LAPORAN TETAP PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
OLEH KELOMPOK VI
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI UNIVERSITAS MATARAM MATARAM 2018
i
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan pada semester Genap tahun 2017/2018 di Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Mataram,08 Juli 2018 Mengetahui, Co. Assisten Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan
Praktikan,
Adimah NIM. J1A015001
M. Anas Ghalib A. NIM. J1A016058
Agus Sofyan Hadi NIM. J1A015002
Maharani Firdaus NIM. J1A016060
Arindra Pemilia NIM. J1A015011
Maulinda Zahara NIM. J1A016062
Ayudia Lestari NIM. J1A015015
Mega Alifah Magma NIM. J1A016064
Dimy Azmy Agustini NIM. J1A015023
M. Ashabil Qulub NIM. J1A016066
Fatina Tsuroyya NIM. J1A015029 M. Abdul Ghafur NIM. J1A015056 Muh. Junaidi Shopar NIM. J1A015057 Ni Made Eva Janawati Utari NIM. J1A015063 Widiyastuti NIM. J1A015093 Menyetujui, Koordinator Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan
Siska Cicilia, S.TP., M.Sc Moegiratul Amaro, S.TP., MP.,M.Sc Suburi Rahman, S.TP., MP ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga Laporan Tetap Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan ini dapat terselesaikan. Laporan ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan kuliah Teknologi Pengolahan Pangan. Laporan ini berisi kumpulan dari laporan mingguan yang telah dibuat selama praktikum berlangsung sesuai dengan urutan acaranya. Kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tetap ini diantaranya yaitu para Co. Assisten yang telah mendampingi dan mengarahkan praktikum serta penyusunan laporan. Tak lupa juga kepada teman-teman yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan laporan, serta berbagai pihak yang terlibat. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diharapkan demi terciptanya karya yang lebih baik lagi di masa mendatang. Demikian laporan ini disusun agar dapat diterima dan digunakan sebagai acuan baik bagi penulis maupun bagi para pembaca.
Mataram, Juli 2018
Kelompok VI
iii
DAFTAR ISI
Halaman i ii iii iv viii
Halaman Judul Halaman Pengesahan Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel ACARA I PENGENALAN ALAT-ALAT PRAKTIKUM Pendahuluan Tujuan Praktikum Tinjauan Pustaka Pelaksanaan Praktikum Hasil Pengamatan Pembahasan Kesimpulan
1 2 3 5 6 12 16
ACARA II TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINIMAL Pendahuluan Tujuan Praktikum Tinjauan Pustaka Pelaksanaan Praktikum Hasil Pengamatan Pembahasan Kesimpulan
17 18 19 21 23 24 27
ACARA III PENGGORENGAN Pendahuluan Tujuan Praktikum Tinjauan Pustaka Pelaksanaan Praktikum Hasil Pengamatan Pembahasan Kesimpulan
28 29 30 32 34 35 38
ACARA IV TEKNOLOGI PENGERINGAN Pendahuluan Tujuan Praktikum Tinjauan Pustaka Pelaksanaan Praktikum Hasil Pengamatan Pembahasan Kesimpulan
39 40 41 43 45 46 48
ACARA V PEMBUATAN PRODUK BAKERY iv
Pendahuluan Tujuan Praktikum Tinjauan Pustaka Pelaksanaan Praktikum Hasil Pengamatan Pembahasan Kesimpulan
49 50 51 53 55 57 60
ACARA VI MOCAF Pendahuluan Tujuan Praktikum Tinjauan Pustaka Pelaksanaan Praktikum Hasil Pengamatan Pembahasan Kesimpulan
61 62 63 65 67 68 72
ACARA VII PENGEMASAN Pendahuluan Tujuan Praktikum Tinjauan Pustaka Pelaksanaan Praktikum Hasil Pengamatan Pembahasan Kesimpulan
73 74 75 77 78 79 82
ACARA VIII PENGOLAHAN DAGING Pendahuluan Tujuan Praktikum Tinjauan Pustaka Pelaksanaan Praktikum Hasil Pengamatan Pembahasan Kesimpulan
83 84 85 87 89 90 93
ACARA IX INAKTIVASI MIKROBA Pendahuluan Tujuan Praktikum Tinjauan Pustaka Pelaksanaan Praktikum Hasil Pengamatan Pembahasan Kesimpulan
94 95 96 98 100 101 104
ACARA X PENGOLAHAN SEMI BASAH Pendahuluan Tujuan Praktikum
105 106
v
Tinjauan Pustaka Pelaksanaan Praktikum Hasil Pengamatan Pembahasan Kesimpulan
107 109 110 111 114
ACARA XI HOMOGENISASI Pendahuluan Tujuan Praktikum Tinjauan Pustaka Pelaksanaan Praktikum Hasil Pengamatan Pembahasan Kesimpulan
115 116 117 119 120 122 125
DAFTAR PUSTAKA
vi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Pengenalan Alat-Alat Praktikum 6 Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Teknologi Pengolahan Minimal Apel 23 Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Penggorengan dengan Metode Saute dan Shallow Frying 34 Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Teknologi Pengeringan 45 Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Pembuatan Donat 55 Tabel 6.1 Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung MOCAF 67 Tabel 7.1 Hasil Pengamatan Pengemasan Manisan Buah 78 Tabel 8.1 Hasil Pengamatan Pembuatan Bakso 89 Tabel 9.1 Hasil Pengamatan Inaktivasi Mikroba 100 Tabel 10.1 Hasil Pengamatan Sterilisasi Buah 110 Tabel 11.1 Hasil Pengamatan Homogenisasi 120
vii
ACARA I PENGENALAN ALAT-ALAT PRAKTIKUM
PENDAHULUAN
Latar Belakang Laboratorium merupakan tempat bagi praktikan maupun peneliti untuk melakukan praktikum atau penelitian. Melakukan penelitian atau praktikum di laboratorium tidak lepas dari penggunaan zat-zat yang beraneka ragam, baik yang berbahaya maupun yang aman bagi tubuh manusia. Untuk itu alat-alat laboratorium diperlukan selain mempermudah percobaan juga mendukung keselamatan praktikan ketika melakukan percobaan (Setiawati, 2008). Tentu saja praktikan tidak dapat secara langsung menggunakan alat-alat laboratorium tanpa mempunyai pengetahuan tentang fungsi dan kegunaan dari alat-alat tersebut karena masing-masing alat laboratorium memiliki fungsi dan prosedur tersendiri dalam penggunaannya. Alat yang digunakan dalam pengolahan pangan memiliki berbagai macam jenis dan fungsi, tiap jenisnya yang berbeda-beda serta mekanisme dan perawatan setiap alat berbeda. Adapun beberapa macam alat yang digunakan pada laboratorium pengolahan pangan yaitu meat grinder, freezer, pisau, timbangan digital dan lain-lain. Kebersihan suatu peralatan menjadi hal yang paling penting untuk dipertimbangkan karena apabila alat yang digunakan tidak bersih maka dapat mengganggu hasil praktikum, sehingga dapat mengakibatkan kegagalan dalam praktikum. Pentingnya dilakukan pengenalan alat-alat praktikum agar pada saat melakukan praktikum atau penelitian maka dapat diperoleh data-data yang tepat, karena data-data yang tepat akan meningkatkan kualitas penelitian seseorang. Metode atau cara penggunaan suatu alat praktikum harus diketahui oleh praktikan, agar mudah melakukan kegiatan praktikum. Kesalahan dalam penggunaan alat dan bahan dapat menimbulkan hasil yang tidak akurat dalam ilmu statistika. Kesalahan seperti hal data fungsi dan cara kerja peralatan serta bahan harus mutlak diketahui oleh praktikan sebelum melakukan praktikum. Hal 1
ini dilakukan agar terhindar dari kesalahan praktikum. Oleh karena itu, pemahaman mengenai fungsi dan cara kerja peralatan serta bahan harus mutlak dikuasai oleh praktikan sebelum melakukan praktikum di laboratorium. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui namanama alat, fungsi, dan prinsip kerja alat-alat laboratorium.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Laboratorium sering diartikan sebagai suatu ruang atau tempat untuk melakukan percobaan atau penelitian. Ruang dimaksud dapat berupa gedung yang dibatasi oleh dinding dan atap atau alam terbuka misalnya kebun botani. Pada umumnya bentuk dan ukuran serta tata ruang suatu laboratorium didesain sedemikian rupa sehingga pemakai laboratorium mudah melakukan aktivitasnya. Disamping bentuknya, ukuran laboratorium perlu mendapat perhatian karena fungsi laboratorium tidak hanya digunakan untuk berbagai kegiatan percobaan dalam konteks proses belajar mengajar (Suprianto, 2006). Pekerjaan dalam laboratorium biasanya sering menggunakan beberapa alat gelas. Penggunaan alat ini dengan tepat penting diketahui agar pekerjaan tersebut dapat berjalan dengan baik. Keadaan yang aman dalam suatu laboratorium dapat diciptakan apabila ada kemauan dari para pekerja untuk menjaga dan melindungi diri, diperlukan kesadaran bahwa kecelakaan yang terjadi dapat berakibat pada dirinya sendiri maupun orang lain yang berada disekitarnya. Tujuan dari praktikum pengenalan alat ini adalah untuk mengenal beberapa macam alat gelas yang sering digunakan di laboratorium dan penggunaannya. Sebelum melakukan praktikum hal ini yang paling utama yang harus dipahami oleh praktikan adalah mengetahui terlebih dahulu nama-nama alat, fungsi dan cara penggunaan alat-alat yang akan digunakan, agar praktikum yang akan dilakukan dengan baik (Setiawan, 2002). Pengenalan alat-alat laboratorium penting dilakukan untuk keselamatan kerja pada saat melakukan penelitian. Alat-alat laboratorium biasanya dapat rusak atau bahkan berbahaya jika penggunaannya tidak sesuai dengan prosedur. Pentingnya dilakukan pengenalan alat tersebut dengan baik dan benar. Sehingga kesalahan prosedur pemakaian alat dapat diminamalisasi sedikit mungkin. Hal ini penting supaya saat melakukan penelitian, data yang diperoleh akan benar pula (Andriani, 2016). Salah satu alat yang digunakan dalam laboratorium teknologi pengolahan pangan yaitu mesin pengembang roti. Mesin pengembang roti merupakan salah
3
satu alat pendukung dalam pembuatan roti yang berfungsi sebagai alat pengembang (proofing) adalah roti. Suhu proofing yang baik adalah 32-38°C, dikarenakan pada suhu tersebut pengembangan adonan akan terjadi karena ragi menghasilkan gas karbon dioksida (CO2) selama fermentasi. Gas ini kemudian terperangkap dalam jaringan gluten yang menyebabkan adonan roti bisa mengembang, dimana gluten akan menjadi halus dan meluas serta hasil proofing dengan volume adonan berkembang menjadi dua kali lipat. Pada proses pengembangan adonna roti (proofing) diperlukan adanya panas yang stabil pada batass waktu tertentu agar proses proofing berjalan dengan baik. Untuk itu konsep ini memunculkan ide untuk menggunakan suatu alat penghasil panas (Yuliarmas, 2015). Kebersihan alat-alat yang digunakan dan adanya ketelitian praktikan dalam melakukan pengukuran atau perhitungan yang dilakukan. Penggunaan alatalat laboratorium diharapkan dalam keadaan steril. Penggunaan alat-alat yang tidak steril dapat menyebabkan kegagalan pada praktikum yang dilakukan. Keselamatan kerja di laboratorium perlu diinformasikan secara cukup dan relevan untuk mengetahui sumber bahaya di laboratorium dan akibat yang ditimbulkan serta cara penanggulangannya. Hal tersebut perlu dijelaskan berulang-ulang agar lebih meningkatkan kewaspadaan. Keselamatan yang dimaksud termasuk orang yang ada disekitarnya (Sunarto, 2002).
4
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Pelaksaan Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 29 Maret 2018 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat-alat Praktikum Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum antara lain blender, cabinet dryer, capitan stainless, cup sealer, drying oven, electric deep fryer, freezer, fruit vegetable cutter, gas baking oven, gas cooking mixer, heavy duty blender, kompor gas, manual sausage filler, meat grinder, meatballs mixer, mesin proofer roti, pisau, refrigator, talenan dan timbangan analitik. Prosedur Kerja Disiapkan alat-alat praktikum yang akan diperkenalkan ↓ Diamati bentuk dan fungsi alat-alat praktikum ↓ Digambar alat-alat praktikum serta ditulis fungsi dan keterangannya
5
HASIL PENGAMATAN
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Pengenalan Alat-Alat Praktikum NO Nama Alat 1 Blender
2
3
Cabinet Dryer
Capitan Stainless
Gambar
Fungsi Keterangan Berfungsi untuk - Daya: ±600 menghancurkan W atau menghasilkan - Setelan adonan makanan kecepatan: 5
Digunakan untuk mengeringkan berbagai jenis makanan jika dipergunakan untuk pengeringan bhaan makanan, maka cabiner dryer akan mengurangi kadar kelembaban yang ada pada bahan yang dikeringkan
-
-
-
-
Untuk mengambil bahan atau makanan agar lebih mudah apabila makanan dalam keadaan panas
Body bagian dalam dan luar: plat stainless steel Rangka untuk rak: stainless steel Nampan: plat stainless steel Pengatur suhu: otomatis Distribusi udara panas: blower Bahan: stainless steel
6
4
Cup Sealer
Digunakan untuk merekatkan plastic dengan menggunakan sistem pemanas elektronik -
5
Drying Oven
Digunakan untuk mengeringkan peralatan gelas laboratorium, zatzat kimia maupun pelarut organic -
6
7
Electric Deep Fryer
Freezer
Digunakan untuk menggoreng bahan pangan olahan dalam waktu yang lebih singkat. Proses penggorengan makanan menggunakan bak celup sehingga akan menghasilkan gorengan yang lebih merata dan terhindar dari kegosongan Berfungsi untuk membekukan bahan makanan atau minuman juga dapat mengawetkan bahan pangan
-
-
-
Merek: 020 Pack Mode no: Pc: 200A, 300A, 400A Power: 200A, 400A, 600A Hands/impuls: 200V, 50/60Hz Tipe: UNB 400 Interior: w×h×d 400×400×300 Tegangan: 230V Daya: 50/60Hz Merek: Getra Temperature: 50-200°C Dimensi: 58×44×31 Metode pan: 1 FPI 26 Listrik: 2500W Kapasitas tank: 5.52 × 2 liter
Dimensi: 170×65×88c m Temperature: -26°C Volume: 607 liter
7
8
9
Fruit Vegetable Cutter
Gas Baking Oven
Digunakan untuk memotong, mengiris, memarut buahbuahan dan sayuran dengan berbagai bentuk, ukuran dan potongan
-
Digunakan untuk memanggang berbagai jenis pastry yang dilengkapi dengan streamer dan kipas internal, alat ini berfungsi untuk meratakan panas dalam ruang oven
-
-
-
-
10
Gas Cooking Mixer
Berfungsi untuk membuat saus, permen lembut dan pasta serta makanan goreng yang dapat diaduk hingga mengalami homogenisasi
-
Merek: Getra Model: VC 60 Ms Output: 350W ¾ Hp Voltage: 230V/50Hz
Merek: Getra Model: REL 36 Thermal load: 180 MJA Gas type:LPG Dimension: 1340×400×17 70 Voltage: 220V Temperature: 20°C - 400°C Frequencies: 50Hz Merek: Getra Volume: 50 liter Voltage: 200V Hp: ¾ Hz: 50
8
11
12
Heavy Duty Blender
Kompor Gas
Digunakan untuk memotong dan melumat kacangkacangan, bawang putih, cabe dan lain-lain berbeda dengan blender biasa. Blender biasa hanya mampu menghancurkan bahan dalam kapasitas yang lebih sedikit Digunakan sebagai penyedia panas dalam proses memasak atau memanaskan makanan
-
-
-
-
-
13
Manual Sausage Filler
Digunakan untuk mengeluarkan daging olahan untuk dimasukkan ke cetakan sosis. Menggunakan sistem hidrolisis untuk menekan daging -
Width: 14 7/4 Inc Depth: 15 Inc Capacity: 128 Voltages: 120V Wattage: 1800W Horse power: 3 ¾ Hp Hz: 60
Merek: Rinai Konsumsi gas/jam: 3.6 Kg NG kiri dan kanan: 4.1 kw Diameter minimal: 14 cm Diameter maksimal: 28 cm Berat beban: 20 kg Tungku dimensi: 702 × 380 × 156 mm Pipa: 9.5 mm Merek: Getra Tipe: vertical Dimensi: 36 × 32 × 83 cm Silinder: 14 × 46 cm Volume: 7 liter/15 lps Berat: 13 kg
9
14
Meat Grinder
Digunakan untuk menggiling daging menjadi lebih halus -
15
Meatballs Mixer
Digunakan untuk mencapur dan mencacah adonan bakso agar menjadi halus dan tercampur merata
-
16
Mesin Proofer Roti
Digunakan untuk mengembangkan adonan roti dan kue sehingga bisa lebih mengembang saat di oven karena suhu dan kelembabannya yang terkontrol sehingga hasil akhirnya optimal
-
-
Merek: Getra Model: M6025A Power: 11 kw Voltage: 110220V Frequency: 50/60Hz Efisiensi: 200 kg/h Size: 50 × 31 × 50 Merek: Getra Model: 5 × 10-22 Voltage: 220V Size: 460 × 340 × 840 Output: 4 kg Power: 2.2 kw Frequency: 50 Hz Merek: Getra Voltage: 220V Input: 2.85 kw Dimensi: 610 × 860 × 1900 mm Model: Fx155 Frequency: 50Hz Yield: 18 kg/h
10
17
Pisau
Digunakan untuk memotong segala macam bahan makanan -
Bahan: stainless steel Bahan pegangan: plastic
18
Refrigator
Digunakan untuk menyimpan dan mendinginkan berbagai macam minuman dalam kemasan -
Merek: Polytron Daya: 160 W Refri mass: 65 gr Berat produk: 57.5 kg
19
Talenan
Digunkan untuk alas memotong bahan pangan agar tidak tercecer -
Warna: putih Ukuran: 20 × 16 cm Terbuat dari plastic
20
Timbangan Analitik
Digunakan untuk alat menimbang suatu produk atau zat. Timbangan digital berbeda dengan timbangan biasa karena timbangan digital memiliki hasil yang lebih akurat dan juga lebih praktis karena cukup memasukkan angka dengan memencet tombol
Merek: Kern Maksimal: 600 g Minimal: 0.5 g l : 0.1 gram d : 0.01 g
-
11
PEMBAHASAN
Laboratorium merupakan tempat bagi praktikan maupun peneliti untuk melakukan praktikum atau penelitian. Melakukan penelitian atau praktikum di laboratorium tidak lepas dari penggunaan zat-zat yang beraneka ragam, baik yang berbahaya maupun yang aman bagi tubuh manusia. Untuk itu alat-alat laboratorium diperlukan selain mempermudah percobaan juga mendukung keselamatan
praktikan
ketika
melakukan
percobaan
(Setiawati,
2008).
Laboratorium harus memberikan kenyamanan, kesehatan dan keamanan kepada semua orang yang bekerja di dalamnya, termasuk pengelola laboratorium itu sendiri. Sebelum melakukan praktikum, tentu praktikan harus mengetahui tentang alat-alat yang akan digunakan pada saat melaksanakan kegiatan praktikum di laboratorium. Pengenalan alat-alat laboratorium sangat penting untuk dilakukan guna menghindari kesalahan atau kecelakaan pada saat praktikum. Alat-alat yang terdapat di dalam laboratorium sangat mudah rusak dan juga ada beberapa alat yang dapat menyebabkan bahaya. Pentingnya dilakukan pengenalan laboratorium beserta alat-alat praktikum yang terdapat di laboratorium yaitu agar praktikan mengetahui tentang alat, fungsi alat serta cara menggunakan alat yang baik dan benar. Kesalahan prosedur pemakaian alat akan dapat diminimalisasikan sedikit mungkin. Hal ini tentu sangat penting dilakukan agar pada saar melakukan penelitian atau praktikum diperoleh data yang akurat. Alat-alat yang terdapat di dalam laboratorium pengolahan pangan dapat di kelompokkan menjadi dua yaitu alat yang menggunakan energi listrik dan alat yang tidak menggunakan energi listrik. Alat-alat laboratorium yang menggunakan energi listrik diantaranya blender, cabinet dryer, cup sealer, drying oven, electric deep fryer, freezer, fruit vegetable cutter, gas baking oven, gas cooking mixer, heavy duty blender, meatballs mixer, mesin proofer roti, serta refrigator.
