Latihan 1.docx

  • Uploaded by: Ida Fitria Rahmawati
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Latihan 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,210
  • Pages: 25
BAB I LATAR BELAKANG Belajar merupakan sebuah proses yang penting dalam kehidupan. Kegiatan belajar biasa dilakukan dalam sebuah lembaga pendidikan seperti sekolah formal. Dalam kegiatan pembelajaran, ternyata guru sering dihadapkan dengan berbagai persoalan baik menyangkut peserta didik, subject matter, maupun metode pembelajaran. Guru harus mampu menangani berbagai persoalan yang dihadapi di kelas. Persoalan yang muncul tidak boleh menjadi penghalang tercapainya tujuan pembelajaran dan juga proses pembelajaran. Sehingga guru harus peka terhadap persoalan yang muncul dan segera mencari jalan keluar dari persoalan tersebut. Implementasi kurikulum 2013 menekankan pada pembentukan kompetensi dan karakter peserta didik. Hal ini menuntut keaktifan guru dalam menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan media pembelajaran, keterampilan menilai hasil belajar peserta didik, serta memilih strategi pembelajaran yang sesuai. Melalui pengalaman mengajar yang intensif guru dapat mencapai kompetensi-kompetensi tersebut dan mampu mengatasi persoalan yang muncul. Selain dengan meningkatkan kompetensi guru, pendidikan di sekolah juga harus diarahkan agar tidak semata-mata pada penugasan dan pemahaman konsep ilmiah saja, tetapi juga pada peningkatan kemampuan dan keterampilan berpikir siswa, khususnya berpikir tingkat tinggi yang artinya guru perlu mengajarkan siswanya untuk belajar berpikir (teaching of thinking). (Mustofa, dkk. 2016). Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti di SMAN 8 Malang

pada siswa kelas XI IPA 5 permasalahan yang timbul ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung dapat dipaparkan sebagai berikut: observasi awal yang dilakukan peneliti menunjukkan bahwa minat dan motivasi siswa untuk belajar biologi masih rendah. Hal tersebut terlihat dari tingkah laku siswa ketika pelajaran biologi berlangsung. Ada beberapa siswa yang tidak memperhatikan dan mengacuhkan penjelasan guru yang sedang memberikan materi. Ada beberapa siswa yang mengobrol dengan teman sebangku dan belakangnya, ada yang mengantuk bahkan menopang dagu. Beberapa diantaranya juga mengemukakan bahwa biologi merupakan pelajaran yang sulit dan terlalu banyak menghafal. Hal

ini dapat terjadi karena guru tidak menghubungkan konsep materi dengan kehidupan sehari-hari sehingga pembelajaran kurang bermakna dan siswa kurang tertarik. Selain itu, ditinjau dari metode pembelajaran, guru masih menggunakan metode ceramah yang bersifat teacher center. Begitu masuk kelas, guru memberikan sedikit penjelasan tentang materi yang telah dicatat sebelumnya, kemudian memberikan siswa UKB untuk dikerjakan. Proses pembelajaran dengan metode konvensional ceramah masih belum cukup memberikan kesan yang mendalam kepada siswa karena peran guru dalam menyampaikan materi lebih dominan dibanding keaktifan siswa sendiri. Guru

hanya

menggunakan

laptop

untuk

menjelaskan

kemudian

siswa

mendengarkan guru menjelaskan. Hal ini mengindikasikan bahwa kemapuan berpikir kritis siswa masih rendah. Terlihat ketika siswa diberikan soal berupa kasus, nilai siswa di bawah KKM. Sedangkan berdasarkan hasil tes pada materi sel, sebanyak 65% nilai siswa masih berada dibawah KKM. Hal itu terjadi juga karena kegiatan tersebut tidak didasarkan pada model pembelajaran tertentu sehingga hasil belajar yang diperoleh siswa rendah. Proses belajar mengajar di dalam kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan, dimana ceramah menjadi pilihan. Oleh sebab itu, guru harus mempunyai kreativitas yang tinggi dalam memilih model pembelajaran yang menarik minat siswa untuk bisa berpikir kritis dan sungguh-sungguh dalam belajar. Belajar berpikir dapat dilakukan diantaranya dengan cara memecahkan masalah. Menurut (Paul, 2008) bahwa untuk meningkatkan keterampilan berpikir pada diri seorang dapat dilakukan dengan cara mengeksplor permasalahan yang terjadi. Jika seseorang dihadapkan pada permasalahan, maka ia akan terangsang untuk

berusaha

memecahkan

masalah

yang

ada

disekitarnya.

Dengan

memecahkan masalah siswa secara otomatis dilatih untuk bisa berpikir kritis. Salah satu kemampuan berpikir yang perlu dikembangkan pada abad 21 ini adalah kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis menuntut adanya usaha, rasa peduli tentang keakurasian, kemauan, dan sikap tidak mudah menyerah ketika menghadapi tugas yang sulit (Ahmatika, 2015). Namun pada kenyataannya kemampuan berpikir kritis siswa di Indonesia masih kurang.

