. Wajah pasien tampak rileks menghentikan tidur. 4. Anjurkan keluarga untuk menemani disamping klien

Intervensi Keperawatan Post Operatif No

NOC

DX

NIC

DX1 Setelah dilkukan perawatan selama

Manajement nyeri

3x24 jam nyeri pasien berkurang 1. Lakukan penilaian terhadap nyeri, lokasi, dengan kriteria:

karakteristik dan faktor-faktor yang dapat menambah nyeri

Kontrol nyeri

1. Menggunakan skala nyeri untuk 2. Amati isyarat non verbal tentang kegelisaan 3. Fasilitasi linkungan nyaman

mengidentifikasi tingkat nyeri 2. menyatakan nyeri berkurang

4. Ajar tehnik relaksasi non farmakologi

3. mampu istirahan/tidur

5. Bantu pasien menemukan posisi nyaman (

4. Menggunakan

tekhnik

non

6. Kolaborasi pemberian analgesik

farmakologi

DX2 Setelah

semifowler ).

dilakukan

tindakan

Membantu perawatan diri pasien

keperawatan selama 3x24 jam, pasien 1. Tempatkan alat-alat mandi disamping tempat mampu

melakukan

mandi

dan

berpakaian sendiri dengan kriteria:

tidur pasien. 2. Libatkan keluarga dan pasien

Perawatan diri : (mandi,berpakaian) 3. Berikan bantuan selama ps masih mampu 1. Tubuh bebas dari bau dan menjaga

mengerjakan sendiri

keutuhan kulit 2.

Menjelaskan

ADL berpakaian cara

mandi

dan 1. Informasikan pada pasien dalam memilih

berpakaian secara aman

pakaian selama perawatan. 2. Sediakan pakaian di tempat yg mudah dijangkau 3. Bantu berpakaian yg sesuai 4. Jaga privcy pasien. 5. Berikan pakaian pribadi yang digemari dan

sesuai DX3 Setelah diberikan perawatan selama

Perawatan payudara/ luka

3x24 jam tidak terjadi infeksi dengan 1. Amati luka dari tanda-tanda infeksi kriteria : Kontrol infeksi dan kontrol resiko

2. Lakukan perawatan payudara dengan tehnik aseptic dan gunakan kassa steril untuk merawat

1. Bebas dari tanda-tanda infeksi 2. Angka leukosit normal 3. Pasien mengatakan tahu tentang

dan menutup luka 3. Anjurkan pada pasien utnuk melaporkan dan mengenali tanda-tanda infeksi

tanda-tanda infeksi

Kontrol infeksi 1. Batasi pengunjung 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien. 3. Tingkatkan masukan gizi yang cukup 4. Anjurkan istirahat cukup 5. Pastikan penanganan aseptic daerah IV 6. Berikan

pendidikan

risiko infeksi

kesehatan

tentang

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa. EGC: Jakarta. University

IOWA.,

NIC

and

NOC

Project.,

2010,

Nursing

outcome

Classifications, Philadelphia, USA McCloskey&Bulechek, 2010, Nursing Interventions Classifications, Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork NANDA, 2018-2020, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA Padila. 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Nuha Medika: Yogyakarta. Rendy, M,C & TH, Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan Penyakit dalam. Yogyakarta. Nuha Medika

Related Documents

Lp
August 2019 105
Lp
November 2019 101
Lp
May 2020 74
Lp
October 2019 102
Lp
October 2019 96
Lp Pneumoia.docx
December 2019 0

More Documents from "imam masrukin"

Lp Apendicitis.docx
November 2019 11
May 2020 34
Teori An.pptx
June 2020 30
Kki.docx
June 2020 32