12
Sedangkan, alat yang tidak menggunakan energi listrik diantaranya capitan stainless, kompor gas, pisau dan talenan. Penggunaan alat-alat berdasarkan jenisnya akan terlihat dari ukuran dan kapasitas ruang dari alat tersebut, seperti halnya blender dengan heavy duty blender yang prinsip kerjanya sama hanya saja yang membedakan yaitu kapasitas ruang bahan yang akan dihancurkan lebih besar. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan diperoleh berbagai informasi mengenai alat-alat laboratorium. Adapun alat-alat laboratorium seperti blender merupakan alat yang menggunakan daya listrik yang berfungsi untuk menghaluskan bahan pangan seperti buah, sayur, biji-bijian dan rempah-rempah (Anonim, 2017). Selain blender biasa ada pula heavy duty blender yang memiliki prinsip kerja yang sama dengan blender biasa yaitu untuk menghaluskan bahan dengan kapasitas yang lebih besar serta dapat beroperasi pada waktu yang cukup lama. Cabinet dryer merupakan alat yang menggunakan daya listrik yang fungsinya untuk mengeringkan bahan pangan, bahan tambahan serta alat yang akan digunakan untuk proses pengolahan (Anonim, 2018). Prinsip kerjanya memang mirip dengan oven biasa yakni untuk memanggang adonan dan mengeringkan bahan pangan, akan tetapi alat ini memiliki tampilan yang lebih tertutup dibandingkan dengan oven biasa sehingga sangat sedikit kemungkinan untuk terjadi kontaminasi. Alat-alat laboratorium dibuat untuk memudahkan pekerja dalam mengolah bahan pangan seperti pisau yang berfungsi untuk memotong dan mengupas bahan makanan. Serta fruit vegetable cutter yang digunakan untuk memotong, mengiris, memarut buah dan sayur sehingga prosesnya lebih cepat dibandingkan perlakukan secara manual dengan pisau biasa (Anonim, 2017). Salah satu teknik pengolahan pangan adalah menggoreng yang dimana dilakukan dengan menggunakan electric deep fryer yang menggunakan sumber daya listrik yang memiliki panas tinggi dan dapat menggoreng bahan dalam waktu singkat. Selain, teknik menggoreng adapun perlakuan pendinginan bahan untuk memperpanjang masa simpan suatu bahan. Alat yang biasa digunakan yaitu refrigator yang digunakan sebagai tempat
13
penyimpanan bahan yang akan diolah atau produk jadi yang akan langsung dikonsumsi (Devi, 2014). Teknik pendinginan ini juga dapat dilakukan dengan pembekuan pada suhu rendah, untuk itu pada laboratorium pengolahan pangan juga terdapat freezeryang digunakan untuk membekukan makanan atau mengawetkan bahan pangan seperti ikan dan daging Devi (2014). Selain itu, terdapat gas baking oven yang berfungsi untuk memanggang berbagai jenis olahan pastry yang dilengkapi dengan streamer dan kipas internal yang berfungsi untuk meratakan panas dalam ruangan oven. Adapun gas cooking mixer yang digunakan untuk mencampur adonan dalam waktu yang cukup lama seperti dalam pembuatan saus, permen dan pasta Fifi (2017). Untuk produk olahan daging terdapat meat grinder yang digunakan untuk menggiling daging menjadi halus. Selain itu, adapula manual sausage fiiller yang digunakan untuk membuat sosis yang dimana alat ini menggunakan sistem hidrolik yang menekan adonan sehingga nantinya akan keluar dalam bentuk sosis. Selanjutnya, meatballs mixeryang digunakan untuk mencampur adonan bakso agar menjadi halus (Anonim, 2017). Adapun alat khusus yang digunakan dalam pembuatan roti yaitu mesin proofer roti. Alat ini digunakan sebagai tempat untuk menyimpan adonan roti dan kue hingga mengembang. Suhu proofing yang baik yaitu 32-38°C dikarenakan pada suhu tersebut pengembangan adonan akan terjadi karena ragi menghasilkan gas karbondioksida (CO2) selama fermentasi. Gas ini kemudian terperangkap dalam jaringan gluten yang menyebabkan adonan roti mengembang Yuliarmas (2015). Alat penunjang lainnya yaitu kompor gas yang berfungsi sebagai penyedia panas dalam proses memasak makanan. Prinsip kerja dari kompor gas dari pematik, bagian pematik memiliki dua saluran yang pertama terhubung ke pematik dan yang satunya ke tungku. Ketika kompor dinyalakan, saluran yang menuju ke tungku terisi dengan gas dan saat keluar akan menghasilkan api Santi (2017). Capitan stainless yang biasanya digunakan untuk mengambil bahan agar tidak menggunakan tangan sehingga kebersihan lebih terjamin. Timbangan digital yang dapat digunakan untuk menimbang bahan, produk dengan ketelitian tinggi. Selain itu, talenan yang berfungsi sebagai alas ketika memotong bahan. Teknologi
14
pengemasan dapat menggunakan sistem pemanas elektronik, mesin cup sealer menggunakan prinsip kerja pengemasan (heating) dan cutting (pemotongan otomatis) (Anonim, 2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil akhir pada saat praktikum yaitu disebabkan karena kebersihan dan kesempurnaan alat. Untuk membersihkan peralatan laboratorium digunakan alat pembersih. Bahan dan alat yang bersih dapat meningkatkan kualitas yang dihasilkan pada saat praktikum lebih baik. Selain itu, prosedur penggunaan alat harus diketahui oleh praktikan. Hal ini merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya kesalahan pada hasil praktikum.
15
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Laboratorium merupakan salah satu tempat yang dilengkapi dengan peralatan penunjang berlangsungnya proses pengolahan pangan.
2.
Pengenalan alat-alat praktikum sangat penting agar tidak terjadi kesalahan pada saat praktikum serta untuk mengetahui fungsi dan prinsip kerja dari alat-alat laboratorium.
3.
Alat-alat laboratorium pengolahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu alat yang menggunakan energi listrik dan alat yang tidak menggunakan energi listrik.
4.
Alat yang menggunakan energi listrik diantaranya cup sealer, freezer, mesin proofer roti dan refrigator. Sedangkan alat yang tidak menggunakan energi listrik diantaranya talenan dan pisau.
5.
Faktor yang mempengaruhi hasil akhir pada praktikum yaitu disebabkan karena kebersihan dan kesempurnaan dari alat tersebut.
16
ACARA II TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINIMAL PENDAHULUAN
Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pangan menyediakan nutrisi dan zat gizi yang beragam, yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interaksi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, oleh karenanya tiap negara selalu berusaha menyediakan kebutuhan pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan dan menerapkan beberapa cara pengolahan dan pengawetan pangan yang akan dikonsumsi. Pengolahan dan pengawetan yang tepat membuat bahan tetap segar, terjamin mutu gizi serta umur simpan yang panjang. Buah dan sayur adalah komoditas pertanian yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Hasil pertanian seperti buah dan sayur setelah dipanen masih tetap hidup karena metabolismenya tetap berjalan sehingga buah dan sayur terjaga kesegarannya. Namun, jika tidak ditangani dengan tepat buah dan sayur akan mengalami perubahan fisiologis, kimia dan fisik. Apabila terjadi kerusakan, maka nutrisi yang dikandung oleh buah juga akan hilang. Maka dari itu perlu dilakukannya usaha penyiapan dan pengolahan produk untuk menjaga kesegarannya. Proses minimal diketahui merupakan suatu usaha penyiapan dan penanganan suatu produk. Tujuannya adalah mempertahankan kesegaran produk tanpa menurunkan mutu gizi serta menjamin umur simpan produk. Praktikum teknologi pengolahan ini menggunakan komoditi buah apel untuk diproses dengan pengolahan minimal. Pengolahan minimal dapat dilakukan dengan menggunakan suhu rendah, freeze drying, pengemasan atmosfir terkendali, dehidrasi osmosis, penggunaan radiasi ultraviolet (UV) dan lain sebagainya. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum teknologi pengolahan minimal untuk mengetahui perubahan
17
yang terjadi selama proses penyimpanan pada buah apel yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mempelajari pengolahan minimal pada sayur dan buah serta perubahan yang terjadi selama penyimpanan.
18
TINJAUAN PUSTAKA
Teknologi
olah
minimal
didefinisikan
sebagai
teknologi
proses
pengolahan yang mampu mengawetkan bahan, tetapi tidak menyebabkan kerusakan mutu gizi dan sensori. Teknologi ini meliputi teknologi termal dan non termal, MAP, teknologi rintangan (hurdle), serta penggunaan pengawet alami dan kemasan aktif. Teknologi termal masuk dalam kategori olah minimal jika dapat menghasilkan kerusakan yang minimal. Teknologi olah minimal yang telah diuji coba untuk mengawetkan dan mengolah buah-buahan antara lain adalah penggunaan suhu rendah, pembekuan, MAP, penggunaan ozon, UV, membran, dehidroosmosis, dan teknologi hurdle (Harnanik, 2013). Berkembangnya proses minimum untuk produk holtikultura disebabkan oleh kebutuhan masyarakat akan produk buah dan sayur agar lebih mudah untuk digunakan maupun dikonsumsi. Beberapa contoh produk proses minimum dijumpai dipasaran adalah potongan buah yang dikemas (satu maupun campuran beberapa jenis), durian yang dikupas, potongan sayuran, kentang yang dikupas dan produk lainnya. Proses minimum memberi dampak pada peningkatan perishabilitas produk holtikultura. Sehingga diperlukan teknik-teknik pengemasan proses
minimum
untuk
memperpanjang
umur
simpan
produk.
Untuk
meningkatkan sanitasi, penyiapan dan penanganan produk dengan proses minimum diperlukan pengetahuan mengenai ilmu dan teknologi pangan dan fisiologi pasca panen (Santoso, 2011). Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan mutu sekaligus memperpanjang umur simpan produk olah minimum antara lain menggunakan disenfektan, suhu rendah, peningkatan kelembaban, penggunaan pengemas yang protektif, pengemasan atmosfir termodifikasi, penggunaan bahan pengawet, pelapisan edible (edible counting) dan irradiasi. Penyimpanan pada suhu rendah (pendinginan) merupakan cara untuk menghambat laju penurunan mutu sayuran melalui dua prinsip dasar, yaitu memperlambat kecepatan reaksi metabolisme. Sehingga dapat menghambat laju kemunduran fisiologi dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme penyebab kebusukan. Prinsip yang pertama
19
mengacu pada teori yang menyatakan bahwa setiap penurunan suhu sebesar 8°C, maka kecepatan reaksi metabolisme berkurang setengahnya. Prinsip kedua dapat efektif jika bahan dibersihkan dulu sebelum pendinginan (Musaddad, 2013). Penyimpanan dingin pada olahan minimal umumnya dilakukan pada temperature 2-3°C dibawah pengawasan yang ketat. Faktor temperatur penyimpanan ini sangat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme produk olahan minimalis karena mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Pada sayuran
dan
buah
yang
siap
dikonsumsi
dapat
ditemukan
populasi
mikroorganisme mesofilik. Temperatur yang dipakai atau ditetapkan dapat menahan perkembangan jenis bakteri pembusuk yang aerobik (karena oksigen berkurang). Tetapi karena sebagian diantaranya adalah pesaing alami dari mikroflora patogen (penyebab penyakit). Sehingga tertahan pertumbuhan bakteri pembusuk aerobik, justru sebagai peluang perkembangan mikroflora yang patogen akibat hilangnya pesaing. Dalam penampakannya tidak terjadi indikasi kebusukan namun telah terkontaminasi oleh bakteri patogen (Hariyadi, 2009). Buah apel (Malus sylvestris Mill) adalah buah yang berasal dari subtropis. Apel merupakan salah satu buah yang digemari oleh masyarakat di Indonesia. Salah satu jenis apel yang dibudidayakan di Indonesia terutama di daerah Malang, Jawa Timur adalah apel manalagi. Rasa apel manalagi manis, namun apel manalagi ini memiliki kekurangan yaitu umur simpan yang lebih pendek daripada apel rome-beauty. Selain itu apel manalagi cepat busuk jika ada luka pada permukaan kulit apel manalagi ini. Masalah yang timbul selama penyimpanan buah apel jangka panjang dapat menyebabkan kerugian ekonomi, terutama bila buah mengalami kerusakan luar. Daging buah apel mengalami perubahan menjadi agak kecokelatan melalui oksidasi enzimatik senyawa fenolik polimer berwarna cokelat selama masa penyimpanan. Hal ini menyebabkan hilangnya tekstur dan rasa pada buah apel (Anggita dkk, 2017).
20
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 6 April 2018 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya baskom, gelas ukur, hand sealer, kantong plastik, piring, pisau, polyethylene, refrigator, sendok, stopwatch, talenan dan timbangan digital. b. Bahan-bahan Praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya asam sitrat, aquades, buah apel dan gula pasir. Prosedur Kerja Apel ↓ Dikupas ↓ Dicuci ↓ Dipotong 4 bagian ↓ Direndam larutan gula (0%, 10%, 20%, 30%, 40% + asam sitrat) ↓ Diangkat ↓ Ditiriskan
21
↓ Dikemas ↓ Disimpan ↓ Diamati parameter warna, tekstur dan kelayakan pada hari ke 0, 3, dan 7
22
HASIL PENGAMATAN
Klp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Table 2.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Lama Perendaman, Konsentrasi Gula dan Konsentrasi Asam Sitrat Terhadap Apel Terolah Minimal Selama Penyimpanan Konsentrasi Warna Tekstur Kelayakan Lama Asam Hari Hari Hari Hari Hari Hari Perendaman Gula Hari ke-0 Hari ke-3 Hari ke-7 sitrat ke-0 ke-3 ke-7 ke-0 ke-3 ke-7 Kuning Kuning 5 menit 0% 2 gr Putih Keras Keras Keras Layak Layak Layak kecokelatan kecokelatan Putih Kuning Kuning Kurang Tidak 5 menit 10% 2 gr Keras Keras Keras Layak kekuningan kecokelatan kecokelatan layak layak Kuning Tidak 5 menit 20% 2 gr Putih segar Kekuningan Keras Keras Keras Layak Layak kecokelatan layak Tidak Tidak 5 menit 30% 2 gr Putih Kecokelatan Cokelat Keras Keras Keras Layak layak layak Kuning 5 menit 40% 2 gr Putih Hijau muda Keras Keras Keras Layak Layak Layak kecokelatan Kuning Kuning Tidak 2 menit 0% 2 gr Putih Keras Keras Keras Layak Layak kecokelatan kecokelatan layak Kuning Kuning Tidak 2 menit 10% 2 gr Kuning Keras Keras Keras Layak Layak kecokelatan kecokelatan layak Kuning Kuning Tidak 2 menit 20% 2 gr Kuning Keras Keras Keras Layak Layak kecokelatan kecokelatan layak Kuning Kuning Tidak 2 menit 30% 2 gr Putih Keras Keras Keras Layak Layak pucat kecokelatan layak 2 menit 40% 2 gr Putih Kuning Kuning Keras Keras Keras Layak Layak Tidak
23
kecokelatan
kecokelatan
layak
24
PEMBAHASAN
Teknologi olah minimal didefinisikan sebagai teknologi proses yang mampu mengawetkan bahan, tetapi tidak menyebabkan kerusakan mutu gizi dan sensori (Harnanik, 2013). Tujuan dilakukannya pengolahan minimal adalah untuk mempertahankan kesegaran produk, menjamin umur simpan produk yang tentunya tanpa menurunkan mutu gizi produk. Usaha-usaha untuk memperpanjang umur simpan produk teknologi pengolahan minimal adalah dengan penyimpanan pada suhu rendah, penambahan bahan tambahan makanan, penggunaan teknis CAS atau MAS. Metode pengolahan minimal dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya penggunaan suhu rendah, pembekuan dan pengeringan beku, pengemasan atmosfir termodifikasi, dehidrasi osmosi, penggunaan radiasi ultraviolet, dan teknologi membaran. Pada praktikum kali ini menggunakan metode penggunaan suhu rendah yang dimana penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan aktivitas respirasi dan metabolisme, menunda proses penuaan, pematangan, dan pelunakan. Mencegah perubahan warna dan tekstur, kehilangan air dan pelayuan serta menurunkan aktivitas mikroorganisme penyebab kebusukan (Cicilia, 2018). Praktikum teknologi pengolahan minimal menggunakan bahan utama apel yang kemudian ditambahkan gula dan asam sitrat. Apel memiliki karakteristik yaitu berwarna merah jika telah masak dan ada juga yang berwarna hijau tergantung dari jenis apel tersebut. Kulit buah apel ini agak lembek dan memiliki daging yang keras serta memiliki biji di dalamnya, buah apel ini memiliki sifat basah. Penambahan gula dilakukan dengan tujuan sebagai pengawet alami pada buah apel. Gula bersifat mengikat air pada buah apel sehingga tetap mempertahankan tekstur dari buah apel yang disimpan agar tetap renyah dan keras. Sementara itu, penambahan asam sitrat ditujukan untuk menghambat pencokelatan enzimatis. Pencokelatan enzimatis biasanya terjadi pada saat buah atau sayur dikupas, terjadi karena disebabkan oleh proses oksidasi pada pigmen buah dan sayur yang dikatalis oleh enzim polifenoloksidase. Pencokelatan dapat dihambat dengan menambahkan zat asam, dalam praktikum ini dtambahkan asam
24
sitrat agar reaksi enzimatis yang menyebabkan apel berawarna cokelat (Tranggono, 1989). Praktikum pengolahan pangan dapat dilakukan dengan menambahkan gula dan asam sitrat. Konsentrasi gula yang digunakan pada setiap kelompok berbedabeda. Konsentrasi gula pada kelompok 1 dan 6 yaitu 0%, kelompok 2 dan 7 yaitu 10%, kelompok 3 dan 8 yaitu 20%, kelompok 4 dan 9 yaitu 30% serta kelompok 5 dan 10 yaitu 40%. Lama perendaman pada kelompok 1 hingga 5 yaitu 5 menit, sedangkan lama perendaman pada kelompok 6 hingga 10 yaitu 2 menit. Hasil pengamatan dinilai dengan tiga parameter yaitu warna, tekstur dan kelayakan serta diamati pada hari ke-0, ke-3 dan ke-7 waktu perendaman 5 menit, perlakuan penambahan gula yang berbeda dan penambahan asam sitrat dengan konsentrasi yang sama yaitu 2 gr. Perlakuan tanpa penambahan gula memiliki warna putih pada hari ke-0 dan kuning kecokelatan pada hari ke-3 dan ke-7, tekstur keras dan layak dikonsumsi. Perlakuan penambahan gula 10% memiliki parameter warna putih pada hari ke-0, kuning kecokelatan pada hari ke-3 dan ke-7 teksturnya keras, layak konsumsi pada hari ke-0 dan ke-3 namun tidak layak konsumsi pada hari ke-7. Perlakuan penambahan gula dengan konsentrasi 20% memiliki hasil yang sama dengan penambahan gula 10%, berbeda warna hari ke-0 yaitu putih kekuningan. Pada perlakuan penambahan gula konsentrasi 30% dilihat dari parameter warna hari ke-0 putih, hari ke-3 kuning kecokelatan dan hari ke-7 kecokelatan, teksturnya keras serta layak konsumsi pada hari ke-0 saja. Penambahan gula dengan konsentrasi 40% pada hari ke-0 warnya putih, dan pada hari ke-3 dan ke-7 warnanya kuning kecokelatan, teksturnya keras dan layak konsumsi hingga hari ke-7. Hasil pengamatan dengan waktu perendaman 2 menit dan konsentrasi asam sitrat 2 gr. Perlakuan tanpa penambahan gula, warna pada hari ke-0 putih dan kuning kecokelatan pada hari ke-3 dan ke-7, teksturnya keras dan tidak layak konsumsi pada hari ke-7. Perlakuan penambahan gula konsentrasi 10% memiliki warna kuning pada hari ke-0 dan kuning kecokelatan pada hari ke-3 dan ke-7, teksturnya keras dan tidak layak konsumsi pada hari ke-7. Perlakuan penambahan gula dengan konsentrasi 20% memiliki hasil yang sama dengan penambahan gula
25
10%. Begitu pula perlakuan penambahan gula 30% dan 40% hasilnya sama dengan penambahan gula 10% dengan tekstur keras dan tidak layak konsumsi pada hari ke-7 saja. Percobaan pengolahan minimal terhadap buah apel yang diberi perlakuan perendaman air dengan penambahan asam sitrat dan gula dengan berbagai konsentrasi (0%, 10%, 20%, 30% dan 40%) dan lama perendaman 5 menit dan 2 menit, harusnya menghasilkan apel yang keras (renyah saat digigit) pada perendaman air gula dengan
konsentrasi yang tinggi, yaitu 40% dan lama
perendaman 5 menit. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Utomo (2015), bahwa pemilihan perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan dengan kadar gula tertinggi dan waktu perendaman terlama. Maka ketika buah apel yang direndam pada air gula 40% dengan kadar asam sitrat 2 gram dengan waktu perendaman 5 menit, ketika buah apel dikemas dengan plastik polietilen dan direkatkan dengan hand sealer, apel tersebut sudah menyerap cukup gula agar tetap terjaga teksturnya. Apel tersebut juga menyerap cukup banyak asam sitrat untuk mencegah pencokelatan enzimatis sehingga terlihat dari parameter kelayakan apel tersebut tetap layak dikonsumsi pada hari ke-7. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan minimal pada buah apel yaitu konsentrasi gula, lama perendaman, suhu pengawetan dan lain sebagainya. Semakin tinggi konsentrasi gula, maka semakin tahan lama tekstur buah apel yang keras. Waktu perendaman mempengaruhi daya serap gula dan asam sitrat terhadap buah apel. Suhu pengawetan yang baik yaitu pada suhu dingin (diatas suhu beku) yaitu berkisar antara 5°C-12°C. menurut Utomo (2015) tingkat kematangan buah juga berpengaruh karena seharusnya semakin tinggi konsentrasi gula maka semakin baik pula tekstur buah yang dihasilkan.
26
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Teknologi olah minimal didefinisikan sebagai teknologi proses pengolahan yang mampu mengawetkan bahan, tetapi tidak menyebabkan kerusakan mutu gizi dan sensori.
2.
Tujuan dilakukannya pengolahan minimal adalah untuk mempertahankan kesegaran produk, menjamin umur simpan produk yang tentunya tanpa menurunkan mutu gwizi produk.
3.
Praktikum kali ini menggunakan metode penggunaan suhu rendah yang dimana penyimpanan pada suhu rendah dapat menekan aktivitas respirasi dan metobalisme, menunda proses penuaan, pematangan dan pelunakan.
4.
Perlakuan terbaik yang digunakan yaitu pada konsentrasi gula sebesar 40% dengan lama perendaman 5 menit, karena apel telah menyerap gula yang dapat menjaga tekstur dari apel.
5.
Faktor yang mempengaruhi pengolahan minimal yaitu konsentrasi gula, lama perendaman, suhu pengawetan dan lain sebagainya.