Menurut Pratiwi (2015) berpikir kritis merupakan aktivitas kognitif yang berkaitan dengan penggunaan pemikiran serta cara untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dalam diri pelajar dengan cara menganalisis isu atau masalah. Pembelajaran yang menggunakan analisis kritis membuat pelajar akan mengalami proses berpikir seperti memperhatikan, mengkategorikan, menyeleksi, dan mengambil keputusan. Strategi pembelajaran yang digunakan dalam meningkatkan berpikir kritis dapat dengan cara mengeksplor permalasahan yang terjadi. Melalui berpikir kritis siswa mampu memahami materi yang dipelajari ataupun permasalahan yang dihadapinya dengan mengevaluasi secara kritis dari sumber-sumber yang siswa peroleh, baik argumen pada buku teks, teman diskusi, maupun argumentasi guru dalam kegiatan pembelajaran. Berpikir kritis dalam pembelajaran merupakan hal yang sangat diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan dalam diri siswa sehingga siswa memiliki pengetahuan tingkat tinggi serta dapat meningkat hasil belajarnya (Rachmadtullah, 2015). Salah satu solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis adalah metode pembelajaran Problem Based Learning. Menurut Arends (2012) Problem based learning memiliki sintaks yang terdiri dari 5 langkah, yakni (1) orientasi siswa pada masalah; (2) mengorganisasikan siswa untuk melakukan investigasi; (3) membantu investigasi kelompok; (4) mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya; dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Maka dengan langkah-langkah tersebut siswa dapat terlatih dan menumbuh kembangkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah bahkan menemukan hal baru. Dhanial (2010) menyatakan bahwa Problem Based Learning merupakan metode yang mengacu pada pemecahan masalah. Sedangkan menurut (Gunantara, 2014) memaparkan bahwa Problem Based Learning merupakan salah satu pendekatan dalam pembelajaran dengan menyelesaikan berbagai macam permasalahan diamana siswa diarahkan pada beberapa permasalahan untuk dipecahkan. Dengan adanya masalah, siswa akan dengan sendirinya memiliki rasa keingintahuan yang besar dan termotivasi, selain itu siswa juga akan memiliki kemampuan analisis dengan menggunakan kemampuan berpikir kritisnya. Dengan demikian, melalui pembelajaran Problem Based Learning siswa akan membangun pengetahuannya yang lebih bermakna

bagi siswa tersebut serta dapat mengasah kemampuan berpikir kritis pada diri siswa tersebut untuk lebih ditingkatkan. Strategi PBL yang menggunakan masalah dunia nyata (kontekstual) memberikan peluang kepada siswa untuk dapat lebih berlatih dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang mereka miliki untuk dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Mustofa,2016). PBL memungkinkan mahasiswa untuk membangun pengetahuan secara aktif melalui proses pemecahan masalah yang dihadapi secara individu maupun kelompok. Aktivitas belajar dan bekerja secara kooperatif dalam kelompok-kelompok kecil dapat mengakomodasi perkembangan kemampuan berpikir kritis dalam konteks PBL (Wulandari, dkk. 2011). Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian dengan judul penerapan model pembelajaran problem based learning(pbl) untuk meningkatkan keterampilan berfikir kritis dan hasil belajar materi sistem peredaran darah siswa kelas xi ipa 5 sma negeri 8 kota malang perlu dilakukan. A. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar siswa melalui penerapan model pembelajaran Problem Based Learning di padu dengan model Think Pair Share materi Sistem Peredaran Darah Kelas XI IPA 5 SMA Negeri 8 Kota Malang B. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Siswa a. Siswa terlatih untuk berfikir kritis dan memecahkan permasalahan melalui usahanya dengan pendekatan Problem Based Learning b. Siswa memiliki keterampilan kolaboratif yang baik dalam pembelajaran melalui penerapan PBL. 2. Bagi Guru a. Menambah wawasan guru dalam menerapkan model PBL sehingga dapat meningkatkan keterampilan guru.

b. Menambah keterampilan guru dalam strategi belajar mengajar untuk memicu keaktifan siswa dan kerjasama siswa. 3. Bagi Sekolah a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan inovasi serta kreasi dalam pembelajaran pada materi lainnya guna mencapai tujuan pembelajaran. b. Sekolah memiliki siswa yang berkualitas dengan memiliki siswa kemampuan berpikir kritis dengan baik serta hasil belajar yang meningkat 4. Bagi Pemerintah a. Mampu meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia dengan memiliki Sumber Daya Manusia yang berkualitas melalui kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar yang dimiliki oleh siswa Indonesia sehingga mampu lebih bersaing dengan Negara lain misal dalam ajang TIMMS (Trends in International Maths and Science Study) dan PISA (Programme International Student Assessment). C. Ruang Lingkup Ruang lingkup penelitian ini terdiri atas beberapa variabel seperti tertera pada Tabel 1.1. No. 1.

Variabel Variabel Tindakan: a. Pendekatan Problem Based Learning

Indikator a. Syntax PBL 1. Orientasi siswa pada masalah 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar 3. Membimbing

penyelidikan

individual maupun kelompok 4. Mengembangkan

dan

menyajikan hasil karya 5. Manganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah 2.