27
ACARA III PENGGORENGAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang Salah satu pengolahan bahan pangan yang sering dijumpai setiap hari adalah penggorengan. Penggorengan merupakan pengolahan bahan pangan dengan memanaskan bahan kedalam pan yang berisi minyak. Tujuan dilakukannya pengeringan ini adalah untuk melakukan pengeringan pada bahan. Dengan adanya teknologi penggorengan, maka nilai aw pada bahan akan menurun, sehingga pertumbuhan mikroorganisme semakin sedikit dan dan juga mikroba serta enzim pada bahan menjadi inaktif. Berkurangnya kadar air dalam bahan pangan akan memperpanjang masa simpan produk. Proses yang terjadi selama penggorengan yaitu perpindahan panas dan massa. Hal yang didapatkan dari penggorengan adalah bahan pangan yang matang, renyah dan minyak goreng sisa proses. Minyak goreng yang digunakan berulang-ulang akan berubah warna, kekentalan pada minyak dan bahan pangan. Penggorengan dapat mengubah kualitas suatu bahan pangan dan memberikan efek preservasi akibat dari dekstruksi termal mikroorganisme dan enzim serta mengurangi kadar air. Shelf life makanan goreng hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah penggorengan. Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah perpindahan panas dan massa dengan minyak yang berfungsi sebagai media penghantar. Proses menggoreng biasanya menggunakan minyak dengan metode deep frying sehingga menyisakan minyak goreng yang cukup banyak. Minyak ini biasanya tidak dibuang, tetapi digunakan kembali. Akibatnya, minyak mengalami pemanasan berulang kali. Pemanasan berulang ini dilakukan pada suhu yang tinggi dan akan menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisika dan kimia dari minyak, yaitu akan menghasilkan senyawa hasil oksidasi yang dapat menimbulkan pengaruh yang membahayakan kesehatan. Berbagai macam gejala
28
keracunan yaitu iritasi saluran pencernaan, pembengkakan organ tubuh, bahkan kematian. Oleh karena itu, dilakukan praktikum ini untuk mengetahui teknik penggorengan yang benar pada bahan pangan. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik penggorengan secara shallow frying dan metode saute.
29
TINJAUAN PUSTAKA
Penggorengan adalah suatu operasi mengubah eating quality suatu makanan, memberikan efek preservasi akibat dekstruksi termal pada mikroba dan enzim, serta mengurangi aktivitas air (aw). Shelf life makanan goreng hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah penggorengan. Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah perpindahan panas dan massa dengan minyak sebagai media penghantar panasnya. Panas yang diterima bahan digunakan untuk berbagai proses dalam bahan antara lain untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi protein, reaksi pencokelatan dan karamelisasi. Proses yang beragam ini harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak merusak produk (Rahman, 2007). Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas, penambah rasa gurih dan menambah nilai kalori. Komponen minyak yang menentukan kualitas minyak adalah asam lemak bebas dan bilangan peroksida. Asam lemak bebas menentukan sifat kimia minyak dan stabilitasnya, sedangkan bilangan peroksida menentukan tingkat kerusakan minyak berdasarkan aromanya. Penggunaan minyak goreng sebagai medium pemanasan akan menyebabkan bahan pangan mengalami perubahan flavor. Proses penggorengan akan mengubah bahan pangan menjadi renyah. Selama proses tersebut, akan terjadi penguapan air dalam bahan pangan (Ketaren, 1986). Konsumsi minyak dimasyarakat cukup tinggi. Makanan gorengan cenderung lebih disukai dibandingkan makanan rebus karena terasa lebih gurih dan renyah. Sedangkan praktek penggorengan untuk menghasilkan mutu pangan yang baik dan aman masih perlu mendapatkan perhatian, khususnya pada masyarakat menengah kebawah yang masih mengkonsumsi minyak goreng curah. Hal tersebut akan menyebabkan terakumulasinya komponen-komponen yang tidak menguntungkan bagi kesehatan. Asam lemak bebas dan bilangan peroksida merupakan bagian dari parameter mutu minyak goreng. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis enzim selama pengolahan dan penyimpanan (Aminah dkk, 2010).
30
Pada saat dilakukan pengolahan dengan cara memasak, diperlukan teknik yang tepat selain untuk mendapatkan cita rasa yang diinginkan juga untuk mempertahankan kandungan nutrisi pada bahan pangan. Misalnnya pada saat penggorengan suhu tinggi yang akan menghilangkan sebagian besar nutrisi yang terkandung dalam bahan. Selain itu, minyak goreng akan rusak dan berdampak bagi kesehatan. Salah satu jenis atau metode penggorengan adalah penggorengan vakum. Metode penggorengan ini menggunakan suhu yang berbeda pada tekanan yang sama dalam keadaan hampa udara. Semakin tinggi suhu penggorengan, maka semakin kering bahan dan akan disertai pembentukan kerak yang dapat menghalangi masuknya minyak ke dalam bahan (Suryadi, 2015). Shallow frying adalah metode memasak makanan dalam jumlah sedikit, dengan lemak atau minyak yang dipanaskan terlebih dahulu dalam teflon dangkal (shallow pan) atau ceper. Jumlah lemak yang digunakan untuk menggoreng hanya 1
sedikit yaitu dapat merendam 3bagian makanan yang digoreng. Deep frying adalah metode menggoreng dengan minyak berjumlah banyak sehingga semua bagian makanan yang digoreng terendam didalam minyak panas tersebut. Deep frying diklasifikasikan kedalam metode memasak kering sebab tidak ada air yang digunakan dalam proses memasak tersebut. Deep frying banyak digunakan untuk mendapatkan hasil penggorengan yang optimal (Matz, 1984).
31
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilakukan pada hari jumat, 13 April 2018 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum Adapun alat-alat praktikum yang digunakan diantaranya adalah kompor gas, teflon, sutil, termometer, sendok, pisau dan piring. b. Bahan-bahan Praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain pisang, telur dan minyak goreng. Prosedur Kerja 1. Saute Frying Telur ↓ Dipanaskan minyak goreng ↓ Digoreng ↓ Diamati
32
2. Shallow Frying Pisang ↓ Dikupas ↓ Dipotong ↓ Dipanaskan minyak goreng ↓ Digoreng ↓ Diamati
33
HASIL PENGAMATAN
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Bahan dan Volume Minyak Terhadap Mutu Produk Setelah Penggorengan
Klp
Bahan
Volume minyak (mL)
Waktu (menit)
Parameter Warna
Tekstur
1
Telur
10
2
Putih kekuningan
Kenyal
2
Telur
60
2
Putih kekuningan
Kenyal
3
Telur
110
2
Putih kekuningan
Kenyal
4
Telur
160
2
Kuning kecokelatan
5
Telur
210
2
Kuning
6 7 8 9 10
Pisang Pisang Pisang Pisang Pisang
30 80 130 180 230
2 2 2 2 2
Cokelat kehitaman Cokelat kehitaman Cokelat kehitaman Cokelat kehitaman Cokelat kehitaman
Renyah kekeringan Kenyal pinggir krispi Lunak Lunak Lunak Lunak Lunak
Warna minyak Kenampakan Pinggir krispi setengah matang Pinggir krispi setengah matang Tidak beraturan matang sempurna Tidak beraturan matang sempurna
Sebelum
Sesudah
Kuning jernih
Kuning jernih
Kuning jernih
Kuning jernih
Kuning jernih
Kuning jernih
Kuning jernih
Kuning pekat
Matang sempurna
Kuning jernih
Kuning
Matang merata Matang merata Matang merata Matang merata Matang merata
Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih
Kuning jernih Kuning jernih Kuning emas Kuning jernih Kuning jernih
34
PEMBAHASAN
Penggorengan adalah salah satu cara pengolahan pangan yang mudah serta banyak diminati. Proses penggorengan merupakan proses kompleks yang melibatkan transfer panas secara simultan dan transfer massa yang berlawanan antara minyak dan air dipermukaan dan didalam bahan terjadi secara difusi. Penggorengan merupakan proses pengolahan makanan dengan cara merendam bahan makanan dalam minyak pada temperatur diatas titik didih air. Proses penggorengan dilakukan untuk meningkatkan cita rasa dan tekstur bahan spesifik sehingga bahan menjadi kenyal dan renyah (Winarno, 2000). Perpindahan massa yang terjadi dalam proses penggorengan ada duacara yaitu penguapan air dan penyerapan minyak. Bahan makanan mengalami penurunan kadar air terjadi selama proses penggorengan dalam dua cara yaitu transfer massa air terjadi dari dalam ke permukaan bahan kemudian menguap kelingkungan dan yang kedua perubahan massa air menjadi uap terjadi didalam bahan (Winarno, 2000). Suhu penggorengan vakum memberikan pengaruh sangat nyata terhadap nilai organoleptik warna. Kenaikan nilai organoleptik warna dari sihu 75°C hingga 80°C dan penurunan nilai organoleptik dari 80°C hingga 95°C, disebabkan suhu 75°C hingga 80°C merupakan fase terjadinya awal penggorengan dimana pada suhu tersebut diperlukan sejumlah energi untuk dapat melakukan penetrasi minyak ke dalam bahan pangan agar dapat mengeluarkan air dalam bahan dalam bentuk uap sekaligus merubah warna bahan. Praktikum kali ini dilakukan penggorengan metode shallow frying. Bahan pangan yang digoreng ada 2 yaitu telur dan pisang. Penggorengan pada telur dan pisang dilakukan dengan perlakuan dengan volume minyak yang berbeda. Volume minyak
yang digunakan pada saat menggoreng telur adalah
10,60,110,160 dan 210 mL dalam waktu 2 menit. Pemberian volume minyak yang berbeda bertujuan untuk memperoleh hasil yang berbeda-beda disetiap penggorengannya, serta dapat diketahui jumlah optimum minyak pada saat menggoreng telur agar didapatkan penggorengan yang bagus.
35
Pada penggorengan pisang, volume minyak yang digunakan yaitu 30,80,130, 180 dan 230 mL. Tujuan pemberian volume minyak yang berbeda pada proses penggorengan pisang sama dengan penggorengan telur. Waktu yang digunakan dalam penggorengan pisang juga selama 2 menit. Hasil pengamatan metode shallow frying pada metode ini dilakukan penggorengan pisang. Penggorengan dengan volume minyak sebesar 30 mL menghasilkan tekstur yang lembek, matang merata dengan warna cokelat dan minyak berwarna kuning jernih. Penggorengan volume 80 mL menghasilkan tekstur yang lembek, matang, berwarna cokelat dan minyak menjadi warna kuning pudar. Penggorengan dengan volume 130 mL menghasilkan tekstur yang lembek, matang tidak sempurna, warna cokelat dan warna minyak menjadi kecokelatan begitu juga dengan penggorengan dengan volume minyak 180 mL dan 230 mL. Penggorengan metode saute yaitu penggorengan telur selama 2 menit. Penggorengan telur dengan volume minyak 10 mL menghasilkan tekstur telur kenyal, berwarna putih kecokelatan dengan pinggiran krispi dan warna minyak tetap kuning jernih. Penggorengan dengan volume 60 mL menghasilkan tekstur telur yang kenyal, kenampakan pada telur berupa pinggiran yang renyah dan warna kuning kecokelatan serta warna minyak menjadi kuning. Penggorengan dengan volume 110 mL menghasilkan tekstur yang kenyal, pinggir renyah, kenampakan kuning telur pecah dan warna telur kuning, warna minyak menjadi kuning pucat. Penggorengan dengan volume 160 mL menghasilkan tekstur renyah, kenampakan matang sempurna dengan warna kuning kehitaman, warna minyak menjadi kuning pekat begitu juga dengan penggorengan dengan volume minyak 210 mL. Volume minyak yang digunakan untuk menggoreng berbeda-beda. Secara teori, saute merupakan teknik mekanis, teknik saute pada praktikum ini menggunakan bahan telur. Teknik saute atau penumisan hanya membutuhkan sedikit minyak, sehingga pada percobaan ini yang merupakan teknik saute yaitu minyak dengan volume 10-30 mL. Volume minyak untuk shallow frying yaitu pada volume 60-110 mL. Sedangkan untuk metode deep frying pada percobaan ini yaitu pada volume minyak 180-230 karena deep fat frying merupakan teknik
36
penggorengan dengan volume minyak yang banyak. Perlakuan terbaik yaitu dari hasil telur dengan volume minyak 110 mL yang dilihat dari parameter. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggorengan yaitu jenis bahan yang digunakan, beberapa jenis makanan yang mudah rusak dengan panas maka harus dilakukan penggorengan dalam waktu yang singkat. Kondisi minyak, suhu dan waktu penggorengan, metode penggorengan serta ukuran bahan pangan atau makanan yang akan digoreng.
37
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Penggorengan adalah proses pengolahan makanan dengan cara merendam bahan makanan dalam minyak pada temperature diatas titik didih air yang bertujuan untuk meningkatkan cita rasa dan tekstur bahan.
2.
Bahan pangan yang telah mengalami proses penggorengan akan mengalami perubahan perubahan baik dari segi fisik, kimia maupun sensorik.
3.
Berdasarkan pada suhu minyak goreng proses penggorengan dibedakan menjadi dua yakni penggorengan dengan suhu rendah (130-170°C) dan penggorengan suhu tinggi (180-200°C).
4.
Tekstur dan kenampakan bahan hasil penggorengan dipengaruhi dan volume minyak yang digunakan.
5.
Perubahan warna pada minyak disebabkan oleh minyak telah teroksidasi karena panas yang tinggi.
38
ACARA IV TEKNOLOGI PENGERINGAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang Produk-produk hasil pertanian pada umumnya mengandung kadar air yang cukup tinggi. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kecepatan kerusakan bahan pangan tersebut. Sifat hasil pertanian yang mudah rusak tersebut, mengharuskan dilakukannya penanganan hasil pertanian. Penanganan hasil pertanian dilakukan dalam dua kelompok besar yaitu penanganan pasca panen dan pengolahan menjadi makanan atau bahan pangan. Salah satu cara pengolahan hasil pertanian yaitu dengan teknologi pengeringan. Pengeringan merupakan suatu
metode untuk mengeluarkan atau
menghilangkan sebagian besar dari suatu bahan melalui penerapan energi panas (Rosdaneli, 2008). Pengeringan dapat dilakukan dengan cara alami (sinar matahari) dan dengan cara buatan (alat pengering). Pengeringan akan menurunkan kadar air dalam bahan sehingga dapat memperlambat laju kerusakan bahan tersebut. Lamanya pengeringan dipengaruhi oleh suhu, luas permukaan, aliran udara, kelembaban, sumber energi yang digunakan dan jenis bahan yang akan dikeringkan. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan dari pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan lebih lama, mengurangi berat atau volume bahan, mengurangi resiko kerusakan akibat aktivitas mikroba (Rosdaneli, 2008). Pengeringan akan menyebabkan perubahan warna,tekstur, rasa dan aroma bahan pangan. Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui dan mengamati perubahanperubahan pada produk hasil pengeringan.
39
Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengeringan terhadap mutu leather buah naga.
40
TINJAUAN PUSTAKA
Pengeringan
adalah
suatu
metode
untuk
mengeluarkan
atau
menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan melalui penerapan energi panas. Pengeringan dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi surya (pengeringan alami) dan dapat juga dilakukan dengan menggunakan peralatan khusus yang digerakkan dengan tenaga listrik. Proses pengeringan bahan pangan dipengaruhi oleh luas permukaan bahan pangan, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap air dan sumber energi yang digunakan serta jenis bahan yang akan dikeringkan. Nilai gizi makanan yang kering akan lebih rendah jika dibandingkan dengan makanan segar. Pengeringan akan menyebabkan tejadinya perubahan warna, tekstur dan aroma bahan pangan. Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan akan mengalami pencokelatan (browning) yang disebabkan oleh reaksi-reaksi non enzimatik. Pengeringan menyebabkan kadar air bahan pangan menjadi rendah yang juga akan menyebabkan zat-zat yang terdapat dalam bahan pangan seperti protein, lemak, karbohidrat dan mineral akan lebih terkonsentrasi. Proses pengeringan yang berlangsung pada suhu yang sangat tinggi akan menyebabkan terjasinya case hardeningyaitu bagian permukaan bahan sudah kering tetapi bagian dalam masih basah (Rosdaneli, 2008). Pengeringan yang terlampau cepat dapat merusak bahan sehubungan permukaan bahan terlalu cepatkering sehingga kurang bisa diimbangi dengan kecepatan gerakan air bahan menuju permukaan. Pengeringan cepat menyebabkan pengerasan pada permukaan bahan sehingga air dalam bahan tidak dapat lagi menguap karena terhambat. Kondisi pengeringan dengan suhu terlalu tinggi dapat merusak bahan. Pengaturan suhu dan lamanya waktu pengeringan dilakukan dengan memperhatikan kontak antara alat pengering dengan alat pemanas (baik berupa udara pemanas yang dialirkan maupun alat pemanas lainnya). Namun demikian, pertimbangan-pertimbangan standar gizi, maka pemanasan dianjurkan tidak lebih dari 85°C (Pantastico, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering diantaranya suhu, kecepatan, volumetrik
41
dan kelembaban udara. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan diantaranya ukuran bahannya, kadar air awal dan tekanan parsial dalam bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah perubahan mutu produk yang dikeringkan sebagai akibat perubahan faktor-faktor tertentu yaitu suhu, luas permukaan, kecepatan pergerakan udara dan tekanan atmosfer. Jenis alat pengering yang cocok untuk suatu bahan pangan dan preparasi yang harus diberikan pada bahan pangan tersebut untuk mendapatkan kondisi pengeringan terbaik (Afrianti, 2008). Mesin oven pengering secara umumnya tidak memiliki estimasi waktu untuk lama proses pengeringan. Mesin oven pengering menggunakan blower. Blower digunakan untuk mengalirkan panas dari elemen pemanas yang posisinya berada dibawah oven pengering. Dengan blower ini suhu dalam oven pengering merata. Alat yang dirancang merupakan sistem pengering buah menggunakan pemanas inframerah yang memiliki empat modul yaitu modul pendeteksi suhu, modul pengatur lampu, modul penampil dan modul masukan dan pemroses. Modul pendeteksi suhu digunakan untuk mendeteksi posisi suhu yang akan menjadi batas penentu bagi pemroses. Modul pengatur lampu digunakan untuk mengatur lampu inframerah. Pemroses bertugas untuk mengatur komunikasi antara modul pendeteksi suhu dan modul pengatur lampu (Salli, 2015). Semakin tinggi suhu udara pengering maka perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan semakin besar. Hal ini mengakibatkan transfer panas yang diberikan udara kepada bahan lebih besar sehingga mempercepat proses penguapan air dari bahan. Pada waktu pengeringan yang sama, semakin tinggi suhu udara pengering akan diperoleh kadar air yang semakin rendah. Namun, jika lebih lama dikeringkan belum tentu sampel yang dikeringkan tersebut mempunyai kadar air lebih rendah, karena tiap bahan pangan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi masing-masing, yaitu kelembaban pada suhu tertentu dimana bahan pangan tidak akan kehilangan air ke atmosfer atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfer (Amanto, 2015).
42
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari jumat, 20 April 2018 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain alumunium foil, baskom, blender, gelas ukur, loyang, pisau, talenan, timbangan analitik, sendok dan oven. b. Bahan-bahan Praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain agaragar, air, asam sitrat, buah naga dan gula. Prosedur Kerja Buah naga ↓ Dicuci ↓ Dikupas ↓ Dipotong ↓ Ditimbang (100 mL) ↓ Ditambahkan gula, agar-agar, air dan asam sitrat ↓ Diaduk hingga homogen dengan blender
43
↓ Dituangkan ke dalam Loyang ↓ Dikeringkan ↓ Diamati
44
HASIL PENGAMATAN
Table 4.1 Hasil Pengamatan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Leather Buah Naga
1 dan 2
Lama pengeringan (jam) 16
Cokelat kemerahan
3 dan 4
20
Cokelat kemerahan
5
24
Kemerahan
6 dan 7
16
Cokelat kemerahan
Keras dan lengket
Asam manis
8 dan 9
20
Cokelat kemerahan
Keras dan lengket
Manis dan tidak ada rasa buah naga
10
24
Cokelat kemerahan
Keras dan lengket
Manis dan sedikit kecut
Kelompok
Parameter Warna
Tekstur
Rasa
Keras dan lengket Asam sedikit manis Lembek dan sedikit Sedikit asam dan manis lengket Asam dan tidak ada rasa Keras buah naga
Aroma Sedikit aroma buah naga Sedikit aroma nuah naga Tidak beraroma buah naga Tidak ada aroma buah naga Tidak ada aroma buah naga Tidak ada aroma buah naga
35
PEMBAHASAN
Pengeringan
adalah
suatu
metode
untuk
mengeluarkan
atau
menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan melalui penyerapan energi panas, pengeringan dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi surya (pengeringan alami) dan dapat juga dilakukan dengan menggunakan peralatan khusus yang digerakkan dengan tenaga listrik. Nilai gizi makanan yang kering akan lebih rendah jika dibandingkan dengan makanan segar. Tujuan utama pengeringan bahan pangan yaitu untuk meningkatkan umur simpan dan mengurangi berat atau volume bahan. Tujuan lainnya yaitu mengurangi resiko kerusakan akibat aktivitas mikroba, menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan, mendapatkan produk yang lebih sesuai dengan penggunanya dan untuk mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam bahan pangan (Rosdaneli, 2008). Pengamatan hasil praktikum teknologi pengeringan menunjukan bahwa hasil praktikum kelompok 1 dan 2 dengan lama pengeringan selama 16 jam didapatkan perubahan warna menjadi cokelat kemerahan, tekstur keras lengket, rasa asam sedikit manis dan sedikt aroma buah naga. Pada kelompok 3 dan 4 dengan lama pengeringan selama 20 jam didapatkan perubahan warna menjadi cokelat kemerahan, tekstur lembek dan sedikit lengket, rasa sedikit asam dan manis, sedikit aroma buah naga. Kelompok 5 dengan lama pengeringan selama 24 jam didapatkan perubahan warna menjadi cokelat kemerahan, tekstur keras, rasa asam dan tidak ada rasa buah naga, aroma tidak beraroma buah naga. Kelompok 6 dan 7 dengan lama pengeringan selama 16 jam didapatkan perubahan warna cokelat kemerahan, tekstur keras dan lengket, rasa asam manis, aroma tidak ada aroma buah naga. Kelompok 8 dan 9 dengan lama pengeringan 20 jam didapatkan perubahan warna menjadi cokelat kemerahan, tekstur keras dan lengket, rasa manis dan tidak ada rasa buah naga, aroma tidak ada aroma buah naga. Kelompok 10 dengan lama pengeringan selama 24 jam didapatkan perubahan warna menjadi cokelat kemerahan, tekstur keras dan lengket, rasa manis dan sedikit kecut dan tidak beraroma buah naga.