Variabel Masalah:

3. Kemampuan Berpikir Kritis

1. Kemampuan berpikir 1) menganalisis masalah, kritis

2) membangun keterampilan dasar,

2. Hasil belajar siswa

3) menyimpulkan, 4) memberikan penjelasan lanjut dan 5) mengatur strategi dan teknik Tes kemampuan berpikir kritis (bentuk soal uraian) 4. Hasil Belajar a. Kognitif : Tes hasil belajar kognitif siswa (Bentuk soal uraian) b. Afektif : Tes hasil belajar afektif siswa (bentuk Skala Likert) c. Psikomotor: Tes hasil belajar psikomotor siswa (praktikum cek golongan darah)

Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA 5 SMAN 8 Kota Malang semester Ganjil dengan jumlah 34 siswa.. 2. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah KD. 3.6 Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada sistem peredaran darah dalam kaitannya dengan bioproses dan gangguan fungsi yang dapat terjadi pada sistem peredaran darah manusia. 3. Langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan sintak pendekatan model pembelajaran PBL sebagai berikut: Orientasi siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, manganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah D. Definisi Operasional Definisi Operasional dijabarkan sebagai berikut:

1. Model PBL merupakan salah satu bentuk strategi dalam pembelajaran berdasarkan menggunakan

masalah

yang

langkah-langkah

kontekstual. orientasi

Pembelajaran siswa

pada

PBL

masalah,

mengorganisasikan siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, manganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah 2. Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa untuk memecahkan suatu permasalahan dengan indikator, 1) menganalisis masalah, 2) membangun keterampilan dasar, 3) menyimpulkan, 4) memberikan penjelasan lanjut dan 5) mengatur strategi dan teknik. Kemampuan berpikir kritis siswa diukur menggunakan tes kemampuan berpikir kritis dalam bentuk tes uraian. 3. Hasil belajar siswa merupakan perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran (materi system pencernaan). Hasil belajar yang dapat diukur dalam penelitian ini meliputi ranah kognitif yang diperoleh dari pretest dan postest, ranah afektif yang dapat diukur dengan lembar observasi afektif dan rubric penilaian afektif, serta ranah psikomotor yang dapat diukur dengan lembar penilaian praktikum.

BAB II KAJIAN PUSTAKA 1. Problem Based Learning (PBL) Keberhasilan proses belajar mengajar salah saunya ditentukan oleh model atau metode mengajar yakni cara guru menyampaikan materi yang akan diajarkan kepada peserta ddiknya. Dalam proses pembelajara di sekolah, pada hakikatnya yang berperan aktif adalah siswa, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator. Dengan demikian, metode mengajar seharusnya beralih dari lectur-based format menjadi student active approach atau student centered instruction. Model pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan ini diantaranya model pembelajaran problem based learning (PBL). . Menurut Danial (2012) di antara beberapa jenis strategi pembelajaran konstruktivis yang bermakna serta dapat mengaitkan pengalaman kehidupan nyata peserta didik dengan materi pelajaran serta dapat melatih metakognisi peserta didik adalah strategi pembelajan ProblembasedLearning (PBL). Dengan adanya penerapan model penerapan model PBL yang merupakan model pembelajaran yang inovatif, peran guru sebagai pendidik harus bisa membangkitkan minat belajar siswa, motivasi belajar dan partisipasi siswa dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan prestasi belajar siswa mengalami peningkatan dibandingkan dengan sebelumnya yang masih menerapkan metode

konvensional ceramah. Model PBL sesuai dengan filosofi konstruktivisme bahwa siswa diberi kesempatan lebih banyak untuk aktif mencari dan memproses informasi sendiri, membangun pengetahuan sendiri, dan membangun makna berdasarkan pengalamannya yang Ia alami dalam kehidupan (Danial, 2012). Problem Based Learning merupakan metode pembelajaran dimana siswa belajar dengan cara memecahkan masalah (Vidergor, dkk., 2015). Arends (2012) Problem-based Learning (PBL) merupakan suatu strategi pembelajaran dimana dalam proses pembelajaran peserta didik mengerjakan permasalahan yang otentik untuk

menyusun

pengetahuan

mereka

sendiri,

mengembangkan

inkuiri

(penyelidikan) dan keterampilan berpikir tingkat tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri, maka dalam hal ini strategi pembelajaran PBL berfokus pada tantangan, memotivasi serta membuat siswa dapat berpikir tingkat tinggi sehingga dapat memahami materi dengan baik. Model pembelajaran PBL yang menggunakan masalah dunia nyata (kontekstual) memberikan peluang kepada siswa untuk dapat lebih berlatih dalam meningkatkan dan mengembangkan kemampuan memecahkan masalah yang mereka

miliki

untuk

dapat

diterapkan

dalam

kehidupan

sehari-hari

(Mustofa,2016). Masalah yang diajukan bisa dalam bentuk penerapan konsep,prinsip, hukum, ataupun proses. Dalam mengerjakan masalah yang telah diberikan guru bersama siswa menentukan jawaban sementara masalah tersebut. Guru dapat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa sendiri secara bersama-sama merumuskan dugaan jawaban sehingga guru lebih berperan memberikan arahan dan bimbingan kepada siswa. Menurut Arends (2012) Problem based learning memiliki sintaks yang terdiri dari 5 langkah, yakni (1) orientasi siswa pada masalah, pada tahap ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran, mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi permasalahan, (2) mengorganisasikan siswa untuk melakukan investigasi, pada tahap ini guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan permasalahannya,