46
Terjadinya perubahan-perubahan akibat proses pengeringan tersebut sesuai dengan Rosdaneli (2008) yaitu pengeringan akan menyebabkan terjadinya perubahan warna, tekstur dan aroma bahan pangan. Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan akan mengalami pencokelatan (browning) yang disebabkan oleh reaksi-reaksi non enzimatik. Rata-rata perubahan warna yang dihasilkan yaitu menjadi cokelat kemerahan. Tekstur yang dihasilkan juga lebih lengket dan aroma tidak seperti buah naga karena dicampurkan dengan asam sitrat dan gula sehingga lebih dominan rasa asam dan manis. Mekanisme
pengeringan
meliputi
dua
proses
perpindahan
yaitu
perpindahan kalor dan perpindahan massa uap air dengan mengkondisikan udara pengering. Proses perpindahan kalor terjadi karena suhu bahan lebih rendah daripada suhu udara pengering yang dialirkan ini akan meningkatkan suhu bahan dan menyebabkan tekanan uap air di udara, sehingga terjadi perpindahan massa uap air dari bahan ke udara. Apabila tekanan parsial uap air dalam bahan ternyata lebih besar daripada tekanan parsial udara disekitarnya, maka uap air akan mengalir dari dalam bahan. Sebaliknya, apabila tekanan parsial uap air diluar bahan lebih tinggi, maka uap air akan mengalir masuk kedalam bahan. Apabila tekanan parsial uap air dalam bahan sama besarnya dengan tekanan parsial uap air diluar bahan maka dalam keadaan demikian tidak akan terjadi pergerakan uap air serta dalam keadaan demikian ini terjadi “moestore equilibrium content” atau kadar air yang seimbang. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengeringan seperti suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering dan kelembaban udara. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan diantaranya ukuran bahan, kadar air awal dan tekanan parsial dalam bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengeringan adalah perubahan mutu produk yang dikeringkan sebagai akibat perubahan faktor-faktor tertentu yaitu suhu, luas permukaan, kecepatan pergerakan udara dan tekanan atmosfer.
47
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pengeringan
adalah
suatu
metode
untuk
mengeluarkan
atau
menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan melalui penerapan energi panas. 2.
Tujuan dilakukan pengeringan pada pengolahan pangan yaitu untuk meningkatkan umur simpan dan mengurangi berat atau volume bahan, serta mengurangi resiko kerusakan akibat aktivitas mikroorganisme.
3.
Perubahan warna semua kelompok menjadi cokelat kemerahan, tekstur cenderung lembek, keras, dan lengket dan aroma serta rasa tidak seperti buah naga.
4.
Pengeringan terbaik didapatkan oleh kelompok 8 dan 9 karena terasa manis.
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, kelembaban udara, ukuran bahan, kadar air awal, tekanan parsial atau atmosfer.
48
ACARA V PEMBUATAN PRODUK BAKERY
PENDAHULUAN
Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin modern, mendorong manusia untuk memunculkan ide-ide baru atau konsep-konsep baru mengenai berbagai macam hal terutama dalam hal proses pengolahan pangan. Perkembagan saat ini banyak orang mulai befikir bagaimana cara membuat makanan yang menghasilkan beberapa jenis makanan yang berbeda dengan bahan yang sama, begitu pula untuk mengawetkan makanan sehingga lebih tahan lama. Salah satu penerapannya yaitu bioteknologi. Contoh penerapan bioteknologi dalam kehidupan sehari-hari yaitu roti atau donat. Donat merupakan jenis kue kecil yang memiliki bentuk khas yaitu memiliki lubang di tengahnya seperti bentuk cincin. Bentuk berlubang di tengah bertujuan agar donat dapat matang dengan merata (Lanny, 2006). Donat biasanya dibuat dari adonan tepung terigu, gula, telur dan mentega. Selain itu, terdapat penambahan ragi atau mikroba jenis Saccharomyces cerevisiae yang berfungsi untuk mengembangkan donat. Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu mikroba jenis khamir yang dikenal dengan ragi roti. Jenis khamir ini dapat menghasilkan enzim yang dapat merombak gula menjadi alkohol dan gas CO2 yang terbentuk selama proses fermentasi mengakibatkan adonan donat menjadi mengembang. Hal ini juga bisa terjadi karena tepung yang telah diadoni sifatnya elastis sehingga dapat mengurung gas CO2 yang telah terbentuk selama proses fermentasi. Tingkat pengembangan adonan sangat dipengaruhi oleh kekalisan atau kepadatan adonan donat dan aktivitas ragi dalam adonan. Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mengetahui dan mengamati karakteristik roti yang menggunakan jumlah ragi yang berbeda-beda.
49
Tujuan Praktikum Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ragi pada organoleptik dan daya kembang donat.
50
TINJAUAN PUSTAKA
Donat merupakan sejenis kue kecil yang memiliki bentuk khas yaitu memiliki lubang di tengahnya seperti bentuk cincin. Bentuk lubang di tengah bertujuan agar donat dapat matang dengan merata. Diduga donat pertama kali ditemukan di Belanda yaitu di daerah Manhatten. Donat merupakan salah satu jenis makanan yang disukai oleh masyarakat. Donat terbuat dari bahan dasar tepung terigu yang mengandung karbohidrat dan protein dalam bentuk gluten yang berperan dalam pengembagan adonan dan menjaga agar donat tidak cepat mengeras (Lanny, 2006). Penambahan tepung terigu berfungsi untuk membentuk struktur donat, sebagai sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan donat adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum) dan glutenin. Semakin banyaknya penambahan tepung terigu maka gluten yang terdapat dalam donat juga akan bertambah sehingga meningkatkan kadar protein yang terdapat pada donat adalah salah satu penentu kualitas suatu produk (Astawan, 2006). Pengembang
roti
merupakan
bahan
pengembang
adonan
yang
mempengaruhi tekstur. Bahan pengembang memproduksi gas karbondioksida. Dalam pembuatan roti, sebagian pengembang roti berasal dari mikroba jenis Saccharomyces cerevisiae. Gula berpengaruh pada tekstur dalam pembuatan donat karena memberikan warna kulit, memperpanjang umur roti, dan membuat tekstur roti lebih empuk. Margarin merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan donat, karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, menambah aroma dan menghasilkan tekstur produk yang renyah. Kuning telur dapat mempengaruhi rasa, mengembangkan volume, kelezatan, dan meningkatkan mutu simpan donat. Garam digunakan untuk memberikan rasa, mengontrol pengembangan adonan dan dapat membuat donat lebih awet (Mudjajanto, 2004). Pembuatan roti, ragi atau yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang, Ragi atau yeast biasanya ditambahkan setelah tepung terigu ditambah air lalu diaduk merata, setelah itu selanjutnya adonan dibiarkan beberapa waktu. Ragi
51
atau yeast sebetulnya mikroorganisme. Suatu makhluk hidup yang berukuran kecil biasanya dari jenis Saccharomyces cerevisiaeyang digunakan dalam pembuatan roti ini. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi yeast, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida dan senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk kemudian ditahan oleh adonan sehingga adonan menjadi mengembang (Rukmana, 2001). Kue donat mudah mengalami staling dan daya kembang yang kurang maksimal. Perubahan yang terjadi akibat staling adalah meningkat kekerasan remah (crumb), penurunan rasa dan aroma serta hilangnya kerak (crust) yang renyah, hingga konsumen kurang menyukainya. Untuk menjaga kelembaban dan tekstur kue donat yang elastis dan lembut dapat ditambahkan pegemulsi. Pengemulsi dapat meningkat udara sehingga adonan mengembang sempurna dan memberikan rasa lembab (moist). Saat proses penggorengan berlangsung udara yang terperangkap tersebut akan memuai dan membuat rongga-rongga pada kue, sehingga tekstur kue tergantung dari seberapa banyak udara yang terperangkap dalam adonan kue donat. Kue donat dapat mengembang dengan adanya ragi (Octaviana, 2016). Semakin tinggi konsentrasi ragi yang digunakan semakin sedikit tepung labu kuning yang disubsitusi pada tepung terigu, maka semakin tinggi kadar protein donat. Hal ini disebabkan ragi dan tepung terigu merupakan sumber protein. Konsumsi ragi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar serat kasar donat. Konsentrasi ragi memberikan pengaruh berbeda tidak nyata terhadap kadar karbohidrat donat. Semakin tinggi konsentrasi ragi yang digunakan dan semakin sedikit tepung labu kuning yang disubsitusi pada tepung terigu, maka semakin tinggi volume pengembangan dari donat (Tamba, 2014).
52
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Pratikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 11 Mei 2018 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a.
Alat-alat Praktikum Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah baskom, gelas ukur, kompor, loyang, penggaris, mesin proofer roti, penggorengan, spatula, sendok, timbangan digital, tissue,kertas label.
b.
Bahan-bahan praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air, garam, gula, mentega, ragi fermipan, telur, tepung terigu, dan susu bubuk.
Prosedur Kerja
Disiapkan alat dan bahan ↓ Ditimbang bahan ↓ Dicampurkan bahan ↓ Diulen hingga kalis ↓ Ditimbang adonan masing-masing 25 gr ↓ Proofing I (15 menit) 53
↓ Dibentuk ↓ Proofing II (15 menit) ↓ Digoreng ↓ Diamati
54
HASIL PENGAMATAN
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Konsentrasi Ragi Terhadap Mutu Donat Parameter Klp
6
7
8
Konsentrasi Ragi (%)
1
2
3
Diameter
Tinggi Warna
Sebelum proofing
Sesudah proofing
Setelah digoreng
Sebelum proofing
Sesudah proofing
Setelah digoreng
4,5
5,2
5,5
2
2,3
4,3
4,5
5,1
6
1,7
2
4
5
5,7
7
1,7
1,7
3,5
4,4
5,3
5,5
2
2
3,8
Cokelat
4,3
5,1
5,1
1,5
1,9
3,6
Cokelat
4,3
5,4
6
2
1,8
4
Cokelat
4,5
6,2
7
2
2,4
4
4,8
6,3
6,5
2,2
2,1
4,1
4,9
6
7,2
2
2
4,8
Kuning Kuning keputihan Kuning keputihan
Cokelat keemasan Cokelat keemasan Cokelat keemasan
Porous Kecil dan banyak Kecil dan banyak Kecil dan banyak Kecil dan banyak Kecil dan banyak Kecil dan banyak Terdapat pori-pori Terdapat pori-pori Terdapat pori-pori
Tekstur
Empuk Empuk Empuk Luar crispy dalam lembut Luar crispy dalam lembut Luar crispy dalam lembut Empuk Empuk Empuk
55
9
10
4
5
Kuning kecokelatan Kuning kecokelatan Kuning kecokelatan
5
6
5
2
2,6
2,5
5
6
6,5
2,3
2,8
2,9
5
6,3
5,7
2
2,4
2,2
4,8
6,5
6,2
1,5
2,2
2,8
Cokelat
4,5
6,5
6
1,8
2,2
3,8
Cokelat
4,8
6,5
6,2
1,5
2,2
2,3
Cokelat
Kecil dan sedikit Kecil dan sedikit Kecil dan sedikit Kecil dan banyak Kecil dan banyak Kecil dan banyak
Luar crispy dalam lembut Luar crispy dalam lembut Luar crispy dalam lembut Luar crispy dalam lembut Luar crispy dalam lembut Luar crispy dalam lembut
56
PEMBAHASAN
Donat merupakan sejenis kue kecil yang memiliki bentuk khas yaitu memiliki lubang di tengahnya seperti bentuk cincin. Bentuk lubang di tengah bertujuan agar donat dapat matang dengan merata. Diduga donat pertama kali di temukan di Belanda yaitu di daerah Manhatten. Donat merupakan salah satu jenis makanan yang disukai oleh masyarakat. Donat terbuat dari bahan dasar tepung terigu yang mengandung karbohidrat dan protein dalam bentuk gluten yang berperan dalam pengembagan adonan dan menjaga agar donat tidak cepat mengeras (Lanny, 2006). Penambahan tepung terigu berfungsi untuk membentuk struktur donat, sebagai sumber protein dan karbohidrat. Kandungan protein utama tepung terigu yang berperan dalam pembuatan donat adalah gluten. Gluten dapat dibentuk dari gliadin (prolamin dalam gandum) dan glutenin. Semakin banyaknya penambahan tepung terigu maka gluten yang terdapat dalam donat juga akan bertambah sehingga meningkatkan kadar protein yang terdapat pada donat adalah salah satu penentu kualitas suatu produk (Astawan, 2006). Pengembang
roti
merupakan
bahan
pengembang
adonan
yang
mempengaruhi tekstur. Bahan pengembang memproduksi gas karbondioksida. Dalam pembuatan roti, sebagian pengembang roti berasal dari mikroba jenis Saccharomyces cerevisiae. Gula berpengaruh pada tekstur dalam pembuatan donat karena memberikan warna kulit, memperpanjang umur roti, dan membuat tekstur roti lebih empuk. Margarin merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan donat, karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, menambah aroma dan menghasilkan tekstur produk yang renyah. Kuning telur dapat mempengaruhi rasa, mengembangkan volume, kelezatan, dan meningkatkan mutu simpan donat. Garam digunakan untuk memberikan rasa, mengontrol pengembangan adonan dan dapat membuat donat lebih awet (Mudjajanto, 2004). Pembuatan roti, ragi atau yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang. Ragi atau yeast biasanya ditambahkan setelah tepung terigu ditambah air lalu diaduk merata, setelah itu selanjutnya adonan dibiarkan beberapa waktu. Ragi
57
atau yeast sebetulnya mikroorganisme. Suatu makhluk hidup yang berukuran kecil biasanya dari jenis Saccharomyces cerevisiaeyang digunakan dalam pembuatan roti ini. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi yeast, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida dan senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk kemudian ditahan oleh adonan sehingga adonan menjadi mengembang (Rukmana, 2001). Pembuatan roti, sebagian pengembang roti berasal dari mikroba jenis Saccharomyces cerevisiae. Ragi atau yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi ragi atau yeast, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbondiokasida dan senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk kemudian ditahan oleh adonan sehingga adonan menjadi mengembang. Saat pengembangan adonan, udara (oksigen) yang masuk kedalam adonan pada saat pencampuran dan pengulenan (kneading) akan dimanfaatkan untuk tumbuh oleh khamir. Akibatnya akan terjadi kondisi yang anaerob dan terjadi proses fermentasi gas CO2 yang dihasilakan selama proses fermentasi akan terperangkap di dalam lapisan film gluten yang impermeabel. Gas akan merusak lapisan yang elastis sehingga menyebabkan pengembangan (penambahan volume) adonan. Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan donat dengan konsentrasi 1% diperoleh donat dengan warna kuning, porous kecil dan banyak serta tekstur empuk. Pada konsentrasi 2% diperoleh donat dengan warna cokelat, porous kecil dan banyak serta tekstur luar crispy dalam lembut. Pada konsentrasi 3% diperoleh donat dengan warna cokelat keemasan, porous terdapat pori-pori serta tekstur empuk.. Pada konsentrasi 4% diperoleh donat dengan warna kuning kecokelatan, porous kecil dan sedikit serta tekstur luar crispy dalam lembut. Pada konsentrasi 5% diperoleh donat dengan warna cokelat, porous kecil dan banyak serta tekstur luar crispy dalam lembut. Perlakuan terbaik pada praktikum kali ini terdapat adonan dengan konsentrasi ragi 3%. Pada perlakuan dengan konsentrasi ini diperoleh hasil donat terbaik yaitu diameter sebelum di proofing 4,5 cm setelah di proofing menjadi 6,2
58
cm dan setelah di goreng 7 cm; tinggi donat sebelum di proofing 2 cm, sesudah di proofing 2,4 cm, setelah digoreng menjadi 4 cm. Untuk parameter yang dihasilkan dari segi warna cokelat keemasan, porous terdapat pori-pori dan terstur empuk. Menurut (Mudjajanto, 2004) bahwa gula berpengaruh pada warna kulit dan membuat
tekstur
lebih
empuk.
Kuning
telur
juga
berfungsi
untuk
mengembangkan volume donat. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengembangan
donat
yaitu
penambahan ragi fermipan, adanya gluten pada tepung, penambahan shortening, dan lamanya adonan diperam. Dengan penambahan ragi fermipan pada pembuatan donat akan membantu pengembangan adonan. Gluten pada tepung akan mengembangkan adonan roti sehingga menjadi empuk. Shortening (margarin) ditambahkan ke dalam adonan untuk memudahkan pembentukan adonan, serta pelunakan tekstur. Dengan dilakukannya proses pemeraman (proofing) pada adonan akan memberikan daya kembang pada adonan, semakinn lama diperam akan menambah daya kembang.
59
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Donat merupakan sejenis kue kecil yang memiliki bentuk khas yaitu memiliki lubang di tengahnya seperti bentuk cincin.
2.
Penambahan tepung terigu berfungsi untuk membentuk struktur donat, sebagai sumber protein dan karbohidrat. Semakin banyak penambahan tepung terigu maka dapat meningkatkan kadar protein yang terdapat pada donat.
3.
Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi ragi atau yeast, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbondiokasida dan senyawa beraroma.
4.
Perlakuan terbaik yaitu pada konsentrasi ragi 3%, diperoleh hasil donat terbaik yaitu parameter yang dihasilkan dari segi warna cokelat keemasan, porous terdapat pori-pori dan tekstur empuk.
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengembagan donat yaitu penambahan ragi fermipan, adanya gluten pada tepung, penambahan shortening, dan lamanya adonan diperam
60
ACARA VI MOCAF PENDAHULUAN
Latar Belakang Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin modern, mendorong manusia untuk memunculkan ide-ide baru atau konsep-konsep baru mengenai berbagai macam hal terutama dalam hal proses pengolahan pangan. Perkembagan saat ini banyak orang mulai befikir bagaimana cara mengolah bahan hasil pertanian yang memiliki daya simpan yang rendah sehingga dapat menjadi tahan lebih lama dengan kandungan gizi yang tetap atau meningkat. Permasalahan tersebut, memunculkan suatu ide mengenai teknik pengolahan pangan dengan berbagai macam cara. Salah satunya yaitu dengan cara fermentasi. Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan dengan diproduksinya asam atau alkohol (Cicilia, 2018). Salah satu contoh produk fermentasi yaitu Modified Cassava Flour (MOCAF). MOCAF diperoleh dari ubi kayu yang diproses melalui prinsip modifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. MOCAF merupakan salah satu jenis tepung yang dapat menggantikan tepung terigu atau tepung gandum yang biasanya dikenal oleh masyarakat. Prinsip dasar pembuatan MOCAF adalah dengan memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi dengan Bakteri Asam Laktat (BAL). Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa MOCAF memiliki karakteristik yang hampir sama dengan tepung terigu. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini untuk mempelajari pengaruh jenis inokulum dan lama perendaman terhadap sifat fisik dan kimia tepung MOCAF.
61
Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui metode fermentasi MOCAF dan pengaruh konsentarsi ragi serta lama perendaman terhadap mutu MOCAF.
62
TINJAUAN PUSTAKA
Modified Cassava Flour(MOCAF)merupakan produk turunan dari tepung singkong yang menggunakan prinsip modifikasi sel singkong secara fermentasi. Secara teknis, cara pengolahan MOCAF sangat sederhana, mirip dengan pengolahan tepung singkong biasa, namun disertai dengan proses fermentasi. Singkong dibuang kulitnya, dikerok lendirnya, dan dicuci bersih kemudian dilakukan pengecilan ukuran singkong dilanjutkan dengan tahap fermentasi selama 12-72 jam. Setelah fermentasi, singkong dikeringkan kemudian ditepungkan sehingga dihasilkan produk. Prinsip dasar pembuatan MOCAF adalah dengan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi dengan Bakteri Asam Laktat (BAL). banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa MOCAF memiliki karakteristik yang hampir sama dengan tepung terigu sehingga MOCAF dapat menjadi bahan subsitusi tepung terigu dalam pembuatan produk pangan yang berbahan baku tepung terigu (Devega, 2010). Modified Cassava Flour (MOCAF)dalam bahasa Indonesia berarti tepung singkong yang termodifikasi. Modifikasi tepung singkong ini memanfaatkan peranan Bakteri Asam Laktan (BAL)yang mampu menghasilakan enzim pektinolitik dan selulotik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi pembesaran granula pati. Proses fermentasi ini menghasilkan peningkatan viskositas, kemampuan gelasi, daya hidrasi (berkaitan dengan kelarutan). Hasil hidrolisis pati yang berupa monosakarida dapat menjadi bahan baku asam-asam organik sehingga menghasilkan cita rasa tertentu yang dapat menutupi cita rasa singkong (Widya, 2011). MOCAF memiliki karakteristik mirip terigu sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengganti terigu atau campuran terigu, 30-100% dan dapat menekan biaya konsumsi tepung terigu 20-30%. Dibanding dengan tepung singkong biasa, MOCAF memiliki fermentasi yang lebih baik yaitu lebih putih, lembut dan tidak bau apek. MOCAF memiliki kandungan nutrisi yang berbeda dengan tepung terigu. Perbedaan kandungan nutrisi yang mendasar adalah MOCAF tidak merupakan sumber pati (Salim, 2011).
63
Proses fermentasi dapat mempengaruhi kadar air, karena kadar air digunakan oleh Lactobacillus sehingga kadar air pada bahan dapat berkurang. Kadar air menurun dengan semakin bertambahnya lama fermentasi ini disebabkan selama fermentasi berlangsung terjadi degredasi pati dalam bahan yang disertai dengan pembentukan gula-gula sederhana dan pelepasan air. Proses pemanasan yang dilakukan setelah prosesfermentasi juga dapat berpengaruh terhadap kadar air yang dihasikan, semakin lama proses pemanasan maka kadar air juga akan semakin rendah, tetapi dampak yang dihasilkan adalah pencokelatan pada bahan. Kadar air bahan ini juga bisa dipengaruhi oleh jenis varietas ubi kayu itu sendiri, selain itu kadar air pada bahan juga bisa dipengaruhi oleh iklim dari masingmasing daerah, untuk iklim dengan curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan kadar air pada bahan baku ubi kayu mengalami kenaikan yang akan berpengaruh terhadap tepung MOCAF (Amaro, 2014). Pengaruh fermentasi terhadap kadar protein, semakin lama waktu fermetasi, maka kadar protein semakin tinggi, untuk fermentasi menggunakan Lactobacillus plantarumkenaikan kadar protein disebabkan karena selama fermentasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Lactobacillus plantarum menghasilkan enzim proteinase. Adanya kenaikan kadar protein dipengaruhi oleh aktivitas enzim protase yang dihasilkan oleh mikroba yang ada dalam proses fermentasi. Lamanya waktu fermentasi membuat populasi Lactobacillus plantarum semakin meningkat, sehingga membuat kadar protein terlarut juga meningkat (Tandrianto, 2014).
64
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Pratikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 18 Mei 2018 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah piring melamin, pisau, parut, baskom, gelas ukur, blender, ayakan, timbangan digital, tissue,kertas label. b. Bahan-bahan praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air, singkong dan ragi (Saccharomyces cerevisiae). Prosedur Kerja Singkong ↓ Dikupas dan dicuci ↓ Dicampurkan bahan ↓ Ditimbang sebanyak 200 gram ↓ Ditambahkan inokulum ↓ Direndam selama 60 dan 48 jam ↓ Dicuci dan dibilas ↓
65
Ditiriskan dan dijemur ↓ Digiling dan diayak 80 mesh ↓ Diamati
66
HASIL PENGAMATAN Tabel 6.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Konsentrasi Ragi dan Lama Fermentasi Terhadap Mutu MOCAF
1
0
Lama Fermentasi (Jam) 60
2
0,25
60
Putih
Halus
3
0,5
60
Putih
Halus
4
0,75
60
Pucat
Sedikit kasar
5
1
60
Putih
6
0
84
Putih
7
0,25
84
Putih
Halus
8
0,5
84
Putih pucat
Halus
9
0,75
84
Putih pucat
10
1
84
Putih
Halus Sedikit halus
Konsentrasi Klp ragi (%)
Parameter Warna
Tekstur
Putih
Halus
Halus Sedikit kasar
Aroma Asam Sedikit asam Sedikit asam Tidak ada aroma asam Asam Tidak berbau Tidak berbau Sangat asam Asam Sedikit asam
67
PEMBAHASAN Modified Cassava Flour (MOCAF) merupakan produk turunan dari tepung singkong yang menggunakan prinsip modifikasi sel singkong secara fermentasi. Secara teknis, cara pengolahan MOCAF sangat sederhana, mirip dengan pengolahan tepung singkong biasa, namun disertai dengan proses fermentasi. Singkong dibuang kulitnya, dikerok lendirnya, dan dicuci bersih kemudian dilakukan pengecilan ukuran singkong dilanjutkan dengan tahap fermentasi selama 12-72 jam. Setelah fermentasi, singkong dikeringkan kemudian ditepungkan sehingga dihasilkan produk. Prinsip dasar pembuatan MOCAF adalah dengan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi dengan Bakteri Asam Laktat (BAL), banyak penelitian yang mengungakpan bahwa MOCAF memiliki karakteristik yang hampir sama dengan tepung terigu sehingga MOCAF dapat menjadi bahan subsitusi tepung terigu dalam pmbuatan produk pangan yang berbahan baku tepung terigu (Devega, 2010). Modified Cassava Flour(MOCAF)dalam bahasa Indonesia berarti tepung singkong yang termodifikasi. Modifikasi tepung singkong ini memanfaatkan peranan Bakteri Asam Laktat (BAL)yang mampu menghasilakan enzim pektinolitik dan selulotik yang dapat menghancurkan dinding sel singkong sedemikian rupa sehingga terjadi pembesaran granula pati. Proses fermentasi ini menghasilkan peningkatan viskositas, kemampuan gelasi, daya hidrasi (berkaitan dengan kelarutan). Hasil hidrolisis pati yang berupa monosakarida dapat menjadi bahan baku asam-asam organik sehingga menghasilkan cita rasa tertentu yang dapat menutupi cita rasa singkong (Widya, 2011). MOCAF memiliki beberapa keunggulan diantara tepung-tepung lain pada umumnya. Beberapa keunggulan MOCAF yaitu memiliki kandungan serat terlarut yang lebih banyak dibandingkan dengan tepung padi, gandum, memiliki daya kembang yang setara dengan gandum tipe II (kadar protein menengah) serta memiliki daya cerna yang jauh lebih baik dan cepat dibanding dengan tepung tapioka. Jika dibandingkan dengan tepung terigu, banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa MOCAF memiliki karakteristik yang hampir sama 68
dengan tepung terigu. Menurut Salim(2011) MOCAF memiliki karakteristik mirip terigu sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengganti terigu atau campuran terigu, 30-100% dan dapat menekan biaya konsumsi tepung terigu 20-30%. Dibanding dengan tepung singkong biasa, MOCAF memiliki fermentasi yang lebih baik yaitu lebih putih, lembut dan tidak bau apek. MOCAF memiliki kandungan nutrisi yang berbeda dengan tepung terigu. Perbedaan kandungan nutrisi yang mendasar adalah MOCAF tidak merupakan sumber pati. MOCAF dihasilkan dengan melalui proses fermentasi. Proses fermentasi ini memanfaatkan peranan Bakteri Asam Laktat (BAL) yang mampu menghancurkan dinding sel singkong. Jenis Bakteri Asam Laktat (BAL) yang dapat digunakan dalam pembuatan tepung MOCAF adalah Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cerevisiae dan lain-lain. Proses fermentasi dengan Bakteri Asam Laktat (BAL) ini dapat memperbaiki kualitas tepung karena enzim eksraseluler yang dikeluarkan oleh Bakteri Asam Laktat (BAL) selama proses perendaman mampu memperbaiki tekstur tepung. Praktikum kali ini mengenai teknologi fermentasi, dimana yang dibuat yaitu MOCAF. Adapun bahan yang digunakan adalah singkong, air ragi mikroorganisme jenis Saccharomyces cerevisiae. Prinsip dasar dalam pembuatan MOCAF adalah dengan memodifikasi sel singkong secara fermentasi dengan bakteri Bakteri Asam Laktat (BAL). Pertama singkong dikupas dan dicuci kemudian dirajang, setelah itu ditimbang sebanyak 200 gram kemudian ditambahkan inokulum (Saccharomyces cerevisiae) dan direndam selama 60 dan 84 jam, setelah itu dicuci dan dibilas, lalu ditiriskan dan dijemur hingga kering, setelah kering kemudian digiing dan diayak 80 mesh dan diamati. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa pada penggunaan ragi dengan konsentrasi 0% dan lama fermentasi 60 jam dihasilkan tepung dengan warna putih, tekstur halus dengan aroma tepung sedangkan untuk lama fermentasi 84 jam dihasilkan tepung dengan warna putih, tekstur sedikit kasar dan tidak berbau. Penggunaan ragi dengan konsentrasi 0,25 % dengan lama fermentasi 60 jam diperoleh tepung dengan warna putih, tekstur halus dan aroma sedikit asam, sedangkan untuk lama fermentasi 84 jam diperoleh
69
tepung dengan warna putih, tekstur halus dan tidak berbau. Penggunaan ragi dengan konsentrasi 0,5% dengan lama fermentasi 60 jam diperoleh tepung berwarna putih, tekstur halus dan sedikit aroma tepung, sedangkan untuk lama fermentasi 84 jam diperoleh hasil tepung dengan warna putih pucat, tekstur halus dan aroma sangat asam. Penggunaan ragi dengan konsentrasi 0,75% dengan lama fermentasi 60 jam diperoleh tepung dengan warna pucat, tekstur sedikit kasar dan tidak ada aroma asam, sedangkan untuk lama fermentasi 84 jam diperoleh tepung dengan warna putih pucat, tekstur halus dan aroma tepung. Penggunaan ragi dengan konsentrasi 1% dengan lama fermentasi 60 jam diperoleh hasil tepung dengan warna putih, tekstur halus dan aroma asam, sedangkan untuk lama fermentasi 84 jam diperoleh tepung warna putih, tekstur sedikit halus dan sedikit aroma asam. Hasil yang memliki karakteristik terbaik yaitu pada perlakuan dengan menggunakan konsentrasi ragi sebanyak 0,75% dengan lama fermentasi 84 jam, dimana hasil yang diperoleh yaitu tepung dengan warna putih pucat, tekstur halus dan memiliki aroma tepung. Menurut Amanu (2014), peningkatan kecerahan tepung diduga karena terjadi pemutusan gugus produksi oleh amilase akibat proses fermentasi. Penyebab lain peningkatan nilai kecerahan tersebut dapat dikarenakan adanya proses perendaman. Fermentasi yang dilakukan dengan cara perendaman menyebabkan terjadinya degredasi pigmen yang ada dalam bahan. Proses perendaman tersebut diduga dapat melarutkan komponen yang ada dalam bahan termasuk komponen warna, semakin lama fermentasi maka semakin banyak komponen warna yang luruh sehingga tepung yang dihasilkan menjadi semakin banyak komponen warna yang luruh sehingga tepung yang dihasilkan menjadi semakin putih, semakin tinggi konsentrasi ragi dan semakin lama fermentasi maka tekstur tepung yang dihasilkan juga semakin halus. Menurut SNI 01-7622-2011 tentang syarat tepung MOCAF yaitu bentuk serbuk halus, bau normal, warna putih, Escherichia coli maksimal 10 APM/g, Bacillus cereus<1x104 Koloni/g dan kapang maksimal 1x104 Koloni/g. Faktorfaktor yang mempengaruhi pembuatan MOCAF yaitu jenis atau varietas singkong, konsentrasi ragi, lama fermentasi dan lama pemanasan atau
70
penjemuran. Jenis atau varietas singkong dapat di pengaruhi oleh kadar air suatu bahan, dimana kadar air akan mempengaruhi hasil-hasil akhir MOCAF. Konsentrasi ragi, semakin banyak jumlah ragi yang digunakan maka kualitas tepung akan semakin bagus, dimana ragi sangat berpengaruh terhadap proses fermentasi atau penghancuran dinding sel singkong. Lama fermentasi, semakin lama proses fermentasi atau perendaman maka warna dan tekstur tepung akan semakin baik. Lama penakasan atau penjemuran juga dapat mempengaruhi hasil akhir dimana semakin lama proses pengeringan dengan penjemuran maka kualitas tepung akan semakin bagus karena kadar air akan semakin berkurang sehingga dapat berpengaruh terhadap daya simpan tepung namun pemanasan yang terlampau lama juga dapat berefek pada hasil warna coklat karena terjadi reaksi millard.
71
KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Modified Cassava Flour (MOCAF)merupakan produk turunan dari tepung singkong yang menggunakan prinsip modifikasi sel singkong secara fermentasi.
2.
Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa MOCAF memiliki karakteristik yang hampir sama dengan tepung terigu.
3.
MOCAF memiliki karakteristik mirip terigu sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengganti terigu atau campuran terigu.
4.
Hasil yang memliki karakteristik terbaik yaitu pada perlakuan dengan menggunakan konsentrasi ragi sebanyak 0,75% dengan lama fermentasi 84 jam, dimana hasil yang diperoleh yaitu tepung dengan warna putih pucat, tekstur halus dan memiliki aroma tepung.
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan MOCAF yaitu jenis atau varietas singkong, konsentrasi ragi, lama fermentasi dan lama pemanasan atau penjemuran.
72
ACARA VII PENGEMASAN PENDAHULUAN
Latar Belakang Pengemasan disebut juga dengan pembungkusan, pewadahan atau pengepakan yang memegang peranan penting dalam pengawetan bahan hasil pertanian. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan dan getaran). Disamping itu, pengemasan berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi, wadah atau pembungkus berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu bentuk,
warna
dan
dekorasi
dari
kemasan
perlu
diperhatikan
dalam
perencanaannya (Buckle dkk, 2007). Industri pangan pengemasan merupakan salah satu cara untuk dapat membantu melindungi bahan dari kerusakan, melindunginya dari pencemaran, serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan serangan mikrooragisme selama pengangkutan, penyimpanan, dan pemasaran. Pengemasan dapat menghasilkan produk pangan yang memiliki daya simpan yang relative lama dan harga jualnya lebih tinggi. Namun, tidak semua hasil pertanian akan memberi akibat yang sama jika disimpan dalam bentuk kemasan. Kemasan ini hanya cocok diterapkan untuk komoditas pertanian berupa bahan yang telah dikeringkan (Haryadi, 2010). Teknologi pengemasan berkembang pesat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Revolusi industri telah mengubah teknologi kemasan hingga mencakup aspek perlindungan pangan (mutu, nutrisi, cita rasa, kontaminasi dan lain sebagainya). Aspek pengemasan seperti memperbaiki tampilan, identitas produk, informasi komposisi juga semakin ditingkatkan. Mengingat teknologi pengemasan sangat penting bagi upaya
73
ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, kita harus menguasai lebih jauh tentang teknik pengemasan bahan pangan maupun produk pangan yang sudah siap untuk dipasarkan. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mempelajari pengaruh jenis kemasan terhadap mutu roti.
74
TINJAUAN PUSTAKA
Pengemasan merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk melindungi bahan pangan dari penyebab-penyebab kerusakan baik fisik, kimia, biologis maupun mekanis, sehingga dapat sampai ke tangan konsumen dalam keadaan baik dan menarik. Bahan kemasan yang digunakan bervariasi dari bahan kertas, plastik, gelas, logam, fiber hingga bahan-bahan yang dilaminasi. Bentuk dan teknologi kemasan juga bervariasi dari kemasan botol, kaleng bertekanan, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan pintar yang dapat menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam kemasan dengan melindungi produk dari kerusakan. Hal itu dapat menyebabkan mudahnya proses penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran (Ashari, 2002). Jenis plastik pengemas diantarnya adalah plastic Low Density Polyethylene (LDPE), High Density Polyethylene (HDPE), dan Polypropylene (PP). HDPE lebih tahan terhadap zat kimia dibandingkan dengan LDPE dan memiliki ketahanan yang baik terhadap minyak dan lemak. Polypropylene memiliki densitas yang lebih rendah dan memiliki titik lunak lebih tinggi dibandingkan polietilen, permeabilitas gas sedang, tahan terhadap lemak dan bahan kimia. Plastik propilen lebih kaku, terang dan kuat dibandingkan dengan polietilen. Jenis plastik PP pada suhu ruang memimiliki tingkat efektifitas yang hampir sama dengan jenis plastic HDPE (Johansyah, 2014). Pengemasan yang baik adalah pengemasan yang dapat melindungi barang segar dari pengaruh lingkungan (sinar matahari dan kelembaban) dan dari pengaruh-pengaruh lainnya. Pengemasan dapat mengurangi lembab dan mencegah terjadinya dehidrasi. Hal ini merupakan keuntungan utama dari pengemasan untuk konsumsi dan dalam hal memperpanjang masa simpan komoditi yang bersangkutan. Bahan pengemasan seperti nampan, mangkuk, pembungkus, bahan sekat dan bantalan dapat ditambahkan untuk membantu menghalangi pergerakan produk (Winarno, 2002). Pengemasan bahan pangan terdapat dua macam wadah yaitu wadah utama atau wadah yang langsung berhubungan dengan bahan pangan dan wadah kedua
75
atau wadah yang tidak langsung berhubungan dengan bahan pangan. Wadah utama harus bersifat non-toksik dan inert sehingga tidak terjadi reaksi kimia yang dapat menyebabkan perubahan warna, flavor, dan perubahan lainnya. Selain itu, untuk wadah utama biasanya diperlukan syarat-syarat tertentu tergantung pada jenis makanannya misalnya melindungi makanan dari kontaminasi, melindunngi kandungan air dan lemaknya, mencegah masuknya bau dan gas, melindungi makanan dari sinar matahari, tahan terhadap tekanan atau benturan transparan. Sifat terpenting dari pengemasan meliputi premeabilitas gas dan uap air serta luas permukaan yang lebih kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama (Kuswanto, 2003). Pengemasan yang baik dapat menjaga keawetan dan higenis produk pangan dalam jangka waktu tertentu. Selain itu juga dapat meningkatkan daya tarik konsumen terhadap produk. Keberhasilan proses pengemasan tidak hanya ditentukan dari pemilihan bahan kemasan. Teknik pengemasan yang dilakukan juga akan mempengaruhi hasil akhir produk yang akan dikemas (Utama, 2009).
76
PELAKSANAAN PRAKTIKUM Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 25 Mei 2018 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum Adapun ala-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah timbangan analitik, mika tipis, mika tebal, plastik biasa, pisau, talenan, piring dan standing pouch. b. Bahan-bahan Praktikum Adapun bahan–bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah roti. Prosedur Kerja Roti ↓ Dipotong menjadi 2 bagian ↓ Dikemas ↓ Disimpan ↓ Diamati hari ke-0, 3, 5 dan 7
77
HASIL PENGAMATAN Tabel 7.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Kemasan Terhadap Mutu Roti Setelah Disimpan Parameter Klp
Jenis kemasan
Warna Hari ke-0
Hari ke-3
Hari ke-5
Pertumbuhan jamur Hari ke-7
Hari ke-0
Kelayakan
Hari ke-3
Hari ke-5
Hari ke7
Hari ke-0
Hari ke-3
Hari ke-5
Hari ke-7
6
Tanpa Putih kemasan
Putih
Putih
Putih
Tidak ada jamur
Tidak ada jamur
Tidak ada jamur
Sedikit jamur
Layak
Tidak layak
Tidak layak
Tidak layak
7
Mika tipis
Putih
Putih
Putih
Tidak ada jamur
Sedikit jamur
Banyak jamur
Sangat banyak jamur
Layak
Tidak layak
Tidak layak
Tidak layak
8
Mika tebal
Putih
Putih
Putih
Tidak ada jamur
Sedikit jamur
Banyak jamur
Banyak jamur
Layak
Tidak layak
Tidak layak
Tidak layak
9
Plastik biasa
Putih
Putih
Putih
Putih
Tidak ada jamur
Tidak ada jamur
Tidak ada jamur
Banyak jamur
Layak
Tidak layak
Tidak layak
Tidak layak
10
Standing Putih pouch
Putih
Putih
Putih
Tidak ada jamur
Tidak ada jamur
Sedikit jamur
Banyak jamur
Layak
Tidak layak
Tidak layak
Tidak layak
Putih Putih
78
PEMBAHASAN
Pengemasan merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk melindungi bahan pangan dari penyebab-penyebab kerusakan baik fisik, kimia, biologis maupun mekanis, sehingga dapat sampai ke tangan konsumen dalam keadaan baik dan menarik. Bahan kemasan yang digunakan bervariasi dari bahan kertas, plastik, gelas, logam, fiber hingga bahan-bahan yang dilaminasi. Bentuk dan teknologi kemasan juga bervariasi dari kemasan botol, kaleng bertekanan, kemasan tabung hingga kemasan aktif dan pintar yang dapat menyesuaikan kondisi lingkungan di dalam kemasan dengan melindungi produk dari kerusakan. Hal itu dapat menyebabkan mudahnya proses penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran (Ashari, 2002). Secara umum fungsi pengemasan pada bahan pangan adalah mewadahi produk selama distribusi dari produsen hingga ke konsumen agar produk tidak tercecer terutama untuk cairan, pasta atau butiran. Melindungi dan mengawetkan produk seperti dari sinar ultraviolet, panas, kelembaban udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat merusak serta menurunkan mutu produk. Sebagai identitas produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan informasi kepada konsumen melalui label yang terdapat
pada
kemasan,
meningkatkan
efisiensi
misalnya
memudahkan
penghitungan (satu kemasan berisi 10, satu lusin, satu gross dan lain sebagainya), memudahkan pengiriman dan penyimpanan, hal ini penting dalam dunia sperdagangan. Melindungi pengaruh buruk dari luar dan melindungi pengaruh produk dari dalamnya, misalnya jika produk yang dikemas berupa produk yang berbau tajam atau berbau berbahaya, seperti air keras, gas beracun dan produk yang dapat menularkan warna, maka dengan mengemas produk ini dapat melindungi produk-produk lain sekitarnya. Memperluas pemakaian dan pemasaran produk, misalnya penjualan kecap dan sirup mengalami peningkatan sebagai akibat dari menggunakan kemasan botol plastik. Menambah daya tarik pembeli, sarana informasi dan iklan serta memberi kenyamanan bagi pemakai.
79
Praktikum kali ini dilakukan dengan menggunakan kemasan seperti mika tipis, mika tebal, plastik biasa dan standing pouch. Praktikum pengemasan kali ini menggunakan roti sebagai bahan penamatannya. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada roti tanpa kemasan diperoleh warna putih pada hari ke-0,3,5 dan 7. Pada hari ke-0 hingga hari ke-5 tidak terdapat jamur, namun pada hari ke-7 terdapat sedikit jamur. Pada hari ke-0 roti masih layak namun setelah hari ke-3 dan seterusnya sudah tidak layak. Roti yang dikemas menggunakan mika tipis diperoleh warna putih dari hari ke-0 hingga hari ke-7 dan tidak terdapat jamur pada hari ke-0, namun pada hari ke-3 terdapat sedikit jamur, hari ke-5 jamur menjadi lebih banyak dan hari ke-7 jamur yang tumbuh sangat banyak. Kelayakan pada roti tersebut hanya pada hari ke-0. Roti yang dikemas dengan menggunakan mika tebal diperoleh warna putih dari hari ke-0 hingga hari ke-7 pengamatan dan tidak terdapat terdapat jamur pada hari ke-0, namun hari ke-3 sedikit jamur, hari ke-5 jamur lumayan banyak dan hari ke-7 jamur yang tumbuh sangat banyak. Roti tersebut hanya layak pada hari ke-0 saja tidak untuk hari ke-3 dan seterusnya. Roti yang dikemas menggunakan plastik biasa diperoleh warna putih hari ke-0 hingga hari ke-7 pengamatan dan tidak terdapat jamur pada hari ke-0 hingga hari ke-5, namun pada hari ke-7 terdapat banyak jamur yang tumbuh. Roti tersebut hanya layak pada hari ke-0 tidak untuk hari ke-3 dan seterusnya. Sedangkan roti yang dikemas menggunakan standing pouch diperoleh warna putih dari hari ke-0 hingga hari ke-7 dan tidak terdapat jamur pada hari ke-0, namun hari ke-3 sedikit jamur, hari ke-5 masih sedikit jamur hingga pada hari ke-7 jamur yang tumbuh lebih banyak lagi dan hanya layak pada hari ke-0, sedangkan hari ke-3 dan seterusnya sudah tidak layak lagi. Berdasrkan hasil pengamatan yang dilakukan bahwa hasil tersebut sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh Syarief dan Hild (1993) yang menyatakan bahwa pengemasan vacum cenderung menekan jumlah bakteri, perubahan bau, rasa serta penampakan selama penyimpanan. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada kondisi vacum bakteri aerob yang tumbuh jumlahnya relative kecil, sehingga hanya jamur yang tumbuh seperti pada hasil pengamatan yang dilakukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengemasan diantarnya yaitu faktor
80
pengamanan yaitu melindungi produk pangan terhadap berbagai kemungkinan yang terjadi yang dapat menimbulkan kerusakan produk pangan tersebut, faktor ekonomi yaitu perhitungan biaya produksi yang sangat efektif termasuk pemilihan bahan sehingga biaya tidak melebihi proporsi manfaat. Faktor identitas yaitu secara keseluruhan, kemasan harus berbeda dengan kemasan yang lain yakni memiliki identitas produk agar mudah dikenali dan membedakannya dengan produk-produk lainnya.