(3) membantu investigasi kelompok, pada tahap ini guru memotivasi serta membimbing siswa

untuk mendapatkan informasi yang tepat dengan

permasalahan yang dihadapinya, melaksanakan eksperimen serta mencari penjelasan dan solusi, (4) mengembangkan dan mempresentasikan hasil karya, pada tahap ini guru mendampingi siswa dalam merencanakan serta menyiapkan hal-hal yang dibutuhkan siswa untuk menyampaikan hasil yang Ia peroleh, dan (5) menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah, pada tahap ini guru membantu siswa merefleksikan investigasi yang telah dilakukan. Maka dengan langkah-langkah tersebut siswa dapat terlatih dan menumbuhkembangkan kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah bahkan menemukan hal baru. Problem based learning dapat menjadikan siswa mandiri dalam menyelesaikan soal yang diberikan (Arends, 2012). Penerapan model Problem Based Learning memberi kesempatan siswa untuk lebih banyak mencari informasi dari berbagai sumber belajar serta kebebasan menggunakan berbagai media pembelajaran untuk membangun pengetahuan siswa sendiri. Selain itu, dalam strategi Problem Based Learning pemberian masalah nyata yang harus diinvestigasi dari berbagai sumber belajar akan membuat siswa lebih aktif mencari solusi permasalahan sehingga siswa menjadi lebih paham terhadap apa yang mereka kerjakan (Danial, 2012). Terkait dengan kebebasan menggunakan berbagai media pembelajaran untuk membangun pengetahuan siswa sendiri, Lim (2011) berpendapat bahwa siswa

dalam

lingkungan

belajar

berbasis

masalah

harus

mengarahkan

pembelajaran mereka sendiri dan melakukan penelitian guna menyelesaikan masalah-masalah terstruktur yang mereka hadapi. Peluang yang diberikan oleh internet yang menyediakan berbagai informasi, memberi siswa akses terhadap pengetahuan yang selalu berubah dan pluralistik. Dengan demikian,siswa sangat jarang dapat menemukan semua jawaban yang mereka butuhkan untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi. Oleh karena itu, sangat penting bagi siswa untuk mempertimbangkan informasi yang siswa peroleh dengan kebutuhan ssiwa dalam menyelesaikan masalah, sehingga apa yang mereka peroleh (penyelesaian

masalaah) menjadi lebih dari sekedar informasi saja, namun juga mampu merubah pemikiran serta tingkah laku siswa/karakter siswa. Penerapan model PBL memberikan tantangan pada siswa sehingga mereka bisa memperoleh kepuasan dengan menemukan pengetahuan baru bagi dirinya sendiri serta mengembangkan keterampilan berpikir (prayogi dan Asy’ari, 2013). PBL memberdayakan daya fikir, kreativitas, dan pastsipasi siswa dalam pembelajaran. Hal ini sejalan dengan konsep belajar bahwa belajar merupakan tingkah laku. Seperti metode pembelajaran lainnya, PBL memiliki kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihan penerapan model PBL diantaranya (Wulandari, dkk. 2011) 1. Meningkatkan keaktifan dan inisiatif 2. Mengembangkan keterampilan dan pengetahuan 3. Pembahasan materi yang meluas 4. Meningkatkan semangat dan motivasi 5. Meningkatkan keterampilan dalam mengungkapkan pendapat secara lisan dan tulisan. Selain memiliki kelebihan model PBL juga memiliki beberapa kelemahan diataranya proses membangun masalah dan menyesuaikan dengan standar

kompetensi atau tujuan instruksional memerlukan waktu dan perhatian khusus. Selain itu perlu adanya persiapan yang matang dalam melaksanakan PBL, yaitu lebih baik jika mahasiswa dipersiapkan terlebih dahulu: misalnya, melalui latihanlatihan berpikir, dialog bersifat inkuiri, menumbuhkan rasa keingintahuan (curiosity), dan lain sebagainya agar proses pembelajaran berjalan efektif dalam mencapai tujuan belajar (Wulandari, dkk. 2011). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa dengan masalah nyata yang sesuai minat dan perhatiannya, sehingga motivasi dan rasa ingin tahu menjadi meningkat. Dengan demikian siswa diharapkan dapat mengembangkan cara berfikir dan keterampilan yang lebih tinggi. Model PBL ini juga menjadi wadah bagi siswa untuk mengembangkan berpikir kritis serta keterampilan berpikir tingkat tinggi (Gunantara, dkk 2014). 2. BERFIKIR KRITIS

Jika penemuan dan pemecahan masalah dianggap sebagai tujuan, maka untuk mencapainya dibutuhkan suatu kemampuan berpikir sebagai ‘alat’ yang bekerja untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu alat tersebut adalah kemampuan berpikir kritis yang erat kaitannya dengan kegiatan ilmiah seperti mengkaji dan meng-analisis suatu pengetahuan (Wulandari,dkk. 2011). Berpikir kritis telah menjadi suatu istilah yang sangat popular dalam dunia pendidikan dalam beberapa tahun terakhir. Para pendidik menjadi lebih tertarik untuk mengajarkan keterampilan berpikir seperti keterampilan berpikir kritis. Berfikir merupakan aktifitas mengelola informasi yang didapat guna mencari solusi dari suatu permasalahan. Dalam pembelajaran siswa diharuskan untuk menganalisis, menalar permasalahan secara mendalam sehingga dapat menemukan solusi dari permasalahan tersebut bahkan menemukan hal-hal baru, Siswa harus mengolah informasi yang didapat dengan kritis dan mendalam. Dalam hal ini siswa tidak hanya berpikir biasa, melainkan berpikir secara mendalam atau kritis.

Berpikir kritis harus menjadi dimensi penting dari

pendidikan sains (Bailin, 2002). Menurut Pratiwi (2015) berpikir kritis merupakan aktivitas kognitif yang berkaitan dengan penggunaan pemikiran serta cara untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dalam diri pelajar dengan cara menganalisis isu atau masalah. Pembelajaran yang menggunakan analisis kritis membuat pelajar akan mengalami proses berpikir seperti memperhatikan, mengkategorikan, menyeleksi, dan mengambil keputusan. Strategi pembelajaran yang digunakan dalam meningkatkan berpikir kritis dapat dengan cara mengeksplor permalasahan yang terjadi. Melalui berpikir kritis siswa mampu memahami materi yang dipelajari ataupun permasalahan yang dihadapinya dengan mengevaluasi secara kritis dari sumber-sumber yang siswa peroleh, baik argumen pada buku teks, teman diskusi, maupun argumentasi guru dalam kegiatan pembelajaran. Berpikir kritis dalam pembelajaran merupakan hal yang sangat diperlukan dalam mengkonstruksi pengetahuan dalam diri siswa sehingga siswa memiliki pengetahuan tingkat tinggi serta dapat meningkat hasil belajarnya (Rachmadtullah, 2015).

Menurut Ennis dalam Nio, et al,. (2017) menyebutkan bahwa terdapat 12 indikator berpikir kritis yang mana terangkum dalam 5 tahap, yakni: 1. Klarifikasi dasar, tahap ini dibagi menjadi tiga indikator, yakni (1) merumuskan pertanyaan, (2) menganalisis argumen, dan (3) bertanya dan menjawab pertanyaan. 2. Memberikan alasan keputusan (dasar untuk keputusan). Tahap ini dibagi menjadi dua indikator, yakni (1) menilai kredibilitas sumber informasi dan (2) mengamati dan menilai laporan hasil pengamatan. 3. Menyimpulkan (inferensi). Tahap ini terdiri dari tiga indikator yakni, (1) mempersiapkan dan menilai deduksi, (2) membuat induksi dan menilai induksi, dan (3) mengevaluasi. 4. Klarifikasi lebih lanjut (klarifikasi lanjutan). Tahap ini dibagi menjadi dua indikator, yakni (1) menentukan dan menilai definisi dan (2) mengidentifikasi asumsi. 5. Dugaan dan integrasi (anggapan dan integrasi). Tahap ini dibagi menjadi dua indicator, yakni (1) tersangka, dan (2) memadukan. Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pembelajaran yang menekankan pada proses keterampilan berpikir kritis, yaitu (Ahmatika,2015): a. belajar lebih ekonomis, yakni bahwa apa yang diperoleh dan pengajarannya akan tahan lama dalam pikiran siswa, b. cenderung menambah semangat belajar dan antusias baik pada guru maupun pada siswa, c. diharapkan siswa dapat memiliki sikap ilmiah, dan d. siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah baik pada saat proses belajar mengajar di kelas maupun dalam menghadapi permasalahan nyata yang akan dialaminya. 3. HASIL BELAJAR Hasil belajar merupakan perubahan yang terjadi pada diri siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Maka dengan melihat hasil belajar siswa merupakan salah satu indikator yang dapat dilihat dari proses belajar yang telah dilakukan oleh siswa . Permendikbud No. 22 tahun 2016 tentang Standar Proses