81
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pengemasan merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk melindungi bahan dari penyebab-penyebab kerusakan fisik, kimia, biologis maupun mekanis sehingga dapat sampai ke tangan konsumen dengan baik.
2.
Pengemasan yang digunakan dalam praktikum kali ini yaitu menggunakan mika tebal, mika tipis, plastik biasa, standing pouch dan tanpa kemasan dengan bahan pangan roti.
3.
Berdasrkan hasil pengamatan ditemukan roti tanpa kemasan yang justru tidak terdapat jamur dari hari ke-0 hingga hari ke-5, namun pada hari ke-7 terdapat sedikit jamur dengan warna putih dari hari ke-0 hingga hari ke-7 dan hanya layak pada hari ke-0.
4.
Berdasarkan hasil pengematan roti yang dikemas dengan mika tipis yang justru pertumbuhan jamurnya sangat cepat yaitu dari hari ke-3 dan seterusnya makin banyak.
5.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pengemasan
diantaranya
faktor
pengamanan, faktor ekonomi, faktor pendistribusian, faktor agrnomis, faktor estetika dan faktor identitas.
82
ACARA VIII PENGOLAHAN DAGING
PENDAHULUAN
Latar Belakang Daging merupakan salah satu bahan pangan yang menjadi sumber protein hewani. Tingginya tingkat konsumsi daging disebabkan nilai gizi yang terkandung didalam daging lebih banyak bila dibandingkan dengan bahan pangan lainnya. Selain itu, daging mempunyai asam amino esensial lebih lengkap dibandingkan protein yang berasal dari nabati. Daging biasanya diolah menjadi produk untuk memperpanjang daya simpannya, biasanya diolah menjadi bakso, sosis, dan nugget (Suharyanto,2008). Bakso merupakan jenis makanan yang terbuat dari campuran daging tidak kurang dari 50% dan pati atau tepung serelia, dengan tanpa bahan tambahan makanan yang diizinkan. Umumnya bakso berbentuk bulat. Namun saat ini bentuk makin variative, begitupun rasanya. Bakso biasanya disajikan bersama mie atau bihun, sayuran, dan kuah. Bakso diperkenalkan ke Indonesia oleh perantau dari Cina. Bakso merupakan produk olahan daging, dimana daging tersebut telah dihaluskan terlebih dahulu dan dicampur dengan bumbu-bumbu, tepung dan kemudian dibentuk seperti bola-bola kecil lalu direbus dalam air panas. Produk olahan daging seperti bakso telah banyak dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat. Bila ditinjau dari upaya kecukupan gizi masyarakat, bakso dapat dijadikan sebagai sarana yang tepat. Produk olahan bakso ini bernilai gizi tinggi dan disukai oleh semua lapisan masyarakat. Kadar protein bakso minimal 9% (Badan Standarisasi Nasional, 1995). Kadar protein bakso dipengaruhi oleh jumlah penambahan tepung. Dengan dibuat ke dalam bentuk bakso maka nilai ekonominya menjadi jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh filler yang digunakan dalam pembuatan bakso terhadap mutu bakso.
83
Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh filler yang digunakan dalam pembuatan bakso terhadap mutu bakso.
84
TINJAUAN PUSTAKA
Daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan semua produk hasil pengolahan jaringan tersebut yang dapat dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya. Daging pada umumnya memiliki sifat
yang mudah
rusak
sehingga
perlu
dilakukan
pengolahan
untuk
mempertahankan gizi. Usaha yang perlu dilakukan untuk mempertahankan mutu atau nilai gizinya adalah pengolahan dan menciptakan variasi produk-produk baru. Salah satunya produk olahan dari daging adalah nugget. Nugget adalah suatu bentuk produk daging giling yang dibumbui, kemudian diselimuti oleh perekat tepung, pelumur tepung roti (breading), dan digoreng setengah matang lalu dibekukan untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan (Permadi, 2012). Bakso adalah jenis makanan yang berupa bola-bola yang terbuat dari daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie. Bahanbahan yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso adalah daging, bahan perekat, bumbu dan es batu atau air es. Biasanya bakso di masyarakat pada umumnya diikuti dengan nama jenis bahan seperti bakso ayam, bakso ikan dan bakso sapi atau bakso daging. Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan bakso adalah garam, gula yang berfungsi memperbaiki cita rasa, melarutkan protein, dan sebagai bahan pengawet bagi makanan. Penambahan garam 2-3% mampu memperbaiki tekstur, warna dan rasa (Sulistiyawati, 2015). Bakso merupakan salah satu produk olahan hasil ternak yang bergizi tinggi dan banyak digemari oleh masyarakat. Produk olahan bakso pada umumnya menggunakan bahan baku daging dan tepung. Daging yang biasanya dipakai adalah sapi, ayam dan ikan sedangkan tepung yang biasanya digunakan yaitu tepung tapioka. Penggunaan daging selain ketiga sumber tersebut, belum lazim dilakukan dan akan memunculkan suatu peluang usaha baru yang dapat menciptakan varian produk bakso. Sebagai contoh kombinasi daging kelinci dalam pembuatan bakso (Kusnadi, 2012).
85
Tekstur bakso ditentukan oleh kandungan air, kadar lemak dan jenis karbohidrat. Tekstur yang didapat dari semua bakso ini yaitu agak halus. Hal ini dapat disebabkan pencampuran kacang yang tidak ditumbuk dengan halus pada bakso dan penambahan ebi serta jamur pada bakso jambi. Bahan-bahan bakso terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama bakso adalah daging, sedangkan bahan tambahan bakso adalah bahan pengisi, garam, es atau air es, bumbu-bumbu seperti lada, serta bahan penyedap (Sunarlim, 2002). Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, memantapkan bentuk dan rupa produk. Merica atau lada termasuk divisi Spermathopyta yang sering ditambahkan dalam bahan pangan. Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap rasa, dan memperpanjang daya awet makanan. Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan cita rasa produk (Hidayati, 2005).
86
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 19 Mei 2018 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a. Alat–alat praktikum Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, sendok, baskom, gelas ukur, wajan, piring, kompor dan blender. b. Bahan-bahan Praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah daging ayam, tepung kanji, maizena, air, minyak goreng, merica, bawang putih, masako, garam, dan telur. Prosedur Kerja Daging ↓ Difillet dan dihaluskan ↓ Dihaluskan ↓ Ditimbang 50 gram ↓ Ditambahkan tepung kanji, bumbu dan telur ↓ Diblender
87
↓ Dibekukan selama 15 menit ↓ Dicetak dan direbus ↓ Bakso
88
HASIL PENGAMATAN
Tabel 8.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Konsentrasi Tepung Kanji Terhadap Mutu Bakso Parameter Konsentrasi Tepung Warna Kekenyalan Klp Kanji Rasa Sebelum Setelah Sebelum Setelah (%) direbus direbus direbus direbus Tidak Tidak Sangat berasa 6 20 Kecokelatan Putuh kenyal kenyal daging ayam Tidak Agak Berasa daging 7 40 Putih pekat Putih kenyal kenyal ayam Agak kerasa 8 60 Putih Putih Lembek Kenyal daging ayam 9 80 Putih Putih pekat Kenyal Kenyal Netral Kenyal dan Tidak berasa 10 100 Putih Putih keruh Kenyal sedikit daging ayam lembek
89
PEMBAHASAN
Daging adalah salah satu dari bahan pangan yang mudah rusak disebabkan karena daging mengandung nitrogen, mineral, karbohidrat, dan kadar air yang tinggi serta pH yang dibutuhkan mikroorganisme perusak dan pembusuk untuk pertumbuhannya. Daging yang terkontaminasi oleh mikroba akan mengalami perubahan baik segi gizi yang dimiliki akan menurun dan tidak memiliki umur simpan yang panjang. Oleh karena itu dibutuhkan pengolahan daging untuk meningkatkan umur simpan dan mempertahankan mutu gizinya. Salah satu hasil olahan daging yaitu bakso. Bakso adalah jenis makanan yang berupa bola-bola yang terbuat dari daging dan tepung. Makanan ini biasanya disajikan dengan kuah dan mie. Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan bakso adalah daging, bahan perekat, bumbu dan es batu atau air es. Biasanya bakso di masyarakat pada umumnya diikuti dengan nama jenis bahan seperti bakso ayam, bakso ikan dan bakso sapi atau bakso daging. Bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan bakso adalah garam, gula yang berfungsi memperbaiki cita rasa, melarutkan protein, dan sebagai bahan pengawet bagi makanan. Penambahan garam 2-3% mampu memperbaiki tekstur, warna dan rasa (Sulistiyawati, 2015). Pembuatan bakso pada praktikum kali ini menggunakan bahan yaitu daging ayam, tepung, air es, bawang putih, bawang merah, minyak goreng dan lain sebagainya. Selain bahan-bahan tersebut ditambahkan juga bumbu-bumbu dimana penggunaan bumbu-bumbu tersebut berkaitan dengan selera konsumen dan untuk meningkatkan flavor. Bahan-bahan yang pada pembuatan bakso memiliki fungsi masing-masing. Air es memiliki fungsi untuk menjaga suhu bahan. Penambahan bawang putih dan bawang merah juga memiliki fungsi sebagai penambah cita rasa serta menghasilkan aroma dan sebagai antioksidan. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan didapatkan warna bakso pada konsentrasi tepung kanji 20% kecokelatan sebelum direbus, namun setelah direbus menjadi warna putih dan tidak kenyal pada saat sebelum dan setelah direbus. Rasa yang diperoleh dari bakso tersebut sangat berasa daging ayamnya dan bawang putihnya. Pada bakso yang dibuat dengan konsentrasi
90
tepung kanji 40% diperoleh warna sebelum direbus putih pekat dan setelah direbus menjadi warna putih dan tidak terasa kenyal sebelum direbus namun setelah direbus agak kenyal. Rasa yang diperoleh dari bakso tersebut yaitu berasa daging ayamnya. Bakso selanjutnya menggunakan konsentrasi tepung kanji 60% dan diperoleh warna putih sebelum dan setelah direbus dengan parameter kekenyalan yang lembek sebelum direbus dan terasa kenyal setelah direbus dengan rasa yang agak kerasa daging ayamnya. Pembuatan bakso selanjutnya yaitu menggunakan konsentrasi teppung kanji 80% yang diperoleh parameter warnanya putih sebelum direbus dan berubah menjadi putih pekat setelah direbus dan terasa kenyal sebelum serta setelah direbus. Rasa yang diperoleh pada bakso tersebut netral. Selanjutnya pembuatan bakso dengan menggunakan konsentrasi tepung kanji 100% yang diperoleh parameter warnanya putih sebelum direbus dan setelah direbus menjadi putih pekat, namun terasa kenyal sedikit lembek sebelum direbus dan setelah direbus menjadi kenyal akan tetapi tidak berasa daging ayamnya. Berdasarkan hasil pengamatan dan praktikum yang dilakukan hal ini sesuai dengan pendapat Fiqih (2009) yang menyatakan bahwa tekstur suatu makanan dapat dipengaruhi oleh kadar air, kandungan lemak, jenis dan jumlah karbohidrat serta protein. Dari hasil praktikum tersebut konsentrasi tepung kanji yang paling rendah yang rasanya lebih enak dan terasa daging ayamnya. Seperti yang dikemukakan Rais (2011) bahwa kemampuan mengikat pada tepung yang baik akan menghasilkan kekenyalan pada adonan setelah pemasakan sesuai dengan hasil praktikum yang dilakukan bahwa konsentrasi tepung yang tinggi daya mengikatnya lebih baik. Pembuatan bakso yang dilakukan pada praktikum pengolahan daging sesuai dengan Standar Nasional Indonesai (SNI). Bakso menurut SNI No 013818-1995 merupakan produk makanan yang berbentuk bulatan atau bentuk lain yang diperoleh dari campuran daging dan pati atau serealia dengan atau bahan tambahan makanan yang diizinkan. Bakso merupakan makanan Indonesia yang terbuat dari campuran daging, tepung tapioca, garam, dan bahan pengemulsi. Daging yang digunakan berasal dari daging pre-rigor atau early-posmorterm dengan harapan bakso tersebut dapat meningkat kekenyalannya. Faktor-faktor
91
yang mempengaruhi parameter pada bakso yaitu lama pemanasannya yang mempengaruhi tekstur dari bakso tersebut. Komposisi bakso, proses pembuatan bakso, dan pemanasan juga mempengaruhi parameter bakso.
92
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penamatan dan pembahasan maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Daging adalah sumber protein hewani yang memiliki sifat yang mudah cepat rusak dan perlu pengolahan untuk memperpanjang daya simpan.
2.
Bakso adalah jenis makanan yang berupa bulatan yang terbuat dari daging, tepung dan bahan tambahan lainnya.
3.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok 6 dengan konsentrasi tepung kanji 20% yang rasa daging ayamnya lebih kerasa namun tidak kenyal.
4.
Berdasarkan hasil pengamatan pada kelompok 10 dengan konsentrasi tepung kanji 100% yang tidak berasa daging ayamnya namun kenyal.
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi parameter bakso yaitu komposisi bakso, proses pembuatan bakso dan lama pemasakan.
93
ACARA IX INAKTIVASI MIKROBA
PENDAHULUAN
Latar Belakang Mikrobiologi
merupakan
cabang
dari
biologi
pada
umumnya.
Secarapengertian mikrobiologi tidak jauh berbeda dengan biologi itu sendiri, hanya saja kata ‟mikro‟ yang melekat pada mikrobiologi menimbulkan pengertian terhadaporganisme yang memiliki ukuran kecil atau mikroskopi. Mikroba
adalah
jasad
hidup
yang
ukurannya
kecil
sering
disebut
mikroorganisme atau jasad renik. Pengertian alat dan sterilisasi merupakan hal mendasar yang harus diketahui dan dikuasai karena penting dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan mikrobiologi selanjutnya. Obyek yang terbebas dari mikroba disebut dengan steril. Sterilisasi sangat diutamakan baik alat-alat yang siap pakai maupun medianya.Sterilisasi merupakan suatu usaha untuk membebaskan alat-alat dan bahan-bahan dari segala macam bentuk kehidupan, terutama mikroba, sehingga dalam sterilisasi nanti alat-alat tidak terkontaminasi dengan pihak luar. Olehkarena itu, bagi seorang pemula dibidang mikrobiologi sangat perlu mengenal teknik sterilisasi karena merupakan dasar-dasar kerja dalam laboratorium mikrobiologi. Steril
merupakan syarat
mutlak
keberhasilan
kerja dalam
lab
mikrobiologi. Dalam melakukan sterilisasi, diperlukan teknik-teknik agar terilisasidapat dilakukan secara sempurna, dalam arti tidak ada mikroorganisme lain yang mengkontaminasi media.Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan praktikum sterilisasi alat dan bahan biakkan guna memberikan pemahaman tentang hal-hal yang berkaitan dengan sterilisasi serta menambah pengetahuan dan keterampilan tentang teknik atau tatau cara sterilisasi dalam mikrobiologi. Oleh karena itu, dilakukannya praktikum ini untuk memahami cara sterilisasi produk pangan.
94
95
Tujuan Praktikum Adapun tujuan praktikum kali ini adalah untuk memahami cara sterilisasi produk pangan.
96
TINJAUAN PUSTAKA
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh semua jasad renik yangada, jika ditumbuhkan di alam suatu medium tidak ada jasad renik yang dapatberkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh renik yang paling tahanpanas
yaitu spora bakteri (Fardiaz, 2002). Adanya pertumbuhan
mikroorganisme menunjukkan bahwa pertumbuhan bakteri masihberlangsung dan tidaksempurnanya proses sterilisasi. Jika sterilisasi berlangsung sempurna, makaspora bakteri yang merupakan bentuk paling resisten dari kehidupan mikrobia akan diluluhkan (Lay dan Hatowo, 2002). Sterilisasi yang paling umum dilakukan dapat berupa sterilisasi secarafisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukanselama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau teruraiakibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan udara panas, dipergunakan alat “bejana atau ruang panas” (oven dengan temperatur 170°C-180°C dan waktuyang digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas). Sterilisasisecara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol, larutan formalin). Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan,misalnya adalah dengan saringan atau filter. Sitem kerja filter, seperti pada saringanadalah melakukan seleksi terhadap pertikel-partikel yang lewat (dalam hal iniadalah mikroba) (Suriawiria, 2005). Sterilisasi adalah proses pemanasan yang dilakukan untuk mematikan semua
mikroorganisme
pada
bahan
makanan.
Sterilisasi
biasanya
dikombinasidengan pengemasan hermetis untuk mencegah kontaminasi ulang. Yang dimaksud pengemasan hermetis adalah pengemasan yang sangat rapat,sehingga tidak dapat ditembus oleh mikroorganisme, air, ataupun udara(Purnawijayanti,
2001). Sterilisasi merupakan salah satu metode
menggunakan uap air pada suhu 211 oC selama beberapa waktu tertentu. Tujuan pemanasan adalah memusnahkan bakteri patogen dan spora bakteri Clostridium
97
botulinumyang berbahaya. Metode sterilisasi yang paling umum dilakukan adalahmenggunakan kaleng atau kemasan tetra pack (Yuyun dan Gunaisa, 2011). Sterilisasi basah biasanya dilakukan di dalam autoclave uap yang mulaidiangkat dengan menggunakan uap air jenuh pada suhu 121°C selama 15menit. Adapun alasan digunakannya suhu 121°C itu disebabkan oleh tekanan 1 atm pada ketinggian permukaan laut. Autoclave merupakan alat yang essensialdalam setiap laboratorium mikrobiologi, ruang sterilisasi di rumahrumah sakitserta tempat-tempat lain yang memproduksi produk steril. Pada umumnya (tidak selalu) autoclave dijalankan pada tekanan kira-kira 15-16 per (5 kg/cm2) padasuhu 121°C. Waktu yang diperlukan untuk sterilisasi bergantung pada sifat bahanyang disterilkan, tipe wadah dan volume bahan. Misalnya 1000 buah tabungreaksi yang masing-masing berisi 10 mL medium cair dapat disterilkan dalam waktu 10-15 menit pada suhu 121°C, sedangkan jumlah medium yang sama bila ditempatkan dalam wadah 10 wadah berukuran 1 liter akan membutuhkan 1 liter akan membutuhkan waktu 20-30 menit pada suhu yang sama untuk menjamin tercapainya sterilisasi (Pelczar dan Schan, 2006). Sterilisasi
dalam
pengertian
medis
merupakan
suatu
proses
denganmetode tertentu dapat memberikan hasil akhir, yaitu suatu bentuk keadaan yang tidak dapat ditunjukkan lagi adanya mikroorganisme hidup. Metode sterilisasi cukup banyak, namun alternatif yang dipilih sangat bergantung pada keadaanserta kebutuhan setempat. Apapun pilihan metodenya, hendaknya tetap menjaga kualitas hasil sterilisasi. Kualitas hasil sterilisasi peralatan medis perlu dijaga terus mengingat risiko kontaminasi kembali saat penyimpanan dan terutamapada saat akan digunakan dalam tindakan medis (Darmadi, 2008).