Pendidikan Dasar Dan Menengah menyebutkan bahwa terdapat 3 aspek yang dilihat dari hasil belajar, yakni: a. Ranah kognitif yaitu memahami pengetahuan faktual, hal ini dapat dilihat dari hasil nilai tes. b. Ranah afektif yaitu memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangganya. c. Ranah psikomotor siswa menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia. Penjelasan lebih lanjut oleh Bloom dalam buku “Kerangka Landasan Untuk Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesment” yang telah direvisi (Anderson dan Kartwohl, 2010) juga membagi hasil belajar dalam tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Hasil belajar dalam ranah kognitif menurut Bloom terdiri dari beberapa tingkatan, yakni: 1) Mengingat (C1) : mengingat pengetahuan yang telah didapat, 2) memahami (C2): menjelaskan atau memahami pengetahuan, 3) menerapkan (C3): menerapkan prinsip dan konsep, 4) menganalisis (C4): menguraikan informasi, menuemukan asumsi, membedakan fakta dan opini, serta menemukan hubungan sebab akibat, 5) mengevaluasi (C5): mengambil keputusan terhadap hasil analisis, dan 6) berkreasi (C6): mencipta sesuatu Sedangkan hasil belajar afektif Krathwohl (2012) membagi hasil belajar afektif menjadi lima tingkatan yaitu: penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Secara hirarkhis hasil belajar afektif dari tingkatan yang paling rendah dan sederhana hingga yang paling tinggi dan kompleks. Ranah penilaian hasil belajar afektif adalah kemampuan yang berkenaan dengan perasaan, emosi, sikap/ derajat penerimaan atau penilaian suatu obyek. Prosedurnya yaitu

penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Pemberian nilai hasil belajar afektif menggunakan skala. Skala adalah alat untuk mengukur nilai sikap, minat dan perhatian dan lain-lain (Sudjana, 2010: 77). Hasil belajar psikomotor menurut Sudjana (2010: 30) adalah hasil belajar yang tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan yaitu: (1) gerakan refleks atau gerakan yang tidak sadar, (2) keterampilan gerakkan dasar, (3) kemampuan perseptual untuk membedakan auditif dan motoris, (4) kemampuan dibidang fisik (kekuatan, keharmonisan dan ketepatan), (5) gerakkan skill mulai sederhana sampai kompleks dan (6) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi gerakan ekspresif dan interprestatif. BAB II METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian ini berlangsung selama 2 siklus. Tahapan dalam masing-masing siklus PTK terdiri atas empat tahap, yakni 1) Perencanaan (planning), 2) pelaksanaan (implementing), 3) Observasi (observing), 4) refleksi (reflecting). Keempat tahapan pelaksaan PTK dapat digambarkan seperti pada gambar 3.1

Planning

Implementing

Observing

Revisi

Reflecting

Gambar 3.1 tahapan pelaksanaan PTK Penelitian tindakan kelas dapat diartikan sebagai suatu bentuk penelitian yang memerlukan tindakan untuk menanggulangi masalah dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan dalam kawasan kelas atau sekolah dengan tujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran. Siklus PTK dilakukan melalui empat tahap, yaitu: 1. Perencanaan Tindakan Perencanaan tindakan pada siklus pertama didasarkan pada identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK. Rencana tindakan ini mencakup semua langkah-langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK mulai dari materi ajar, RPP atau rencana pengajaran yang mencakup metode mengajar, serta teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini, perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih, diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan. 2. Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan merupakan pelaksanaan dari semua rencana tindakan yang telah dibuat. Pelaksanaan tindakan yang berlangsung di dalam kelas

adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Pelaksanaan tindakan yang telah direncanakan hendaknya cukup fleksibel untuk mencapai perbaikan dan peningkatan yang diinginkan. Pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti mengacu pada program atau rencana yang telah disepakati bersama dalam sebuah kolaborasi. Untuk mengurangi kelemahan dalam pelaksanaan tindakan, persiapan dalamperencanaan perlu dilakukan secara maksimal, agar pelaksanaan tindakan tidak mengalami kesulitan. Perubahan dan perbaikan dari tindakan perlu disikapi secara positif sebagai bahan masukan pada siklus berikutnya. 3. Pengamatan atau Observasi Tindakan Kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi data pelaksanaan tindakan dengan alat bantu instrument pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam observasi diantaranya: a. Perencanaan antara guru kelas dengan peneliti sebagai pengamat. b. Fokus observasi harus diterapkan bersama. c. Peneliti dan pengamat membangun kriteria bersama. d. Pengamat memiliki keterampilan mengamati, dan e. Balikan hasil pengamat diberikan dengan segera. Peneliti melakukan pengamatan dan mencatat semua hal yang terjadi selama pelaksanaan tindakan. Pengumpulan data ini memerlukan format observasi/ penilaian yang telah disusun untuk mencermati pelaksanaan skenario tindakan dari waktu ke waktu serta dampaknya terhadap proses pembelajaran peserta didik di kelas. 4. Refleksi Terhadap Tindakan Tahapan ini dilakukan untuk mengkaji dan memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan/ observasi tindakan. Data yang didapat kemudian dianalisis. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap. Proses refleksi memegang peran yang

sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpercaya akan didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Secara keseluruhan keempat tahapan dalam PTK ini membentuk suatu siklus. Siklus ini kemudian diikuti oleh siklus-siklus lain secara berkesinambungan. B. Kehadiran dan Peran Peneliti di Lapangan Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, maka peneliti sangat diperlukan untuk terlibat langsung dalam setiap proses pembelajaran karena dalam penelitian ini peneliti bertidak sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis serta sebagai pihak yang melaporkan hasil penelitian. Dalam proses pengambilan data, peneliti akan bekerja sama dengan guru mata pelajaran Biologi kelas XI serta dengan observer yang juga memahami tentang pembelajaran biologi untuk membantu peneliti mengamati proses keterlaksanaan pembelajaran model PBL. C. Kancah dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI Ipa 5 SMAN 8 Malang yang terletak di Jl. Veteran no 37 Kota Malang dengan materi system peredaran darah. Penelitian dilakukan pada bulan November 2018. D. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI Ipa 5 SMAN 8 Malang dengan jumlah siswa pada kelas tersebut adalah 32 siswa, dengan jumlah siswa laki-laki sebanyak 13 dan jumlah siswa perempuan sebanyak 19 siswa. E. Data dan Sumber Data Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan langsung oleh peneliti dan observer selama proses pembelajaran, baik data yang bersumber dari siswa maupun dari guru. Secara lebih rinci, data dan sumber data sekaligus instrument yang digunakan dipaparkan dalam Tabel 3.2. Tabel 3.2 Data, Sumber Data beserta Instrumen Penelitian

NO.

1.

VARIABEL

PBL

INDIKATOR

1. Orientasi

siswa

pada masalah 2. Mengorganisasik an siswa untuk

DATA

SUMBER DATA

TEKNIK INSTRUMENT

PENGUMPU LAN DATA

Keterlaksa

1. Guru

Lembar observasi

naan

2. Siswa

keterlaksanaan

model

Observasi

model PBL

PBL

belajar 3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok 4. Mengembangkan dan

menyajikan

hasil karya 5. Manganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah 2.

Kemampuan

1) identifikasi dan kemampua

Berpikir

penjelasan masalah,

Kritis Siswa

2)

berpikir

mengumpulkan kritis siswa

informasi, 3)

pengakuan

konteks dan asumsi, 4)

n

evaluasi

sintesis

dan

informasi

dan 5) kesimpulan

Siswa

Tes berpikir

kemampuan Tes

Tulis

kritis Kemampuan

(bentuk soal uraian)

berpikir kritis

3.

Hasil Belajar Kognitif

Hasil

Siswa

Belajar

kognitif

siswa

kognitif

(Bentuk

soal

siswa

uraian)

Afektif

Psikomotor

Hasil

siswa

siswa

5. Tes hasil belajar Tes Formatif

6. Tes hasil belajar

belajar

afektif

siswa

afektif

(bentuk

Skala

siswa

Likert)

Hasil

siswa

7. Tes hasil belajar

belajar

psikomotor

psikomotor

siswa (praktikum

siswa

uji enzim ….)

F. Prosedur Penelitian Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Siklus I a. Planning I 1. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) materi system pencernaan pada manusia 2. Menyusun UKBM 3. Menyusun instrument penilaian 4. Menyiapkan media pembelajaran 5. Menyiapkan sumber belajar b. Implementing I 1. Kegiatan awal 2. Kegiatan Inti 3. Kegiatan penutup c. Observing I Dalam proses observing ini. Peneliti yang bertindak sebagai guru meminta observer untuk mengamati pembelajaran yang berlangsung serta menilai dengan berpedoman pada lembar observasi yang telah dibuat. Pada kegiatan ini dilakukan pengumpulan data, berikut merupakan macam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini:

Observasi

Observasi

a. Wawancara Pengumpulan data dengan wawancara dilakukan oleh peneliti ketika study pendahuluan guna mengetahui masalah yang dimiliki oleh kelas XI MIPA 5 SMAN 8 Malang. b. Lembar Observasi Penggunaan lembar observasi ini adalah untuk mengamati proses keterlaksanaan model Problem Based Learning (PBL) oleh siswa dan keterlaksanaan model Problem Based Learning (PBL) oleh guru. Pengumpulan data dilakukan langsung oleh peneliti yang bertindak sebagai guru serta observer yang memiliki pemahaman yang baik mengenai pembelajaran dengan model yang digunakan dalam penelitian ini. c. Tes Pengumpulan data dengan tes digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa adalah dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kritis siswa yang berbentuk soal-soal uraian yang telah disipakan oleh guru/peneliti. Serta Tes hasil belajar yang meliputi semua ranah hasil belajar, yakni ranah kognitif (dalam bentuk soal uraian), afektif (dalam bentuk skala likert) serta psikomotor d. Reflecting I Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang diperoleh pada saat kegiatan observing untuk mengetahui tingkat keberhasilan penelitian yang di laksanakan sebelumnya. Kegiatan refleksi ini dilakukan oleh peneliti sebagai bahan pertimbangan untuk pada pelaksanaan siklus berikutnya mengenai kekurangan ataupun kelebihan model pembelajaran yang telah dilangsungkan. Analisis yang dilakukan pada tahap ini meliputi : 2. Keterlaksanaan model Problem Based Learning (PBL)

Data yang diperoleh dengan menghitung jumlah kolom chek list “iya” atau “tidak” pada lembar observasi Keterlaksanaan model Problem Based Learning (PBL) oleh siswa dan oleh guru yang kemudian dimasukkan kedalam rumus: %keterlaksanaan tindakan =

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑢𝑛𝑐𝑢𝑙 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑘𝑎𝑡𝑜𝑟

×

100%. Setelah memperoleh data presentase keterlaksanaan tindakan, kemudian dicocokkan dengan tabel acuan presentase keberhasilan tindakan baik oleh guru maupun oleh siswa sebagai berikut: Tabel 3.3 Persentase Keberhasilan Tindakan Oleh Guru Taraf keterlaksanaan tindakan

Taraf keberhasilan

85-100

Sangat baik

80-84

Baik

75-79

Cukup

70-74

Kurang

0-69

Gagal

Dimodifikasi dari: Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang ( 2011) Tabel 3.4 Persentase Keberhasilan Tindakan Oleh Siswa Taraf keterlaksanaan tindakan

Taraf keberhasilan

85-100

Sangat baik

80-84

Baik

75-79

Cukup

70-74

Kurang

0-69

Gagal

Dimodifikasi dari: Kementerian Pendidikan Nasional Universitas Negeri Malang ( 2011) 3.

Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa adalah dengan menggunakan tes kemampuan berpikir kritis siswa dalam bentuk soal uraian. 4.

Hasil Belajar Siswa

Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa hasil belajar siswa dalam penelitian ini mencapuk ketiga ranah, kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar kognitif siswa dapat menggunakan KKM (Kriteria Ketuntatasan Minimal) yang ditetapkan oleh sekolah dan dihitung dengan menggunakan rumus presentase ketuntasan belajar: %ketuntasan belajar =

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑐𝑎𝑘𝑎𝑖 𝐾𝐾𝑀 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑑𝑖 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠

×

100%. Adapun hasil belajar afektif siswa diukur dengan menggunakan skala likert mengena sikap sosial dan spiritual siswa sedangkan hasil belajar psikomor siswa diukur dengan praktikum 5. Siklus II Pelaksanaan kegiatan pada siklus II mengacu pada hasil refleksi pada siklus I, dimana pada tahap siklus II ini dilakukan perbaikan-perbaikan berdasarkan kekurangan yang terjadi selama pelaksaan siklus I guna perbaikan untuk pelaksanaan siklus selanjutnya. DAFTAR RUJUKAN Arends, R.I. 2012. Learning to Teach. New York: McGraw-Hill, a business unit of The McGraw-Hill Companies Ahmatika, Deti. 2015. Peningkatan Kemampuan Berfikir Kritis Siswa dengan Pendekatan Inquiry / Discovery. Jurnal Euclid, 3 (1), 394-403 Bailin, Sharon. 2002. Critical Thinking and Science Education. Science & Education, 11. 361-375. Danial, M. 2012. The Effects of PBL Strategy to Students Metacognition Skill and Respon. Jurnal Chemica, 11, 1-10. Gunantara, Gd., Suarjana., Nanci Riastini. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas V. Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha, 2(1). Lim, A.Y.L. 2011. A Comparison Of Students’ Reflective Thinking Across Different Years In A Problem-Based Learning Environment. Instr Sc, (39). 171-188 Mustofa, zaenul, Herawati susilo, dan Mimien Heni Irawati Al Muhdhar. 2016. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning Melalui Pendekatan Kontekstual Berbasis Lesson Study untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah dan Hasil Belajar Kognitif Siswa SMA. Jurnal pendidikan : teori, penelitian, dan pengembangan, 1 (5), 885-889 Nio, T.H., Sukestyarno, Z., Waluya, B. Rochmat., isnarto., dan Manullang. 2017. Study On Critical Thinking Skills Basic Prospective Students Primary School Teacher. International Journal of Contemporary Applied Sciences, 4(1) Pratiwi, H.E., Hadi S., Herawati, S. 2015. Pengaruh Model Pembelajaran Socio-BiologicalCase Based Learning Terhadap KeterampilanBerpikir Kritis Mahasiswa Biologi Fmipa Universitas Negeri Malang. Jurnal Pendidikan Biologi, 7(1), 22-30. Prayogi, saiful dan Muhammad Asy’ari. 2013. Implementasi Model PBL (Problem Based Learning) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal prisma sains volume 1 nomor 1 : 79-87 Rachmadtullah, R. 2105. Kemampuan Berpikir Kritis Dan Konsep Diri Dengan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar, 6. Ragil, Z Dan Sukiswo. Penerapan Pembelajaran Sains Dengan Pendekatan Sets Pada Materi Cahaya Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V Sd. Jurnal Pendidikan Fisika Vol. 7: 69-73 Wulandari, nadiah, Sjarkawi, Damris. 2011. Pengaruh Problem Based Learning dan Kemampuan Berfikir Kritis Terhadap Hasil Belajar Mahasiswa. Jurnal tekno-pedagogi 1(1): 14-24 Vidergor, H.E., dan C.R. Harris. 2015. High Order Thinking, Problem BasedAnd Project Based Learning In BlendedLearning Environments. Applied Practice for Educators of Gifted and Able Learners. 217-323.

Related Documents

Latihan-latihan.
May 2020 54
Latihan
May 2020 42
Latihan
November 2019 54
Latihan
December 2019 43
Latihan
May 2020 31
Latihan
October 2019 66

More Documents from "mohamed makki b mohamed zain"