98
PELAKSANAAN PRAKTIKUM Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 31 Mei 2018 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah autoclave, blender, pisau, kain saring, botol kaca dan penutup, timbangan analitik, piring, baskom, dan sendok. b. Bahan-bahan Praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah buah nanas, gula pasir, dan air. Prosedur Kerja Nanas ↓ Dikupas ↓ Ditimbang 400 gram ↓ Air 400 mL, gula pasir 100 g →
Diblender ↓ Disaring ↓ Dimasukkan ke dalam botol 100 mL ↓ Diberi perlakuan tanpa pemanasan, blancing, pasteurisasi dan sterilisasi
99
↓ Diamati hari ke-1 dan ke-7
100
HASIL PENGAMATAN
Tabel 9.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Perlakuan Pemanasan Terhadap Mutu Jus Nanas
Klp
Perlakuan
Suhu (t)
Warna Hari Hari ke-0 ke-7
6
Tanpa perlakuan
30
Kuning
Kuning keruh
7
Blanching
60
Kuning
Kuning bening
8
Pasteurisasi
80
Kuning
Kuning keruh
9
Sterilisasi
121
Kuning
Kuning pucat
10
Larutam standar
Kuning pekat
Kuning pekat
Parameter Aroma Hari Hari ke-0 ke-7 Asam Aroma dan nanas aroma nanas Sedikit Aroma aroma nanas nanas Aroma Asam nanas Sedikit aroma Asam nanas Sedikit aroma Asam nanas
Buih Hari ke-0
Hari ke-7
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
101
PEMBAHASAN
Sterilisasi merupakan suatu proses untuk membunuh mikroorganisme sampai ke spora-sporanya, yang terdapat di dalam bahan makanan. Proses inidilakukan dengan cara memanaskan makanan sampai temperatur 121°C, selama watu 15 menit. Salah satu contoh alat untuk melakukan sterilisasi adalah autoclave. Pada alat autoclave ini, bahan makanan dipanaskan sampai temperatur 121-134°C. Makanan diproses selama 15 menit untuk temperature 121°C, atau pada temperatur 134°C selama 3 menit. Setelah pemanasan ini,dilakukan pendinginan secara perlahan untuk menghindari over-boiling atau over heat ketika tekanan diberikan pada makanan. Sterilisasi juga mempengaruhi aroma dan rasa dari makanan. Contohnya pada sterlisasi makanan kaleng terjadi perubahan rasa yang kompleks, yaituterjadi proses pirolisis, deaminasi, dan dekarboksilasi asam amino. Interaksi ini dapat menghasilkan lebih dari 600 komponen. Pada sterilisasi dengan cara UHT, perubahan aroma dan rasa yang terjadi lebih sedikit. Tekstur dari makanan jugamengalami perubahan setelah melewati proses sterilisasi. Contohnya, tekstur dari padatan buah dan sayur akan menjadi lebih lunak dari pada buah dan sayuryang tidak disterilisasi. Nutrient value dari makanan juga mengalami penurunan. Stabilitas inhibitor tripsin pada kacang kedelai juga menurun setelah mengalami proses sterilisasi. Thiamin dan pyridoxine juga mengalami degradasi. Namun pada proses sterilisasi ini tidak meningkatkan ataupun menurunkan kandungan vitamin. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan pada praktikum inaktivasi mikroba ini, yaitu menggunakan nanas dengan perlakuan blanching, pasteurisasi, sterilisasi, dan larutan standar. Parameter yang diamati yaitu warna, aroma dan timbulnya buih. Dari hasil percobaan tersebut didapatkan hasil pada kelompok 6 tanpa perlakuan dengan suhu 30 oC yaitu berwarna kuning di hari ke0 dan berwarna kuning keruh di hari ke-7, beraroma nanas pada hari ke-0 dan beraroma asam dan nanas pada hari ke-7, tidak terdapat buih di hari ke-0 dan terdapatuih di hari ke-7. Kelompok 7 dengan perlakuan blanching dengan suhu 102
60oC yaitu berwarna kuning, beraroma nanas dan tidak terdapat buih pada hari ke-0, lalu berwarna kuning bening, beraroma asam dan aroma nanas, dan terdapat buih pada hari ke-7. Sedangkan untuk kelompok 8, 9 dan 10 dengan perlakuan pasteurisasi, sterilisasi, dan larutan standar didapatkan hasil yang hampir sama, hanya saja pada perlakuan larutan standar memiliki sedikit perbedaan yaitu berwarna kuning pekat Penambahan gula ditambahnan dalam sterilisasi baha pangan inikarena gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk-produk makanan. Beberapa diantaranya biasanya dijumpai termasuk selai, jeli,sari buah pekat, sirup buah-buahan beku dalam sirup, acar manis dan madu. Daya larut yang tinggi dari gula, kemampuan mengurangi keseimbangankelembaban relatif (ERH) dan mengikat air adalah sifat-sifat yang menyebabkangula dipakai dalam pengawetan bahan pangan. Kadar gula yang tinggi bersamadengan kadar asam yang tinggi (pH) rendah, merupakan teknik pengawetan pangan yang penting. Gula jika diberikan pada konsentrasi diatas 70% padatanterlarut, akan mampu memberikan stabilitas pengendalian pertumbuhan mikro organisme pada suatu produk makanan. Apabila gula ditambahkan kedalambahan pangan dalam konsentrasi paling sedikit 40% padatan terlarut sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme dan aktivitas air (aw) dari bahan pangan berkurang. Walaupun
demikian,
pengaruh
konsentrasi
gula
pada
awbukanmerupakanfaktor satu-satunya yang mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, karena bahan-bahan dasar yang mengandung komponen yang berbeda-beda tetapi dengan nila a w yang sama dapat menunjukan ketahanan yang berbeda-beda terhadap kerusakan karena mikroorganisme. Produk-produk pangan berkadar gula yang tinggi, cendrung rusak oleh khamir dan kapang, yaitu kelompok mikroorganisme yang relatif mudah dirusak oleh panas (seperti dalam pasteurisasi) atau dihambat oleh hal lain. Monosokarida lebih efektif dalam menurunkan aw bahan pangan dibanding dengan disakarida atau polisakarida pada konsentrasi yang sama dan digunakan dengan sukrosa dalam beberapa produk seperti selai.
103
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses sterilisai antara lain: jenis mikroba yang akan dihancurkan, kecepatan perambatan panas ke dalam titik dingin, suhu awal bahan pangan dalam wadah,ukuran dan jenis wadah yangdigunakan, suhu dan tekanan yang digunakan untuk proses sterilisasi, dan keasaman atau pH produk yang dikalengkan. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi sterilisasi adalah sebagai berikut: suhu, suhu yang digunakan disesuaikan dengan bahan yang akan disterilkan dan alat yang digunakan untuk sterilisasi. Hal ini dikarenakan perbedaan jenis bahan alat yang digunakan. Waktu, alat atau bahan yang akan disterilisasi tidak semua sama untuk perlakuanwaktu yang digunakan. Alat cenderung memerlukan waktu yang lebih lama daripada bahan pada proses sterilisasi. Kelembaban bahan yang akandisterilkan mempunyai tingkat kelembaban yang berbeda, oleh sebab itu kelembaban harus disesuaikan dengan jenis bahan yang akan disterilkan.
104
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh mikroorganisme sampai ke spora-sporanya yang terdapat dalam bahan makanan.
2.
Dari hasil percobaan tersebut didapatkan hasil pada kelompok 6 tanpa perlakuan dengan suhu 30 oC yaitu berwarna kuning di hari ke-0 dan berwarna kuning keruh di hari ke-7, beraroma nanas pada hari ke-0 dan beraroma asam dan nanas pada hari ke-7, tidak terdapat buih di hari ke-0 dan terdapatuih di hari ke-7.
3.
Kelompok 7 dengan perlakuan blanching dengan suhu 60oC yaitu berwarna kuning, beraroma nanas dan tidak terdapat buih pada hari ke-0, lalu berwarna kuning bening, beraroma asam dan aroma nanas, dan terdapat buih pada hari ke-7. Sedangkan untuk kelompok 8, 9 dan 10 dengan perlakuan pasteurisasi, sterilisasi, dan larutan standar didapatkan hasil yang hampir sama
4.
Gula memiliki sifat mengikat air dan pemeliharaan pH yang rendah pada larutan, sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
5.
Faktor-faktor yang mempegaruhi proses sterilisasi bahan pangan adalah suhu, waktu dan kelembaban.
105
ACARA X PENGOLAHAN PANGAN SEMI BASAH
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pisang tergolong dalam buah klimaterik, pisang juga termasuk dalam tanaman herbal yang bermanfaat bagi kesehatan. Pisang berdasarkan klasifikasi ilmiahnya tergolong ke dalam keluarga Musaceae. Sebagaimana penggolongan dari tingkat kingdom hingga spesies. Varietas pisang yang diunggulkan antara lain pisang ambon, pisang ketib, pisang kepok, pisang susu, pisang tanduk, dan pisang hijau. Pisang merupakan hasil pertanian yang sering diolah menjadi beberapa produk oalahan diantaranya seperti pisang rebus, pisang goreng, keripik pisang, dan pisang sale. Sale pisang merupakan jenis makanan yang dibuat dari buah yang diawetkan dengan cara pengeringan. Sale ini mempunyai rasa yang khas dengan daya simpan cukup lama. Pisang banyak mengandung protein yang kadarnya lebih tinggi daripada buah-buahan lainnya yang mudah busuk. Untuk mencegah pembusukan dapat dilakukan pengawetan, misalnya dalam bentuk keripik, sale, dodol, dan lain-lain. Sale pisang merupakan produk pisang yang dibuat dengan proses pengeringan dan pengasapan, sale ini dikenal mempunyai rasa dan aroma yang khas. Sifat-sifat penting yang sangat menentukan mutu sale pisang adalah rasa, warna,bau, kekenyalan, dan ketahanan simpannya. Sifat tersebut banyak dipengaruhi
oleh
cara
pembuatan
atau
pengolahan,
pengepakan,
serta
penyimpanan produk. Pisang dapat dibagi dua golongan yaitu pertama pisang yang dimakan dalam bentuk segar, misalnya pisang ambon, pisang raja, pisang kepok, dan pisang tanduk. Ada tiga cara pembuatan sale pisang yaitu cara tradisional dengan menggunakan asap kayu, cara pengasapan dengan menggunakan asap belerang. Cara basah dengan menggunakan natrium bisulfit. Proses pengasapan dengan belerang berguna untuk memucatkan pisang agar diperoleh warna yang
106
diinginkan, mematikan mikroba (jamur, khamir, dan bakteri), dan mencegah perubahan warna. Oleh karena itu praktikum ini dilaksanakan agar dapat membuat pisang sale dengan baik. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan produk semi basah yaitu sale pisang.
107
TINJAUAN PUSTAKA
Pisang merupakan buah yang dikenal paling awal sebagai bahan makanan yang dapat dikonsumsi segar maupun diolah lebih lanjut, mengenyangkan dan dapat dinikmati oleh bayi sampai lanjut usia. Dengan memandang pisang sebagai sumber pangan, maka penanganan disentra produksi pisang tidak hanya sekedar terbang dan jual, tetapi berkembang menjadi industri yang mengolah buah pisang menjadi aneka produk olahan. Jenis pisang yang ditanam mulai dari pisang untuk olahan sampai jenis pisang konsumsi yang bernilai ekonomis tinggi. Buah pisang merupakan buah yangsangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yaitu dapat dikonsumsi kapan saja dan segala tingkat usia. Di daerah sentra pisang, ketersediaan buah pisang seringkali dalam jumlah yang banyak dan keragaman varietas yang luas sehingga dapat membantu mengatasi keragaman pangan (Astiawan, 2001). Pangan semi basah atau Intermediate Moisture Food (IMF) merupakan salah satu bentuk pangan darurat yang potensial untuk dikembangkan. Dalam keadaan bencana tertentu, ketersediaan air bersih menjadi masalah sehingga perlu desain pangan darurat yang tidak membutuhkan air dalam penyajiannya, mudah ditelan, serta tidak menimbulkan rasa haus jika dikonsumsi. Pangan semi basah juga adalah pangan yang memiliki tekstur lunak, diolah menggunakan satu perlakuan atau lebih, dapat dikonsumsi langsung, memiliki daya simpan selama beberapa bulan, tanpa perlakuan sterilisasi termal, pendinginan ataupun pembekuan, tetapi cukup dengan mengatur formulasi (komposisi, pH, bahan tambahan makanan dan aw) (Christine, 2008). Pengeringan merupakan pemisahan sejumlah kecil air dari suatu bahan sehingga mengurangi kandungan air dalam bahan tersebut pada waktu dan suhu yang telah ditentukan untuk mendapat hasil yang diinginkan. Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan ke udara karena perbedaan kandungan uap air antaraudara dan bahan yang dikeringkan. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara tradisional (menggunakan matahari) maupun dengan bantuan alat pengering (oven). Pengeringan secara tradisional (menggunakan matahari) umumnya
108
membutuhkan waktu yang sangat lama dan fluktuasi suhu yang tidak teratur sehingga dapat berpengaruh pada bahan sedangkan menggunakan alat suhu dapat diatur dan lama pengeringan dapat disingkat. Untuk itu digunakan pengeringan dengan menggunakan oven sehingga dapat diperoleh suhu dan waktu yang tepat dalam menghasilkan mutu sale pisang berdasarkan sifat kimia dan organoleptik (Marwati, 2017). Sale pisang adalah makanan semi basah yang dibuat dari pisang matang dengan cara pengeringan atau pengasapan dengan atau tanpa penambahan bahan pengawet. Sale pisang mempunyai cita rasa yang khas dan daya simpan yang cukup lama. Sifat-sifat penting yang menentukan mutu sale pisang adalah warna, rasa, bau, kekenyalan serta daya simpannya. Sifat tersebut banyak dipengaruhi oleh cara pengolahan, pengepakaan serta penyimpanan produknya (Purnomo, 2007). Terdapat dua macam sale pisang yang biasa dipasarkan, yang pertama yaitu sale pisang kering yang dari kenampakan luarnya mirip keripik pisang dan yang kedua yaitu sale pisang basah yang memiliki tekstur yang lebih empuk. Perbedaan lain dari kedua macam sale pisang tersebut adalah pada proses pembuatanya, yaitu pada sale pisangkering melalui tahapan penggorengan, sedangkan pada sale pisang basah tidak. Pembuatan sale pisang basah yang tidak melalui proses penggorengan menyebabkan sale pisang basah memiliki umur simpan yang cenderung lebih pendek, sehingga mudah ditumbuhi mikroba pembusuk yang menyebabkan sale tersebut busuk dan rusak (Kawiji, 2011).
109
PELAKSAAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 31 Mei 2018 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknolgi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, talenan, loyang dan oven. b. Bahan-bahan Praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisang. Prosedur Kerja Pisang ↓ Dikupas ↓ Diiris ↓ Diletakkan di atas loyang ↓ Dioven selama 5, 6, 7, 8, dan 9 jam ↓ Digoreng ↓ Diamati warna, rasa, tekstur, dan aroma
110
HASIL PENGAMATAN
Table 10.1 Hasil Pengamatan Lama Pengovenan Terhadap Mutu Sale Pisang Klp
Lama oven (jam)
6
5
Parameter Warna Cokelat
7
6
Cokelat
8
7
Cokelat kehitaman
9
8
Cokelat
10
9
Cokelat
Rasa Pahit Sedikit pahit dan sedikit rasa pisang Pahit dan sedikit rasa pisang Pahit dan tidak ada rasa pisang Sedikit pahit dan ada rasa pisang
Tekstur
Aroma
Keras
Beraroma pisang sale
Keras
Beraroma pisang sale
Keras
Beraroma pisang sale
Keras
Sedikit aroma pisang sale
Keras
Beraroma pisang sale
111
PEMBAHASAN
Pangan semi basah atau Intermediate Moisture Food (IMF) merupakan salah satu bentuk pangan darurat yang potensial untuk dikembangkan. Pangan semi basah adalah pangan yang memiliki tekstur lunak, diolah menggunakan satu perlakuan atau lebih, dapat dikonsumsi langsung, memiliki daya simpan selama beberapa bulan, tanpa perlakuan sterilisasi termal, pendinginan ataupun pembekuan, tetapi cukup dengan mengatur formulasi (komposisi, pH, bahan tambahan makanan dan aw). pangan semi basah terbagi menjadi 2, yaitu pangan semi basah tradisional dan pangan semi basah modern. Pangan semi basah tradisional menggunakan pengeringan dari panas matahari untuk mengurangi kandungan air yang terdapat di dalam produk. Pada pangan semi basah modern didasarkan dengan mengikuti prinsip teknologi, antara lain menurunkan nilai aw dengan penambahan polihidrat alkohol, gula dan atau garam, pencegahan pertumbuhan mikroorganisme dengan penambahan komponen antimikroba dan komponen
antibakteri,
seperti
propilen
glikol
dan
asam
sorbat,
dan
mempertahankan faktor organoleptik, seperti tekstur dan flavor melalui perlakuan fisika dan kimiawi. Pangan semi basah atau IMF memiliki kandungan air yang cukup rendah dan kalori yang terkandung dapat ditingkatkan dengan mengatur formulanya. Selain itu, produk pangan semi basah bersifat stabil atau memiliki tingkat keawetan selama beberapa bulan tanpa adanya perlakuan pengawetan lain seperti pengeringan, pendinginan maupun pembekuan. Hal ini disebabkan oleh aktivitas air dalam produk pangan semi basah sebesar 0.70-0.85 dengan kandungan air antara 20-50% (berat basah), sehingga tidak memungkinkan bakteri tumbuh. Penurunan aw dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, menghambat pencoklatan non enzimatis, serta menghambat aktivitas enzim sedangkan laju autooksidasi lipid meningkat dalam sistem pangan kering. Nilai aktivitas air (aw) pada pengolahan pangan semi basah modern dapat diperoleh dengan 2 tipe, yaitu tipe adsorpsi dan tipe desorpsi (Robson, 1976). Pada tipe adsorpsi, bahan pangan dikeringkan, sambil dikontrol proses pembasahan kembali sampai mencapai
112
keadaan yang diinginkan. Sedangkan pada tipe desorpsi, bahan pangan dimasukkan ke dalam larutan dengan tekanan osmosis yang tinggi sampai diperoleh keseimbangan aw.Sale pisang adalah makanan semi basah yang dibuat dari pisang matang dengan dengan cara pengeringan atau pengasapan dengan atau tanpapenambahan bahan pengawet. Sale pisang mempunyai cita rasa yang khas dandaya simpan yang cukup lama. Sifat-sifat penting yang menentukan mutu salepisang adalah warna, rasa, bau, kekenyalan serta daya simpannya. Sifat tersebutbanyak
dipengaruhi
oleh
cara
pengolahan,
pengepakaan
serta
penyimpananproduknya. Praktikum ini dilakukan untuk mempelajari cara pembuatan pangan semi basah yaitu sale pisang. Pisang sale diproses dengan cara dikeringkan. Pengeringan dilakukan menggunakan alat cabinet dryer. Pengeringan ini lebih efektif karena tidak bergantung pada cuaca, suhu dan lama penjemuran dapat diatur dan dikendalikan. Setelah dikeringkan pisang diberi adaonan dan digoreng. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan maka diperoleh sale pisang dengan perlakuan lama pengeringan 5, 6, 7, 8 dan 9 jam memiliki hasil parameter yang sedikit sama yaitu berwarna cokelat, terasa pahit namun ada sedikit rasa pisang, tektur yang keras, dan beraroma pisang sale. Menurut Prabawati (2008), sifat-sifat penting yang mempengaruhi mutu sale pisang adalah warna, rasa, bau, kekenyalan dan ketahanan simpannya. Sale pisang dengan cita rasa yang enak yaitu pisang dengan lama pengeringan yang sesuai, tidak terlalu lama dan juga tidak terlalu singkat. Terdapat beberapa mutu sale pisang. Menurut SNI 01-4319-1996 yang diterbitkan oleh BSN sale pisang adalah makanan semi basah yang terbuat dari pisang segar dengan cara pengeringan atau pengasapan dengan atau tanpa tambahan pengawet. Syarat mutu sale pisang menurut SNI 01-4319-1996 yaitu dari segi bau memiliki aroma normal, memiliki rasa manis dan khas, dan dari segi warna memiliki warna normal dan khas. Aroma normal yang dimaksud disini yaitu aroma pisang yang digunakan serta tidak menyimpang dari aroma pisang, begitu pula dengan warna dan rasa tidak menyimpang dari rasa khas pisang.
113
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutuatau kualitas sale pisang yaitu jenis pisang yang digunakan, lamanya pengeringan dan minyak goreng yang digunakan. Jenis pisang yang baik yang digunakan untuk membuat sale pisang adalah jenis pisang lumut karena memiliki tekstur yang lembek dan aroma serta rasa yang manis. Semakin lama pengeringan maka semakin jelek kualitas sale pisang karena dapat menyebabkan sale pisang menjadi kering dan keras. Selain itu, daya simpan pangan semi basah juga banyak dipengaruhi oleh komponen penyusun aktivitas mikroba, teknologi pengolahan, dan sanitasi, sistem pengemas yang digunakan serta ppenggunaan bahan pengawet.
114
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1.
Pangan semi basah adalah pangan yang memiliki tekstur lunak, diolah menggunakan satu perlakuan atau lebih, dapat dikonsumsi langsung.
2.
Sale pisang adalah makanan semi basah hasil olahan yang disisir tipis kemudian dikeringkan dan digoreng.
3.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan maka diperoleh sale pisang dengan perlakuan lama pengeringan 5, 6, 7, 8 dan 9 jam memiliki hasil parameter yang sedikit sama yaitu berwarna cokelat, terasa pahit namun ada sedikit rasa pisang, tektur yang keras, dan beraroma pisang sale.
4.
Menururt SNI 01-4319-1996 syarat mutu sale pisang adalah memiliki aroma normal, rasa manis yang normal dan khas, dan memiliki wana normal dan khas.
5.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu sale pisang adalah pengolahan, pengepakan, penyimpanan produk serta jenis pisang yang digunakan.
115
ACARA XI HOMOGENISASI PENDAHULUAN
Latar belakang Pati merupakan karbohidrat yang tersebar dalam tanaman terutama tanaman berklorofil. Bagi tanaman,pati merupakan cadangan makanan yang terdapat pada biji,batang,dan bagian umbi-umbian. Banyaknya kandungan pati pada tanaman tergantung darimana pati tersebut berasal, misalnya pati yang berasal dari biji beras mengandung pati 50-60% dan pati yang berasal dari umbi singkong mengandung pati 80%. Selain itu bahan pangan yang sudah diolah menjadi berbagai bentuk produk, seperti padi,jagung,umbi-umbian yang mengandung karbohidrat tinggi dapat diolah dalam bentuk partikel-partikel yang lebih kecil seperti pembuatan tepung. Bahan pangan tersebut yang sudah diolahdalam bentuk tepung dapat dicerna dengan baik oleh tubuh. Tepung adalah partikel-partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung proses penggilingannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian,rumah tangga dan bahan baku industri. Tepung biasa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum. Tapioka dari singkong, maizena dari jagung atau hewani misalnya tepung tulang dan tulang ikan. Tepung juga mempunyai sifat gluten,dimana yang dimaksud dengan gluten yaitu saat senyawa protein yang terdapat pada tepung terigu yang besifat kenyal dan elastis yang diperlukan dalam pembuatan roti agar dapat mengembang (Yulianti, 2012). Proses pengolahan bahan pangan menjadi sebuah produk pangan yang berkualitas atau bermutu, diperlukan bahan utama dalam proses pembuatannya salah satunya yaitu tepung.Tepung dapat diolah menjadi suatu produk pangan yang bermutu, berata rasa dan bernilai gizi. Sebelumnya pada proses pembuatan produk, tepung diberikan perlakuan pengadukan atau pencampuran deengan bahan-bahan bisa disebut dengan proses homogenisasi. Oleh karena itu, pada praktikum ini perlu dilakukan untuk mengetahui proses homogenisasi pada berbagai campuran bahan pangan.
116
Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses homogenisasi tepung beras dan tepung tapioka.
117
TINJAUAN PUSTAKA
Homogenisasi adalah suatu perlakuan untuk menyeregamkan ukuran grobula lemak yang semula berukuran dari 4-8 mikron menjadi 2 mikron. Tujuannya untuk menghindari pemecahan lemak dan terbentuknya lapisan krim (creaming) bila susu didiamkan. Homogenesasi tidak hanya dapat menghambat creaming melalui pecahan globula lemak melainkan juga melalui pencegahan flokula oleh agluatiasi. Alat yang digunakan untuk menghasilkan produk ini disebut
homogenizer.
Homogenizer
berfungsi
sebagai
pemecah
dan
menyeragamkan globula lemak hingga berukuran +2 mikron (Yulianti, 2012). Ada beberapa macam tipe homogenizer yaitu single homogenizer yang digunakan untuk homogenisasi produk dengan kandungan lemak rendah dan produk yang memerlukan homogenisasi. Berat pada single stage homogenizer dikerjakan hanya satu kali selama proses dalam satu alat. Two stage homogenizer digunakan untuk produk pangan dengan kandungan lemak tinggi dan produk dengan kandungan bahan kering (konsentrasi suhu) tinggi serta produk dengan viskositas rendah. Two stage homogenizer yaitu apabila penekanan bahan dikerjakan dua kali sekama proses dalam satu alat. Multi-stage homogenizer apabila penekanan bahan dikerjakan lebih dari dua kali selama proses dalam satu alat (Brennan, 1990). Prinsip kerja homogenizer adalah dengan mengalirkan susu melalui celah yang sempit dengan kecepatan tinggi dan tekanan besar yang sehingga terjadi tumbukan antara globula lemak dengan katup penghalang ddalam homogenizer yang menyebabkan globula. Globula lemak pecah tenaga nidrodinamik dari pemotongan, kaulakan dan karbulan yang terjadi dalam katup homogenizer diduga sebagai penyebab terjadinya pemecahan globula lemak. Proses homogenisasi dilakukan dalam dua tahap. Pada tahap pertama digunakan tekanan 20 bar dan pada tahap kedua digunakan selama 80 bar. Tahap kedua dimaksudkan untuk memecah globula lemak yang belum pecah pada tahap pertama serta untuk mencegah penggabungan kembali globula lemak hasil pemecah pada tahap pertama (Yanti, 2013).
118
Pati merupakan komponen utama yang membentuk tekstur pada produk semi solid. Jenis pati yang berbeda-beda akan memiliki sifat yang berbeda dalam pengolahan. Sifat-sifat ini dapat digunakan pada pengolahan pangan untuk mendapatkan kandungan-kandungan gizi, teknologi pengolahan pati,sensori dan estetika. Sifat thickening (mengentalkan) dan gelting (pembentukan gel) dari pati memberikan karakteristik sensorik produk yang lebih baik, baik tingkat industry makanan.perispan makanan dan minuman di dapur. Jumlah pati amilosa dan amilopektin sangat berpengaruh pada proses gelatin pati, amilosa memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur tidak bercabang-cabang. Amilopektin merupakan molekul berukuran besar dengan struktur double (Madinah, 2008). Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yang besarnya bergantung pada komposisi emulsi dan metode pengolahan. Faktor-faktor internal yang mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari tipe dan konsentrasi bahan pengemulsi, jenis dan konsentrasi komponen-komponen fasa terdispersi dan fase pendispersi, viskositas fasa pendispersi, perbandingan fasa terdispersi terhadap fasa pendispersi, dan ukuran partikel. Sedangkan faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi stabilitas emulsi terdiri dari pengadukan atau pengocokan, penguapan dan suhu. Stabilitas emulsi juga tergantung pada ukuran droplet pada fase terdispersinya. Ukuran droplet yang semakin kecil menandakan produk emulsi yang semakin stabil. Ukuran droplet emulsi diukur dengan menggunakan alat Particle Size(Fajariyanto, 1987).
119
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 31 Mei 2018 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram. Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, sendok, stopwatch, homogenizer, dan mikroskop. b. Bahan-bahan Praktikum Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah air, tepung beras dan tepung tapioka. Prosedur Kerja Tepung ↓ Ditimbang 100 gram ↓ Ditambahkan 200 ml air ↓ Diaduk ↓ Dihomogenisasi ↓ Diamati granula pati
120
HASIL PENGAMATAN
Tabel 11.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Jenis Tepung dan Waktu Pengadukan Terhadap Ukuran Granula Pati Klp
1
2
Jenis Tepung
Tepung Beras
Tepung Beras
Waktu Pengadukan (Menit)
Gambar
Literatur
Perbesaran 40x
Perbesaran 40x Sumber: https://dokumensaya.com /
0,5
1 Perbesaran 40x
3
Tepung Beras
1,5 Perbesaran 40x
4
Tepung Beras
2 Perbesaran 40x
5
Tepung Beras
2,5 Perbesaran 40x
121
6
Tepung Tapioka
0,1 Perbesaran 40x
7
Tepung Tapioka
Perbesaran 40x Sumber: https://dokumensaya.com /
1
Perbesaran 40x
8
Tepung Tapioka
1,5 Perbesaran 40x
9
Tepung Tapioka
2 Perbesaran 40x
10
Tepung Tapioka
2,5
Perbesaran 40x
122
PEMBAHASAN
Perlakuan homogenisasi adalah proses pencampuran dua gel atau lebih dalam suatu sistem maupun yang zat pelarutnya berupa cairan. Campuran adalah materi yang terdiri atas dua maupun zar lebih dan masih memiliki sifat-sifat aslinya, jika kita mencampur minyak dengan air,terlihat ada beberapa kedua cairan tersebut. Jika kita mencampur dengan alkohol,batas antara keduanya tak terlihat. Minyak dan air membentuk cairan hetorogen. Pencampuan dapat didefinisikan sebagai proses dimana dua atau lebih komponen dalam kondisi campuran terpisah atau kasar diperlakukan sedemikian rupa sehingga setiap partikel dari salah satu bahan terletak sedekat mungkin dengan partikel bahan lain. Proses ini melibatkan pencampuran gas,cairan atau padatan dalam setiap kombinasi dan rasio dua atau lebih komponen yang mungkin (Madinah, 2008). Homogenisasi adalah proses ganda penurunan droplet(ukuran partikel) dari fase terdispersi dan sekaligus mendistribusikannya secara uniform kedalam fase tertentu. Jika fase terdispersi ini adalah liquid, maka yang diperoleh adalah emulsi setelah homogenisasi. Dan jika solid yang dihasilkan adalah berupa suspensi. Untuk homogenisasi campuran,maka campuran tersebut haruslah mempunyai konsistensi yang mudah diperlakukan seperti fluida karena homogenizer dilengkapi dengan pompa. Prinsip kerja homogenizer retarstator adalah mengecilkan ukuran partikel emulsi dengan memotong partikel emulsi yang besar dengan retor (bergerak) dan stator(diam) menjadi partikel yang lebih kecil. Emulsi akan terlalur oleh dorongan pusaran retor stator kemudian masuk kedalam batang retor stator. Emulsi kemudian didorong keluar oleh pemotong partikel homogenizer setelah pendorongan. Frekuensi droplet masuk kedalamretor stator homogenizer sejalan dengan lamanya homogenisasi. Praktikum ini dilakukan proses homogenisasi pada tepung beras dan tepung tapioka yang dicampur dengan air terlebih dahulu dengan perbandingan 1:2 antara tepung dengan air, kemudian dilakukan homogeninasi dengan homogenizer berkecepatan 3. Tepung beras adalah tepung yang terbuat dari penggilingan biji padi atau beras. Beras memiliki bentuk granula elips dan ukuran
123
granula antara 2-35 m, dengan rasio amilosa 25% dan amilopektin 75%. Granula pati beras tampak bulat dan lonjong dengan kecendrungan dengan mengelompok menjadi dua macam ukuran yaitu yang kecil berukuran 2-10 mm, dan yang besar berukuran antara 20-25 mm. Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan granula pati tepung beras yang diamati dengan mikroskop transmission yang berbeda, terlihat jelas pada beberapa perlakuan di waktu homogenisasi selama 0,5 menit,1 menit, 1,5 menit, 2 menit dan 2,5 menit. Berdasarkan hasil pengamatan granula pati pada tepung tapioka menunjukkan bahwa hasil granula pati yang diamati dengan mikroskop transmission terlihat sama menurut Moorty (2004), granula pati tapioka menunjukan variasi yang besar yaitu sekitar 5-40 μm dengan bentuk bulat dan oval. Menurut Febrianti (1990), ukuran granula pati dari beberapa varietas tepung singkong berada pada kisaran 3-25 μm. hasil pengamatan granula pati singkong ini sesuai dengan literatur yang tertera. Perbedaan ukuran granula pati tepung tapioka sekitar 85% dengan kadar amilosa tepung tapioka berada pada kisaran 2077% dan amilopektin pada kisaran 70-80%. Menurut Channam (2005) bahwa pada kecepatan homogenisasi yang sama, semakin lama waktu homogenisasi akan menghasilkan emulsi yang lebih stabil. Dimana ukuran globula patinya semakin kecil. Pada hasil pengamatan, waktu homogenisasi semakin lama akan menghasilkan globula pati yang semakin kecil pula. Pada perlakuan selama 2,5 menit memiliki globula pati yang paling kecil. Hal ini disebabkan waktu homogenisasi, dimana semakin lama homogenisasi dilakukan maka akan menghasilkan energi yang semakin besar untuk membuat pengemulsi mampu menstabilkan droplet air pada produk emulsi. Stabilisasi emulsi tergantung pada ukuran droplet pada fase terdispersinya ukuran droplet yang semkain kecil menandakan produk emulsi yang semakin kecil. Faktor yang mempengaruhi ukuran droplet yang di hasilkan oleh homogenisasi antara lain tipe emulsi yang digunakan karakter, komponen dan masukan energi. Ukuran droplet yang kecil dapat meningkatkan fase dispersi, sebagai akibatnya akan meningkatkan viskositas dan penyerapan emulsifer dalam menghubungkan permukaan droplet yang kecil dapat menyebabkan koalesan.
124
Pengemulsian ini juga membutuhkan waktu homogensasi untuk aplikasi bergantung pada beberapa faktor yaitu volume sampel yang di homogenisasikan, keluaran yang diinginkan, karakteristik komponen fisiknya, prediksi biaya, biaya proses, perbedaan kekentalan, suhu, waktu homogenisasi dan kecepatan putaran.
125
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Homogenisasi adalah proses ganda penurunan droplet (ukuran partikel) yang tujuannya untuk menyeragamkan ukuran partikel agar tidak terbentuk emulsi.
2.
Pada kecepatan homogenisasi yang sama, semakin lama waktu homogenisasi akan menghasilkan emulsi yang lebih stabil, dimana ukuran globula patinya semakin kecil.
3.
Perlakuan terbaik homogenisasi pada tepung beras dan tepung tapioka terdapat pada waktu pengadukan 2,5 menit dimana ukuran globula patinya paling kecil dengan hasil emulsi yang lebih stabil.
4.
Semakin lama homogenisasi dilakukan maka akan menghasilkan energi yang semakin besar untuk membuat pengemulsi mampu menstabilkan droplet air pada produk emulsi, stabilisasi emulsi tergantung pada ukuran droplet pada fase terdispersinya ukuran droplet yang semkain kecil menandakan produk emulsi yang semakin kecil.
5.
Faktor yang mempengaruhi ukuran droplet yang di hasilkan oleh homogenisasi antara lain tipe emulsi yang digunakan karakter, komponen dan masukan energy, ukuran droplet yang kecil dapat meningkatkan fase dispersi, sebagai akibatnya akan meningkatkan viskositas dan penyerapan emulsifier.
126
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, L.H., 2008. Teknologi Pegawetan Pangan. Alfabeta. Bandung. Amanto, B.S., Siswanti dan A. Atmaja., 2015. Kinetika Pengeringan Temu Giring (Curcuma Heyneyana Valeton dan Van Zijip) Menggunakan Kabinet Dryer dengan Perlakuan Pendahuluan Blanching. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 8(2): 107-114. Amanu, F.N.N dan W.H. Susanto, 2014. Pembuatan Tepung MOCAF di Madura (Kajian Varietas dan Lokasi Penanaman) Terhadap Mutu dan Rendemen. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (3): 161-169. Aminah, S. dan J.T. Isworo, 2010. Praktek Penggorengan dan Mutu Minyak Goreng Sisa Pada Rumah Tangga di RT V RW III Kedungmundu Tembalang Semarang. Jurnal Unimus. Andriani, R., 2016. Pengenalan Alat-alat Laboratorium Mikrobiologi Untuk Mengatasi Keselamatan Kerja dan Kebersihan Praktikum. Jurnal Mikrobiologi. (1): 1-7. Anggita, R. D., Zulkifli dan M. L. Lande, 2017. Studi Potensi Kulit Nanas Madu (Ananas comosus (L.) Merr) Sebagai Bahan Anti Browning Buah Apel Manalagi (Malus styvestris Mill). Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 17(1): 50-57. Anonim, 2017. Fruit Vegetable Cutter. www.tokomesin.com. (Diakses pada tanggal 5 April 2018). Anonim, 2017. Mesin Mixer Bakso. www.tokomesin.com. (Diakses pada tanggal 5 April 2018). Anonim, 2017. Tip Alat Dapur. www.fermina.co.id. (Diakses pada tanggal 5 April 2018). Anonim, 2018. Kegunaan Mesin Cabinet Dryer. www.anekamesin.com. (Diakses pada tanggal 5 April 2018). Anonim, 2018. Mesin Cup Sealer. www.mesinraya.co.id (Diakses pada tanggal 5 April 2018). Ashari, 2002. Hortikultura Aspek Budaya. UI Press. Jakarta. Astawan, 2006. Sehat dengan Tepung Terigu. PT. Dian Rakyat. Jakarta. Astiawan. 2001. Aneka Olahan Buah-Buahan. Pustaka Media. Jakarta. Badan Standar Nasional. SNI 01-7622-2011. Tepung Mocaf. BSN. Jakarta. Brennan, J. G., 1990. Food Engineering Operations. Applied Science Publisher. London. Buckle, dkk. 2007. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta. Cicilia, S., M. Amaro, dan S. Rahman, 2018. Petunjuk Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan. Unram Press. Mataram. Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliannya.Salemba Medika. Jakarta Deby. 2008. Fermentasi Bahan Pangan. Kanisius. Jakarta. Devega, M., 2010. Peranan Modified Cassava Flour (MOCAF) Sebagai Bahan Substansi Tepung Terigu pada Proses Pembuatan Mie dalam Upaya Mengurangi Impor Gandum Nasional. IPB. Bogor.
127
Devi, 2014. Perbedaan Jenis Kulkas: Fridge vs Freezer vs Showcase. www.arjunaelektronik.com. (Diakses pada tanggal 5 April 2018). Fajariyanto, 1987. Kimia Fisik dan Koloid. Penerbit Swadaya. Jakarta. Fardiaz, 2008. Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Depdikbud DirektoratJendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB: Bogor Fifi, 2017. Cara Kerja Gas Cooking Mixer. www.harmesindo.com. (Diakses pada tanggal 5 April 2018). Habibah, 2006. Teori Ilmu Resep dan Pengemasan. Erlangga: Jakarta. Hariyadi, 2009. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan. Jakarta. Haryadi. 2010. Sanitasi UHIT dan Pengemasan Aseptic. Institute pertanian Bogor. Bogor. Harnanik, S., 2013. Perbaikan Mutu Pengolahan Nenas dengan Teknologi Olah Minimal dan Peluang Aplikasinya di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 32(2): 67-75. Hidajati, 2005. Peran Bawang Putih (Alium Sativum) dalam Meningkatkan Kualitias Daging Ayam Pedagang. Fakultas Kedokteran Hewan. Johansyah, A., dkk. 2014. Pengaruh Plastic Pengemas Low Density Polyethyelene (LDPE), High Density Polyethylene (HDPE) dan Polipropilen (PP) Terhadap Penundaan Kematangan Buah Tomat (Lycopersicon esculentum Miu). Jurnal Bulletin Anatomi Dan Fisiologi. 22(1). Ketaren, 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Kusnadi, dkk.,2012. Daya Ikat Air, Tingkat Kekenyalan dan Kadar Protein Pada Bakso Kombinasi Daging Sapi dan Daging Kelinci. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1(2). Kuswanto, 2003. Teknologi Pengemasan Dan Penyimpanan Buah. Kansus. Yogyakarta Lanny, S., 2006. Kreasi Donat. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Lay, B. 2002. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Madinah, J., 2008. Tech Lectures for the Pharmacy Technician. Ellis Horwood, Ltd. New York. Matz, 1984. Snack Food Tecnology. The AVI Publishing. California. Mudjajanto, E.S. dan L.N. Yulianti, 2004. Analisis dan Manfaat Gula pada Bahan Pembuatan Kue. Penerbit Swadaya. Jakarta. Musaddad, D., I. S. Setiasih dan R. Kastaman, 2013. Laju Perubahan Mutu Kubis Bunga Diolah Minimal pada Berbagai Pengemasan dan Suhu Penyimpanan. Jurnal Holtikultura. 23(2): 184-194. Nur, M., 2009. Pengaruh Cara Pengemasan Jenis Bahan Pengemas dan Lama Penyimpanan Terhadap Sifat Kimia, Mikrobiologi dan Organoleptik Sate Bandeng (Chaos Chals). Jurnal Teknologi dan Industry Hasil Pertanian. 14(1): 1-7 Octaviana, N. M. A., Yunianta dan I Purwantiningrum, 2016. Pengaruh Konsentrasi Pengemulsi Lesitin dan Proporsi Tape Singkong Terhadap Kualitas Fisik, Kimia, Organoleptik Kue Donat. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 4(1): 338-347.
128
Pantastico, B.E.R, 2002. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University. Yogyakarta. Pelczar, J. 2006. Mikrobiologi Fourt Edition. Me Graw Hill BookCompany: New Work Permadi dan Hintino, 2012. Kadar Serat Sifat Organoleptik dan Rendemen Nugget Ayam Yang Disibstitusi Dengan Jamur Tiram Putih (Plerotiu Ostreutus). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol. 1(4). Purnomo. 2007. Aktivitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas Indonesia: Jakarta Rohman, 2007. Analisis Makanan. UGM Press. Yogyakarta. Rosdaneli, H., 2008. Proses Pengeringan. Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknik. Sumatra Utara. Rukmana dan Yuniarsih, 2001. Cara Pembuatan Roti. Kanisius. Yogyakarta. Salli, G.J dan J. Fat., 2015. Perancangan Dan Realisan Sistem Pengering Buah Apel Menggunakan Lampu Inframerah. Jurnal Kajian Teknologi. II(1): 816. Santi, 2017. Prinsip Kerja Kompor Gas. www.tokomesin.com (Diakses pada tanggal 5 April 2018). Santoso, 2011. Pengantar Teknologi Pengolahan Pangan. Widya Padjadjaran. Bandung. Setiawan, 2002. Biokimia I. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Setiawati, 2002. Keselamatan Kerja. Cahaya Pustaka. Semarang. Subaryanto, 2008. Ilmu dan Teknologi Daging.UGM. Yogyakarta. Sunarlin, 2008. Karakteristik Mutu Bakso Daging Sapi Dan Pengaruh Penambahan Natrium Klorida Asam Laktat Dan Natrium Tripolofosfat Terhadap Perbaikan Mutu. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sunarto, 2002. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Laboratorium. UNY Press. Yogyakarta. Suprianto, B., 2006. Biologi Umum II. Erlangga. Jakarta. Suriawiria 2015. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa: Bandung. Suryadi, 2016. Uji Suhu Penggorengan Kripik Salak Pada Alat Penggorengan Vakum (Vacum Frying) Tipe Vakum Pump. Jurnal Keteknikan Pertanian. 4(1): 116. Susilawati, 2015. Pengantar Ilmu Pertanian. Angkasa. Bandung. Suyanti. 2009. Buku Pangan dan Teknologi. GMU Press: Yogyakarta. Tamba, M., S. Ginting dan L.N. Limbang, 2014. Pengaruh Subsitusi Tepung Labu Kuning pada Tepung Terigu dan Konsentrasi Ragi pada Pembuatan Donat. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pert. 2 (2): 117-124. Tandrianto, J., D.K. Mintako dan S. Gunawan. Pengaruh Fermentasi pada Pembuatan Mocaf (Modified Cassava Flour) dengan Menggunakan Lactobacillus plantarum Terhadap Kandumgan Protein. Jurnal Teknik POMITS. 3(2): 143-155. Tranggono, 1989. Biokimia dan Teknologi Pasapanen. UGM Press. Yogyakarta. Utama, I Made., 2009. Penangan Pascapanen Buah dan Sayuran Segar. Forum Konsultasi Teknologi Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali. Bali .
129
Utomo, T. P., B. D. Argo dan W. A. Nugroho, 2015. Pengaruh Penambahan Gula dan Asam Askorbat pada Pengolahan Minimal Terhadap Kualitas Fisik Buah Apel Manalagi (Malus sylvestris Mill). Jurnal Keteknikan PertanianTropis dan Biosistem. 3(2): 192-198. Widya, R., 2011. Teknologi Pembuatan Makanan dengan Menggunakan Tepung Mocaf sebagai Substansi Tepung Terigu. STPP Medan. Medan Winarno, F.G. 2002. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta. PT. Sastra Husada. Yanti, M. L., M. Novia, dan Ismaturrahmi, 2013. Pengaruh Konsentrasi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) dan Jenis Tepung pada Pembuatan Mie. Jurnal Teknik Pertanian. 6 (1): 21-31. Yulianti, 2012. Studi Persiapan Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L. moench) dan Aplikasinya pada Pembuatan Beras Analog. Jurnal Teknologi Pertanian. 12 (3): 1-8. Yuyun, A., dan Gunaisa, D. 2011. Cerdas Mengemas Produk Makanan dan Minuman. Agromedia Pustaka: Jakarta.
130